Aku memilih duduk di tepi kasur spring bed berukuran king size. Sedangkan Abian memilih untuk duduk di set sofa yang terdapat dalam kamar hotel ini. Setelah ciuman yang kami lakukan beberapa saat lalu membuat suasana terasa sangat canggung satu sama lain. Begitu banyak kejadian yang terjadi hari ini dan Itu semua terjadi begitu saja dan rasanya begitu menyesakkan dada."Mawar," Abian memulai sebuah pembicaraan."Aku belum selesai dengan Mas Akbar dan Mulan, aku ingin menemui mereka berdua…"Aku dapat melihat Abian memandang ke arahku dengan tatapan dinginnya."Jadi, Video tadi belum cukup?"aku menggeleng cepat dan bangkit dari tempat dudukku. Berjalan mendekati Abian yang masih setia menatap wajahku. Tatapannya begitu mengintimidasi dan terlihat begitu waspada."Tolong berikan padaku, aku mohon Abian." Ku ulurkan tangan kananku, mencoba untuk mengambil hati Abian agar mau memberikan kunci kamar.Abian menyilangkan kaki kanannya agar bertumpu pada kaki kirinya. Ia terlihat begitu sant
"Apa salahku sampai-sampai harus menghindari orang brengsek itu!" aku menepis kedua tangan Abian dan mendudukkan tubuhku di atas Sofa yang tadi Abian duduki."Dia yang salah, dan kenapa harus aku yang menghindar? Seharusnya dia…seharusnya dia merasakan apa yang aku rasakan. Rasa perih yang diciptakannya padaku harus dibayar sama." Aku tak dapat mengendalikan emosi. Nafasku memburu dan dadaku terasa begitu sesak memikirkan bagaimana panasnya percintaan Akbar dan Mulan.Abian menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan-lahan. Pria itu tampak terlihat begitu sabar dalam menghadapi diriku yang sudah mulai kehilangan akal sehat. "Berikan kuncinya, padaku!" teriakku tak peduli jika Abian menganggap diriku wanita gila sekalipun."Kau tidak akan pernah bisa mengerti perasaanku, karena kau belum pernah menikah dan begitu mencintai orang yang telah mengkhianati pernikahan. Sebuah janji sakral itu sudah ternoda dengan orang ketiga, kau tak akan pernah mengerti Abian, tak akan
Abian menempelkan bibirnya pada bibir Mawar, memaksakan kehendaknya untuk mencicipi manis bibir wanita pujaannya itu."Emh…" suara desahan nikmat keluar dari mulut Mawar.Abian segera menarik resleting gamis bagian depan dada Mawar. Wanita itu terlihat begitu pasrah dan tak menolak sama sekali. Dengan demikian, Abian dapat melihat dan bebas melakukan hal-hal yang ia inginkan. "Kulitmu benar-benar putih dan halus," ucap Abian saat melihat benda kembar yang masih terbungkus oleh dalaman Mawar yang berwarna merah menyala.Mawar hanya tersenyum menanggapi perkataan Abian. Wanita itu tampak begitu terengah-engah setelah mendapatkan ciuman panas Abian.Merasa nyaman, Mawar mendekatkan kepala Abian agar dapat menikmati gundukan daging kembar miliknya.Mengerti situasi, Abian segera meloloskan baju Mawar dan menyisakan bagian tertentu penutup tubuh wanita itu.Abian memperhatikan dari bagian kepala Mawar yang sudah tak mengenakan hijab, wanita itu tampak begitu mempesona dengan rambut hitam
"Kau habis Mandi, rambutmu terlihat basah." Ulang Mawar yang masih belum puas mendapatkan jawaban dari Abian."Iya," jawab Abian tanpa ingin memperpanjang pembicaraan. Pria itu terlihat keluar dari kamar dan menuju balkon kamar untuk melihat pemandangan luar. Sebenarnya aku ingin sekali mengikutinya, tapi aku tak bisa. Takut jika ada wartawan yang masih berada di luaran Hotel dan mengambil foto-fotoku bersama dengan Abian. Sungguh, aku ingin sekali keluar dari tempat ini dan menyelesaikan rangkaian masalahku bersama dengan Akbar. Seharusnya tidak ada yang perlu ditakutkan, namun hal itu ternyata tidak berlaku pada Papa. Walaupun beliau tidak mengetahui rencanaku, tetap saja Papa masih mau membantuku dengan caranya sendiri.Jimmy, ya pria itu. Dimana dirinya sekarang? Apa Ayah mertuaku mengetahui kebenarannya dan bertindak…tidak!"Abian!"Mendengar teriakanku, Abian bergegas masuk ke dalam."Ada apa?""Tolong berikan kuncinya, aku harus mencari Jimmy. Abian menyipitkan matanya, menc
"Apa maksud ucapanmu, Abian? Ini tidak ada hubungannya denganmu, Menikah? Yang benar saja, bahkan aku belum bercerai dengan Akbar." Aku memijat kepalaku yang tiba-tiba saja berdenyut, merasakan sakit karena masalah ini. "Ini hanya sebuah wedding agreement."Tatapanku teralihkan pada Abian, pria itu terlihat bersandar pada lemari pakaian."Dan aku pernah menandatangani kontrak perjanjian seperti itu. Jadi aku mohon Abian, berhentilah merengek seperti anak kecil." Kesabaranku sudah mulai menipis. Rencana yang telah aku susun rapi bersama dengan Jimmy sedikit meleset, bahkan aku tak tahu dimana keberadaan pria tersebut."Aku tidak akan menyentuhmu,""Abian! Aku belum bercerai dari Akbar. Jadi, please…sadarkan dirimu itu."Abian menyilangkan kedua tangannya di dada, senyumannya lenyap begitu saja. Ia kembali terlihat seperti Abian sebelumnya, dingin dan tak tersentuh."Aku tidak ingin mengulang kembali apa yang aku ucapkan. Satu jam lagi kita akan keluar dari Hotel, jadi bersiaplah." Uca
"Jadi, dia benar orang yang membantumu?"aku mengangguk mengiyakan dan kembali memandang matahari yang telah terbenam setengah, warna orange begitu memikat hati siapa saja yang melihat pemandangan indah ini."Lalu, dimana Jimmy?""Justru itu, aku tak tahu dimana keberadaannya. Bisakah kau membantuku?"Abian terlihat tersenyum saat pesanan kami sudah datang."Bukankah kau memesan jagung bakar?"aku melihat dua piring yang telah terisi makanan hanya ada pisang gapit."Tidak, aku memilih apa yang kau pilih.""Jangan mengalihkan pembicaraan Abian, tolonglah aku. Tolong suruh anak buahmu untuk mencari keberadaan Jimmy, mungkin saja telah terjadi sesuatu padanya. Atau…Ayah mertuaku sudah tidak, maksudku…ayahku mengetahui kebenarannya."Abian tidak menjawab pertanyaanku, pria itu justru memilih untuk menikmati makanannya sendiri.***"Dimana Ayah, Ibu?"Sania menggeleng, ia masih memenangkan tangisan Nathan. "Biar aku gendong Nathan Bu," Mulan mencoba mengambil Nathan, namun dengan kasar Sa
Aku dan Abian sampai rumah pada waktu adzan Isya berkumandang. Ternyata tidak hanya ada papa dan Mama, Paman Wibowo dan Paman Hamzah sudah berada di rumah. "Kenapa lama sekali, apa Abian membawamu ke tempat yang tidak-tidak?" tanya Paman Wibowo dengan tatapan menusuk terarah pada Abian."Tidak, Paman. Abian mengajakku ke Melawai dan kami mampir ke Masjid untuk menunaikan sholat Magrib."Baru saja datang, tapi Mereka seperti wartawan yang ingin memperkeruh suasana saja.Aku duduk di sofa samping Mama, wanita berwajah teduh itu kembali menghangatkan diriku dengan menggenggam erat tanganku. Memastikan bahwa keadaanku baik-baik saja."Bagaimana dengan pemberitaan di luaran sana?" Papa mulai membuka pembicaraan."Masih sama, banyak pakar yang ikut campur masalah video itu. Sebagian mereka mengatakan bahwa video itu benar adanya. Tapi pihak Sandoro menentang keras dan mencari siapa pelaku yang berani memfitnah Akbar dengan Video yang mereka anggap itu hanya rekayasa. Untuk sahamnya, sudah
"Jangan berani-berani mendekati atau menyentuh diriku lagi. Karena sebentar lagi kau bukan istriku!""Apa maksudmu bicara seperti itu, Mas? Apa kau ingin membuangku setelah banyak hal yang aku korbankan demi masa depan kita!"Akbar mendorong tubuh Mulan agar menjauh, ia mencoba untuk menenangkan dirinya yang sebenarnya diliputi hasrat ingin menyentuh lawan bicaranya."Aku tidak terima Mas! Kembalikan Nathan padaku, kalau kau…""Diam!" Akbar tak dapat mengontrol emosi dalam jiwanya. "Sekali lagi kau berbicara, kau akan merasakan bagaimana rasanya rasa perih itu menjalari seluruh tubuhmu."Mulan mengatupkan bibirnya. Nyalinya menciut saat melihat kilatan kemarahan terpampang jelas di kedua mata Akbar.Mulan melangkah mundur menghindari tatapan mata Akbar. Ia tidak ingin mencari mati, nyawanya harus tetap hidup demi mewujudkan mimpinya sebagai istri satu-satunya Akbar.Ia harus memulai sebuah rencana agar Akbar kembali tergila-gila pada tubuhnya. Apapun itu, Ia harus melakukannya.Akba
Perasaanku saat ini sedang dalam keadaan kurang nyaman. Setelah Abian pamit akan melakukan sesuatu yang berkaitan dengan keluarga Akbar, entah mengapa perasaan ini tak menentu."Belum ada kabar?" tanya Mama yang saat ini duduk di sebelahku.aku menggeleng sambil terus mencoba untuk menghubungi nomer telpon Abian."Sebentar lagi juga Abian memberi kabar. Jangan terlalu mengkhawatirkan keadaan ini. Polisi juga sudah memiliki bukti yang cukup kuat untuk menangkap Sandoro." Papa memotong pembicaraan kami. Pria paruh baya itu terlihat asyik menikmati teh hangat dan pisang goreng buatan Mama."Tapi, Pa…tidak biasanya Abian bersikap seperti ini." Jawabku sambil memaksakan senyum."Coba cek ponselmu, siapa tahu saja sudah ada berita penangkapan Sandoro."Aku menuruti kemauan Papa dan melihat berita terbaru yang menyuguhkan video penangkapan Sandoro.Mama yang melihat ekspresi wajahku menyimpulkan sesuatu dan segera menyalakan layar televisi. "Benar dugaan Papa," lirih Mama sambil mengelus lem
Dunia Akbar runtuh dalam hitungan detik. Kedua matanya masih menatap tak percaya dua tubuh yang tanpa busana saat ini saling melekat dan berkeringat bersama menapaki gairah cinta yang tiada tara.Tak ada yang bersuara, semuanya tenggelam dalam pikiran masing-masing."Mas Akbar…" lirih Mulan, dengan linangan air mata yang membasahi pipinya.Akbar ambruk begitu saja, tubuhnya terasa begitu lemah. Kalau dimasa lalu, Ia menyakiti Hati Mawar dengan menyetubuhi wanita lain, kini Akbar harus menanggung beban derita yang entah bisa disembuhkan atau tidak selama sisa umurnya, karena melihat dengan jelas tubuh istrinya kini disetubuhi oleh Ayahnya sendiri."Akbar!" teriak Sania panik melihat anaknya jatuh terduduk di lantai.Sania hanya mampu memeluk tubuh Akbar sambil menangis menjerit pilu, merasakan rasa sakit yang akan Akbar tanggung seumur hidupnya."Apa ini, Bu? Kenapa nasibku Seperti ini? Aku memiliki ayah monster dan wanita yang…" tangisnya pecah. Pria tegap itu menangis dalam pelukan Sa
Dengan perasaan yang kacau, Akbar memutuskan untuk menemui orang tuanya yang saat ini berada di rumah. Ingatannya kembali pada saat pertama kalinya Ia bertemu dengan Mulan yang saat itu sedang diTawan oleh beberapa Orang yang mengaku telah membayar mahal gadis desa itu. Tidak ada kecurigaan sama sekali. Ia benar-benar merasa iba atas hal yang terjadi pada Mulan saat itu.Sampai pada akhirnya, dirinya mulai menyadari bahwa Ia jatuh cinta pada gadis desa yang sangat berbeda sekali dengan Mawar.Mulan sangatlah lembut dan selalu membutuhkan pertolongannya. Sebagai seorang Pria, Ia merasa sangat dibutuhkan dan dihargai."Sial!" teriaknya frustasi. Mobil yang dikendarainya melaju sangat cepat agar cepat sampai ke rumah orang tuanya.Sesampainya di rumah, Akbar segera memarkir mobilnya dan berlari ke dalam rumah, mencari sosok pria yang sangat ingin ia temui."Akbar?" Sania tersenyum menatap anak semata wayangnya itu. Wajah Akbar tampak begitu merah, Seperti menahan sesuatu."Dimana Ayah, Bu
"Aku belum selesai bicara!" cegah Akbar, merasa pernyataan Abian terdengar begitu mengusik hatinya."Apa lagi yang ingin kau dengar?" Abian berbalik dan menatap wajah Akbar. Dua pria tampan itu terlihat memiliki ekspresi sama-sama dingin dan hal itu membuat suasana semakin tegang saja."Ayahmu ada di balik semua ini. Cobalah untuk berpikir, apa yang membuat kehidupan rumah tanggamu dengan Mawar berantakan. Kalau kau selalu beralasan kau berselingkuh karena perilaku seksual yang menyimpang, lalu atas dasar apa seorang wanita seperti Mulan mau tinggal dengan orang yang tak normal seperti dirimu!"Akbar sama sekali tidak menyangka, ucapan Abian begitu menusuk hati dan pikirannya. Pria itu ingin sekali menghajar habis-habisan Abian, namun Ia berusaha untuk tetap tenang dan mendengarkan alasan, mengapa Abian begitu ngotot untuk menyalahkan ayahnya."Kita sama-sama seorang Pengusaha dan memiliki banyak uang untuk mengetahui hal-hal yang ingin kita ketahui. Kalau kau tidak begitu peduli denga
"Apa yang membuatmu datang kemari?"tanyaku penasaran pada sosok yang saat ini berdiri di hadapanku.Akbar tidak menjawab, kepalanya celingukan mencari keberadaan seseorang."Apa yang sebenarnya kau inginkan, Akbar? Lebih baik kau pulang saja."Saat hendak melewati tubuh Akbar, pria itu mencekal lenganku, membuatku terpaksa menghentikan langkah kaki dan kembali memandang wajahnya."Aku ingin kita memulai sebuah lembaran baru. Mulan Seperti hilang ditelan bumi. Wanita itu meninggalkan diriku begitu saja." Ucapnya sambil tersenyum menatap wajahku.Aku segera menepis tangan Akbar, dadaku bergemuruh menahan diri agar tidak mengucapkan kata-kata kasar. Aku tidak ingin pengunjung Restoran terganggu dengan kemarahanku.Tak ingin berlama-lama, aku bergegas meninggalkan Akbar. Berjalan keluar Restoran."Mawar, tunggu!"tak kusangka, Akbar masih saja mengejarku sampai ke tempat parkir."Apa sih yang kau inginkan!" sentakku dengan perasaan kesal setengah mati melihat polah tingkah Akbar yang kekan
Bab 172Luka dalam hati selamanya akan menjadi sesuatu yang tidak pasti, jika tidak terobati dengan baik. Semuanya akan terasa indah jika bisa menyikapi hal itu dengan baik.Seperti halnya dengan diriku, tiga buka pasca perceraianku dengan Akbar, hati ini seperti tanaman yang baru saja tumbuh dan akan memulai sebuah perjalanan yang panjang.Akbar?Terakhir kali aku mendengar kabarnya. Pria itu masih mencari keberadaan Mulan, istri keduanya yang sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya. Setiap kali otakku kembali membayangkan masa lalu itu, bukan hanya rasa sakit, melainkan rasa kasihan.Kami bertiga memiliki alasan untuk menjadi korban. Ya, korban ketidakadilan atas keegoisan seorang Sandoro. Abian telah memiliki semua bukti yang mengarah pada mantan mertuaku itu.Pria paruh baya itu adalah alasan pertama, kenapa rumah tanggaku dan Akbar hancur berantakan. Walaupun, pada dasarnya kembali lagi pada diri sendiri akan sebuah kekuatan Cinta, yang Akbar tidak memiliki itu semua.Pria i
Aku menatap wajah pria yang kini tengah menatap wajahku dengan sorot mata penuh harap. Wajah tampannya yang terlihat dingin seperti hilang ditelan bumi saat berhadapan dengan diriku. Cintanya bagaikan sebuah air yang terus mengalir membasahi seluruh isi hatiku."Mawar?" kembali Abian menyadarkan diri ini untuk mendapatkan jawaban yang diinginkannya."Apakah harus secepat ini?" aku mencoba untuk mengulur waktu yang ada. Bukan bermaksud untuk menyakiti hati Abian, hanya saja aku merasa masalahku dengan Akbar belum selesai sepenuhnya. Lagipula, Masa iddahku belum sepenuhnya selesai.Abian terlihat tersenyum. Lebih tepatnya memaksakan senyumannya.Merasa tidak nyaman, aku memalingkan wajah ke arah lain. Berlama-lama bertatap muka langsung dengan Abian membuat kesehatan jantungku berdegup kencang sekali."Baiklah, ayo aku antar pulang." Abian mengalihkan pembicaraan dan lebih memilih untuk membuat diriku merasa nyaman berada di dekatnya.***Mulan meremas ujung roknya, menyalurkan rasa tid
"Lagi pula, istrimu itu Mulan bukan Mawar! Pikiranmu Mulan, tapi mulutmu menyebut nama Mawar. Akbar, cobalah untuk mengerti dan pahami hal-hal yang akhir-akhir ini terjadi."Akbar menghempaskan tubuhnya pada Sofa empuk dan menyandarkan tubuhnya. Pikirannya benar-benar kacau. Mendapatkan kabar bahwa Ia telah resmi bercerai dalam kondisi kehilangan Mulan, membuat otaknya terasa begitu berat untuk berpikir."Kenapa tidak bertanya pada ayahmu?" Sania menatap wajah Akbar dan berusaha untuk meyakinkan anak semata wayangnya itu untuk dapat melihat sebuah kenyataan bahwa Ayahnya selama ini telah mempermainkan kehidupannya secara tidak langsung."Apa hubungannya dengan Ayah?" Akbar menegakkan tubuhnya dan menatap wajah Ibunya itu.Sania memutar bola matanya, malas untuk berdebat tentang persoalan yang sebenarnya sepele tapi begitu memuakkan untuk dibahas."Ibu, tolong katakan yang sebenarnya terjadi. Aku benar-benar tak paham atas semua yang terjadi.""Apa ingatanmu sudah tidak bekerja dengan b
Perlahan Abian melepaskan pelukannya dan memutar tubuhku agar berhadapan dengannya. Pria itu nampak begitu serius menatap wajahku dengan sorot mata yang tak dapat aku artikan."Aku akan menikah Mawar, apa kau mendengarnya?" sederet kalimat itu kembali mencuat keluar dari mulut Abian, menyisakan sedikit rasa perih di hatiku. Aku belum dapat mengetahui isi hatiku sebenarnya, namun akhir-akhir ini memang wajah Abian selalu berada dalam pikiranku."Mawar," sekali lagi. Pria itu terlihat begitu putus asa dengan kediamanku. "Abian, aku tahu selama beberapa tahun terakhir kau mencintaiku. Tapi, ini salah. Kau akan menikahi gadis itu. Jadi, tak lantas jika kau mengatakan bahwa kau mencintaiku." Jawabku tanpa berani memandang wajah Abian. Kepalaku tertunduk sambil sesekali mengusap keringat di keningku.Tangan Abian meraih tanganku, menggenggamnya begitu erat."Kaulah segalanya Mawar, orang yang akan aku nikahi adalah dirimu."Kepalaku mendongak menatap wajah Abian. "Apa maksudmu?""Orang yan