Tubuhku terasa lemas saat mendengar deretan kalimat yang diucapkan oleh Abian. Pria itu masih menampakkan wajah marahnya saat memandangi wajahku."Maaf Mawar, seharusnya aku bisa mengendalikan diri. Tapi, sepertinya aku tak bisa. Aku marah karena kau tidak langsung menceraikan Akbar. Justru, kau bersikap konyol dengan mendekati selingkuhan Suamimu itu!""Jadi, kau orang yang telah mengirimkan video-video itu, Abian? Apa alasanmu melakukannya?"Abian mengusap wajahnya berkali-kali. Sepertinya ia dalam keadaan benar-benar merasa marah karena rencananya tidak berjalan dengan baik. Aku tidak meminta cerai Seperti keinginan Abian saat mengirimkan pesan tersebut."Abian…"aku memberanikan diri mengelus lembut lengan kokoh pria dihadapanku ini. Berharap rasa marahnya sedikit berkurang. Walaupun sebenarnya diriku sendiri terluka dengan kata-kata Abian."Aku tahu kau adalah pria yang baik. Tapi, kadang ada sesuatu yang diluar batas kemampuan kita untuk mencapai suatu tujuan. Walaupun sebenarny
"Aslan, apa yang kau lakukan disini?"Pria berkacamata itu hanya melirik sekilas ke arahku dan segera melajukan mobilnya membelah jalanan perumahan. Tidak ada percakapan selama di perjalanan. Perutku masih terasa sedikit sakit."Langsung pulang atau…""Antarkan aku ke rumah sakit Aslan. Sepertinya asam lambungku naik."Aslan mengangguk mengiyakan.Aku ingin sekali rasanya bertanya pada Aslan, kenapa dirinya bisa ada di perumahan ini. "Abian."Aku menoleh melihat ke arah Aslan. Pria itu terlihat begitu biasa mengucapkan satu kata yang mampu membuat diriku semakin merasa tak nyaman dengan perhatian dari Abian. Pria itu telah aku tolak cintanya berulang kali, tapi entah mengapa hatinya masih saja kekeh untuk terus mendapatkan cintaku."Abian itu bodoh. Sudah aku katakan, jangan sampai kau mengetahui bahwa dirinya telah mengirimkan video-video itu. Tapi karena ia masih menggunakan hati, tentunya hal itu membuat semua rencanaku berantakan."Aku menghela nafas berat, rasanya banyak begitu
Siti menoleh kearahku. Senyumannya tiba-tiba saja muncul membuat aku semakin kesal dengan suasana rumah ini."Kalian mengerjaiku?"Abian memandang kearahku tatapannya terlihat seperti orang yang akan mengatakan bahwa 'Kena kau!' Aku mengelus-elus dadaku. Rasa sakit perut yang masih terasa menambah beban pikiran dan Moodku berantakan."Sudahlah, Mawar. Abaikan saja Abian. Anggap saja obat gilanya belum ia minum pagi ini."Aku melirik sekilas wajah pria berhidung mancung itu. Terlihat begitu kesal dengan perkataan Siti. Hal itu membuat diriku sedikit lebih baik. Setidaknya ada yang bisa menyindir pria berwajah tampan itu."Siti, aku ingin pulang saja." Rengekku pada sahabatku itu.Siti meraih tanganku. Gadis itu seperti sedang mengalirkan rasa tenang melalui genggaman erat yang saat ini ia berikan padaku."Tunggu Aslan. Kau harus meminum obatnya. Lagi pula, aku yakin di rumah dirimu juga kesepian. Mawar, kenapa kau begitu gegabah dalam melakukan hal seperti ini?"aku hanya diam mendeng
Setelah percakapan di telepon bersama dengan Mawar, istrinya, Akbar merasa kehilangan banyak energi. Tidak disangka ternyata Mawar akan menyinggung soal pernikahan dan sebuah perceraian. Entah apa yang sebenarnya dipikirkan oleh wanita cantik itu. Namun, Seharusnya Ia lebih berhati-hati jika ingin rahasia pernikahan keduanya dalam keadaan baik-baik saja. Ia tidak menginginkan sebuah perceraian. Kedua pernikahannya harus berjalan dengan baik. Jika tujuannya menikahi Mulan demi mendapatkan sebuah pengakuan kejantanannya sebagai seorang Pria dan Seorang Suami yang lebih dibutuhkan. Sedangkan menikahi Mawar adalah bentuk dari sebuah pernikahan Sempurna di mata dunia. Mawar memiliki segalanya dan Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan sebagai seorang Suami dari wanita cantik dengan kepribadian yang baik dan sangat dikagumi oleh para lelaki diluar sana.Mungkin ini terdengar begitu egois, namun Akbar begitu menginginkan kedua wanita itu untuk selamanya berada di sisinya."Mereka adalah i
"Apa yang terjadi padamu, Rose?" Mulan terlihat begitu terkejut saat melihat kedatangan diriku malam-malam begini bertamu ke rumahnya.Mulan segera menarik tubuhku agar masuk ke dalam rumah. Segera setelah aku berada di dalam rumahnya, Mulan menutup dan mengunci pintu."Ayo duduk di ruang tamu dulu. Aku akan ambilkan minuman."Beberapa saat kemudian, Mulan kembali dengan membawa minuman. Wanita yang saat ini sedang memakai baju tidur itu terlihat begitu panik melihat keadaanku."Ayo, minum dulu…" ucapnya sambil menyodorkan minuman padaku. segera aku meminum air pemberian Mulan, meneguknya hingga tandas."Astaga, wajahmu…apa yang sebenarnya terjadi Rose?"aku menyeka air mataku dengan kasar."Aku dipergoki oleh Istri Sah suamiku. Ia menghajarku habis-habisan di rumah persembunyian yang biasa kami tempati…" jawabku sambil terus menyeka air mataku. "Terus…a, apa yang…Rose, jangan menakuti diriku. Lihatlah pipimu itu yang memerah dan sudut bibirmu berdarah…Ya Tuhan!""Untungnya aku bisa
"Jangan gila, Siti!" aku menggeser posisi duduk sedikit menjauh dari Siti.Wanita itu hanya tersenyum simpul dan memainkan potongan kuku di hadapanku."Siti, biarkan Mawar menyantap makanan terlebih dahulu. Jangan berakting Seperti psikopat!" tegur Abian. Kali ini, aku mendukung pernyataan pria itu."Baiklah, makan saja dulu. Aku akan menunggumu sampai selesai makannya."Aku hanya bisa pasrah dengan keadaan ini. Sepertinya Siti benar-benar akan melukai diriku dengan benda yang tampak kecil, namun begitu menakutkan jika sampai tercubit terkena pada kulit.Setelah selesai menikmati makanan, aku harus kembali memikirkan bagaimana cara agar lepas dari pemikiran dan rencana Siti."Aku jamin, rasa sakitnya tidak akan terasa…aku hanya akan menyakiti sedikit sudut bibirmu agar terlihat seperti habis dipukul. Kalau hanya menggunakan obat merah, itu hanya akan bertahan sebentar saja. Setelah kau usapkan, cairan merahnya akan hilang dan tidak terlihat ada lukanya." Sederet kalimat yang Siti ucap
Mulan menghempaskan tubuhnya di atas Sofa yang berseberangan dengan diriku. Wajahnya masih terlihat begitu cemas dan hal itu membuat diriku semakin merasa senang melihat pemandangan di hadapanku ini."Rose, bisakah kau pulang sekarang? Aku minta maaf,tapi sepertinya setiap ucapanmu begitu merusak suasana hatiku." "Ah, benarkah? Maaf Mulan, aku tak bermaksud seperti itu. Hanya saja…""Tolong, pulanglah Sekarang juga." ***Aku dan Siti sedang berada di sebuah restoran yang tidak jauh dari bandara. Lebih tepatnya di sekitaran lokasi tempat dibangunnya proyek kerja antara aku dan Abian."Serius dia kelimpungan saat kamu bilang bakalan dibuang sama Akbar?' tanya Siti memulai obrolan bersamaku.Sebelum menjawab pertanyaan Siti, aku meminum minuman yang telah aku pesan. Sedikit terasa begitu manis, namun aku berusaha untuk menyukai ini. Karena mulai saat ini, aku berusaha untuk menyukai beberapa hal yang disukai oleh Mulan dan salah satunya adalah minuman yang terasa begitu manis ini
"Apa maksud Paman?" tanganku sedikit gemetar saat memegang ponsel. Terkejut mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Paman Hamzah. Masih teringat jelas bahwa kedua mertuaku datang dan memberikan sebuah nasehat dan dukungannya terhadap diriku. Jadi, tak mungkin jika ada sesuatu yang tidak beres dengan keduanya."Banyak yang belum kau ketahui Mawar, jadi berhati-hatilah."Klik!Telepon terputus.Aku memegangi dadaku yang terasa begitu sesak. Pikiranku mengatakan bahwa orang tua Mas Akbar berada dipihakku. Tapi, setelah mendengarkan ucapan Paman Hamzah, sepertinya opiniku selama ini tidak sepenuhnya benar.Saat akan kembali melepas hijab, terdengar suara Mobil memasuki pekarangan rumah. Karena penasaran, segera aku berjalan menuju ke balkon kamar dan melihat siapa yang bertamu ke rumah.Jujur saja aku tak mengenali mobil yang datang berkunjung. Saat sang pengendara Mobil turun, aku baru menyadari bahwa Mas Akbarlah yang telah mengendarai mobil tersebut.Aku hanya bisa pasrah dengan ke