Share

Bab 34

Author: Emilia Sebastian
Tidak lama kemudian, Syakia kembali ke halaman depan rumah. Melihat Adika yang sudah mulai kehilangan kesabaran, Syakia buru-buru menghampirinya dan berkata, “Pangeran Adika, aku sudah siap.”

“Ayo berangkat.”

Adika langsung bangkit dan berjalan keluar. Syakia juga segera mengikutinya. Sementara itu, Kama dan yang lain hendak mencegah Syakia, tetapi ada prajurit Pasukan Bendera Hitam yang menghalangi mereka.

Melihat Syakia benar-benar serius ingin pergi bersama Adika, Kama akhirnya berseru, “Syakia, memangnya kamu nggak merasa bersalah pada Ayah dan kami dengan pergi begitu saja? Kamu nggak takut akan nyesal suatu hari nanti?”

Begitu mendengar ucapan itu, Syakia menoleh dan menjawab dengan nada yang sangat dingin, “Aku nggak pernah lakukan hal yang bersalah pada kalian. Aku juga nggak akan nyesal.”

Seusai berbicara, Syakia langsung naik ke kereta kuda. Sementara itu, Adika naik ke kudanya yang berada di paling depan. Kemudian, dia memimpin Pasukan Bendera Hitam mengantar Syakia ke Gunu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 35

    Setelah meninggalkan ruang baca, ekspresi Damar dan Abista sangat sulit dideskripsikan dengan kata-kata.Abista menghela napas. “Ayah, ini semua salahku. Aku yang nggak didik Syakia dengan baik.”Abista mau tak mau merasa agak menyesal. Setelah teringat Syakia memiliki tekad yang begitu kuat untuk menjadi biksuni, dia merasa itu mungkin karena dirinya memukul Syakia dengan terlalu kuat hari itu. Setelah menerima 50 cambukan, wajar saja Syakia menyimpan kebencian yang mendalam. Hanya saja, dia juga terlalu kekanak-kanakan. Jika merasa sedih, kenapa dia tidak langsung mengutarakannya dan harus membesar-besarkan masalahnya sampai seperti ini?Meskipun Kaisar sudah memberi sedikit petunjuk, Abista sepertinya masih tidak menyadari alasan utama Syakia ingin meninggalkan Keluarga Angkola. Bahkan Damar juga sama saja.Damar melambaikan tangannya. “Ini bukan salahmu. Dulu, kita terlalu memanjakannya. Dia jadi nggak takut apa-apa, makanya baru bisa melakukan hal yang begitu nggak masuk akal.”“

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 36

    Perjalanan selanjutnya memang sangat berliku. Terutama karena kereta kuda juga melaju dengan kecepatan penuh, Syakia pun hampir terlempar keluar beberapa kali. Untungnya, ini adalah permintaannya sendiri. Jadi, meskipun luka di punggungnya terasa sakit karena tidak berhenti menyenggol kereta kuda, dia juga bertahan dalam diam.Melaju dengan kecepatan penuh memang sangat cepat. Sebelumnya, Syakia dan Danu menghabiskan waktu 2 jam untuk mencapai Kuil Bulani. Kali ini, mereka hanya memerlukan waktu satu jam. Kereta kuda yang bergoyang hebat tiba-tiba berhenti. Kemudian, terdengar suara Adika dari luar yang berkata, “Sudah sampai.”Syakia sudah pusing akibat kereta kuda yang bergoyang hebat. Setelah menenangkan diri untuk sesaat, dia baru membuka tirai dan turun dari kereta dengan terhuyung-huyung.Adika masih menunggangi kuda dan hanya menatap Syakia yang turun dari kereta kuda dengan hati-hati. Sebelah tangannya masih memegang cambuk dan dia juga tidak berencana untuk memapah Syakia. Di

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 37

    Pada saat ini, Syakia merasa seperti mendengar suara benang terputus dalam hatinya. Seolah-olah semua ikatan yang membelenggu tubuhnya sudah sirna, dia akhirnya terlepas dari tempat yang membuatnya menderita selama 2 kehidupan. Setetes air mata mengalir dari sudut matanya.Adika pun menatap Syakia dengan terkejut. Bahkan sampai bertahun-tahun kemudian, dia juga tidak dapat melupakan sosok Syakia saat ini.Adika sudah melihat pembunuhan dan kematian yang tidak terhitung jumlahnya di medan perang. Setiap kali, perasaannya terasa berbeda-beda. Namun, semua itu juga tidak dapat dibandingkan dengan keterkejutannya saat ini.Sepasang mata Adika yang terlihat keruh karena menyaksikan terlalu banyak pembunuhan akhirnya memantulkan cahaya emas dan seorang gadis. Cahaya emas itu seolah-olah sudah memberinya penebusan, sedangkan gadis dalam pantulan matanya terlihat seperti telah terlahir kembali....Syakia mengantar Adika ke sekitar gerbang kuil. Namun, dia tidak berjalan terlalu dekat ke gerba

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 38

    Syakia diam-diam menegur dirinya sendiri. Saat ini, dia sudah menjadi biksuni. Dia tidak boleh memiliki pemikiran-pemikiran yang berlebihan. Setelah berpikir begitu, pikiran Syakia pun kembali tenang. “Kalau begitu, repotin Pangeran Adika, ya. Aku masih harus menyusun barang-barang bawaanku. Hati-hati di jalan, Pangeran Adika.”Syakia tersenyum tipis pada Adika, lalu langsung berbalik dan berjalan masuk ke kuil. Setelah sosoknya yang kurus menghilang, Adika baru berbalik dan meninggalkan Kuil Bulani.Ketika Adika keluar, Abista masih menunggu di luar. Begitu melihat Adika, Abista langsung menghampirinya dan bertanya dengan cemas, “Pangeran Adika, di mana Syakia? Syakia nggak ikut keluar bersamamu?”Pasukan Bendera Hitam menghentikan Abista beberapa langkah jauhnya dari Adika.Adika hanya meliriknya sekilas. “Dia tentu saja nggak ikut keluar. Dia sudah jadi biksuni Kuil Bulani.”Ekspresi Abista langsung berubah. “Apa? Tapi, Yang Mulia Kaisar sudah kasih kesempatan pada Syakia. Asalkan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 39

    Semua orang menyetujui pendapat Ayu.“Ayah, yang dikatakan Ayu benar. Kita semua nggak bisa masuk ke Kuil Bulani. Kalau Ayu yang pergi, biksuni-biksuni di sana nggak punya alasan untuk mencegahnya masuk.”Damar mengangguk. “Memang Ayu yang paling pengertian. Kalau begitu, aku serahkan masalah ini padamu.”Ayu langsung menyahut dengan yakin, “Ayah tenang saja. Ayu pasti akan bawa Kak Syakia pulang!”Kama tersenyum dan berkata, “Kalau Ayu yang turun tangan, masalahnya pasti bisa diselesaikan!”“Benar! Ayu begitu baik dan imut. Para biksuni di sana pasti suka banget sama Ayu! Kalau mereka juga bantuin Ayu bujuk Syakia, mungkin saja Syakia benar-benar akan pulang.”Ayu hanya mencibir dalam hati. Dia tidak ingin disukai oleh sekelompok biksuni. Dia merasa itu bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan. Namun, dia tetap mempertahankan senyuman yang polos dan tak berdosa. Sesekali, dia juga akan terlihat malu karena dipuji. Tampangnya benar-benar tidak dapat menunjukkan pemikiran aslinya.Tepat p

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 40

    Tepat pada saat ini ....“Gawat! Gawat!” Ada seorang pelayan yang berlari keluar dengan terburu-buru dan berseru dengan panik, “Tuan Kama, Tuan Kahar, ni ... nisan Nyonya hilang!”Ekspresi Kama dan Kahar langsung berubah pada waktu yang sama.“Apa? Apa saja kerjaan kalian! Kalian bahkan nggak tahu ada nisan yang hilang dari aula leluhur?”“Siapa yang mungkin ambil nisan Ibu?” tanya Kahar dengan bingung.Kamar tiba-tiba teringat sesuatu. Kemudian, kakak beradik itu saling memandang dan berseru marah, “Jangan-jangan ... Syakia?”“Beraninya dia bawa pergi nisan Ibu! Dia benar-benar seorang pencuri! Atas dasar apa dia bawa pergi nisan Ibu!” seru Kama dengan murka.Ekspresi Kahar juga sangat suram. Dia makin merasa adiknya itu benar-benar tidak masuk akal! Tanpa persetujuan Damar, Syakia pergi menjadi biksuni. Tindakannya itu sangat merusak reputasi Keluarga Angkola. Sekarang, dia malah mencuri nisan ibu mereka.“Bajingan! Pantas saja aku merasa ada yang disembunyikannya kemarin! Tahu begi

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 41

    Ayu langsung mengenali suara itu. Siapa lagi itu jika bukan kakaknya yang baik? Dia pun tersenyum sinis dan berkata dengan ekspresi tidak sudi dari balik pintu, “Kakak kan sudah tahu aku datang, kenapa Kakak nggak berani keluar? Apa Kakak merasa bersalah pada kami?”Orang yang berbicara itu memang adalah Syakia. Dia pada dasarnya memang hanya kebetulan melewati tempat ini. Dia bahkan sedang menjinjing seember air.Setelah resmi menjadi biksuni kemarin, Syakia dengan cepat menyesuaikan diri dengan kehidupan di Kuil Bulani. Dia akan berdoa setiap pagi dan malam, juga melakukan pekerjaan sampingan lain seperti menyapu kuil dan sebagainya.Bagaimanapun juga, Syakia memiliki pengalaman hidup di jalan pada kehidupan sebelumnya. Sekarang, dia merasa bersyukur karena memiliki tempat tinggal, juga dapat makan dan minum. Selain itu, Syakia diberikan tempat tinggal pribadi yang kecil dan sederhana, tetapi bersih dan juga memiliki sebidang tanah kecil yang bisa dipakai untuk bercocok tanam.Hari

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 42

    Ayu mau tak mau pergi ke Kuil Bulani lagi beberapa kali. Setiap hari, dia harus naik kereta kuda untuk pulang pergi dari ibu kota ke Gunung Selatan. Namun, selain tidak bertemu dengan Syakia sekali pun, dia bahkan dilarang masuk ke kuil.Awalnya, Ayu ingin berbaur dengan orang lain yang datang untuk bersembahyang. Tak disangka, orang yang datang bersembahyang di Kuil Bulani sangatlah sedikit. Setelah gerbang utama ditutup beberapa hari, orang yang datang juga berkurang banyak. Meskipun ada yang datang, orang-orang itu juga langsung pergi begitu melihat gerbang yang tertutup rapat.Mereka semua sepertinya sudah terbiasa dengan keadaan kuil yang jam operasionalnya tidak menentu. Jadi, tidak ada seorang pun yang berkomentar.Setelah menunggu beberapa hari, Ayu akhirnya tidak tahan lagi. Dia pun menyogok seorang wanita dari desa kaki gunung dan menyuruhnya untuk bertanya seberapa lama Kuil Bulani akan ditutup. Tak disangka, jawaban yang didapatkannya adalah, putri suci perlu mendoakan kera

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 236

    “Aku nggak peduli kalian itu bawahan siapa, juga nggak peduli untuk apa kalian datang kemari. Sejak kalian menginjakkan kaki ke Kuil Bulani malam ini, kalian sudah ditakdirkan untuk mati.”Adika menancapkan pedangnya di lantai depannya, lalu melirik para pengawal rahasia yang ditahan di atas lantai. Seluruh tubuh mereka telah digeledah. Bahkan racun yang tersimpan di gigi mereka juga dicabut satu per satu. Saat ini, mereka bagaikan ikan yang berada di atas talenan.Adika menatap mereka dengan dingin. Setelah menunggu sesaat, pengawal rahasia yang terakhir akhirnya dibawa keluar.“Bruk!”Hala yang tubuhnya terluka oleh satu sayatan pedang berjalan keluar dengan pelan sambil menyeret seseorang yang berlumuran darah. Kemudian, dia melempar orang itu di hadapan semua pengawal rahasia.Para pengawal rahasia Keluarga Angkola tentu saja mengenal orang itu. Dia adalah Sando, pengawal rahasia kepercayaan Damar. Sekarang, dia sudah sepenuhnya lumpuh.“Bagus, semua orangnya sudah berkumpul.”Adik

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 235

    Saat ini, Adika sangat marah. Setelah mengawal Syakia pergi ke Kalika, dia baru tahu seberapa banyak bahaya yang ada di sisi gadis ini. Jadi, begitu mendengar Kaisar mengatakan ada orang yang ingin membunuh Syakia hari ini, dia langsung teringat pada orang-orang dari Kalika itu.Terutama orang bernama Kingston. Adika tahu bahwa orang itu pasti akan datang lagi. Oleh karena itu, dia baru begitu mengkhawatirkan keselamatan Syakia.“Aku nggak bohong!” Syakia buru-buru menjelaskan, “Aku cuma nggak mau repotin kamu ....”“Kamu rasa ini adalah kerepotan bagiku?”Kali ini, Adika merasa makin marah. Dia menunduk, lalu menatap Syakia lekat-lekat dengan matanya yang berapi-api. Wajahnya yang tampan itu menunjukkan ekspresi yang luar biasa serius.Adika menekankan kata-katanya. “Sahana, dengar baik-baik. Bagiku, urusanmu nggak pernah merepotkanku.”Hati Syakia seketika bergetar. Dia menatap Adika yang berjarak sangat dekat dengannya dengan terkejut. Pada momen ini, dia seperti sudah memahami sesu

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 234

    “Pembunuh?” Kaisar bertanya dengan bingung, “Kenapa bisa ada pembunuh yang pergi ke Kuil Bulani untuk membunuhmu? Siapa yang mengutus mereka?”Syakia menunduk dan menjawab, “Aku nggak berani bilang.”“Nggak berani bilang?”Kaisar mengangkat alisnya. Dia sudah bisa menebak siapa orang yang mengutus para pembunuh itu dari jawaban Syakia. Di seluruh ibu kota, ada siapa saja yang tidak berani dituduh putri sucinya itu?Kaisar langsung tertawa. Setelah upacara permohonan hujan yang dilakukan di Kalika, baik itu kebetulan atau bukan, hujan deras telah turun di Kalika yang sudah mengalami kekeringan selama 3 bulan. Sekarang, Syakia telah menjadi Putri Suci Pembawa Berkah yang sebenarnya di hati rakyat jelata. Bukan hanya reputasi Syakia yang meningkat, bahkan Kaisar yang mengangkat Syakia menjadi putri suci juga dipuji oleh rakyat jelata. Hal ini telah mengokohkan posisi Kaisar yang masih muda ini sehingga tidak ada yang dapat melawannya. Oleh karena itu, kepercayaan para pejabat dan menter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 233

    Orang yang diutus Damar berjumlah sekitar 5 orang. Tak disangka, mereka masih tidak mampu mengalahkan satu orang. Namun, dia makin yakin bahwa Ayu memang diculik oleh Syakia. Bagaimanapun juga, pertahanan Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan juga tidak sederhana. Dengan tempat yang terlindung begitu ketat, penculik itu dapat masuk ke kamar Ayu dan membawanya pergi tanpa diketahui siapa pun. Orang dengan kemampuan yang biasa-biasa saja tidak mungkin mampu melakukannya.“Utus lagi sekelompok orang untuk pergi ke Kuil Bulani. Pokoknya, Ayu harus ditemukan!” perintah Damar setelah terdiam sejenak.“Baik!”Pada malam kedua, ada lagi sekelompok pengawal rahasia yang datang ke Kuil Bulani. Kali ini, kelompok itu berjumlah 10 orang.Damar awalnya mengira misinya kali ini pasti berhasil. Tak disangka, 10 pengawal rahasia itu lagi-lagi gagal. Setelah mendapat kabar ini keesokan harinya, ekspresi Damar terlihat sangat menakutkan.“Bagaimana dia bisa melakukannya!”Meskipun pengawal rahasia Syakia

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 232

    Dalam sekejap, ekspresi Kahar dan Ranjana langsung menjadi sangat suram. “Coba saja kalau dia berani!”“Syakia nggak mungkin berbuat begitu!”Berbeda dengan Kahar yang langsung menyerukan amarahnya, Abista percaya pada Syakia. Dia sontak murka dan membela Syakia.“Syakia memang pernah bersikap keras kepala, juga berbuat salah. Tapi, dia nggak pernah berinisiatif cari masalah, apalagi melakukan hal yang begitu keterlaluan! Ayah, aku tahu kamu lebih sayang sama Ayu. Tapi, memangnya Syakia itu bukan putri kandungmu? Waktu kamu ucapkan kata-kata itu, kamu nggak merasa itu sangat nggak adil bagi Syakia?”“Aku cuma menilai masalah berdasarkan fakta, juga cuma bilang mungkin, nggak bilang pasti,” jawab Damar dengan nada acuh tak acuh sambil menyesap tehnya yang sudah dingin.Abista terlihat sangat tidak percaya. “Menilai masalah berdasarkan fakta? Apa curiga sama putri kandung sendiri termasuk menilai masalah berdasarkan fakta? Ayah, Syakia itu bukan penjahat!”Sampai saat ini, Abista baru p

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 231

    “Ayah berkata begitu karena sudah punya bukti?”Damar menjawab dengan santai, “Aku nggak punya bukti. Tapi, sebelum hilang, Ayu sempat melakukan sesuatu.”“Apa?” tanya Kahar dan Ranjana dengan bingung.Damar memejamkan matanya dan menjawab, “Dia suruh dayangnya bawa Laras Panjalu datang kemari.”Sebelumnya, Ayu mengira tidak akan ada yang tahu mengenai hal ini. Namun, dia tidak tahu bahwa Ratih adalah orang yang ditempatkan Damar di sisinya. Mana mungkin Damar tidak tahu Ayu menyuruh Ratih pergi membawa Laras datang ke kediaman ini?“Laras Panjalu?”Berhubung sudah lama tidak mendengar nama ini, Abista dan kedua adiknya pun tertegun sejenak. Selanjutnya, Kahar terlebih dahulu teringat siapa orang itu dan bertanya dengan kening berkerut, “Orang yang pernah dorong Syakia ke danau itu?”“Benar.”Ekspresi Abista sontak berubah. Dia berkata dengan mata penuh amarah, “Ayu mau apa? Kenapa dia suruh orang itu datang kemari?”Dulu, Laras hampir merenggut nyawa Syakia. Jika bukan karena ada oran

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 230

    Sangat jelas bahwa Ranjana bukan hanya marah terhadap ayahnya, tetapi juga Kahar. Tadi, dia tidak langsung memarahi Kahar karena Ayu sudah memberi pelajaran padanya.Namun, begitu mendengar ucapan Ranjana, Abista yang awalnya masih menasihati mereka semua dengan baik malah tiba-tiba mengernyit. Kemudian, dia membantah, “Syakia nggak bersalah. Kenapa kalian melibatkannya lagi?”Kahar dan Ranjana tidak menyangka Abista masih membela Syakia pada saat-saat seperti ini.“Kak Abista, Syakia yang meracuniku untuk mengendalikanku!”Abista menghela napas dan menjawab, “Mungkin dia memang benar-benar mengendalikanmu, tapi apa kalian lupa? Kalau bukan karena kalian yang duluan kerja sama untuk meracuni Syakia dan ingin membawanya pulang secara paksa, mana mungkin dia meracunimu?”Begitu mendengar ucapan itu, Kahar dan Ranjana pun terdiam. Bagaimanapun juga, mereka benar-benar tidak terpikirkan hal ini.Terutama Ranjana. Sampai sekarang, dia masih membenci Syakia karena sudah membuatnya bisu dan l

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 229

    “Uhuk, uhuk. Memang ada kemungkinan seperti itu,” ujar Ranjana dengan lemah setelah terbatuk sejenak.Abista pun tertegun, lalu mengerutkan keningnya dengan bingung, “Siapa yang berani culik Ayu?”Terlebih lagi, orang itu juga datang ke Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan untuk menculik Ayu. Jangankan orang luar, bahkan di antara orang-orang berkuasa di ibu kota, seharusnya tidak ada yang berani melakukannya.Ranjana menjawab dengan tenang, “Siapa bilang nggak ada yang berani? Setengah bulan lalu, bukannya ada orang yang berani bawa Pasukan Bendera Hitam untuk datang menggeledah kediaman ini?”Begitu mendengar ucapan itu, semua orang tahu yang dimaksud Ranjana adalah Adika. Namun, Damar malah menggeleng.“Seharusnya bukan dia.”Ranjana mencibir, “Gimana Ayah bisa sepenuhnya yakin bukan dia pelakunya?”Damar melirik putranya yang masih lemah itu dengan acuh tak acuh. “Adika nggak pernah pakai cara diam-diam seperti ini. Kalau memang mau tangkap Ayu, dia akan langsung datang dan tangkap

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 228

    Adika melambaikan tangannya. Meskipun merasa marah, dia juga tidak sepenuhnya menyalahkan Deska dan Gading.“Kalian juga melakukannya karena khawatir padaku. Kelak, jangan ulangi hal yang sama lagi.”Besok, Adika akan pergi mencari Syakia dan menjelaskan semuanya dengan jelas. Jika dia membiarkan kedua orang bodoh ini yang pergi, entah apa lagi yang akan terjadi.Gading dan Deska sontak merasa lega. Untung saja Adika tidak benar-benar marah. Namun, pada detik selanjutnya, Adika melirik mereka dan memberi perintah, “Malam ini, bungkuskan semua bibit obat herbal ini. Sebelum selesai bungkus semuanya, kalian nggak boleh tidur!”Gading dan Deska pun terdiam sejenak, lalu menjawab, “Baik, Pangeran.”Ketika orang-orang di Kediaman Pangeran Pemangku Kaisar membungkus semua bibit obat herbal dengan terburu-buru, keadaan di Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan juga sangat “ramai”.“Sudah ketemu?”“Belum. Sampai sekarang, masih belum ada sedikit kabar pun!”“Mana mungkin begitu? Kenapa orang yan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status