Share

Bab 6

Author: Dandelion
last update Last Updated: 2022-04-01 23:08:20

Api berkobar, membumbung tinggi seolah membakar udara. Langit yang memang gelap kini menampakkan kemerahan. Aura suram menyelimuti sekitar mereka.

Uhuk!

Sanchia memuntahkan darah hitam kental, tenggorokannya terasa sakit dan radang. Dadanya terasa panas. Panas yang perlahan menjalar ke seluruh tubuh.

Tidak sampai seperkian detik, rasa panas itu berganti dengan dingin yang teramat. Seolah siap membekukan darahnya yang bahkan kekurangan oksigen untuk diedarkan.

Sanchia mengeratkan rahangnya, menahan sakit yang teramat di setiap jengkal tubuhnya. Seolah tubuhnya terkoyak-koyak.

“Sanchia, sadarlah! Jangan tutup matamu.” Kakek Aren mengguncang tubuh lemah Sanchia.

Tubuh gadis itu telah terkapar di tanah keras samping api pembakaran.

Lemah tidak berdaya, persis seperti bertahun-tahun yang lalu.

“Panas, Kakek,” lirih Sanchia menekan dadanya. Seolah ada api besar yang membakar setiap organnya.

“Dingin ... dingin sekali. Ayah, Ibu, dingin.” Sanchia bergumam lirih. Matanya tampak sayu, fokus pada api yang menyala-nyala.

Uhuk ... uhuk!

Sanchia mengeratkan kedua tangannya, menahan rasa panas dan dingin di dalam tubuhnya. Dua hawa yang berlawanan itu seolah bertengkar dan berlomba untuk mendominasi.

“Sanchi, dengar! Apa pun yang terjadi jangan tutup matamu. Kamu harus tetap sadar, ingatlah untuk membalas dendam orang tua dan warga desa. Ingatlah tujuan yang tengah kamu usahakan.”

“Sanchi, bertahanlah.” Kakek Aren berseru kencang. Jantung tuanya berdegup cepat.

Rasa khawatir menyelusup di dadanya. Bagaimanapun juga, Sanchia adalah cucu temannya, yang berarti cucunya sendiri.

Air mata mengalir di sudut mata Sanchia yang melemah. Ingatan akan ayah, ibu dan para saudara sedesanya mengalir begitu saja. Tentang bagaimana senyum ramah dan tulus itu melintas di wajah semuanya.

“Akh!” erang Sanchia kala dadanya terasa ditusuk ribuan anak panah. Seolah berniat melubangi dadanya.

“Tarik napas perlahan, jaga kesadaran kamu. Efeknya bertahan selama setengah jam, bagaimanapun rasa sakitnya kamu harus bertahan, Sanchi! Demi tujuanmu!” Kakek Aren berkata dengan sungguh-sungguh.

Lelaki yang tidak lagi muda itu dengan cekatan meracik ramuan untuk menetralkan aura yang bergejolak di dalam tubuh Sanchia. Mengabaikan sosok lelaki berwajah pucat yang terpanggang di atas sana. Walau dia mulai menunjukkan tanda-tanda kesadaran.

Drogo yang sama sekali tidak memahami apa pun. Dia hanya bisa terpaku di tempatnya. Menatap serta mendengarkan rintihan dan teriakan dua kenalan yang berbeda generasi itu.

Tangannya terkepal kuat. Rintihan Sanchi, mengingatkannya pada sosok adiknya yang telah lama menghilang semenjak kejadian bertahun-tahun yang lalu. Air mata dan rasa sakit itu serupa namun, tidak sama.

“Maaf, Sanchi, Paman membuatmu menderita.” Drogo menundukkan kepalanya.

Jika saja dirinya tidak banyak berpikir atau mengambil keputusan dengan cepat akan sangat tidak mungkin jika Sanchia akan mengambil jalan sulit semacam ini.

Yang Sanchia janjikan adalah metode untuk mengeluarkan Eric dari kondisi kritisnya bukan menyerap racunnya. Drogo tahu, Darah Neraka adalah hal yang langkah dan tidak untuk diekspos.

Jika, Sanchia memutuskan untuk mengeksposnya bukankah itu berarti kondisinya sudah sangat parah dan terancam tidak bisa diselamatkan?

Drogo berhutang banyak kali ini.

“Kau, masih juga terdiam? Tidak mau membantu temanmu itu?” Kakek Aren bertanya sinis. Dalam hatinya dia benar-benar kesal dengan dua pemuda asing yang belum lama dia temui ini.

Meskipun, tidak terlalu mengenal kakek Aren tahu bahwa mereka memiliki identitas yang tidak biasa. Sebagai salah satu tetua dan mantan pejabat istana dia mengerti dan memahami bagaimana kelas bangsawan dan rakyat biasa.

Terlebih lagi, wajah mereka benar-benar tidak asing di matanya.

Kakek Aren hanya perlu satu informasi untuk memastikan identitas mereka.

“Tetua, bagaimana saya harus mengurusnya?” tanyanya sembari berjalan mendekati posisi Kakek Aren. Drogo membungkuk hormat. Selain usia dan identitas, Drogo benar-benar menghormati lelaki tua di hadapannya ini. Selain Sanchia, beliau juga berperan penting dalam penyelamatan junjungannya.

Meskipun tidak memandang mereka sebagai yang berkepentingan namun, tetap saya layak untuk mendapatkan penghormatan. Dia bukanlah seseorang yang tidak tahu balas budi!

“Lihat bagaimana kondisinya, jika darah yang dia muntahkan sudah berwarna merah tidak lagi hitam maka bawa dia kembali.” Kakek Aren berucap acuh tak acuh, sekarang dia ingat.

Drogo adalah prajurit istana di masa lalu. Menjadi kebanggaan pangeran dan pasukan, jika tidak melihat sorot matanya yang begitu khas mungkin mata tua Kakek Aren tidak akan bisa melihatnya dengan jelas.

Dari sekian banyak prajurit yang pernah melintas di matanya hanya Drogo yang memiliki tatapan mata setajam pisau. Hanya dengan tatapannya saja orang akan tahu bagaimana dia memandang. Tidak sulit untuk menebaknya namun, hati-hati untuk tidak terkecoh.

“Baik, setelah membawanya kembali, apa yang harus saya lakukan, Tetua?” tanya Drogo lagi. Dia ingin melakukan kewajibannya sebaik mungkin. Sanchia sudah berjuang begitu keras, begitu pula dengan Kakek Aren. Jika perawatannya tidak baik, bukankah akan membuat kerja keras mereka sia-sia?

“Biarkan saja.” Kakek Aren tidak memberikan Drogo wajah. Salah siapa bertindak kejam di masa lalu. Jika bukan karena keberuntungan, mana mungkin Sanchia bisa mengorbankan darahnya untuk kedua kali?

Setelah Kakek Aren mengetahui identitas Drogo, dia benar-benar tidak menyukai lelaki itu hingga ketulang. Semua prajurit dan petinggi di masa lalu bersalah. Jika tidak, mana mungkin keluarga Carloman dibuang jauh ke desa terpencil ini? Dia juga tidak akan terdampar di desa kecil dan minim perhatian kerajaan!

Meskipun, setelah bertahun-tahun dan desa juga sudah berkembang kemarahannya tidak pernah luntur. Setelah petaka yang menimpa desa, siapa yang bisa disalahkan selain kerajaan? Mengingat hal itu Kakek Aren benar-benar marah.

“Kamu harus hidup dam membalas dendam! Jika tidak, Nenek, Kakek dan orang tuamu akan menderita di surga sana! Meskipun kamu mati, kamu juga akan menderita!” ujar kakek Aren penuh penekanan pada Sanchia yang tengah di ambang kesadarannya.

"Setidaknya jika kamu tidak memiliki kekuatan sekarang, kamu bisa membalas mereka nanti. Untuk sekarang kamu hanya perlu memiliki nyawa."

"Nyawa tidak bisa di ganti, jika kamu memilikinya maka keberuntungan dan kesempatan akan datang dengan sendiri!"

Related chapters

  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 7

    Deru napas yang teratur itu membuat Kakek Aren menghela napas lega. Bagaimana tidak, setelah setengah jam bergulat dengan maut akhirnya Sanchi bisa mendapatkan oksigen untuk dihirup. Seolah katup paru-parunya kembali terbuka setelah tertutup rapat beberapa saat. Dadanya tidak lagi sesak, begitu pun suhu tubuhnya berangsur normal. Perjuangannya tidak berakhir sia-sia. “Istirahatlah dulu, Kakek akan meracik obat untukmu.” Kakek Aren mulai beranjak. Kondisi Sanchia lebih parah dari yang dia duga. Persiapan yang telah disiapkan pun tidak cukup untuk memulihkan tenaga perempuan itu. “Kakek, bagaimana dengan lelaki itu?” tanya Sanchia lirih. Setelah berjuang dengan keras, dia tidak mengharap kegagalan. Sudah sejauh ini, akan sangat menyesakkan jika terjadi kesalahan dan berakibat fatal. “Setelah bertukar nasib denganmu, apa yang bisa terjadi dengan lelaki itu? Meskipun terlambat ditangani dia akan sembuh cepat atau lambat!” balas Kakek Aren dengan nada tidak suka di ujung

    Last Updated : 2022-04-03
  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 8

    Sanchia menatap kosong lelaki yang tengah terbaring lemah di depannya. Wajah pucat itu tampak menyedihkan. Tapi tidak, bukan itu yang Sanchia pikirkan. Melainkan, ucapan tersirat yang Kakek Aren coba sampaikan.Semuanya terasa benar di dalam pikirannya namun, mengapa terasa mengganjal? Sanchia sedikit bimbang atas dirinya sendiri. Mengapa dia tidak mampu menyambungkan benang merah yang ada di setiap fakta.Dirinya yang tidak mampu atau ....“Sudah bangun? Jangan bergerak berlebihan.” Sanchia menahan lelaki itu untuk duduk dengan tiba-tiba. Tubuh itu terlalu lemah untuk digunakan dengan tenaga yang begitu besar. Alih-alih bisa bergerak sempurna, dia mungkin akan merusak organ intinya.“Siapa?” tanyanya dengan aura dingin samar menguar. Mencoba mengintimidasi namun, apa daya tubuhnya tidak cukup untuk menakuti seseorang.“Masih ingin bertingkah? Sebaiknya perhatikan tubuhmu dahulu. Jika aku adalah musuh, kamu tidak akan bisa membuka matamu lagi.” Mimik lelaki

    Last Updated : 2022-04-05
  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 9

    “Paman, apakah informasi ini sudah dibuktikan kebenarannya?” Mata bulat Sanchia bersinar kejam. Pandangannya terlalu rumit untuk dijabarkan secara singkat. Drogo tidak bisa membacanya, terlalu abstrak dan kelam.“Jangan melakukan hal yang gegabah, Sanchi. Kamu hanya akan menyia-nyiakan pengorbanan penduduk desa!” Drogo mulai resah. Sulit untuk memahami karakter Sanchia yang suka berubah-ubah.“Pengorbanan macam apa yang mereka lakukan Paman? Membakar desa sendiri dan mati di lalap api dengan suka hati, apakah itu semua kebenarannya?”“Paman, jika Sanchi mampu menyembuhkan lelaki itu maka Sanchi juga mampu menghabisinya!" Sanchia pergi dengan amarah. Menurutnya kematian orang tuanya terlalu konyol, bunuh diri? Dengan dalih penyerangan? Bukankah itu hanya sia-sia?“Jika itu semua kebenarannya maka ibu tidak akan berusaha menyelamatkan diri di akhir hayatnya. Ibu tidak akan meninggal dengan luka pedang di tubuh

    Last Updated : 2022-04-08
  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 10

    “Bagaimana menurut kalian?” tanya Sanchia setelah menjelaskan situasi markas saat ini. Air muka kesembilan laki-laki itu tampak sama yaitu kemarahan yang kentara.Sanchia tersenyum puas. Bukankah rencananya akan berjalan dengan mudah jika semuanya memiliki tujuan yang sama?“Pergi dan selamatkan mereka, jika pun harus menanggung penghinaan dengan label pengkhianat di belakang nama juga tidak masalah.” Jenderal Berthar menyuarakan pendapatnya.“Tidak, kita tidak bisa menjadi pengkhianat,” bantah Froc dengan wajah serius dan penuh pertimbangan. Sanchia menatap Froc dengan wajah ingin tahu. ‘Apa rencananya?’“Apa maksudmu Froc?! Apakah kamu ingin mereka yang tidak bersalah meninggal dengan hina semacam itu? Meninggal di eksekusi dengan tuduhan pengkhianat adalah penghinaan untuk seluruh kesatria!” bentakan keras itu berasal dari Berthar. Tampaknya lelaki itu sudah mulai kesal dengan keadaan yang tid

    Last Updated : 2022-04-12
  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 11

    Waktu dini hari, langit tengah gelap gulita. Hanya api obor yang kian bergerak setiap saat ketika terhembus angin menghantar perubahan musim. Sanchia dan Orella berlari tanpa suara menuju dinding samping markas militer kala pergantian penjaga terjadi. Mereka bergerak secepat mungkin dan menghitung dalam hati secara konstan.Melakukan segalanya sesuai rencana yang telah ditetapkan.“Ash.” Sanchia menundukkan kepalanya kala tidak sengaja melihat prajurit berjalan tidak jauh dari posisinya berdiri. Dinding yang berdiri di dekatnya benar-benar berfungsi untuk menutupi keberadaannya.“Di mana mereka ditahan?” tanya Sanchia pada Orella dengan isyarat.Seolah paham, Orella mengkode Sanchia untuk bergerak mengikutinya. Setelah beberapa saat bersembunyi dan menghindar akhirnya mereka melihat sebuah kurungan besi besar yang diisi oleh dua puluh orang dengan kain hitam yang menutupi kepala mereka satu persatu.Sanchia dan Orella berjalan mengendap-endap di tengah kege

    Last Updated : 2022-04-13
  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 12

    Sanchia menatap puas atas keputusan akhir yang diperoleh. Tidak, bukan hanya Sanchia tapi semua orang juga merasa puas. Bagaimana tidak, jika lelaki yang sebelumnya dikuasai oleh aura membunuh itu kini memegang pedang untuk berjuang bersama. Bukankah itu keberuntungan mereka?Hanya orang-orang yang telah merasakan keputusasaan yang memiliki tekad baja untuk berjuang. Hanya mereka yang pernah berada di ujung tombak yang memahami pentingnya kesempatan dan jalan keluar.“Peringatan terakhir, kami hanya bekerja sama dengan orang-orang yang tahu pentingnya kejujuran. Kami tidak ingin direpotkan dengan pengkhianatan ataupun trik remeh. Jika ada yang keberatan dan tidak terima dengan keputusannya. Silakan pergi, kami dengan senang hati akan menghitung utang budi suatu saat nanti,” kata Kenno dengan senyum tipis khasnya.Sanchia bisa melihat kekejaman di balik kilat matanya yang menajam. ‘Silakan pergi katanya?’ bukankah itu berarti dia meminta m

    Last Updated : 2022-04-21
  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 13

    Kawasan hutan yang mereka lewati adalah bagian utara gunung yang terkenal akan hewan buas dan bandit gunung. Entah mengapa mereka baru menyadari hal itu ketika melihat banyaknya perangkap yang membentang di sepanjang jalan. “Perhatikan jalan, bandit gunung kemungkinan besar berada tidak jauh dari sini,” ujar Kenno waspada. Manik matanya menatap tanda kecil di pohon sebagai identitas kejahatan yang meresahkan masyarakat itu. “Bandit gunung? Bukankah mereka adalah pemberontak yang berjuang untuk membebaskan wilayah mereka dari kerajaan. Karena mereka kalah jumlah, akhirnya mereka dipukul mundur menuju gunung supaya mati diserang hewan buas.” “Iya, tapi itu hanya sebagian kebenarannya saja. Bandit gunung sebenarnya adalah warga desa Qrx. Warga minoritas yang dilindungi oleh raja terdahulu. Mereka sangat setia, setelah mereka mengetahui pergantian raja dan menemukan kejanggalan dalam kematiannya mereka menuntut keadilan.” “Apalah daya, warga biasa akan kalah oleh penguasa dan prajurit

    Last Updated : 2022-05-02
  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 14

    Kenno dan Yurz saling bertukar pandang. Situasinya lebih rumit dari yang mereka bayangkan. Bagaimana mungkin klan pedagang yang memiliki ambisi menguasai benua berada di tengah hutan penuh perangkap dan bahaya seperti ini?“Buktikan kalau kalian bukan musuh,” ujar Kenno tegas. Klan pedagang atau perampok, jika mereka memiliki hati nurani yang baik maka semuanya adalah teman, jika tidak ketidaknyamanan ini hanya bisa di selesaikan oleh pertumpahan darah. Laki-laki atau perempuan, muda atau tua, selagi itu bersebrangan semuanya pantas mati.Setelah mempertimbangkan cukup lama, perempuan itu menghela nafas pelan seraya mengangguk dan mengeluarkan sebuah gulungan dari balik pakaiannya. Gulungan itu berisi segel kerajaan lama, tanda bahwa mereka dulunya adalah sekutu kerajaan.“Kami membawa ini sebagai bukti. Kami dulu adalah bagian dari kerajaan, tapi setelah pergantian raja, kami dijadikan kambing hitam dan diasingkan,” jelas perempuan itu. “Nama saya Elara, dan kami adalah bandit gunun

    Last Updated : 2024-06-09

Latest chapter

  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 14

    Kenno dan Yurz saling bertukar pandang. Situasinya lebih rumit dari yang mereka bayangkan. Bagaimana mungkin klan pedagang yang memiliki ambisi menguasai benua berada di tengah hutan penuh perangkap dan bahaya seperti ini?“Buktikan kalau kalian bukan musuh,” ujar Kenno tegas. Klan pedagang atau perampok, jika mereka memiliki hati nurani yang baik maka semuanya adalah teman, jika tidak ketidaknyamanan ini hanya bisa di selesaikan oleh pertumpahan darah. Laki-laki atau perempuan, muda atau tua, selagi itu bersebrangan semuanya pantas mati.Setelah mempertimbangkan cukup lama, perempuan itu menghela nafas pelan seraya mengangguk dan mengeluarkan sebuah gulungan dari balik pakaiannya. Gulungan itu berisi segel kerajaan lama, tanda bahwa mereka dulunya adalah sekutu kerajaan.“Kami membawa ini sebagai bukti. Kami dulu adalah bagian dari kerajaan, tapi setelah pergantian raja, kami dijadikan kambing hitam dan diasingkan,” jelas perempuan itu. “Nama saya Elara, dan kami adalah bandit gunun

  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 13

    Kawasan hutan yang mereka lewati adalah bagian utara gunung yang terkenal akan hewan buas dan bandit gunung. Entah mengapa mereka baru menyadari hal itu ketika melihat banyaknya perangkap yang membentang di sepanjang jalan. “Perhatikan jalan, bandit gunung kemungkinan besar berada tidak jauh dari sini,” ujar Kenno waspada. Manik matanya menatap tanda kecil di pohon sebagai identitas kejahatan yang meresahkan masyarakat itu. “Bandit gunung? Bukankah mereka adalah pemberontak yang berjuang untuk membebaskan wilayah mereka dari kerajaan. Karena mereka kalah jumlah, akhirnya mereka dipukul mundur menuju gunung supaya mati diserang hewan buas.” “Iya, tapi itu hanya sebagian kebenarannya saja. Bandit gunung sebenarnya adalah warga desa Qrx. Warga minoritas yang dilindungi oleh raja terdahulu. Mereka sangat setia, setelah mereka mengetahui pergantian raja dan menemukan kejanggalan dalam kematiannya mereka menuntut keadilan.” “Apalah daya, warga biasa akan kalah oleh penguasa dan prajurit

  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 12

    Sanchia menatap puas atas keputusan akhir yang diperoleh. Tidak, bukan hanya Sanchia tapi semua orang juga merasa puas. Bagaimana tidak, jika lelaki yang sebelumnya dikuasai oleh aura membunuh itu kini memegang pedang untuk berjuang bersama. Bukankah itu keberuntungan mereka?Hanya orang-orang yang telah merasakan keputusasaan yang memiliki tekad baja untuk berjuang. Hanya mereka yang pernah berada di ujung tombak yang memahami pentingnya kesempatan dan jalan keluar.“Peringatan terakhir, kami hanya bekerja sama dengan orang-orang yang tahu pentingnya kejujuran. Kami tidak ingin direpotkan dengan pengkhianatan ataupun trik remeh. Jika ada yang keberatan dan tidak terima dengan keputusannya. Silakan pergi, kami dengan senang hati akan menghitung utang budi suatu saat nanti,” kata Kenno dengan senyum tipis khasnya.Sanchia bisa melihat kekejaman di balik kilat matanya yang menajam. ‘Silakan pergi katanya?’ bukankah itu berarti dia meminta m

  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 11

    Waktu dini hari, langit tengah gelap gulita. Hanya api obor yang kian bergerak setiap saat ketika terhembus angin menghantar perubahan musim. Sanchia dan Orella berlari tanpa suara menuju dinding samping markas militer kala pergantian penjaga terjadi. Mereka bergerak secepat mungkin dan menghitung dalam hati secara konstan.Melakukan segalanya sesuai rencana yang telah ditetapkan.“Ash.” Sanchia menundukkan kepalanya kala tidak sengaja melihat prajurit berjalan tidak jauh dari posisinya berdiri. Dinding yang berdiri di dekatnya benar-benar berfungsi untuk menutupi keberadaannya.“Di mana mereka ditahan?” tanya Sanchia pada Orella dengan isyarat.Seolah paham, Orella mengkode Sanchia untuk bergerak mengikutinya. Setelah beberapa saat bersembunyi dan menghindar akhirnya mereka melihat sebuah kurungan besi besar yang diisi oleh dua puluh orang dengan kain hitam yang menutupi kepala mereka satu persatu.Sanchia dan Orella berjalan mengendap-endap di tengah kege

  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 10

    “Bagaimana menurut kalian?” tanya Sanchia setelah menjelaskan situasi markas saat ini. Air muka kesembilan laki-laki itu tampak sama yaitu kemarahan yang kentara.Sanchia tersenyum puas. Bukankah rencananya akan berjalan dengan mudah jika semuanya memiliki tujuan yang sama?“Pergi dan selamatkan mereka, jika pun harus menanggung penghinaan dengan label pengkhianat di belakang nama juga tidak masalah.” Jenderal Berthar menyuarakan pendapatnya.“Tidak, kita tidak bisa menjadi pengkhianat,” bantah Froc dengan wajah serius dan penuh pertimbangan. Sanchia menatap Froc dengan wajah ingin tahu. ‘Apa rencananya?’“Apa maksudmu Froc?! Apakah kamu ingin mereka yang tidak bersalah meninggal dengan hina semacam itu? Meninggal di eksekusi dengan tuduhan pengkhianat adalah penghinaan untuk seluruh kesatria!” bentakan keras itu berasal dari Berthar. Tampaknya lelaki itu sudah mulai kesal dengan keadaan yang tid

  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 9

    “Paman, apakah informasi ini sudah dibuktikan kebenarannya?” Mata bulat Sanchia bersinar kejam. Pandangannya terlalu rumit untuk dijabarkan secara singkat. Drogo tidak bisa membacanya, terlalu abstrak dan kelam.“Jangan melakukan hal yang gegabah, Sanchi. Kamu hanya akan menyia-nyiakan pengorbanan penduduk desa!” Drogo mulai resah. Sulit untuk memahami karakter Sanchia yang suka berubah-ubah.“Pengorbanan macam apa yang mereka lakukan Paman? Membakar desa sendiri dan mati di lalap api dengan suka hati, apakah itu semua kebenarannya?”“Paman, jika Sanchi mampu menyembuhkan lelaki itu maka Sanchi juga mampu menghabisinya!" Sanchia pergi dengan amarah. Menurutnya kematian orang tuanya terlalu konyol, bunuh diri? Dengan dalih penyerangan? Bukankah itu hanya sia-sia?“Jika itu semua kebenarannya maka ibu tidak akan berusaha menyelamatkan diri di akhir hayatnya. Ibu tidak akan meninggal dengan luka pedang di tubuh

  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 8

    Sanchia menatap kosong lelaki yang tengah terbaring lemah di depannya. Wajah pucat itu tampak menyedihkan. Tapi tidak, bukan itu yang Sanchia pikirkan. Melainkan, ucapan tersirat yang Kakek Aren coba sampaikan.Semuanya terasa benar di dalam pikirannya namun, mengapa terasa mengganjal? Sanchia sedikit bimbang atas dirinya sendiri. Mengapa dia tidak mampu menyambungkan benang merah yang ada di setiap fakta.Dirinya yang tidak mampu atau ....“Sudah bangun? Jangan bergerak berlebihan.” Sanchia menahan lelaki itu untuk duduk dengan tiba-tiba. Tubuh itu terlalu lemah untuk digunakan dengan tenaga yang begitu besar. Alih-alih bisa bergerak sempurna, dia mungkin akan merusak organ intinya.“Siapa?” tanyanya dengan aura dingin samar menguar. Mencoba mengintimidasi namun, apa daya tubuhnya tidak cukup untuk menakuti seseorang.“Masih ingin bertingkah? Sebaiknya perhatikan tubuhmu dahulu. Jika aku adalah musuh, kamu tidak akan bisa membuka matamu lagi.” Mimik lelaki

  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 7

    Deru napas yang teratur itu membuat Kakek Aren menghela napas lega. Bagaimana tidak, setelah setengah jam bergulat dengan maut akhirnya Sanchi bisa mendapatkan oksigen untuk dihirup. Seolah katup paru-parunya kembali terbuka setelah tertutup rapat beberapa saat. Dadanya tidak lagi sesak, begitu pun suhu tubuhnya berangsur normal. Perjuangannya tidak berakhir sia-sia. “Istirahatlah dulu, Kakek akan meracik obat untukmu.” Kakek Aren mulai beranjak. Kondisi Sanchia lebih parah dari yang dia duga. Persiapan yang telah disiapkan pun tidak cukup untuk memulihkan tenaga perempuan itu. “Kakek, bagaimana dengan lelaki itu?” tanya Sanchia lirih. Setelah berjuang dengan keras, dia tidak mengharap kegagalan. Sudah sejauh ini, akan sangat menyesakkan jika terjadi kesalahan dan berakibat fatal. “Setelah bertukar nasib denganmu, apa yang bisa terjadi dengan lelaki itu? Meskipun terlambat ditangani dia akan sembuh cepat atau lambat!” balas Kakek Aren dengan nada tidak suka di ujung

  • Pembalasan Kesatria Dari Neraka   Bab 6

    Api berkobar, membumbung tinggi seolah membakar udara. Langit yang memang gelap kini menampakkan kemerahan. Aura suram menyelimuti sekitar mereka.Uhuk!Sanchia memuntahkan darah hitam kental, tenggorokannya terasa sakit dan radang. Dadanya terasa panas. Panas yang perlahan menjalar ke seluruh tubuh. Tidak sampai seperkian detik, rasa panas itu berganti dengan dingin yang teramat. Seolah siap membekukan darahnya yang bahkan kekurangan oksigen untuk diedarkan.Sanchia mengeratkan rahangnya, menahan sakit yang teramat di setiap jengkal tubuhnya. Seolah tubuhnya terkoyak-koyak.“Sanchia, sadarlah! Jangan tutup matamu.” Kakek Aren mengguncang tubuh lemah Sanchia.Tubuh gadis itu telah terkapar di tanah keras samping api pembakaran.Lemah tidak berdaya, persis seperti bertahun-tahun yang lalu.“Panas, Kakek,” lirih Sanchia menekan dadanya. Seolah ada api besar yang membakar setiap organnya.“Dingin ... dingin sekali. Ayah, Ibu, dingin.” Sanchia b

DMCA.com Protection Status