Tidak lama kemudian, Syakia kembali ke halaman depan rumah. Melihat Adika yang sudah mulai kehilangan kesabaran, Syakia buru-buru menghampirinya dan berkata, “Pangeran Adika, aku sudah siap.”“Ayo berangkat.”Adika langsung bangkit dan berjalan keluar. Syakia juga segera mengikutinya. Sementara itu, Kama dan yang lain hendak mencegah Syakia, tetapi ada prajurit Pasukan Bendera Hitam yang menghalangi mereka. Melihat Syakia benar-benar serius ingin pergi bersama Adika, Kama akhirnya berseru, “Syakia, memangnya kamu nggak merasa bersalah pada Ayah dan kami dengan pergi begitu saja? Kamu nggak takut akan nyesal suatu hari nanti?”Begitu mendengar ucapan itu, Syakia menoleh dan menjawab dengan nada yang sangat dingin, “Aku nggak pernah lakukan hal yang bersalah pada kalian. Aku juga nggak akan nyesal.”Seusai berbicara, Syakia langsung naik ke kereta kuda. Sementara itu, Adika naik ke kudanya yang berada di paling depan. Kemudian, dia memimpin Pasukan Bendera Hitam mengantar Syakia ke Gunu
Setelah meninggalkan ruang baca, ekspresi Damar dan Abista sangat sulit dideskripsikan dengan kata-kata.Abista menghela napas. “Ayah, ini semua salahku. Aku yang nggak didik Syakia dengan baik.”Abista mau tak mau merasa agak menyesal. Setelah teringat Syakia memiliki tekad yang begitu kuat untuk menjadi biksuni, dia merasa itu mungkin karena dirinya memukul Syakia dengan terlalu kuat hari itu. Setelah menerima 50 cambukan, wajar saja Syakia menyimpan kebencian yang mendalam. Hanya saja, dia juga terlalu kekanak-kanakan. Jika merasa sedih, kenapa dia tidak langsung mengutarakannya dan harus membesar-besarkan masalahnya sampai seperti ini?Meskipun Kaisar sudah memberi sedikit petunjuk, Abista sepertinya masih tidak menyadari alasan utama Syakia ingin meninggalkan Keluarga Angkola. Bahkan Damar juga sama saja.Damar melambaikan tangannya. “Ini bukan salahmu. Dulu, kita terlalu memanjakannya. Dia jadi nggak takut apa-apa, makanya baru bisa melakukan hal yang begitu nggak masuk akal.”“
Perjalanan selanjutnya memang sangat berliku. Terutama karena kereta kuda juga melaju dengan kecepatan penuh, Syakia pun hampir terlempar keluar beberapa kali. Untungnya, ini adalah permintaannya sendiri. Jadi, meskipun luka di punggungnya terasa sakit karena tidak berhenti menyenggol kereta kuda, dia juga bertahan dalam diam.Melaju dengan kecepatan penuh memang sangat cepat. Sebelumnya, Syakia dan Danu menghabiskan waktu 2 jam untuk mencapai Kuil Bulani. Kali ini, mereka hanya memerlukan waktu satu jam. Kereta kuda yang bergoyang hebat tiba-tiba berhenti. Kemudian, terdengar suara Adika dari luar yang berkata, “Sudah sampai.”Syakia sudah pusing akibat kereta kuda yang bergoyang hebat. Setelah menenangkan diri untuk sesaat, dia baru membuka tirai dan turun dari kereta dengan terhuyung-huyung.Adika masih menunggangi kuda dan hanya menatap Syakia yang turun dari kereta kuda dengan hati-hati. Sebelah tangannya masih memegang cambuk dan dia juga tidak berencana untuk memapah Syakia. Di
Pada saat ini, Syakia merasa seperti mendengar suara benang terputus dalam hatinya. Seolah-olah semua ikatan yang membelenggu tubuhnya sudah sirna, dia akhirnya terlepas dari tempat yang membuatnya menderita selama 2 kehidupan. Setetes air mata mengalir dari sudut matanya.Adika pun menatap Syakia dengan terkejut. Bahkan sampai bertahun-tahun kemudian, dia juga tidak dapat melupakan sosok Syakia saat ini.Adika sudah melihat pembunuhan dan kematian yang tidak terhitung jumlahnya di medan perang. Setiap kali, perasaannya terasa berbeda-beda. Namun, semua itu juga tidak dapat dibandingkan dengan keterkejutannya saat ini.Sepasang mata Adika yang terlihat keruh karena menyaksikan terlalu banyak pembunuhan akhirnya memantulkan cahaya emas dan seorang gadis. Cahaya emas itu seolah-olah sudah memberinya penebusan, sedangkan gadis dalam pantulan matanya terlihat seperti telah terlahir kembali....Syakia mengantar Adika ke sekitar gerbang kuil. Namun, dia tidak berjalan terlalu dekat ke gerba
Syakia diam-diam menegur dirinya sendiri. Saat ini, dia sudah menjadi biksuni. Dia tidak boleh memiliki pemikiran-pemikiran yang berlebihan. Setelah berpikir begitu, pikiran Syakia pun kembali tenang. “Kalau begitu, repotin Pangeran Adika, ya. Aku masih harus menyusun barang-barang bawaanku. Hati-hati di jalan, Pangeran Adika.”Syakia tersenyum tipis pada Adika, lalu langsung berbalik dan berjalan masuk ke kuil. Setelah sosoknya yang kurus menghilang, Adika baru berbalik dan meninggalkan Kuil Bulani.Ketika Adika keluar, Abista masih menunggu di luar. Begitu melihat Adika, Abista langsung menghampirinya dan bertanya dengan cemas, “Pangeran Adika, di mana Syakia? Syakia nggak ikut keluar bersamamu?”Pasukan Bendera Hitam menghentikan Abista beberapa langkah jauhnya dari Adika.Adika hanya meliriknya sekilas. “Dia tentu saja nggak ikut keluar. Dia sudah jadi biksuni Kuil Bulani.”Ekspresi Abista langsung berubah. “Apa? Tapi, Yang Mulia Kaisar sudah kasih kesempatan pada Syakia. Asalkan
Semua orang menyetujui pendapat Ayu.“Ayah, yang dikatakan Ayu benar. Kita semua nggak bisa masuk ke Kuil Bulani. Kalau Ayu yang pergi, biksuni-biksuni di sana nggak punya alasan untuk mencegahnya masuk.”Damar mengangguk. “Memang Ayu yang paling pengertian. Kalau begitu, aku serahkan masalah ini padamu.”Ayu langsung menyahut dengan yakin, “Ayah tenang saja. Ayu pasti akan bawa Kak Syakia pulang!”Kama tersenyum dan berkata, “Kalau Ayu yang turun tangan, masalahnya pasti bisa diselesaikan!”“Benar! Ayu begitu baik dan imut. Para biksuni di sana pasti suka banget sama Ayu! Kalau mereka juga bantuin Ayu bujuk Syakia, mungkin saja Syakia benar-benar akan pulang.”Ayu hanya mencibir dalam hati. Dia tidak ingin disukai oleh sekelompok biksuni. Dia merasa itu bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan. Namun, dia tetap mempertahankan senyuman yang polos dan tak berdosa. Sesekali, dia juga akan terlihat malu karena dipuji. Tampangnya benar-benar tidak dapat menunjukkan pemikiran aslinya.Tepat p
Tepat pada saat ini ....“Gawat! Gawat!” Ada seorang pelayan yang berlari keluar dengan terburu-buru dan berseru dengan panik, “Tuan Kama, Tuan Kahar, ni ... nisan Nyonya hilang!”Ekspresi Kama dan Kahar langsung berubah pada waktu yang sama.“Apa? Apa saja kerjaan kalian! Kalian bahkan nggak tahu ada nisan yang hilang dari aula leluhur?”“Siapa yang mungkin ambil nisan Ibu?” tanya Kahar dengan bingung.Kamar tiba-tiba teringat sesuatu. Kemudian, kakak beradik itu saling memandang dan berseru marah, “Jangan-jangan ... Syakia?”“Beraninya dia bawa pergi nisan Ibu! Dia benar-benar seorang pencuri! Atas dasar apa dia bawa pergi nisan Ibu!” seru Kama dengan murka.Ekspresi Kahar juga sangat suram. Dia makin merasa adiknya itu benar-benar tidak masuk akal! Tanpa persetujuan Damar, Syakia pergi menjadi biksuni. Tindakannya itu sangat merusak reputasi Keluarga Angkola. Sekarang, dia malah mencuri nisan ibu mereka.“Bajingan! Pantas saja aku merasa ada yang disembunyikannya kemarin! Tahu begi
Ayu langsung mengenali suara itu. Siapa lagi itu jika bukan kakaknya yang baik? Dia pun tersenyum sinis dan berkata dengan ekspresi tidak sudi dari balik pintu, “Kakak kan sudah tahu aku datang, kenapa Kakak nggak berani keluar? Apa Kakak merasa bersalah pada kami?”Orang yang berbicara itu memang adalah Syakia. Dia pada dasarnya memang hanya kebetulan melewati tempat ini. Dia bahkan sedang menjinjing seember air.Setelah resmi menjadi biksuni kemarin, Syakia dengan cepat menyesuaikan diri dengan kehidupan di Kuil Bulani. Dia akan berdoa setiap pagi dan malam, juga melakukan pekerjaan sampingan lain seperti menyapu kuil dan sebagainya.Bagaimanapun juga, Syakia memiliki pengalaman hidup di jalan pada kehidupan sebelumnya. Sekarang, dia merasa bersyukur karena memiliki tempat tinggal, juga dapat makan dan minum. Selain itu, Syakia diberikan tempat tinggal pribadi yang kecil dan sederhana, tetapi bersih dan juga memiliki sebidang tanah kecil yang bisa dipakai untuk bercocok tanam.Hari
Sebagai putri Adipati Pelindung Kerajaan, Syakia tentu saja mengetahui tentang krim pelembap Yui. Dia bukan hanya tahu, juga sering menggunakannya dulu. Bagaimanapun juga, setelah ibunya meninggal, satu-satunya perempuan yang tersisa di Kediaman Keluarga Angkola hanyalah Syakia. Jadi, setiap menerima krim pelembap Yui sebagai hadiah, Damar akan langsung memberikannya kepada Syakia.Namun, setelah Ayu datang ke Kediaman Keluarga Angkola, semua krim pelembap Yui yang ada di kamar Syakia pun diberikan kepada Ayu hanya karena sepatah kata “suka” dari mulutnya. Pada saat itu, Syakia yang masih tidak mengerti apa-apa pernah pergi mencari Damar dan bertanya kenapa semua krim pelembap Yui diberikan kepada Ayu, sedangkan dia tidak lagi mendapatkan sebotol pun. Apa yang dijawab “ayah baiknya” waktu itu?Syakia berpikir sejenak. Oh iya, pada saat itu, Damar menjawab dengan tidak senang, “Karena dia itu adikmu. Dia sudah hidup menderita di luar dari kecil. Sebagai kakak, memangnya kamu nggak bis
Setelah merasa yakin bahwa Syakia yang mencuri krim pelembap Yui, Ike lanjut memaki, “Percuma saja Yang Mulia Kaisar menobatinya jadi Putri Suci! Ngomongnya saja dia pergi jadi biksuni, tapi dia malah belajar mencuri! Dia benar-benar memalukan!”“Yang dikatakan Kakak benar. Orang memalukan sepertinya memang nggak layak pakai marga Angkola! Dia memang harus dilarang melakukan segala sesuatu pakai nama Keluarga Angkola. Kalau nggak, dia pasti akan menghancurkan reputasi seluruh Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan!”“Ibu, bukan Syakia ....” Panji tidak menyangka Ike akan mencurigai Syakia tanpa ragu. Dia pun bersuara dan merasa sudah seharusnya dia membantu Syakia mengklarifikasi semuanya. Namun, jika Panji mengklarifikasinya, bukannya dia harus memberi tahu ibunya bahwa dia sudah memberikan ketiga botol krim itu kepada Ayu? Bagaimana jika ibunya mengira Ayu yang menghasutnya? Bukankah ibunya akan memaki Ayu sebagaimana dia memaki Syakia sekarang? Mungkin saja, ibunya akan memiliki pra
Hanya keluarga kerajaan yang dapat menggunakan krim pelembap Yui. Sebotol kecil krim itu bernilai ribuan tael. Pejabat atau rakyat biasa tidak mungkin mampu menggunakannya. Hanya setelah mendapat hadiah dari permaisuri atau para selir istana, istri dan putri pejabat baru dapat memilikinya.Berkat kakak dan suaminya, Ike baru dipanggil masuk ke istana sesekali untuk menemani Janda Permaisuri mengobrol. Oleh karena itu, dia tentu saja pernah menerima lumayan banyak krim pelembap Yui sebagai hadiah.Terakhir kali Ike dipanggil ke istana, Janda Permaisuri juga memberinya 3 botol krim pelembap Yui. Dia tidak tega menggunakannya, makanya dia baru menyimpannya di gudang. Namun, dia tidak menyangka bahwa baru saja dia menyimpan ketiga botol krim itu ke gudang di pagi hari, putranya sudah mengambil krim itu dan memberikannya kepada Ayu pada sore harinya.Panji juga tahu seberapa berharga ketiga botol krim itu bagi ibunya. Namun, dia juga tidak berdaya. Siapa suruh dia salah bicara ketika pergi
“Teriak apa kamu? Mana ada hantu?” Panji menggaruk wajah dan lehernya sambil mengenakan pakaian luar. Dia juga menegur dayang itu dengan kesal.“Tuan, wajahmu ... wajahmu kenapa?” Setelah mendengar suara Panji, dayang itu baru menyadari bahwa yang ada di hadapannya bukanlah hantu, melainkan Panji. Dia sontak merasa makin terkejut dan panik.“Wajahku?” Panji yang masih belum menyadari apa-apa pun mengernyit. Dayang itu pun membawakan cermin tembaga ke hadapan Panji. Setelah melihat wajahnya yang berlumuran darah, Panji baru merasa tercengang. Wajahnya juga seketika menjadi pucat.“Ada apa ini? Kenapa wajahku begini?”Wajah yang awalnya tampan itu dilumuri darah, juga sangat bengkak. Bukan hanya wajah, bahkan leher, tangan, kaki, dan seluruh tubuh Panji juga terlihat merah dan bengkak. Setelah melihat dengan saksama, dia baru menyadari bahwa bagian-bagian yang berdarah itu adalah bagian yang digaruknya dengan kuat.Panji seketika merasa panik. “Kenapa masih bengong! Cepat suruh tabib d
“Makanya! Pangeran, cepat turun! Cepat duduk di dalam kereta kuda dan mengobrol bersama Putri Suci! Dengan begitu, hubungan kalian baru bisa makin dekat!”Adika yang kudanya direbut oleh kedua bawahannya pun merasa kebingungan. “Omong kosong apa yang lagi kalian bicarakan?” Adika bertanya dengan kening berkerut, “Sahana duduk di dalam kereta kuda bersama gurunya. Buat apa aku ikut meramaikan suasana?”Aduh! Gading dan rekannya sudah melupakan hal ini. Mereka seharusnya menyiapkan tambahan kereta kuda supaya Shanti bisa duduk sendiri, sedangkan Adika dan Syakia bisa duduk bersama.Pemikiran Gading dan rekannya memang lumayan bagus. Namun, mereka tidak pernah memikirkan kemungkinan bahwa meskipun mereka menyiapkan tambahan kereta kuda, Syakia juga tidak mungkin duduk di kereta kuda yang sama dengan Adika. Bagaimanapun juga, meskipun Syakia dan Adika tidak berniat untuk melakukan apa-apa, orang lain tidak akan berpikiran sama. Jadi, mereka pasti harus menghindari rumor sebisa mungkin. S
“Putri Suci, aku yang terlalu memanjakannya sehingga dia jadi begitu keras kepala dan kekanak-kanakan. Harap Putri Suci memaafkannya. Kelak, aku pasti akan mendidiknya dengan tegas supaya dia nggak timbulkan masalah untuk Putri Suci lagi,” ujar Joko dengan nada yang serius dan mengandung sedikit rasa bersalah.Joko sepertinya tahu jelas seberapa keterlaluan sikap istri dan putranya terhadap Syakia.Melihat sikap tulus Joko, Syakia juga tidak mengatakan apa-apa lagi meskipun dia sangat membenci Panji. Bagaimanapun juga, Joko adalah orang yang memperlakukannya dengan paling baik di seluruh Kediaman Pangeran Darsuki. Padahal, Joko adalah orang yang terlihat sulit didekati. Namun, dia sebenarnya sangat baik dan hangat.“Pangeran Joko, berdirilah. Kesalahan orang lain nggak ada hubungannya denganmu. Aku nggak pernah salahkan Pangeran. Jadi, Pangeran nggak perlu menyalahkan diri. Mengenai Panji ....”Syakia melirik Panji yang masih terlihat terhina dan marah, lalu lanjut berkata dengan acuh
Syakia menatap Kama yang berlutut di hadapannya dengan mata sedikit bergetar. Kemudian, dia segera mengalihkan pandangannya.Orang lainnya menatap Kama dengan terkejut. Kahar bahkan menatapnya dengan ekspresi tidak mengerti. “Kak Kama?”“Kahar, kamu masih ingat apa yang Ayah suruh kita sampaikan?” Kama masih berlutut dengan sebelah kaki dan lanjut berujar tanpa menoleh, “Dari tadi, kalian nggak berhenti bilang bahwa Syakia nggak boleh bertindak pakai nama Keluarga Angkola. Kalian juga melarangnya pakai marga Angkola. Sekarang, dia berdiri di hadapan kita dengan status Putri Suci. Jadi, bukannya kita yang seharusnya mengenali posisi kita?”Ucapan Kama langsung membuat Kahar dan Ayu terdiam. Mereka sama sekali tidak bisa membantah. Setelah terdiam sesaat, Kahar akhirnya berbalik secara perlahan dan berlutut menghadap Syakia. “Hormat ... Putri Suci.”Berbeda dengan ekspresi penuh tekad Kama, tatapan Kahar saat berbicara terlihat dingin.“Kenapa? Kalian bertiga nggak mau akui statusnya s
Seusai berbicara, Panji baru tersadar bahwa ucapannya agak keterlaluan. Dia pun menatap ke arah Syakia secara refleks, seolah-olah mengira ucapannya telah melukai Syakia. Namun, Syakia tidak menunjukkan ekspresi apa pun.“Orang dari Kediaman Pangeran Darsuki memang hebat sekali!” sindir Shanti dengan ekspresi dingin.Kama merasa sangat marah hingga menggertakkan gigi. Sementara itu, Ayu terlihat sangat bangga. Dia melirik Syakia, lalu melirik Panji dan bergumam dalam hati, ‘Si bodoh ini akhirnya tahu harus pilih siapa.’Kahar yang berdiri di samping hanya mengejek, “Salah siapa dia begitu nggak disukai orang lain?”“Kahar, diam kamu!” ujar Kama sambil memelototi Kahar.Kahar bukannya diam, malah balik bertanya, “Memangnya yang kubilang salah? Namanya dihapus dari daftar silsilah keluarga, marganya dicabut, pernikahannya dibatalkan, dirinya dihina orang-orang .... Memangnya ini semua bukan akibat dari perbuatan jahatnya dulu?”“Aku suruh kamu diam!” seru Kama dengan penuh amarah. Kali i
Hala yang bersembunyi di kegelapan pun tidak bisa berkata-kata. Dia tidak mungkin menunjukkan diri. Bagaimanapun juga, dia tahu dia tidak boleh mengacaukan urusan majikannya di situasi seperti ini. Jadi, dia tetap tidak menunjukkan diri setelah Syakia berteriak untuk sesaat.“Tuan Panji, sudah lihat, ‘kan? Aku benar-benar nggak kenal sama orang yang namanya Hala.”Syakia menggeleng dan menunjukkan ekspresi yang sangat serius. Shanti yang menyaksikan semua ini dari samping pun mau tak mau memalingkan wajah karena khawatir dirinya tidak dapat menahan tawa.Panji berseru marah, “Kamu kira kamu bisa menipuku! Aku sudah dihajar Hala sampai sekujur tubuhku penuh luka dan kakiku juga nyaris patah. Sekarang, kamu malah bilang kamu nggak kenal sama dia? Siapa yang bisa kamu tipu!”“Sekujur tubuhmu penuh luka? Mana?” Syakia mengangkat alisnya dan bertanya, “Memangnya ada luka di tubuh Tuan Panji?”Panji segera menjawab, “Coba lihat wajahku ini! Nih, tanganku juga .... Eh? Mana lukaku?”Setelah m