Makin Panas
"Apa-apaan ini!" teriak Papa dan berusaha untuk maju ke depan mematikan layar proyektor. Namun, Mama cepat tanggap dan segera menghentikan langkah Papa.Video panas itu berlanjut sampai pada beberapa adegan yang memperlihatkan kemesraan Mas Akbar dan Mulan. Kedua manusia itu sampai berpindah tempat saat melakukan hubungan intim itu. Dan di akhir Video, ada foto-foto pernikahan Mas Akbar dan Mulan yang memakai pakaian adat dalam melakukan proses ijab qobul.Ketiga pria yang saat ini sedang menarik tubuh Mulan, ikut terkejut dengan hal yang mereka lihat. Tidak ingin melewatkan kesempatan, Mulan segera berlari ke arah Mas Akbar."Apa itu Mas?" tanyaku berusaha untuk mengeluarkan air mata, namun tak kunjung keluar. Sepertinya air mataku sudah tak Sudi keluar, sekedar untuk bersandiwara di hadapan Mas Akbar."Itu…itu hanyalah rekayasa saja, percayalah padaku!" Mas Akbar hendak meraih tanganku, namun Papa menepis tangan Mas Akbar."Kau gila Akbar, berani-beraninya kau berselingkuh di belaka
"Mas, ada aku disini, aku istrimu. Biarkan Rose pergi!" bentak Mulan sambil terus menahan tubuh Akbar agar tak dapat mengejar Mawar."Kau gila! Wanita jalang sepertimu tidak mungkin istri anakku!" teriak Sania tidak terima dengan perkataan Mulan."Aku bukan wanita jalang! Aku mantumu, aku adalah menantu keluarga Sandoro. Kalian dengar, Semuanya. Aku adalah istri sah Akbar Sandoro, kalian lihat video itu? Ya, kami melakukannya dengan sadar dan tanpa paksaan. Kami telah bercinta dan memiliki seorang anak laki-laki bernama Nathan."Akbar memandang nyalang ke arah Mulan. Pria itu ingin membunuh wanita yang kini dengan sikap tak tahu diri menyebarkan informasi pada seluruh orang dalam ruangan ini. ingin rasanya Akbar mencekik leher wanita yang telah melahirkan anak untuknya."Busuk juga ternyata keluarga Sandoro…""Hebat juga, sampai punya anak…""Kalau aku jadi Mawar, sudah pasti akan menceraikan Akbar…""Dasar pelakor tidak tahu malu…""Lebih baik mati, daripada harus kembali menjalani k
Aku memilih duduk di tepi kasur spring bed berukuran king size. Sedangkan Abian memilih untuk duduk di set sofa yang terdapat dalam kamar hotel ini. Setelah ciuman yang kami lakukan beberapa saat lalu membuat suasana terasa sangat canggung satu sama lain. Begitu banyak kejadian yang terjadi hari ini dan Itu semua terjadi begitu saja dan rasanya begitu menyesakkan dada."Mawar," Abian memulai sebuah pembicaraan."Aku belum selesai dengan Mas Akbar dan Mulan, aku ingin menemui mereka berdua…"Aku dapat melihat Abian memandang ke arahku dengan tatapan dinginnya."Jadi, Video tadi belum cukup?"aku menggeleng cepat dan bangkit dari tempat dudukku. Berjalan mendekati Abian yang masih setia menatap wajahku. Tatapannya begitu mengintimidasi dan terlihat begitu waspada."Tolong berikan padaku, aku mohon Abian." Ku ulurkan tangan kananku, mencoba untuk mengambil hati Abian agar mau memberikan kunci kamar.Abian menyilangkan kaki kanannya agar bertumpu pada kaki kirinya. Ia terlihat begitu sant
"Apa salahku sampai-sampai harus menghindari orang brengsek itu!" aku menepis kedua tangan Abian dan mendudukkan tubuhku di atas Sofa yang tadi Abian duduki."Dia yang salah, dan kenapa harus aku yang menghindar? Seharusnya dia…seharusnya dia merasakan apa yang aku rasakan. Rasa perih yang diciptakannya padaku harus dibayar sama." Aku tak dapat mengendalikan emosi. Nafasku memburu dan dadaku terasa begitu sesak memikirkan bagaimana panasnya percintaan Akbar dan Mulan.Abian menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan-lahan. Pria itu tampak terlihat begitu sabar dalam menghadapi diriku yang sudah mulai kehilangan akal sehat. "Berikan kuncinya, padaku!" teriakku tak peduli jika Abian menganggap diriku wanita gila sekalipun."Kau tidak akan pernah bisa mengerti perasaanku, karena kau belum pernah menikah dan begitu mencintai orang yang telah mengkhianati pernikahan. Sebuah janji sakral itu sudah ternoda dengan orang ketiga, kau tak akan pernah mengerti Abian, tak akan
Abian menempelkan bibirnya pada bibir Mawar, memaksakan kehendaknya untuk mencicipi manis bibir wanita pujaannya itu."Emh…" suara desahan nikmat keluar dari mulut Mawar.Abian segera menarik resleting gamis bagian depan dada Mawar. Wanita itu terlihat begitu pasrah dan tak menolak sama sekali. Dengan demikian, Abian dapat melihat dan bebas melakukan hal-hal yang ia inginkan. "Kulitmu benar-benar putih dan halus," ucap Abian saat melihat benda kembar yang masih terbungkus oleh dalaman Mawar yang berwarna merah menyala.Mawar hanya tersenyum menanggapi perkataan Abian. Wanita itu tampak begitu terengah-engah setelah mendapatkan ciuman panas Abian.Merasa nyaman, Mawar mendekatkan kepala Abian agar dapat menikmati gundukan daging kembar miliknya.Mengerti situasi, Abian segera meloloskan baju Mawar dan menyisakan bagian tertentu penutup tubuh wanita itu.Abian memperhatikan dari bagian kepala Mawar yang sudah tak mengenakan hijab, wanita itu tampak begitu mempesona dengan rambut hitam
"Kau habis Mandi, rambutmu terlihat basah." Ulang Mawar yang masih belum puas mendapatkan jawaban dari Abian."Iya," jawab Abian tanpa ingin memperpanjang pembicaraan. Pria itu terlihat keluar dari kamar dan menuju balkon kamar untuk melihat pemandangan luar. Sebenarnya aku ingin sekali mengikutinya, tapi aku tak bisa. Takut jika ada wartawan yang masih berada di luaran Hotel dan mengambil foto-fotoku bersama dengan Abian. Sungguh, aku ingin sekali keluar dari tempat ini dan menyelesaikan rangkaian masalahku bersama dengan Akbar. Seharusnya tidak ada yang perlu ditakutkan, namun hal itu ternyata tidak berlaku pada Papa. Walaupun beliau tidak mengetahui rencanaku, tetap saja Papa masih mau membantuku dengan caranya sendiri.Jimmy, ya pria itu. Dimana dirinya sekarang? Apa Ayah mertuaku mengetahui kebenarannya dan bertindak…tidak!"Abian!"Mendengar teriakanku, Abian bergegas masuk ke dalam."Ada apa?""Tolong berikan kuncinya, aku harus mencari Jimmy. Abian menyipitkan matanya, menc
"Apa maksud ucapanmu, Abian? Ini tidak ada hubungannya denganmu, Menikah? Yang benar saja, bahkan aku belum bercerai dengan Akbar." Aku memijat kepalaku yang tiba-tiba saja berdenyut, merasakan sakit karena masalah ini. "Ini hanya sebuah wedding agreement."Tatapanku teralihkan pada Abian, pria itu terlihat bersandar pada lemari pakaian."Dan aku pernah menandatangani kontrak perjanjian seperti itu. Jadi aku mohon Abian, berhentilah merengek seperti anak kecil." Kesabaranku sudah mulai menipis. Rencana yang telah aku susun rapi bersama dengan Jimmy sedikit meleset, bahkan aku tak tahu dimana keberadaan pria tersebut."Aku tidak akan menyentuhmu,""Abian! Aku belum bercerai dari Akbar. Jadi, please…sadarkan dirimu itu."Abian menyilangkan kedua tangannya di dada, senyumannya lenyap begitu saja. Ia kembali terlihat seperti Abian sebelumnya, dingin dan tak tersentuh."Aku tidak ingin mengulang kembali apa yang aku ucapkan. Satu jam lagi kita akan keluar dari Hotel, jadi bersiaplah." Uca
"Jadi, dia benar orang yang membantumu?"aku mengangguk mengiyakan dan kembali memandang matahari yang telah terbenam setengah, warna orange begitu memikat hati siapa saja yang melihat pemandangan indah ini."Lalu, dimana Jimmy?""Justru itu, aku tak tahu dimana keberadaannya. Bisakah kau membantuku?"Abian terlihat tersenyum saat pesanan kami sudah datang."Bukankah kau memesan jagung bakar?"aku melihat dua piring yang telah terisi makanan hanya ada pisang gapit."Tidak, aku memilih apa yang kau pilih.""Jangan mengalihkan pembicaraan Abian, tolonglah aku. Tolong suruh anak buahmu untuk mencari keberadaan Jimmy, mungkin saja telah terjadi sesuatu padanya. Atau…Ayah mertuaku sudah tidak, maksudku…ayahku mengetahui kebenarannya."Abian tidak menjawab pertanyaanku, pria itu justru memilih untuk menikmati makanannya sendiri.***"Dimana Ayah, Ibu?"Sania menggeleng, ia masih memenangkan tangisan Nathan. "Biar aku gendong Nathan Bu," Mulan mencoba mengambil Nathan, namun dengan kasar Sa