Share

Bab 40

Author: Emilia Sebastian
Tepat pada saat ini ....

“Gawat! Gawat!” Ada seorang pelayan yang berlari keluar dengan terburu-buru dan berseru dengan panik, “Tuan Kama, Tuan Kahar, ni ... nisan Nyonya hilang!”

Ekspresi Kama dan Kahar langsung berubah pada waktu yang sama.

“Apa? Apa saja kerjaan kalian! Kalian bahkan nggak tahu ada nisan yang hilang dari aula leluhur?”

“Siapa yang mungkin ambil nisan Ibu?” tanya Kahar dengan bingung.

Kamar tiba-tiba teringat sesuatu. Kemudian, kakak beradik itu saling memandang dan berseru marah, “Jangan-jangan ... Syakia?”

“Beraninya dia bawa pergi nisan Ibu! Dia benar-benar seorang pencuri! Atas dasar apa dia bawa pergi nisan Ibu!” seru Kama dengan murka.

Ekspresi Kahar juga sangat suram. Dia makin merasa adiknya itu benar-benar tidak masuk akal!

Tanpa persetujuan Damar, Syakia pergi menjadi biksuni. Tindakannya itu sangat merusak reputasi Keluarga Angkola. Sekarang, dia malah mencuri nisan ibu mereka.

“Bajingan! Pantas saja aku merasa ada yang disembunyikannya kemarin! Tahu begi
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 41

    Ayu langsung mengenali suara itu. Siapa lagi itu jika bukan kakaknya yang baik? Dia pun tersenyum sinis dan berkata dengan ekspresi tidak sudi dari balik pintu, “Kakak kan sudah tahu aku datang, kenapa Kakak nggak berani keluar? Apa Kakak merasa bersalah pada kami?”Orang yang berbicara itu memang adalah Syakia. Dia pada dasarnya memang hanya kebetulan melewati tempat ini. Dia bahkan sedang menjinjing seember air.Setelah resmi menjadi biksuni kemarin, Syakia dengan cepat menyesuaikan diri dengan kehidupan di Kuil Bulani. Dia akan berdoa setiap pagi dan malam, juga melakukan pekerjaan sampingan lain seperti menyapu kuil dan sebagainya.Bagaimanapun juga, Syakia memiliki pengalaman hidup di jalan pada kehidupan sebelumnya. Sekarang, dia merasa bersyukur karena memiliki tempat tinggal, juga dapat makan dan minum. Selain itu, Syakia diberikan tempat tinggal pribadi yang kecil dan sederhana, tetapi bersih dan juga memiliki sebidang tanah kecil yang bisa dipakai untuk bercocok tanam.Hari

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 42

    Ayu mau tak mau pergi ke Kuil Bulani lagi beberapa kali. Setiap hari, dia harus naik kereta kuda untuk pulang pergi dari ibu kota ke Gunung Selatan. Namun, selain tidak bertemu dengan Syakia sekali pun, dia bahkan dilarang masuk ke kuil.Awalnya, Ayu ingin berbaur dengan orang lain yang datang untuk bersembahyang. Tak disangka, orang yang datang bersembahyang di Kuil Bulani sangatlah sedikit. Setelah gerbang utama ditutup beberapa hari, orang yang datang juga berkurang banyak. Meskipun ada yang datang, orang-orang itu juga langsung pergi begitu melihat gerbang yang tertutup rapat.Mereka semua sepertinya sudah terbiasa dengan keadaan kuil yang jam operasionalnya tidak menentu. Jadi, tidak ada seorang pun yang berkomentar.Setelah menunggu beberapa hari, Ayu akhirnya tidak tahan lagi. Dia pun menyogok seorang wanita dari desa kaki gunung dan menyuruhnya untuk bertanya seberapa lama Kuil Bulani akan ditutup. Tak disangka, jawaban yang didapatkannya adalah, putri suci perlu mendoakan kera

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 43

    Setelah mendengar suara Syakia yang melafalkan sutra, suasana hati Adika yang awalnya kacau pun berangsur-angsur tenang. Dia mendengar suara Syakia sambil memejamkan matanya. Tidak lama kemudian, dia menyadari bahwa suara itu sudah hilang. Begitu membuka mata, dia baru menyadari bahwa biksuni muda yang ingin menimba air itu sudah tiba di lokasi tujuannya. Syakia berhenti melafalkan sutra untuk sesaat. Dia meletakkan ember kayu yang dipikulnya, lalu naik ke batu besar di samping sungai dan berjongkok untuk menimba air ke salah satu ember kayu yang dibawanya.Di kehidupan ini, Syakia tidak pernah bekerja sehingga tenaganya sangat kecil. Dia hanya mampu mengangkat setengah ember air. Namun, saat mengangkat ember itu, dia oleng sejenak sehingga sedikit air dari ember tumpah ke sekitar tempat pijakannya.Syakia yang masih belum menyadari keseriusan masalah ini pun meletakkan ember itu, lalu mulai mengisi ember yang satu lagi. Kali ini, ketika mengangkat ember itu, dia malah menginjak tumpa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 44

    Adika mengangkat alisnya dan bergumam dalam hati, ‘Lumayan. Dia cukup waspada juga.’“Jangan khawatir, aku nggak akan menjualmu,” ujar Adika sambil melepaskan genggamannya pada ember kayu itu.Syakia menerima ember itu, tetapi masih tidak berkomentar.Adika sontak tertawa pelan. “Aku sudah kumpulkan buku ilmu pengobatan untukmu. Besok, aku akan memberikannya kepadamu.”“Terima kasih ba ....” Sebelum menyelesaikan kata-katanya, Syakia melihat alis Adika yang terangkat lagi. “Kalau Pangeran Adika butuh bantuan, aku akan berusaha yang terbaik untuk membantumu.” Meskipun tidak merasa dirinya dapat memberikan bantuan berarti kepada Adika yang begitu berkuasa, Syakia tetap menyetujui permintaan Adika.Setelah Syakia setuju, ekspresi Adika pun menjadi jauh lebih baik. “Nggak ada yang kuperlukan darimu hari ini. Besok, aku akan pergi mencarimu.”Syakia terdiam sejenak, lalu menjawab, “Oke.”Setelah Syakia pulang, Adika baru kembali ke kuil dengan suasana hati yang sangat bagus. Beberapa bawa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 45

    Ketika melihat Adika pulang dengan keadaan yang baik-baik saja, Gading dan yang lain mengira penyakit Adika tidak kambuh. Setelah mengamati dengan saksama, dia baru menemukan bahwa mata Adika terlihat agak merah dan wajahnya juga lumayan pucat.Adika mengangguk dengan acuh tak acuh dan mengiakannya. Meskipun sudah kembali tenang, setiap kali penyakitnya kambuh, tubuhnya akan menunjukkan beberapa gejala. Jadi, wajar saja Gading menyadarinya.Gading dan orang lainnya sontak tercengang. “Secepat itu? Kenapa gejala kali ini berlangsung begitu singkat?”Nada Gading terdengar gembira. Ketika penyakit Adika kambuh sebelumnya, waktu tersingkat sampai dia sadar kembali adalah 6 jam, sedangkan waktu terpanjang adalah sehari penuh. Hari ini, gejalanya sepertinya hanya berlangsung tidak sampai 2 jam.Meskipun tidak tahu apa alasannya, Gading tetap berujar dengan gembira, “Apa obat dari Tabib Deska akhirnya berkhasiat juga?”“Seharusnya bukan,” bantah Adika setelah berpikir sejenak. Adika sebenar

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 46

    “Benar.”Pada saat ini, gerbang Kuil Bulani baru dibuka.Sebelumnya, Adika diutus Kaisar mengantar Syakia datang ke kuil untuk menjalankan upacara menjadi biksuni. Semua biksuni di kuil mengetahui hal ini. Jadi, biksuni yang membuka gerbang kuil tidak meragukan ucapan Adika.Meskipun biksuni itu meragukan ucapan Adika, Adika juga tidak berbohong. Kemarin, dia sudah pergi ke istana dan menawarkan diri untuk mengawasi upacara doa kali ini.Kaisar merasa agak aneh, tetapi tetap menyetujui permintaan pamannya yang mendadak itu. Jadi, Adika memang termasuk sedang menjalankan perintah Kaisar.“Sahana lagi doa pagi bersama Master Shanti di aula utama. Harap Pangeran Adika tunggu di luar untuk sejenak.”Pada akhirnya, Adika menunggu satu jam penuh. Ini adalah pertama kalinya dia menunggu orang sampai selama ini.Ketika Syakia mengikuti Shanti keluar dari aula, dia langsung melihat pria yang sedang bersandar di pilar dengan ekspresi mengantuk. Dia pun bergumam dalam hati, ‘Tunggu, kenapa dia da

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 47

    Jika bukan karena tahu Adika sangat membenci didekati wanita, Syakia hampir salah paham pada ucapan Adika. Dia berdeham dan menjawab, “Doa pagi sudah selesai. Sebelum doa malam, aku memang nggak punya kerjaan lain.”“Baguslah kalau begitu. Ayo jalan!” Adika langsung berbalik dan berjalan di depan.Syakia buru-buru mengikutinya. “Pangeran Adika boleh pergi ke sana dulu? Aku mau simpan buku-buku ilmu pengobatan dan buku doa pagi di kamar. Habis itu, aku akan pergi cari Pangeran Adika.”“Oke. Jangan buat aku tunggu terlalu lama lagi.” Seusai berbicara, Adika pun terlebih dahulu pergi ke gunung belakang.Syakia mengiakannya, lalu berlari ke kamar untuk meletakkan buku-buku yang dipegangnya. Lima belas menit kemudian, dia memikul 2 ember air sambil berjalan ke arah gunung belakang. Namun, baru saja dia tiba di tepi sungai, dia menyadari ada yang aneh. Kenapa ada begitu banyak orang?Saat ini, di tepi sungai, bukan hanya ada Adika, tetapi juga 4 prajurit dari Pasukan Bendera Hitam dan seoran

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 48

    Adika hanya tersenyum tipis, lalu menatap Syakia. Saat ini, sekujur tubuh Syakia memancarkan aura dingin. Entah itu ilusinya atau bukan, dia sepertinya menemukan sedikit kewaspadaan dari mata Syakia yang ditujukan terhadap dirinya. Apa karena dia menangkap adiknya Syakia?Tidak. Adika dapat melihat jelas bahwa hubungan kakak beradik ini tidaklah bagus. Seharusnya bukan itu alasannya. Namun, kewaspadaan di mata Syakia memang baru muncul begitu melihatnya bersama dengan gadis bernama Ayu ini. Apa sebenarnya yang ingin diwaspadai Syakia? Apa Syakia mengira dia akan menghukum Syakia hanya karena ucapan Ayu? Adika merasa hal ini agak konyol. Dia memang sakit, tetapi keadaannya belum begitu parah hingga dia akan langsung menghukum seorang gadis karena beberapa patah ucapan gadis lain. Namun, Adika tidak tahu bahwa tebakannya itu memang benar.Di kehidupan sebelumnya, Syakia juga tidak percaya Damar yang selalu bersikap adil dan memiliki akal sehat akan begitu membela Ayu hanya karena beber

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 100

    Sebagai putri Adipati Pelindung Kerajaan, Syakia tentu saja mengetahui tentang krim pelembap Yui. Dia bukan hanya tahu, juga sering menggunakannya dulu. Bagaimanapun juga, setelah ibunya meninggal, satu-satunya perempuan yang tersisa di Kediaman Keluarga Angkola hanyalah Syakia. Jadi, setiap menerima krim pelembap Yui sebagai hadiah, Damar akan langsung memberikannya kepada Syakia.Namun, setelah Ayu datang ke Kediaman Keluarga Angkola, semua krim pelembap Yui yang ada di kamar Syakia pun diberikan kepada Ayu hanya karena sepatah kata “suka” dari mulutnya. Pada saat itu, Syakia yang masih tidak mengerti apa-apa pernah pergi mencari Damar dan bertanya kenapa semua krim pelembap Yui diberikan kepada Ayu, sedangkan dia tidak lagi mendapatkan sebotol pun. Apa yang dijawab “ayah baiknya” waktu itu?Syakia berpikir sejenak. Oh iya, pada saat itu, Damar menjawab dengan tidak senang, “Karena dia itu adikmu. Dia sudah hidup menderita di luar dari kecil. Sebagai kakak, memangnya kamu nggak bis

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 99

    Setelah merasa yakin bahwa Syakia yang mencuri krim pelembap Yui, Ike lanjut memaki, “Percuma saja Yang Mulia Kaisar menobatinya jadi Putri Suci! Ngomongnya saja dia pergi jadi biksuni, tapi dia malah belajar mencuri! Dia benar-benar memalukan!”“Yang dikatakan Kakak benar. Orang memalukan sepertinya memang nggak layak pakai marga Angkola! Dia memang harus dilarang melakukan segala sesuatu pakai nama Keluarga Angkola. Kalau nggak, dia pasti akan menghancurkan reputasi seluruh Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan!”“Ibu, bukan Syakia ....” Panji tidak menyangka Ike akan mencurigai Syakia tanpa ragu. Dia pun bersuara dan merasa sudah seharusnya dia membantu Syakia mengklarifikasi semuanya. Namun, jika Panji mengklarifikasinya, bukannya dia harus memberi tahu ibunya bahwa dia sudah memberikan ketiga botol krim itu kepada Ayu? Bagaimana jika ibunya mengira Ayu yang menghasutnya? Bukankah ibunya akan memaki Ayu sebagaimana dia memaki Syakia sekarang? Mungkin saja, ibunya akan memiliki pra

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 98

    Hanya keluarga kerajaan yang dapat menggunakan krim pelembap Yui. Sebotol kecil krim itu bernilai ribuan tael. Pejabat atau rakyat biasa tidak mungkin mampu menggunakannya. Hanya setelah mendapat hadiah dari permaisuri atau para selir istana, istri dan putri pejabat baru dapat memilikinya.Berkat kakak dan suaminya, Ike baru dipanggil masuk ke istana sesekali untuk menemani Janda Permaisuri mengobrol. Oleh karena itu, dia tentu saja pernah menerima lumayan banyak krim pelembap Yui sebagai hadiah.Terakhir kali Ike dipanggil ke istana, Janda Permaisuri juga memberinya 3 botol krim pelembap Yui. Dia tidak tega menggunakannya, makanya dia baru menyimpannya di gudang. Namun, dia tidak menyangka bahwa baru saja dia menyimpan ketiga botol krim itu ke gudang di pagi hari, putranya sudah mengambil krim itu dan memberikannya kepada Ayu pada sore harinya.Panji juga tahu seberapa berharga ketiga botol krim itu bagi ibunya. Namun, dia juga tidak berdaya. Siapa suruh dia salah bicara ketika pergi

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   bab 97

    “Teriak apa kamu? Mana ada hantu?” Panji menggaruk wajah dan lehernya sambil mengenakan pakaian luar. Dia juga menegur dayang itu dengan kesal.“Tuan, wajahmu ... wajahmu kenapa?” Setelah mendengar suara Panji, dayang itu baru menyadari bahwa yang ada di hadapannya bukanlah hantu, melainkan Panji. Dia sontak merasa makin terkejut dan panik.“Wajahku?” Panji yang masih belum menyadari apa-apa pun mengernyit. Dayang itu pun membawakan cermin tembaga ke hadapan Panji. Setelah melihat wajahnya yang berlumuran darah, Panji baru merasa tercengang. Wajahnya juga seketika menjadi pucat.“Ada apa ini? Kenapa wajahku begini?”Wajah yang awalnya tampan itu dilumuri darah, juga sangat bengkak. Bukan hanya wajah, bahkan leher, tangan, kaki, dan seluruh tubuh Panji juga terlihat merah dan bengkak. Setelah melihat dengan saksama, dia baru menyadari bahwa bagian-bagian yang berdarah itu adalah bagian yang digaruknya dengan kuat.Panji seketika merasa panik. “Kenapa masih bengong! Cepat suruh tabib d

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 96

    “Makanya! Pangeran, cepat turun! Cepat duduk di dalam kereta kuda dan mengobrol bersama Putri Suci! Dengan begitu, hubungan kalian baru bisa makin dekat!”Adika yang kudanya direbut oleh kedua bawahannya pun merasa kebingungan. “Omong kosong apa yang lagi kalian bicarakan?” Adika bertanya dengan kening berkerut, “Sahana duduk di dalam kereta kuda bersama gurunya. Buat apa aku ikut meramaikan suasana?”Aduh! Gading dan rekannya sudah melupakan hal ini. Mereka seharusnya menyiapkan tambahan kereta kuda supaya Shanti bisa duduk sendiri, sedangkan Adika dan Syakia bisa duduk bersama.Pemikiran Gading dan rekannya memang lumayan bagus. Namun, mereka tidak pernah memikirkan kemungkinan bahwa meskipun mereka menyiapkan tambahan kereta kuda, Syakia juga tidak mungkin duduk di kereta kuda yang sama dengan Adika. Bagaimanapun juga, meskipun Syakia dan Adika tidak berniat untuk melakukan apa-apa, orang lain tidak akan berpikiran sama. Jadi, mereka pasti harus menghindari rumor sebisa mungkin. S

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 95

    “Putri Suci, aku yang terlalu memanjakannya sehingga dia jadi begitu keras kepala dan kekanak-kanakan. Harap Putri Suci memaafkannya. Kelak, aku pasti akan mendidiknya dengan tegas supaya dia nggak timbulkan masalah untuk Putri Suci lagi,” ujar Joko dengan nada yang serius dan mengandung sedikit rasa bersalah.Joko sepertinya tahu jelas seberapa keterlaluan sikap istri dan putranya terhadap Syakia.Melihat sikap tulus Joko, Syakia juga tidak mengatakan apa-apa lagi meskipun dia sangat membenci Panji. Bagaimanapun juga, Joko adalah orang yang memperlakukannya dengan paling baik di seluruh Kediaman Pangeran Darsuki. Padahal, Joko adalah orang yang terlihat sulit didekati. Namun, dia sebenarnya sangat baik dan hangat.“Pangeran Joko, berdirilah. Kesalahan orang lain nggak ada hubungannya denganmu. Aku nggak pernah salahkan Pangeran. Jadi, Pangeran nggak perlu menyalahkan diri. Mengenai Panji ....”Syakia melirik Panji yang masih terlihat terhina dan marah, lalu lanjut berkata dengan acuh

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 94

    Syakia menatap Kama yang berlutut di hadapannya dengan mata sedikit bergetar. Kemudian, dia segera mengalihkan pandangannya.Orang lainnya menatap Kama dengan terkejut. Kahar bahkan menatapnya dengan ekspresi tidak mengerti. “Kak Kama?”“Kahar, kamu masih ingat apa yang Ayah suruh kita sampaikan?” Kama masih berlutut dengan sebelah kaki dan lanjut berujar tanpa menoleh, “Dari tadi, kalian nggak berhenti bilang bahwa Syakia nggak boleh bertindak pakai nama Keluarga Angkola. Kalian juga melarangnya pakai marga Angkola. Sekarang, dia berdiri di hadapan kita dengan status Putri Suci. Jadi, bukannya kita yang seharusnya mengenali posisi kita?”Ucapan Kama langsung membuat Kahar dan Ayu terdiam. Mereka sama sekali tidak bisa membantah. Setelah terdiam sesaat, Kahar akhirnya berbalik secara perlahan dan berlutut menghadap Syakia. “Hormat ... Putri Suci.”Berbeda dengan ekspresi penuh tekad Kama, tatapan Kahar saat berbicara terlihat dingin.“Kenapa? Kalian bertiga nggak mau akui statusnya s

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 93

    Seusai berbicara, Panji baru tersadar bahwa ucapannya agak keterlaluan. Dia pun menatap ke arah Syakia secara refleks, seolah-olah mengira ucapannya telah melukai Syakia. Namun, Syakia tidak menunjukkan ekspresi apa pun.“Orang dari Kediaman Pangeran Darsuki memang hebat sekali!” sindir Shanti dengan ekspresi dingin.Kama merasa sangat marah hingga menggertakkan gigi. Sementara itu, Ayu terlihat sangat bangga. Dia melirik Syakia, lalu melirik Panji dan bergumam dalam hati, ‘Si bodoh ini akhirnya tahu harus pilih siapa.’Kahar yang berdiri di samping hanya mengejek, “Salah siapa dia begitu nggak disukai orang lain?”“Kahar, diam kamu!” ujar Kama sambil memelototi Kahar.Kahar bukannya diam, malah balik bertanya, “Memangnya yang kubilang salah? Namanya dihapus dari daftar silsilah keluarga, marganya dicabut, pernikahannya dibatalkan, dirinya dihina orang-orang .... Memangnya ini semua bukan akibat dari perbuatan jahatnya dulu?”“Aku suruh kamu diam!” seru Kama dengan penuh amarah. Kali i

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 92

    Hala yang bersembunyi di kegelapan pun tidak bisa berkata-kata. Dia tidak mungkin menunjukkan diri. Bagaimanapun juga, dia tahu dia tidak boleh mengacaukan urusan majikannya di situasi seperti ini. Jadi, dia tetap tidak menunjukkan diri setelah Syakia berteriak untuk sesaat.“Tuan Panji, sudah lihat, ‘kan? Aku benar-benar nggak kenal sama orang yang namanya Hala.”Syakia menggeleng dan menunjukkan ekspresi yang sangat serius. Shanti yang menyaksikan semua ini dari samping pun mau tak mau memalingkan wajah karena khawatir dirinya tidak dapat menahan tawa.Panji berseru marah, “Kamu kira kamu bisa menipuku! Aku sudah dihajar Hala sampai sekujur tubuhku penuh luka dan kakiku juga nyaris patah. Sekarang, kamu malah bilang kamu nggak kenal sama dia? Siapa yang bisa kamu tipu!”“Sekujur tubuhmu penuh luka? Mana?” Syakia mengangkat alisnya dan bertanya, “Memangnya ada luka di tubuh Tuan Panji?”Panji segera menjawab, “Coba lihat wajahku ini! Nih, tanganku juga .... Eh? Mana lukaku?”Setelah m

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status