Siti menoleh kearahku. Senyumannya tiba-tiba saja muncul membuat aku semakin kesal dengan suasana rumah ini."Kalian mengerjaiku?"Abian memandang kearahku tatapannya terlihat seperti orang yang akan mengatakan bahwa 'Kena kau!' Aku mengelus-elus dadaku. Rasa sakit perut yang masih terasa menambah beban pikiran dan Moodku berantakan."Sudahlah, Mawar. Abaikan saja Abian. Anggap saja obat gilanya belum ia minum pagi ini."Aku melirik sekilas wajah pria berhidung mancung itu. Terlihat begitu kesal dengan perkataan Siti. Hal itu membuat diriku sedikit lebih baik. Setidaknya ada yang bisa menyindir pria berwajah tampan itu."Siti, aku ingin pulang saja." Rengekku pada sahabatku itu.Siti meraih tanganku. Gadis itu seperti sedang mengalirkan rasa tenang melalui genggaman erat yang saat ini ia berikan padaku."Tunggu Aslan. Kau harus meminum obatnya. Lagi pula, aku yakin di rumah dirimu juga kesepian. Mawar, kenapa kau begitu gegabah dalam melakukan hal seperti ini?"aku hanya diam mendeng
Setelah percakapan di telepon bersama dengan Mawar, istrinya, Akbar merasa kehilangan banyak energi. Tidak disangka ternyata Mawar akan menyinggung soal pernikahan dan sebuah perceraian. Entah apa yang sebenarnya dipikirkan oleh wanita cantik itu. Namun, Seharusnya Ia lebih berhati-hati jika ingin rahasia pernikahan keduanya dalam keadaan baik-baik saja. Ia tidak menginginkan sebuah perceraian. Kedua pernikahannya harus berjalan dengan baik. Jika tujuannya menikahi Mulan demi mendapatkan sebuah pengakuan kejantanannya sebagai seorang Pria dan Seorang Suami yang lebih dibutuhkan. Sedangkan menikahi Mawar adalah bentuk dari sebuah pernikahan Sempurna di mata dunia. Mawar memiliki segalanya dan Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan sebagai seorang Suami dari wanita cantik dengan kepribadian yang baik dan sangat dikagumi oleh para lelaki diluar sana.Mungkin ini terdengar begitu egois, namun Akbar begitu menginginkan kedua wanita itu untuk selamanya berada di sisinya."Mereka adalah i
"Apa yang terjadi padamu, Rose?" Mulan terlihat begitu terkejut saat melihat kedatangan diriku malam-malam begini bertamu ke rumahnya.Mulan segera menarik tubuhku agar masuk ke dalam rumah. Segera setelah aku berada di dalam rumahnya, Mulan menutup dan mengunci pintu."Ayo duduk di ruang tamu dulu. Aku akan ambilkan minuman."Beberapa saat kemudian, Mulan kembali dengan membawa minuman. Wanita yang saat ini sedang memakai baju tidur itu terlihat begitu panik melihat keadaanku."Ayo, minum dulu…" ucapnya sambil menyodorkan minuman padaku. segera aku meminum air pemberian Mulan, meneguknya hingga tandas."Astaga, wajahmu…apa yang sebenarnya terjadi Rose?"aku menyeka air mataku dengan kasar."Aku dipergoki oleh Istri Sah suamiku. Ia menghajarku habis-habisan di rumah persembunyian yang biasa kami tempati…" jawabku sambil terus menyeka air mataku. "Terus…a, apa yang…Rose, jangan menakuti diriku. Lihatlah pipimu itu yang memerah dan sudut bibirmu berdarah…Ya Tuhan!""Untungnya aku bisa
"Jangan gila, Siti!" aku menggeser posisi duduk sedikit menjauh dari Siti.Wanita itu hanya tersenyum simpul dan memainkan potongan kuku di hadapanku."Siti, biarkan Mawar menyantap makanan terlebih dahulu. Jangan berakting Seperti psikopat!" tegur Abian. Kali ini, aku mendukung pernyataan pria itu."Baiklah, makan saja dulu. Aku akan menunggumu sampai selesai makannya."Aku hanya bisa pasrah dengan keadaan ini. Sepertinya Siti benar-benar akan melukai diriku dengan benda yang tampak kecil, namun begitu menakutkan jika sampai tercubit terkena pada kulit.Setelah selesai menikmati makanan, aku harus kembali memikirkan bagaimana cara agar lepas dari pemikiran dan rencana Siti."Aku jamin, rasa sakitnya tidak akan terasa…aku hanya akan menyakiti sedikit sudut bibirmu agar terlihat seperti habis dipukul. Kalau hanya menggunakan obat merah, itu hanya akan bertahan sebentar saja. Setelah kau usapkan, cairan merahnya akan hilang dan tidak terlihat ada lukanya." Sederet kalimat yang Siti ucap
Mulan menghempaskan tubuhnya di atas Sofa yang berseberangan dengan diriku. Wajahnya masih terlihat begitu cemas dan hal itu membuat diriku semakin merasa senang melihat pemandangan di hadapanku ini."Rose, bisakah kau pulang sekarang? Aku minta maaf,tapi sepertinya setiap ucapanmu begitu merusak suasana hatiku." "Ah, benarkah? Maaf Mulan, aku tak bermaksud seperti itu. Hanya saja…""Tolong, pulanglah Sekarang juga." ***Aku dan Siti sedang berada di sebuah restoran yang tidak jauh dari bandara. Lebih tepatnya di sekitaran lokasi tempat dibangunnya proyek kerja antara aku dan Abian."Serius dia kelimpungan saat kamu bilang bakalan dibuang sama Akbar?' tanya Siti memulai obrolan bersamaku.Sebelum menjawab pertanyaan Siti, aku meminum minuman yang telah aku pesan. Sedikit terasa begitu manis, namun aku berusaha untuk menyukai ini. Karena mulai saat ini, aku berusaha untuk menyukai beberapa hal yang disukai oleh Mulan dan salah satunya adalah minuman yang terasa begitu manis ini
"Apa maksud Paman?" tanganku sedikit gemetar saat memegang ponsel. Terkejut mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Paman Hamzah. Masih teringat jelas bahwa kedua mertuaku datang dan memberikan sebuah nasehat dan dukungannya terhadap diriku. Jadi, tak mungkin jika ada sesuatu yang tidak beres dengan keduanya."Banyak yang belum kau ketahui Mawar, jadi berhati-hatilah."Klik!Telepon terputus.Aku memegangi dadaku yang terasa begitu sesak. Pikiranku mengatakan bahwa orang tua Mas Akbar berada dipihakku. Tapi, setelah mendengarkan ucapan Paman Hamzah, sepertinya opiniku selama ini tidak sepenuhnya benar.Saat akan kembali melepas hijab, terdengar suara Mobil memasuki pekarangan rumah. Karena penasaran, segera aku berjalan menuju ke balkon kamar dan melihat siapa yang bertamu ke rumah.Jujur saja aku tak mengenali mobil yang datang berkunjung. Saat sang pengendara Mobil turun, aku baru menyadari bahwa Mas Akbarlah yang telah mengendarai mobil tersebut.Aku hanya bisa pasrah dengan ke
"Puaskan aku, Sayang…" Mas Akbar sudah mulai mencumbu bibirku dan mulai menyentuh area sensitif tubuhku. Walaupun sebenarnya aku sama sekali tidak menikmati sentuhannya, tapi aku berusaha untuk bersikap biasa dan berpura-pura ikut menikmatinya.Saat Mas Akbar mulai membuka resleting celana yang ia pakai, aku berusaha untuk memundurkan tubuhku agar menjauh dari jangkauan Mas Akbar."Kenapa Sayang?" suaranya terdengar begitu serak, pasti gelombang nafsu telah menggerogoti setiap persendiannya.Aku memandang sekilas bagian tubuh bawah Mas Akbar yang hanya memakai celana dalam saja."Maafkan aku Mas. Tapi, saat ini aku sedang datang bulan." ***Akbar mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Sesuatu harus segera ia tuntaskan, karena di bagian bawah tubuhnya terasa begitu sesak dan panas. Baru saja ingin mencicipi tubuh Mawar, dirinya harus menelan pil pahit karena wanita itu sedang datang bulan. Terpaksa, Ia harus membuang lahar panasnya pada istri keduanya. Walaupun Ia baru saja ha
Langit siang ini nampak begitu gelap. Seperti mengerti perasaanku yang telah mati rasa oleh sikap Mas Akbar yang kembali meninggalkan diriku dalam kesendirian. Tidak mendapatkan apa yang Ia mau membuatnya bergegas meninggalkan rumah. Ya, apa lagi kalau tidak menyalurkan hasratnya pada istri keduanya itu.Kepergian Mas Akbar membuatku merasa harus bertindak cepat. Segera aku mengambil kunci mobil dan pergi meninggalkan rumah untuk memastikan perkataan Paman Hamzah. Saat sudah sampai ke parkiran mobil Hotel, segera aku bergegas untuk menuju ruangan Paman Hamzah. Namun, sebelum itu terjadi, aku bertemu dengan Abian di lobi hotel."Apa yang kau lakukan disini?""Aku ingin menemui paman Hamzah." "Lebih baik kau urungkan niatmu itu sebelum terlambat. Karena saat aku meninggalkan ruangan paman Hamzah, ada dua orang yang sedang berbincang-bincang dengan Paman Hamzah."Keningku berkerut mendengar ucapan Abian."Sudahlah, aku buru-buru!"Saat aku melewati tubuh Abian, pria itu menahan tubuhku
Perasaanku saat ini sedang dalam keadaan kurang nyaman. Setelah Abian pamit akan melakukan sesuatu yang berkaitan dengan keluarga Akbar, entah mengapa perasaan ini tak menentu."Belum ada kabar?" tanya Mama yang saat ini duduk di sebelahku.aku menggeleng sambil terus mencoba untuk menghubungi nomer telpon Abian."Sebentar lagi juga Abian memberi kabar. Jangan terlalu mengkhawatirkan keadaan ini. Polisi juga sudah memiliki bukti yang cukup kuat untuk menangkap Sandoro." Papa memotong pembicaraan kami. Pria paruh baya itu terlihat asyik menikmati teh hangat dan pisang goreng buatan Mama."Tapi, Pa…tidak biasanya Abian bersikap seperti ini." Jawabku sambil memaksakan senyum."Coba cek ponselmu, siapa tahu saja sudah ada berita penangkapan Sandoro."Aku menuruti kemauan Papa dan melihat berita terbaru yang menyuguhkan video penangkapan Sandoro.Mama yang melihat ekspresi wajahku menyimpulkan sesuatu dan segera menyalakan layar televisi. "Benar dugaan Papa," lirih Mama sambil mengelus lem
Dunia Akbar runtuh dalam hitungan detik. Kedua matanya masih menatap tak percaya dua tubuh yang tanpa busana saat ini saling melekat dan berkeringat bersama menapaki gairah cinta yang tiada tara.Tak ada yang bersuara, semuanya tenggelam dalam pikiran masing-masing."Mas Akbar…" lirih Mulan, dengan linangan air mata yang membasahi pipinya.Akbar ambruk begitu saja, tubuhnya terasa begitu lemah. Kalau dimasa lalu, Ia menyakiti Hati Mawar dengan menyetubuhi wanita lain, kini Akbar harus menanggung beban derita yang entah bisa disembuhkan atau tidak selama sisa umurnya, karena melihat dengan jelas tubuh istrinya kini disetubuhi oleh Ayahnya sendiri."Akbar!" teriak Sania panik melihat anaknya jatuh terduduk di lantai.Sania hanya mampu memeluk tubuh Akbar sambil menangis menjerit pilu, merasakan rasa sakit yang akan Akbar tanggung seumur hidupnya."Apa ini, Bu? Kenapa nasibku Seperti ini? Aku memiliki ayah monster dan wanita yang…" tangisnya pecah. Pria tegap itu menangis dalam pelukan Sa
Dengan perasaan yang kacau, Akbar memutuskan untuk menemui orang tuanya yang saat ini berada di rumah. Ingatannya kembali pada saat pertama kalinya Ia bertemu dengan Mulan yang saat itu sedang diTawan oleh beberapa Orang yang mengaku telah membayar mahal gadis desa itu. Tidak ada kecurigaan sama sekali. Ia benar-benar merasa iba atas hal yang terjadi pada Mulan saat itu.Sampai pada akhirnya, dirinya mulai menyadari bahwa Ia jatuh cinta pada gadis desa yang sangat berbeda sekali dengan Mawar.Mulan sangatlah lembut dan selalu membutuhkan pertolongannya. Sebagai seorang Pria, Ia merasa sangat dibutuhkan dan dihargai."Sial!" teriaknya frustasi. Mobil yang dikendarainya melaju sangat cepat agar cepat sampai ke rumah orang tuanya.Sesampainya di rumah, Akbar segera memarkir mobilnya dan berlari ke dalam rumah, mencari sosok pria yang sangat ingin ia temui."Akbar?" Sania tersenyum menatap anak semata wayangnya itu. Wajah Akbar tampak begitu merah, Seperti menahan sesuatu."Dimana Ayah, Bu
"Aku belum selesai bicara!" cegah Akbar, merasa pernyataan Abian terdengar begitu mengusik hatinya."Apa lagi yang ingin kau dengar?" Abian berbalik dan menatap wajah Akbar. Dua pria tampan itu terlihat memiliki ekspresi sama-sama dingin dan hal itu membuat suasana semakin tegang saja."Ayahmu ada di balik semua ini. Cobalah untuk berpikir, apa yang membuat kehidupan rumah tanggamu dengan Mawar berantakan. Kalau kau selalu beralasan kau berselingkuh karena perilaku seksual yang menyimpang, lalu atas dasar apa seorang wanita seperti Mulan mau tinggal dengan orang yang tak normal seperti dirimu!"Akbar sama sekali tidak menyangka, ucapan Abian begitu menusuk hati dan pikirannya. Pria itu ingin sekali menghajar habis-habisan Abian, namun Ia berusaha untuk tetap tenang dan mendengarkan alasan, mengapa Abian begitu ngotot untuk menyalahkan ayahnya."Kita sama-sama seorang Pengusaha dan memiliki banyak uang untuk mengetahui hal-hal yang ingin kita ketahui. Kalau kau tidak begitu peduli denga
"Apa yang membuatmu datang kemari?"tanyaku penasaran pada sosok yang saat ini berdiri di hadapanku.Akbar tidak menjawab, kepalanya celingukan mencari keberadaan seseorang."Apa yang sebenarnya kau inginkan, Akbar? Lebih baik kau pulang saja."Saat hendak melewati tubuh Akbar, pria itu mencekal lenganku, membuatku terpaksa menghentikan langkah kaki dan kembali memandang wajahnya."Aku ingin kita memulai sebuah lembaran baru. Mulan Seperti hilang ditelan bumi. Wanita itu meninggalkan diriku begitu saja." Ucapnya sambil tersenyum menatap wajahku.Aku segera menepis tangan Akbar, dadaku bergemuruh menahan diri agar tidak mengucapkan kata-kata kasar. Aku tidak ingin pengunjung Restoran terganggu dengan kemarahanku.Tak ingin berlama-lama, aku bergegas meninggalkan Akbar. Berjalan keluar Restoran."Mawar, tunggu!"tak kusangka, Akbar masih saja mengejarku sampai ke tempat parkir."Apa sih yang kau inginkan!" sentakku dengan perasaan kesal setengah mati melihat polah tingkah Akbar yang kekan
Bab 172Luka dalam hati selamanya akan menjadi sesuatu yang tidak pasti, jika tidak terobati dengan baik. Semuanya akan terasa indah jika bisa menyikapi hal itu dengan baik.Seperti halnya dengan diriku, tiga buka pasca perceraianku dengan Akbar, hati ini seperti tanaman yang baru saja tumbuh dan akan memulai sebuah perjalanan yang panjang.Akbar?Terakhir kali aku mendengar kabarnya. Pria itu masih mencari keberadaan Mulan, istri keduanya yang sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya. Setiap kali otakku kembali membayangkan masa lalu itu, bukan hanya rasa sakit, melainkan rasa kasihan.Kami bertiga memiliki alasan untuk menjadi korban. Ya, korban ketidakadilan atas keegoisan seorang Sandoro. Abian telah memiliki semua bukti yang mengarah pada mantan mertuaku itu.Pria paruh baya itu adalah alasan pertama, kenapa rumah tanggaku dan Akbar hancur berantakan. Walaupun, pada dasarnya kembali lagi pada diri sendiri akan sebuah kekuatan Cinta, yang Akbar tidak memiliki itu semua.Pria i
Aku menatap wajah pria yang kini tengah menatap wajahku dengan sorot mata penuh harap. Wajah tampannya yang terlihat dingin seperti hilang ditelan bumi saat berhadapan dengan diriku. Cintanya bagaikan sebuah air yang terus mengalir membasahi seluruh isi hatiku."Mawar?" kembali Abian menyadarkan diri ini untuk mendapatkan jawaban yang diinginkannya."Apakah harus secepat ini?" aku mencoba untuk mengulur waktu yang ada. Bukan bermaksud untuk menyakiti hati Abian, hanya saja aku merasa masalahku dengan Akbar belum selesai sepenuhnya. Lagipula, Masa iddahku belum sepenuhnya selesai.Abian terlihat tersenyum. Lebih tepatnya memaksakan senyumannya.Merasa tidak nyaman, aku memalingkan wajah ke arah lain. Berlama-lama bertatap muka langsung dengan Abian membuat kesehatan jantungku berdegup kencang sekali."Baiklah, ayo aku antar pulang." Abian mengalihkan pembicaraan dan lebih memilih untuk membuat diriku merasa nyaman berada di dekatnya.***Mulan meremas ujung roknya, menyalurkan rasa tid
"Lagi pula, istrimu itu Mulan bukan Mawar! Pikiranmu Mulan, tapi mulutmu menyebut nama Mawar. Akbar, cobalah untuk mengerti dan pahami hal-hal yang akhir-akhir ini terjadi."Akbar menghempaskan tubuhnya pada Sofa empuk dan menyandarkan tubuhnya. Pikirannya benar-benar kacau. Mendapatkan kabar bahwa Ia telah resmi bercerai dalam kondisi kehilangan Mulan, membuat otaknya terasa begitu berat untuk berpikir."Kenapa tidak bertanya pada ayahmu?" Sania menatap wajah Akbar dan berusaha untuk meyakinkan anak semata wayangnya itu untuk dapat melihat sebuah kenyataan bahwa Ayahnya selama ini telah mempermainkan kehidupannya secara tidak langsung."Apa hubungannya dengan Ayah?" Akbar menegakkan tubuhnya dan menatap wajah Ibunya itu.Sania memutar bola matanya, malas untuk berdebat tentang persoalan yang sebenarnya sepele tapi begitu memuakkan untuk dibahas."Ibu, tolong katakan yang sebenarnya terjadi. Aku benar-benar tak paham atas semua yang terjadi.""Apa ingatanmu sudah tidak bekerja dengan b
Perlahan Abian melepaskan pelukannya dan memutar tubuhku agar berhadapan dengannya. Pria itu nampak begitu serius menatap wajahku dengan sorot mata yang tak dapat aku artikan."Aku akan menikah Mawar, apa kau mendengarnya?" sederet kalimat itu kembali mencuat keluar dari mulut Abian, menyisakan sedikit rasa perih di hatiku. Aku belum dapat mengetahui isi hatiku sebenarnya, namun akhir-akhir ini memang wajah Abian selalu berada dalam pikiranku."Mawar," sekali lagi. Pria itu terlihat begitu putus asa dengan kediamanku. "Abian, aku tahu selama beberapa tahun terakhir kau mencintaiku. Tapi, ini salah. Kau akan menikahi gadis itu. Jadi, tak lantas jika kau mengatakan bahwa kau mencintaiku." Jawabku tanpa berani memandang wajah Abian. Kepalaku tertunduk sambil sesekali mengusap keringat di keningku.Tangan Abian meraih tanganku, menggenggamnya begitu erat."Kaulah segalanya Mawar, orang yang akan aku nikahi adalah dirimu."Kepalaku mendongak menatap wajah Abian. "Apa maksudmu?""Orang yan