Share

Harta Warisan

Anderson membaca surat wasiat Ronald bait per bait, hingga akhirnya dia selesai membacakan surat wasiatnya. Namun, tidak ada nama Juan di sana. Hanya nama Pearl sebagai pewaris tunggal yang berhak menerima semua warisan Ronald.

Dahi Juan mengkerut, wajahnya menjadi panas. Dia marah, sangat marah ketika telinganya tidak satupun disebut saat pembagian harga Ronald, sepeserpun dia tidak mendapatkan warisan yang dijanjikan Ronald kala dia diperkenalkan Pearl pada si kakek tua.

"Tunggu dulu!" Tahan Juan tak terima. "Apakah Anda gak salah baca atau menuliskan surat wasiat ini saat Ronald membacakannya?" tanya Juan masih penasaran. Dia pikir, seharusnya ada nama dia di antara daftar pembagian harta serta usaha yang dimiliki Ronald.

"Tidak Tuan, semua sudah saya bacakan seperti yang Tuan Ronald katakan pada saya waktu itu!" Tegas Anderson meyakinkan.

Juan merampas surat wasiat itu. Dia mulai membaca tiap kata yang tertulia di selembaran kertas itu, "Tidak mungkin,  seharusnya ada namaku! Kenapa ini gak ada?" Juan melotot ke Anderson, tatapan itu sedang mencurigai Anderson. Laki-laki itu mengira Anderson sedang main-main padanya. Juan sangat yakin bahwa ada surat wasiat lain yang disembunyikan Anderson, dia juga merasa pengacara dari Ronald itu membuat dua surat wasiat agar dirinya tidak bisa menerima harta warisan milik Ronald.

"Apa ada surat wasiat lainnya?"

Anderson menggeleng. "Hanya itu yang Ronald tulis, Tuan Juan!" Pengacara itu menjawab dengan santai. "Sejak pertama beliau datang ke kantor saya, sampai surat wasiat itu di tuliskan bahwa Tuan Ronald memberikan seluruh hartanya untuk Nyonya Pearl!"

"BOHONG!" bentak Juan masih tidak percaya. Dia masih meyakini intiusinya bahwa Anderson sedang bermain-main dengannya tentang surat wasiatnya, dan Pearl semakin melihat sifat asli Juan. "Mana mungkin Ronald membuat surat wasiat tidak mencantumkan nama saya? Bahkan dia janji akan memberikan sebagian warisannya untuk saya sebelum aku menikahi Pearl!"

"Tapi itu kenyataannya, Tuan. Saya harap Anda menerima keputusan dari surat wasiat yang tuan Ronald buat!" sanggah Anderson.

Amarah Juan tidak juga surut. Dia lalu melirik Pearl, perempuan itu tidak mengatakan satu katapun saat mengetahui Ronald membatalkan memberikan warisannya pada dia.

Lalu dia menarik tangan Pearl dengan kasar. "Kita harus bicara dia luar!" ajak Juan penuh dengan emosi.

Braak.

Pintu tertutup sangat kencang. Anderson menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu dia membuka laci mejanya, dikeluarkan map berwarna sama dari dalam laci. Dia membuka map itu sambil tersenyum, "Untung saja Tuan Ronald menyuruh aku menggantinya dua hari sebelum kematiannya," bisiknya senang. Dia juga meyakini seperti Ronald yakini tentang Juan. Namun Ronald tidak bisa menyuruh Pearl untuk membatalkan pernikahannya dengan Juan.

Di luar, Juan mendorong Pearl ke tembok dengan kasar. Pearl meringis ketika bahunya merasa sakit saat beradu dengan tembok. "Sakit Juan!"

"Sekarang katakan padaku, kenapa surat wasiat itu tidak ada namaku, Pearl!" Juan benar-benar tidak peduli dengan istrinya yang sedang kesakitan.

"Aku gak tau menahu masalah surat warisan itu, Juan!"

"GAK MUNGKIN!" teriak Juan membentak. Pearl semakin syok mendapati satu sifat Juan terlihat nyata di depan matanya. "Mana mungkin kamu gak tau menahu masalah surat wasiat ini. Kakekmu pasti membicarakan hal ini padamu sebelum menuliskan surat wasiat ini pada pengacara sialan itu 'kan?"

"Aku benar-benar gak tau, Juan!" sanggah Pearl. "Apa hanya itu saja yang kau pikirkan selama menikah denganku?"

"Gak! Aku hanya ...." Juan membiarkan kalimatnya menggantung, lalu membelakangi Pearl. Otaknya pun berpikir keras tentang masalah ini. "Sial! Kenapa aku sekasar ini, seharusnya aku bisa bermain santai agar Pearl memberikan seluruh warisannya padaku serta ginjal untuk Peige!" bisik batinnya menyadari.

"Kenapa kamu berubah, Juan? Di mana sifat perhatian dan kelembutanmu saat kita bertemu dulu? Apakah kamu gak mencintai aku sama sekali, Juan?" tanya Pearl, tangannya hendak menyentuh pundak lebar Juan, namun dia tidak berani melakukan. Pelan-pelan dia menarik kembali tangannya dan mengurungkan niatnya itu.

Juan menghela napas, lalu membalikkan tubuhnya. "M-maaf ... bukan begitu maksudku, aku hanya sedang bingung sekarang. Kamu tau kan, Peige masih butuh biaya banyak, dan aku harus membantu Ibu membayar hutang almarhum ayahku. Jadi, aku benar-benar membutuhkan banyak uang untuk melunasi dan membayar tagihan rumah sakit yang tidak sedikit." Juan menyesali, dia mulai bersikap baik seperti dulu dan menjalankan rencananya pelan-pelan. Dia sengaja memasang wajah sedih agar Pearl percaya dan tidak mencurigainya.

"Aku mengerti itu. Maafkan aku yang sudah berprasangka buruk padamu," kata Pearl mengusap pipinya. "Kamu tau, aku sangat mencintaimu. Aku melihat kamu berbeda dengan yang lain, dan aku percaya kamu juga mencintaiku, Juan!" kata Pearl, dia mudah dipermainkan perasaannya, dan bodohnya sifat bucinnya membuat dia percaya dengan sandiwara yang dimainkan oleh Juan.

"Terima kasih, sayang, dan maaf kalau aku kasar padamu. Aku juga sangat mencintaimu." Juan memeluk erat Pearl agar perempuan itu menaruh iba padanya. "Sekarang aku harus memutar otak lagi agar perempuan bodoh ini bisa membalikkan nama seluruh hartanya untukku!" bisik Juan dalam hati.

Lalu dia melepaskan pelukannya. "Sekarang, apa yang harus aku lakukan, Pearl? Aku stress dengan tagihan biaya rumah sakit Peige, apalagi dokter sudah menyuruh Peige agar segera operasi!" ujar Juan sudah menemukan jalan keluarnya agar Pearl mau melakukan apa yang dia inginkan.

"Sesuai janjiku, aku akan mendonorkan ginjalku. Untuk hutang-hutang almarhum ayahmu, aku akan membalikkan nama seluruh harta warisan dari kakekku untukmu, Juan," kata Pearl terlalu bodoh, dan kata-kata itu membuat Juan tertawa senang.

"Benarkah itu, Sayang?" tanya Juan memegang erat jari jemarinya. Pearl mengangguk sambil memberikan sebuah senyuman untuk Juan agar dia percaya dengan ucapannya. "Terima kasih, Sayang! Terima kasih," kata Juan.

"Sekarang kita kembali ke dalam, aku akan bicara pada Tuan Anderson untuk membalikkan nama semua harta warisan kakekku untukmu, agar kamu bisa bayar hutang almarhum ayahmu dan biaya rumah sakit Peige," ujar Pearl.

Juan mengangguk. "Bodoh, dengan mudah kamu percaya sandiwaraku ini!" bisik batin Juan, melangkah di belakang Pearl dan berusaha mesra.

Anderson bergegas merapihkan filenya kembali, lalu buru-buru memasukkan map itu ke dalam laci meja. "Kalian sudah selesai bicara?" tanya Anderson setelah Pearl dan Juan duduk di kursinya.

"Iya, kami sudah selesai bicara. Dan aku ingin kamu membalikkan nama semua harta warisan yang diberikan kakekku pad Juan," kata Pearl tanpa berpikir panjang. Dia bertindak gegabah.

"APA?" Anderson sangat kaget. Dia tidak setuju dengan keputusan Pearl. Seperti yang dikatakan Ronald, Juan bukanlah laki-laki baik yang patut diperjuangkan, dicintai atau diberi perhatian lebih. "Tapi bagaiman amanat Tuan Ronald, saya dan Tuan Ronald berjanji akan menjaga harta warisan ini untuk Nyonya Pearl!"

"Apakah kamu tuli, Tuan Anderson? Kamu juga gak berhak memberi pendapat apa yang ingin istri saya lakukan. Jadi, Lakukan saja apa yang disuruh istriku dan jangan banyak bicara!" Juan kembali tak sabaran, dia muak dengan sanggahan Anderson yang terlalu ingin ikut campur urusan pribadi orang. Anderson tak menjawab, di wajahnya ada kekuatiran untuk Pearl. Ditatap lekat-lekat wajah Pearl, tetapi gadis itu tetap saja ingin memberikan seluruh harta warisannya pada Juan.

"Lakukan saja, Tuan Anderson. Ini juga sudah amanat kakek agar bisa memberikan sebagian harta warisan pada Juan sebelum kami menikah," jelas Pearl. Anderson menghela napas, tak ada yang bisa dilakukannya lagi selain menuruti apa kata Pearl.

"Baiklah, bila itu memang keinginan nyonya, aku akan turuti!" Anderson membuka file surat wasiat Ronald kembali. Lalu membuka laptopnya dan memulai merubah isi akta notaris atas nama Pearl menjadi Juan.

Kini Juan tersenyum puas melihat ekspresi pengacara di depannya itu.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status