Bukannya disambut dengan pelukan hangat, Rika justru disambut dengan tamparan sang ayah ke wajahnya hingga membuat rasa panas dan perih di pipi bagian kanannya. Bahkan bukan hanya pipinya saja yang perih, hatinya juga ikut perih. Pasalnya ini pertama kalinya ayahnya bermain fisik kepadanya.
"Ayah ...," lirih Rika seraya memegangi pipinya yang baru saja ditampar keras oleh sang ayah.
"Untuk apa kamu ke mari?!" bentak Marwan.
Marwan melirik ke arah bi Kiyah yang tengah mematung serta membawa dua buah koper besar yang ia yakini milik putrinya. Lalu Marwan terkekeh.
"Oh, kamu ke sini karena diusir sama suami kamu, ya? Itu memang pantas kamu dapatkan setelah apa yang kamu perbuat kepada suamimu itu!" cibir Marwan.
Setelah tamparan barusan, Rika kini kembali dibuat tercengang dengan perkataan ayahnya.
Tunggu! Apa ayah dan ibunya sudah tahu mengenai masalah rumah tangganya dengan Dharma? Apakah Dharma mengadu kepada orang tuanya tentang pengkhianatan yang telah ia lakukan?
"Yah ..."
"Kenapa, Rik? Kenapa kamu melakukan itu?! Apa kurangnya Dharma untuk kamu dan keluarga ini?! Dharma sangat mencintai kamu, Rika. Kenapa kamu membalasnya dengan sebuah pengkhianatan?! Bahkan Dharma rela menentang neneknya demi bisa bersama kamu!" bentak Marwan.
Rika diam tak bergeming. Rasanya saat ini bibirnya kelu. Perkataan yang dilontarkan ayahnya membuatnya semakin dirundung rasa bersalah kepada Dharma yang telah ia khianati cinta sucinya.
"Apa hebatnya Yuda, Rik? Dia bahkan ada di bawah Dharma! Dia hanya seorang staff biasa di kantor. Sudah jelas lebih hebat Dharma dibandingkan Yuda! Kenapa kamu malah selingkuh dengan Yuda?!" hardik Marwan yang membuat tangisan Rika semakin menggema di ruang keluarga itu.
Marwan tak habis pikir dengan jalan pikir putri bungsunya itu. Masih mending Yuda ada di atas Dharma, ini malah sebaliknya. Sebenarnya apa yang Rika lihat dari Yuda, sih?
Jika soal ketampanan, memang ia akui Yuda sangat tampan dan ketampanannya melebihi Dharma. Namun apa untungnya wajah tampan dibandingkan harta yang melimpah?
"Kamu tahu enggak, perbuatan kamu itu sangat fatal! Selain membuat rumah tangga kamu hancur, perbuatan gila kamu itu akan berdampak sama usaha Ayah. Kamu enggak lupa 'kan apa yang sudah Dharma berikan kepada keluarga kita? Saat usaha Ayah di ujung tanduk Dharma datang membantu kita. Dia memberikan modal besar kepada Ayah, agar usaha keluarga kita enggak jadi bangkrut! Sekarang jika keadaannya seperti ini, bisa-bisa Dharma menuntut balik modal itu pada Ayah!" cecar Marwan.
"Kamu ada mikir ke sana enggak?!" lanjutnya yang semakin membuat Rika terpojokkan.
"Maafin Rika, Ayah," ucap Rika tersendat-sendat karena isak tangisnya.
Marwan mengusap kasar wajahnya, lalu kembali terduduk di sofa. Sedangkan itu Ira--ibu Rika sejak tadi hanya diam. Ira tidak ingin terlibat cek-cok antara suami dan putri bungsunya. Selain itu Ira sudah terlanjur kecewa dengan Rika. Bisa-bisanya putri bungsunya melakukan hal yang dapat mempermalukan keluarganya.
Sementara itu Rani dan putranya sudah tidak ada di sana begitu Marwan melesakan tamparan ke wajah Rika. Rani langsung membawa putranya ke lantai atas karena tidak ingin putranya menyaksikan kemarahan kakeknya.
"Tolong pergi dari sini!"
Rika membelakan matanya. Dengan cepat ia menggelengkan kepalanya. Tidak! Ia sudah diusir oleh Dharma dan sekarang ayahnya akan ikut mengusirnya? Jika ia diusir, ia harus pergi ke mana?
"Ayah ...," lirih Rika.
"Enggak Rika. Ayah kecewa sama kamu dan mau ditaruh di mana muka Ayah dan ibu kalau orang-orang tahu kamu diceraikan saat sedang hamil karena ada main belakang sama laki-laki lain. Dan lagi Ayah enggak mau mengurus anak kamu dengan laki-laki sialan itu! Lebih baik kamu pergi dari sini!" Marwan sudah terlanjur marah dan kecewa kepada Rika hingga ia tega mengusirnya.
Tangisan Rika semakin pecah saat ia kembali diusir oleh keluarganya. Ia sempat melirik ke arah Ira, namun Ira memalingkan wajahnya seolah tidak ingin melihat lagi dirinya.
Rika menghapus air matanya, lalu mengangguk. "Baiklah, Ayah. Rika akan pergi dari sini. Maaf udah bikin Ayah dan Ibu kecewa."
Rika berjalan mendekati Marwan dan Ira, lalu mencium tangan kedua orang tuanya meskipun mereka mengabaikannya. Bagaimana pun mereka adalah orang tuanya, orang yang sudah merawatnya sedari kecil.
"Ayah, Ibu, kalau gitu Rika pamit," ucap Rika.
Rika pun mengambil kembali dua koper besar miliknya dari tangan bi Kiyah. Sebelumnya ia juga sempat berpamitan kepada bi Kiyah yang sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri.
Tanpa disadari oleh seorang pun, sejak tadi Rani menyaksikan kemurkaan sang ayah dari lantai atas. Setelah mengamankan putranya di kamar, ia kembali lagi untuk menyaksikan pertikaian antara ayahnya dan adiknya. Momen yang sangat ia tunggu-tunggu sejak tadi.
Sebuah senyum tampak merekah di bibir Rani. Ia senang sekali ayahnya mencaci-maki adiknya. Dan Rasa senang Rani semakin membuncah saat ayahnya dengan tega mengusir Rika. Tidak ada sedikit pun rasa simpatik kepada Rika meskipun dia adalah adiknya. Menurutnya ini semua pantas didapatkannya setelah apa yang Rika lakukan kepadanya.
Karena pertunjukannya sudah berakhir, Rani pun masuk ke kamar bekas adiknya. Setelah memastikan situasi aman, ia tampak menghubungi seseorang.
"Halo, Lia," ucap Rani begitu panggilan suaranya tersambung.
"Iya, Ran. Ada apa?" jawab Lia di seberang sana.
"Aku punya berita bagus buat kamu," kata Rani.
"Apaan tuh?" balas Lia.
"Kamu pasti bakalan senang dengarnya. Barusan Rika datang ke rumah orang tua aku sambil bawa koper. Katanya dia diusir sama Dharma, soalnya Dharma udah tahu hubungan dia sama Yuda," ucap Rani dengan antusias.
"Beneran, Ran? Awas loh, kalau kamu bohong!" balas Lia yang sedikit kurang yakin dengan perkataan Rani.
"Aku berani sumpah, ini beneran, Lia. Bahkan barusan ayah ngusir Rika dari rumah karena enggak mau nanggung malu," kata Rani.
Setelah itu terdengar gelak tawa bahagia di seberang sana. Seperti kata Rani barusan, ini memang menjadi berita bagus untuk Lia. Akhirnya, setelah beberapa tahun ke belakang ini mencoba memisahkan Dharma dan Rika, hari ini impiannya tersebut terwujud.
"Akhirnya rencana kita berhasil juga, Ran," ucap Lia.
Ya, di balik retaknya rumah tangga Rika dan Dharma tentunya ada campur tangan Rani dan Lia.
"Selamat ya, setelah ini kamu bebas deketin Dharma tanpa embel-embel pelakor," ucap Rani.
"Bisa aja kamu. Eh, tapi kamu enggak masalah nih, rumah tangga Rika hancur? Apa kamu enggak ada rasa iba sedikit pun sama dia? Rika adik kamu loh?" Tiba-tiba pertanyaan itu keluar dari mulut Lia.
Rani terdiam mendengar penuturan Lia. Namun sedetik kemudian sudut bibirnya terangkat ke atas membentuk sebuah lengkungan senyum.
"Enggak. Kalau gitu aku tutup dulu, ya. Soalnya aku ninggalin Kevin sendirian di kamar," jawab Rani.
"Iya."
Setelah itu sambungan telepon terputus. Rani kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya, lalu ia mengambil foto Rika yang diambil saat hari wisudanya.
"Enggak ada sedikit pun rasa kasihan untuk kamu, Rik. Kamu pantas mendapatkan itu semua," gumam Rani.
Dulu Rani dan Rika memiliki hubungan yang baik. Mereka saling menyayangi satu sama lain. Bahkan Rani menjadi sosok pertama yang melindungi Rika dari orang-orang yang berusaha menjahati adiknya. Namun seiringnya waktu bertambah, hubungan Rani dan Rika mulai sedikit merenggang. Itu semua disebabkan oleh ketidak adilannya kasih sayang Marwan dan Ira kepada kedua putrinya. Sangat terlihat jelas jika Marwan dan Ira lebih menyayangi dan menomor satukan Rika dibandingkan Rani. Itu semua membuat rasa cemburu dalam diri Rani bangkit.
Semakin hari rasa cemburu Rani semakin menjadi, bahkan berubah menjadi perasaan benci. Puncaknya setelah Rani mengetahui jika dirinya bukanlah anak kandung Marwan dan Ira. Ternyata Rani adalah putri dari kakak kandung Marwan yang sudah meninggal.
Dan sempat juga terjadi kesalah pahaman, Rani mengira Marwan dan Ira adalah orang di balik meninggalnya orang tua kandungnya, hingga Rani semakin membenci keluarga yang sudah membesarkannya itu.
Dan setelah bertahun-tahun menyimpan rasa dendam di hatinya kepada keluarga angkatnya itu, akhirnya Rani mendapatkan momen untuk menjatuhkan keluarga angkatnya ini, yakin dengan menghancurkan hidup Rika yang menjadi permata Marwan dan Ira selama ini.
"Ini baru permulaan. Aku akan merebut semua yang seharusnya menjadi milikku," batin Rani.
Rika keluar dari rumah orang tuanya dengan langkah gontai. Ia merasa sedih dan putus asa. Setelah ini ia harus pergi ke mana? Ia tak yakin sanak saudaranya ada yang mau menampungnya, apalagi setelah mengetahui aibnya. Begitu pula dengan teman-temannya, ia yakin mereka tidak ingin terseret dengan permasalahan yang sedang terjadi padanya. Jujur Rika sangat menyesal telah bermain api dengan Yuda. Namun sekarang penyesalannya itu tidak ada gunanya. Dharma dan orang tuanya sudah mengusirnya. Mungkin jika dirinya sendiri tidak masalah, tetapi saat ini ia sedang mengandung. Mencari pekerjaan pun sepertinya akan sulit karena pastinya perusahaan tidak akan menerima karyawan yang sedang hamil, terlebih sekarang usia kandungannya sudah memasuki trimester akhir. "Seandainya aku enggak nurutin ego aku, mungkin semuanya akan baik-baik aja. Aku enggak akan berpisah dari mas Dharma," gumam Rika.Rika tampak mengusap perut buncitnya. "Maafin Mama, Nak. Gara-gara Mama, kamu harus kena dampaknya. Pada
Mendengar seseorang memanggilnya Dharma pun sontak membalikan tubuhnya. Begitu pun dengan Lia yang saat ini sedang bersamanya.Dharma membelakan matanya melihat wanita yang tiga hari lalu ditalaknya itu tengah berjalan ke arahnya dengan kilat amarah yang jelas tampak di kedua iris hitamnya. Dalam hati ia bertanya-tanya, mengapa dia ada di sini?"Jadi selama ini dugaan aku benar kalau kamu ada main belakang sama dia!" ucap Rika seraya menunjuk wajah Lia yang berdiri tepat di belakang tubuh tegap Dharma."Kamu jahat, Mas! Kamu maki-maki aku sampai berani ngusir aku karena aku ada main sama mas Yuda, tapi ternyata ..." Rika tidak melanjutkan perkataannya, lalu ia terkekeh kecil."Ternyata kamu sama aja kayak aku, Mas. Munafik!" lanjut Rika disertai seringaian yang mampu membuat wajah Dharma terlihat merah padam."Sejak kapan, Mas?! Atau jangan-jangan udah lama ya, pas satu tahun yang lalu aku enggak sengaja mergokin kalian berdua di rumah makan?" tanya Rika. Dharma tampak mengepalkan ta
Dua puluh dua tahun kemudian,Semua orang yang berada di dalam ruangan itu tampak tercengang mendengar pengakuan seorang pria yang menjadi putra sulung di keluarga itu. "Lo cuman ngeprank kita 'kan, Kak?!" pekik seorang gadis yang masih mengenakan seragam sekolahnya."Apa Kakak kelihatan bercanda?" Pria yang dipanggil kakak itu malah balik bertanya."Kevin!" "Kenapa sih, Pa?" Kevin tampak acuh meskipun suasana di ruangan itu terasa sangat panas."Kamu masih bilang kenapa atas apa yang telah kamu lakukan?!" teriak Roy frustrasi. Bisa-bisanya putranya terlihat santai setelah membuat huru-hara.Saat semua orang menuntut penjelasan atas pengakuan Kevin beberapa saat yang lalu, seorang wanita yang sejak tadi terdiam memilih meninggalkan ruangan itu dengan derai air mata dan juga kekecewaan. Bisa-bisanya suami yang sangat dicintainya itu tega membuat pengakuan yang sungguh membuat hatinya terluka sebagai seorang istri. "Kak Nada mau ke mana?" tanya Kiara yang melihat pergerakan kakak ipa
Tak terima putrinya direndahkan seperti itu oleh Kevin, Dharma dan Lia pergi melabrak Kevin dan keluarganya setelah Nada tertidur, karena jika Nada tahu maka putrinya itu pasti akan melarangnya. Dharma bersumpah akan memberikan pelajaran yang setimpal kepada Kevin, karena menantu tak tahu dirinya itu telah membuat putri semata wayangnya terluka. "Di mana Kevin?!" Sesampainya di kediaman Roy dan Rani, Dharma tanpa basa-basi menanyakan keberadaan laki-laki yang sudah menyakiti putrinya. Ia sudah tak peduli lagi dengan sopan santun bertamu ke rumah orang lain. "Emm ... Den Kevin ada di dalam, Pak. Bapak sama Ibu silakan masuk, biar saya panggilkan den Kevin-nya dulu," jawab Sari--asisten rumah tangga di kediaman Roy dan Rani.Tanpa banyak bicara, Dharma mengikuti instruksi dari Sari. Ia tak sabar ingin segera menghajar Kevin karena sudah berani menduakan putrinya. "Bapak sama Ibu mau minum ap--" Belum sempat Sari menuntaskan perkataannya, Dharma sudah kembali menyela. Apakah Sari tid
"Menyingkirlah dari kakiku dan cepat pergi dari sini sebelum aku berbuat lebih!" teriak Dharma dengan penuh kilat emosi. Pria itu sangat marah, ia tidak menyangka sang istri akan menyakitinya seperti ini. Padahal apa kurangnya ia selama ini? Selama ini ia berusaha semaksimal mungkin menjadi imam yang baik untuk Rika. Bahkan ia rela menentang keinginan sang nenek yang ingin menjodohkannya dengan cucu temannya, karena ia sangat mencintai Rika. Dan sekarang apa balasannya? Ia malah mendapatkan sebuah pengkhianatan yang sama sekali tak pernah bisa dengan mudah ia maafkan."Mas, aku mohon. Jangan ceraikan aku. Aku tahu, aku sudah berbuat salah sama kamu, Mas. Tapi Mas harus dengerin penjelasan a--" Perkataan Rika terputus karena Dharma langsung menyela. "Apa lagi yang akan kamu jelaskan Rika?! Bagi aku semuanya sudah jelas! Kamu berkhianat dariku, Rika! Jadi jangan katakan apa pun untuk membuat pembenaran!" bentak Dharma.Isak tangis Rika semakin menggema di ruang tamu rumah mewah terseb