Rika keluar dari rumah orang tuanya dengan langkah gontai. Ia merasa sedih dan putus asa. Setelah ini ia harus pergi ke mana? Ia tak yakin sanak saudaranya ada yang mau menampungnya, apalagi setelah mengetahui aibnya. Begitu pula dengan teman-temannya, ia yakin mereka tidak ingin terseret dengan permasalahan yang sedang terjadi padanya.
Jujur Rika sangat menyesal telah bermain api dengan Yuda. Namun sekarang penyesalannya itu tidak ada gunanya. Dharma dan orang tuanya sudah mengusirnya. Mungkin jika dirinya sendiri tidak masalah, tetapi saat ini ia sedang mengandung. Mencari pekerjaan pun sepertinya akan sulit karena pastinya perusahaan tidak akan menerima karyawan yang sedang hamil, terlebih sekarang usia kandungannya sudah memasuki trimester akhir.
"Seandainya aku enggak nurutin ego aku, mungkin semuanya akan baik-baik aja. Aku enggak akan berpisah dari mas Dharma," gumam Rika.
Rika tampak mengusap perut buncitnya. "Maafin Mama, Nak. Gara-gara Mama, kamu harus kena dampaknya. Padahal kamu enggak bersalah."
Air mata kembali membasahi pipi Rika. Ia benar-benar merasa berdosa kepada calon anaknya. Ia memikirkan bagaimana nasib anaknya ke depannya? Apakah ia akan mendapat kebencian dari orang-orang? Tidak, Rika tidak akan membiarkan itu terjadi. Sebisa mungkin ia akan melindungi dan membahagiakan anaknya kelak.
"Nak, Mama janji. Walaupun kita hidup berdua, kita pasti akan hidup dengan bahagia," gumam Rika.
Rika mengusap air matanya, lalu kembali menegakkan tubuhnya. Namun sedetik kemudian ia merasakan tubuhnya menegang saat mendapati seorang laki-laki yang menjadi sumber kekacauan dalam hidupnya saat ini berdiri tepat di hadapannya.
"M-mas Yuda ...," lirih Rika.
Yuda tersenyum tipis seraya menatap sendu ke arah Rika, wanita yang sudah ia hancurkan kehidupannya. Perlahan ia melangkahkan tungkainya mendekati wanita hamil itu.
"Maaf," cicit Yuda.
Rika menatap Yuda dengan tajam. Ia ingin sekali memaki laki-laki di hadapannya itu. Gara-gara dia, hidupnya menjadi berantakan. Namun mengingat kembali ini semua bukan murni kesalahan Yuda, Rika pun hanya bisa menahan makian itu hingga rongga dadanya terasa sesak.
"Maafin aku, Rik. Aku memang laki-laki brengsek. Andaikan aja aku enggak kembali lagi ke kehidupan kamu, kamu--" Ucapan Yuda terhenti karena Rika mengabaikan perkataannya. Wanita hamil itu berjalan melewatinya begitu saja, seolah menganggapnya tak kasat mata.
"Rika ...," lirih Yuda.
Rika menulikan pendengarannya. Saat ini ia tidak ingin mendengar kata maaf atau apa pun itu yang keluar dari mulut Yuda.
Langkah Rika kembali terhenti saat tangannya ada yang mencekalnya. Tanpa menoleh ke belakang ia tahu siapa pelakunya.
"Rika, ada apa dengan kamu? Kenapa--" Ucapan Yuda kembali terhenti karena tiba-tiba terdengar isak tangis keluar dari mulut Rika. Cengkeramannya ia kendurkan dan saat itu juga Rika mendudukkan dirinya di pinggir trotoar. Wanita itu menangis sembari menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dan pemandangan itu membuat rongga dadanya semakin sesak. Tidak dulu, tidak sekarang ia sama-sama telah mengecewakan Rika. Benar kata orang-orang, ia memang tidak pantas bersanding dengan Rika.
"Rik--"
"Hidup aku udah hancur, Mas. Mas Dharma udah ceraiin aku dan sekarang orang tua aku juga udah usir aku! Sekarang, ke mana aku harus pergi?! Semuanya udah benci aku!" jerit Rika disertai isak tangis yang terdengar sangat pilu.
Tanpa sadar air mata kini sudah menetes di pipi Yuda. Laki-laki itu ikut hancur melihat wanita yang sangat dicintainya itu hancur. Andaikan saja ia bisa mengulang waktu, ia tidak akan kembali mendekati Rika yang sudah berstatuskan menjadi istri Dharma. Harusnya sejak awal ia sadar diri. Walaupun niat awalnya mendekati Rika karena ingin berteman dan menjalin silaturahmi saja, ternyata hatinya tidak bisa dibohongi. Bahkan ia tamak, menginginkan Rika menjadi miliknya.
Yuda menarik tubuh Rika ke dalam dekapannya seraya merapalkan kata maaf. Kata maaf yang ia ucapkan memang tidak ada artinya karena tidak bisa mengembalikan semuanya yang sudah terjadi.
"Sekarang aku sendiri, Mas. Aku enggak tahu lagi akan pergi ke mana ...," lirih Rika.
Yuda menangkup kedua pipi Rika. Kedua manik hitam itu pun bertemu. Yuda mengusap lembut kedua pipi Rika. Tidak, Rika tidak sendiri, ada ia yang akan selalu menemaninya.
"Kamu enggak sendiri, Rika. Kamu masih ada aku. Aku akan bertanggung jawab sama kehidupan kamu dan bayi ini," ucap Yuda dengan tulus.
Rika terdiam. Ia mencoba mencari celah kebohongan atau keraguan dari manik hitam legam itu. Namun ia tidak menemukannya. Yuda terlihat sangat serius dengan perkataannya. Apakah ia ikut dengan Yuda saja?
"Kamu mau 'kan, memulai kehidupan baru sama aku? Aku janji akan bahagiakan kamu dan calon anak kamu," ucap Yuda.
Rika menggigit bibir bagian bawahnya. Ia ragu. Di satu sisi ia senang karena Yuda tidak ikut membuangnya seperti Dharma dan orang tuanya, laki-laki itu menawarkan kehidupan baru dan berusaha membahagiakannya. Namun di sisi lain ia tidak ingin Yuda terdampak atas permasalahannya ini, karena ia yakin cepat atau lambat orang-orang yang kenal dengannya akan tahu tentang perceraiannya dan menyalahkan Yuda sebagai perusak rumah tangga orang lain.
"Aku enggak maksa kamu buat jawab sekarang, tapi yang terpenting sekarang ayo ikut aku. Ini udah malah, enggak baik angin malam buat ibu hamil kayak kamu. Dan aku tebak kamu pasti lapar 'kan?" ajak Yuda.
Rika tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya. Tanpa ragu ia menerima uluran tangan Yuda. Hanya Yuda yang bisa ia mintai tolong saat ini.
***
Terhitung sudah tiga hari Rika tinggal di rumah sederhana milik Yuda. Laki-laki itu benar menepati janjinya. Yuda memperlakukannya sangat baik, bahkan terhadap bayi yang tengah di kandungnya. Bukan hanya Yuda saja yang baik, ibu dan adik perempuan Yuda juga memperlakukannya dengan sangat baik. Bahkan mereka tidak mempermasalahkan apa yang terjadi padanya dan Yuda, meskipun ia tahu kedua perempuan itu kecewa setelah mengetahui kenyataan ini.
"Mas! Sejak kapan kamu ada di sini?" pekik Rika yang terkejut mendapati Yuda duduk di sampingnya.
"Dari tadi. Makannya jangan ngelamun terus. Ngelamunin apa, sih? Masih kepikiran masalah Dharma sama orang tua kamu?" balas Yuda.
Rika mengangguk, namun sedetik kemudian ia menggelengkan kepalanya. Hal itu membuat helaan napas keluar dari mulut Yuda.
"Maaf--"
"Enggak, Mas. Jangan minta maaf lagi. Nasi udah menjadi bubur. Dan kita berdua sama-sama salah," potong Rika.
Yuda mengangguk, meskipun dalam hatinya ia terus merafalkan kata maaf untuk Rika.
"Oh iya, tadi kata Dena kamu mau soto Betawi, ya?" Yuda mencoba mengalihkan topik pembicaraan agar Rika tidak bersedih lagi.
"Iya, tapi pedagangnya belum buka pas aku sama Dena ke sana," balas Rika.
"Tadi pas aku pulang kerja lapaknya udah buka kok," ucap Yuda.
"Masa?" Rika terlihat antusias.
Yuda menganggukkan kepalanya. "Kamu mau ke sana? Kalau mau ayo, Mas antar."
"Iya, Mas. Dari tadi dedek bayinya mau makan soto Betawi," jawab Rika.
Setelah itu Rika dan Yuda kembali masuk ke dalam rumah, bersiap-siap untuk memenuhi ngidamnya Rika. Dan setelah mereka siap, mereka berdua pun pergi ke lapak soto Betawi langganan Yuda dan adiknya yang letaknya tak terlalu jauh dari kediaman Yuda.
Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk sampai ke tempat jualan soto Betawi Engkong Rojak.
Namun sesampainya di sana, wajah antusias Rika berubah menjadi marah ketika melihat sepasang hawa dan adam yang sangat dikenalinya itu tengah tertawa. Tanpa ba-bi-bu, Rika menghampiri kedua orang itu, meninggalkan Yuda yang kebingungan dengan perubahan sikapnya.
"Mas Dharma!"
Mendengar seseorang memanggilnya Dharma pun sontak membalikan tubuhnya. Begitu pun dengan Lia yang saat ini sedang bersamanya.Dharma membelakan matanya melihat wanita yang tiga hari lalu ditalaknya itu tengah berjalan ke arahnya dengan kilat amarah yang jelas tampak di kedua iris hitamnya. Dalam hati ia bertanya-tanya, mengapa dia ada di sini?"Jadi selama ini dugaan aku benar kalau kamu ada main belakang sama dia!" ucap Rika seraya menunjuk wajah Lia yang berdiri tepat di belakang tubuh tegap Dharma."Kamu jahat, Mas! Kamu maki-maki aku sampai berani ngusir aku karena aku ada main sama mas Yuda, tapi ternyata ..." Rika tidak melanjutkan perkataannya, lalu ia terkekeh kecil."Ternyata kamu sama aja kayak aku, Mas. Munafik!" lanjut Rika disertai seringaian yang mampu membuat wajah Dharma terlihat merah padam."Sejak kapan, Mas?! Atau jangan-jangan udah lama ya, pas satu tahun yang lalu aku enggak sengaja mergokin kalian berdua di rumah makan?" tanya Rika. Dharma tampak mengepalkan ta
Dua puluh dua tahun kemudian,Semua orang yang berada di dalam ruangan itu tampak tercengang mendengar pengakuan seorang pria yang menjadi putra sulung di keluarga itu. "Lo cuman ngeprank kita 'kan, Kak?!" pekik seorang gadis yang masih mengenakan seragam sekolahnya."Apa Kakak kelihatan bercanda?" Pria yang dipanggil kakak itu malah balik bertanya."Kevin!" "Kenapa sih, Pa?" Kevin tampak acuh meskipun suasana di ruangan itu terasa sangat panas."Kamu masih bilang kenapa atas apa yang telah kamu lakukan?!" teriak Roy frustrasi. Bisa-bisanya putranya terlihat santai setelah membuat huru-hara.Saat semua orang menuntut penjelasan atas pengakuan Kevin beberapa saat yang lalu, seorang wanita yang sejak tadi terdiam memilih meninggalkan ruangan itu dengan derai air mata dan juga kekecewaan. Bisa-bisanya suami yang sangat dicintainya itu tega membuat pengakuan yang sungguh membuat hatinya terluka sebagai seorang istri. "Kak Nada mau ke mana?" tanya Kiara yang melihat pergerakan kakak ipa
Tak terima putrinya direndahkan seperti itu oleh Kevin, Dharma dan Lia pergi melabrak Kevin dan keluarganya setelah Nada tertidur, karena jika Nada tahu maka putrinya itu pasti akan melarangnya. Dharma bersumpah akan memberikan pelajaran yang setimpal kepada Kevin, karena menantu tak tahu dirinya itu telah membuat putri semata wayangnya terluka. "Di mana Kevin?!" Sesampainya di kediaman Roy dan Rani, Dharma tanpa basa-basi menanyakan keberadaan laki-laki yang sudah menyakiti putrinya. Ia sudah tak peduli lagi dengan sopan santun bertamu ke rumah orang lain. "Emm ... Den Kevin ada di dalam, Pak. Bapak sama Ibu silakan masuk, biar saya panggilkan den Kevin-nya dulu," jawab Sari--asisten rumah tangga di kediaman Roy dan Rani.Tanpa banyak bicara, Dharma mengikuti instruksi dari Sari. Ia tak sabar ingin segera menghajar Kevin karena sudah berani menduakan putrinya. "Bapak sama Ibu mau minum ap--" Belum sempat Sari menuntaskan perkataannya, Dharma sudah kembali menyela. Apakah Sari tid
"Menyingkirlah dari kakiku dan cepat pergi dari sini sebelum aku berbuat lebih!" teriak Dharma dengan penuh kilat emosi. Pria itu sangat marah, ia tidak menyangka sang istri akan menyakitinya seperti ini. Padahal apa kurangnya ia selama ini? Selama ini ia berusaha semaksimal mungkin menjadi imam yang baik untuk Rika. Bahkan ia rela menentang keinginan sang nenek yang ingin menjodohkannya dengan cucu temannya, karena ia sangat mencintai Rika. Dan sekarang apa balasannya? Ia malah mendapatkan sebuah pengkhianatan yang sama sekali tak pernah bisa dengan mudah ia maafkan."Mas, aku mohon. Jangan ceraikan aku. Aku tahu, aku sudah berbuat salah sama kamu, Mas. Tapi Mas harus dengerin penjelasan a--" Perkataan Rika terputus karena Dharma langsung menyela. "Apa lagi yang akan kamu jelaskan Rika?! Bagi aku semuanya sudah jelas! Kamu berkhianat dariku, Rika! Jadi jangan katakan apa pun untuk membuat pembenaran!" bentak Dharma.Isak tangis Rika semakin menggema di ruang tamu rumah mewah terseb
Bukannya disambut dengan pelukan hangat, Rika justru disambut dengan tamparan sang ayah ke wajahnya hingga membuat rasa panas dan perih di pipi bagian kanannya. Bahkan bukan hanya pipinya saja yang perih, hatinya juga ikut perih. Pasalnya ini pertama kalinya ayahnya bermain fisik kepadanya."Ayah ...," lirih Rika seraya memegangi pipinya yang baru saja ditampar keras oleh sang ayah."Untuk apa kamu ke mari?!" bentak Marwan. Marwan melirik ke arah bi Kiyah yang tengah mematung serta membawa dua buah koper besar yang ia yakini milik putrinya. Lalu Marwan terkekeh. "Oh, kamu ke sini karena diusir sama suami kamu, ya? Itu memang pantas kamu dapatkan setelah apa yang kamu perbuat kepada suamimu itu!" cibir Marwan. Setelah tamparan barusan, Rika kini kembali dibuat tercengang dengan perkataan ayahnya. Tunggu! Apa ayah dan ibunya sudah tahu mengenai masalah rumah tangganya dengan Dharma? Apakah Dharma mengadu kepada orang tuanya tentang pengkhianatan yang telah ia lakukan? "Yah ...""Ke