"Kita mau ke mana sekarang?" Pearl tidak menjawab, dia terus melangkah di koridor rumah sakit. Harry mengeluh, lalu terdiam sambil terus mengikuti Pearl dari belakang. "Di mana ruangan Peige?" tanya Pearl setelah sekian menit terdiam. Kakinya berhenti di persimpangan koridor rumah sakit. Dia tampak bingung, sebab, belum sekalipun Pearl ke ruangan adik iparnya itu. "Mau apa Anda ke ruangan Nona Peige?" Harry sedikit kuatir. Dia takut Pearl berbuat perhitungan pada Peige setelah mengetahui perselingkuhan Juan dengan Andrea. "Jawab saja dan jangan banyak bertanya, dok!" Pearl mulai kesal. Harry berpikir keras agar Pearl tidak membuat masalah baru lagi pada keluarga Juan. "Baiklah, kalau Anda tidak mau memberitahu, saya akan cari sendiri ruanganya." Pearl memgambil arah sebelah kanan, dia tidak tau apakah langkah yang dia ambil benar atau salahm "Tunggu!" "Apalagi? Lebih baik Anda tidak usah ikut campur dan mengikuti saya," protes Pearl kesal. "Maaf, tapi ruang rawat Peige ada di s
"Terserah kamu mau bilang apa! Saya sebagai Ibunya Juan ingin bilang terima kasih sudah memberikan seluruh harta warisanmu dan juga ginjalmu." Lalu Sabrina tertawa senang bisa membuat mental Pearl semakin down. "Bajingan kalian! Dasar keluarga iblis, aku akan membunuh kalian!" Pearl sudah hilang kesabaran, dia mendorong Sabrina hingga wanita tua itu terpojok di jendela yang terbuka. Sabrina hendak lari, tetapi Pearl sudah menarik rambut wanita tua itu hingga berteriak histeris. "lepaskan aku wanita bodoh, kau merusak rambutku!" teriak Sabrina meringis. Namun, Pearl tidak peduli lagi Sabrina berteriak atau masih berstatus mertuanya. Baginya, ucapan wanita tua itu terlalu menyakitkan dan sangat terang-terangan mengakui kejahatannya ingin menguasai harta dan ginjalnya saja. Sabrina lalu terjatuh ke lantai, Pearl sengaja menarik rambutnya lebih kencang lagi. "Dasar wanita sialan!" pekik Peige. "Lepaskan Ibuku, kau bisa saja kamu tuntut atas penganiayaan ini!" "Tuntut saja ... tuntu
Tin. Klakson mobil Harry terdengar kencang, mengagetkan Pearl hingga dia berhenti sejenak memikirkan kebenciannya pada Juan. "Ayo cepat naik!" pinta Harry. Dia menyimpan kembali ponselnya di saku celana rumah sakit. Bergegas naik ke mobil Harry. Ban mobilpun mulai berputar dan keluar halaman rumah sakit pelan-pelan. Dari kejauhan, sepasang mata menatap serius ke arah Pearl dari jendela ruang rawat inap. Sabrina melihat menantunya pergi bersama Harry dari jendela kamar Peige. "Bagus, ini berita bagus yang harus aku sampaikan pada Juan. Dengan isu perselingkuhan ini, Juan bisa menceraikan secepat mungkin dari perempuan bodoh itu dan menikahi Andrea!" gumamnya senang. Dia mengambil ponsel dari dalam tas. Tombol hijau di tekan sangat cepat. Menunggu untuk diangkat Juan. "Halo Juan." Tanpa menunggu lama, Juan sudah menjawab panggilan telepon ibunya. "Iya, ada apa, Bu?" "Juan ... kau tau apa yang Ibu lihat barusan?" kata Sabrina sangat senang. Dia tak sabar ingin memberita
"Juan ... Juan ...." teriak Pearl sekencang mungkin. Sayangnya suara perempuan itu tidak sampai ke telinga Juan. Laki-laki itu asik bercengkrama sambil bercanda juga tertawa. Ekspresi wajah yang berbeda kala dia bersama Pearl. Kaki itu terus berlari, dia tidak peduli dianggap gila karena telanjang kaki dan masih berpakaian rumah sakit. Tubuhnya terus menabrak, makian demi makian terdengar di telinga Pearl. Dia oleh sudah kebal dengan caci maki, sebab Pearl sudah amat sering mendengar kata-kata kasar sebelum bertemu kakeknya. "Juan tunggu!!" Sekali lagi Pearl berteriak. Di belakang Harry masih mengejar, tampaknya laki-laki itu tertinggal jauh dari Pearl. Di depan, Juan dan Andera berhenti. Lampu merah buat penjalan kaki mengharuskan keduanya berhenti melangkah. Pearl semakin kencang berlari. Lalu berdiri di depan Juan dan Andrea setelah posisinya sudah melewati mereka berdua. napasnya terengah-engah dengan tubuh berkeringat. Mata Juan terbelalak, "Pearl?" Sebut Juan pelan. Namu
Harry langsung menggotong tubuh Pearl yang berlumur darah. Tak ada harapan untuknya, detak jantung yang tak berdegup, nadi yang tak berdenyut. Hidup Pearl sudah tamat. Namun, ada satu sosok yang berdiri dan melihat Harry membawa tubuh Pearl. Sedari tadi dia melihat laki-laki itu memeluk dan menangisi kematian gadis malang itu. Bahkan, tangisannya jauh lebih merasa kehilangan dibanding sikap Juan yang suaminya. "Ayo sayang, kita pergi!" ajak Andrea menarik lengan Juan. Mata laki-laki itu masih saja menatap Harry yang berlari ke tempat mobilnya terparkir. Lalu, senyum itu menyeringai. "Akhirnya, aku jadi orang yang sangat kaya tanpa harus bersusah payah!" pikir Juan membayangkan kemewahan harta dan hidup Pearl yang seluruhnya jatuh ke tangan Juan. Sosok transparan itu bingung, kepada siapa dia harus melangkah. "Tunggu! Jangan pergi!!" teriaknya, tak ada satupun yang mendengar teriakan itu, baik Harry maupun Juan. Lalu dia beralih ke arah Harry yang membawa yang tak lain tubuhnya se
"Dasar roh bandel!" Laki-laki bersayap berdiri di depan Pearl dan membuyarkan tatapannya pada Harry. "Kamu?" "Sekarang ikut aku, dan kamu gak akan bisa lolos lagi!" Laki-laki berwajah dingin dan mengerikan itu menarik tubuh Pearl. "Tunggu! Beri aku kesempatan hidup sekali lagi. Aku harus balas dendam pada Juan dan keluarganya! Aku gak mau mati begini dan dalam keadaan dendam." Pearl mengajukan banding sambil merengek. Laki-laki itu terdiam, lalu menatap sinis pada Pearl. Melihat lekat-lekat keseriusan gadis itu. "Tugasmu di dunia sudah habis, sekarang waktunya kita pergi!" Laki-laki itu tak mau tau. "Gak ... aku belum puas bila aku belum membalaskan dendam padanya!" sergah Pearl mempertahankan pendapatnya. "Aku ingin dia juga merasakan apa yang aku rasakan sebelum mati," sambungnya, sorot matanya terlihat tajam, penuh dendam dan ambisius. "Jadi, biarkan aku masuk kembali ke dalam tubuhku!" Pearl melepaskan genggaman tangan laki-laki misterius itu. Lalu melangkah menuju tubuhnya.
"Cantik." Pearl merasa yakin tubuh wanita berambut pirang itu cocok dengannya. "Aku mau tubuh wanita ini!" katanya bersemangat, wajahnya berbinar bahagia. "Kau yakin?" Pearl mengangguk yakin. Laki-laki itu mengerutkan dahinya. Dia terlihat sangat heran dengan pilihan Pearl. "Kenapa? Apa ada yang aneh?" "Tidak juga, tapi dia mantan p*lac*r kelas kakap yang sudah banyak laki-laki meyentuhnya. Bahkan dia dikenal sebagai 'Queen Of S*x'." "Apa? Kamu gak berbohong kan?" Malaikat itu menggeleng, "Apa kau pernah lihat malaikat berbohong?" tanya Malaikat itu rada kesal. Pearl menggeleng, nyalinya menciut saat tatapan malaikat maut itu sangat tajam. "Jadi ... bagaimana?" "Tidak, aku mau yang lain!" Pearl merasa bergidik ngeri mendengar penjelasan siapa pemilik wanita cantik itu. Dia memilih tubuh yang lain, namun tidak ada yang cocok dengan latar belakang yang Pearl inginkan. Lalu di mayat yang terakhir. "Ini laki-laki, tidak mungkin aku memilih tubuh ini!" Pearl merasa kehilangan sema
Suara itu menghentikan langkah Harry, tetapi tangisannya tidak bisa semudah itu dia hentikan. Netranya melotot, lalu melengos. Dia sangat benci kala melihat wanita tua yang amat dia benci muncul di hadapannya. "Ada apa ini? Seorang laki-laki sok jagoan pelindung cewek kampungan menangis?" Sabrina tersenyum senang melihat Harry menangis seperti bocah kecil. Dia berjalan mendekati laki-laki tampan berkacamata, lalu mengelilinginya sambil memandang Harry dengan jijik. "Oiya, aku tau kenapa kamu menangis," katanya lagi, dengan raut wajah seperti orang berpikir. "Aku dengar ... perempuan kampung itu mati ketabrak truk?" Nada suara Sabrina seolah sedang meledeknya. Terdengar senang kala dia menyebut penyebab kematian Pearl, Harry sangat muak dengan tingkah Sabrina. "Itu bukan urusan Anda, nyonya!" kata Harry, lalu dia pergi tanpa mempedulikan apa yang Sabrina katakan. "Tunggu dulu!" Sabrina menyusul dan berdiri di depan Harry. Langkah kaki laki-laki itupun mau tidak mau berhenti. "Apa