Kebungkaman Syakia sontak membuat Shanti juga terdiam. Guru dan murid itu saling memandang, lalu Shanti mencibir, “Sudah kubilang berapa kali, kamu harus meracik racun sekaligus bersama dengan obat penawarnya.”Syakia menjawab dengan agak ragu, “Waktunya terlalu mendesak, aku nggak sempat .... Habis pulang nanti, aku akan segera meraciknya!”Untungnya, Syakia dan yang lain segera mendapat kabar baik. Adika yang membawa Pasukan Bendera Hitam untuk berkeliling di sekitar benar-benar memperoleh hasil.Dapat dikatakan bahwa kelompok Ular Sembilan yang melarikan langsung dikepung oleh pasukan Adika. Hanya saja, baru saja pasukan Adika hampir berhasil menangkap sekelompok orang itu, orang-orang dari Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan juga tiba.“Buat apa mereka datang?” tanya Syakia dengan ekspresi yang sangat jelek.Adika tahu suasana hati Syakia akan menjadi buruk begitu mendengar hal ini. Dia juga tidak berdaya.“Mereka datang untuk bawa Ayu pergi. Kingston berhasil melarikan diri, tapi
Syakia langsung bangkit dan hendak turun untuk berdebat dengan ayahnya. Namun, Shanti malah mengulurkan tangan untuk mencegahnya. Dia menggeleng dan berkata, “Kamu nggak usah turun. Jagalah ibumu dengan baik. Serahkan hal ini pada Guru.”Seusai berbicara, Shanti pun turun dari kereta kuda. Setelah mendengar pergerakan dari kereta kuda, Damar dan kedua putranya segera menoleh. Awalnya, mereka mengira akan melihat Syakia. Sayangnya, itu adalah Shanti.Shanti tidak langsung berdebat dengan Damar. Dia terlebih dahulu melirik Abista, lalu Kahar.“Sepertinya, tuan muda keempat keluarga kalian nggak ikut datang hari ini. Benar juga, dengan keadaannya itu, dia nggak mungkin bisa berkuda,” ujar Shanti dengan tenang.“Adikku datang atau nggak, itu nggak ada hubungannya denganmu. Mana Syakia? Suruh dia keluar untuk temui kami!” Berhubung Damar juga berada di tempat ini, nyali Kahar pun kembali menjadi besar. Dia melirik Shanti dengan kesal, lalu langsung menyebut nama Syakia tanpa sedikit pun ra
“Adika!”Damar hanya lebih lambat selangkah dari Abista. Ketika tiba di sisi Kahar, dia menunduk dan melihat kaki Kahar yang berada dalam keadaan sangat parah. Dia seketika memelototi Adika.“Atas dasar apa kamu menyerang putraku! Apa kamu berniat untuk langsung menghabisi putraku dengan satu tendangan tadi!”Adika yang duduk di atas kuda tetap terlihat tenang. Dia hanya menjawab tuduhan Damar sambil tersenyum sinis, “Adipati, aku cuma jalankan perintah untuk melindungi keamanan Putri Suci. Putramu sendiri yang hendak menerobos perlindungan Pasukan Bendera Hitam untuk dekati kereta kuda Putri Suci secara paksa.”“Dia berani bertindak begitu arogan dan sama sekali nggak menghormatiku. Memangnya kenapa meski aku menghabisinya dengan satu tendangan itu?”“Menurutku, yang bertindak arogan itu jelas-jelas kamu!” Ekspresi Damar sudah sekelam tinta hitam. “Jangan kira aku nggak tahu apa alasanmu begitu melindungi Syakia! Kamu bukan cuma jalankan perintah Yang Mulia Kaisar, ‘kan? Kamu tahu jel
Tidak peduli apa pun yang terjadi. Damar harus membawa jasad Anggreni pulang. Anggreni adalah istrinya. Setelah meninggal, Anggreni juga masih tetap adalah anggota Keluarga Angkola. Jasadnya hanya boleh dimakamkan di tempat yang disediakan Damar. Nanti, mereka akan dikubur di makam yang sama.“Pangeran Adika, kamu nggak perlu menghindari pertanyaanku dengan kata-kata seperti ini. Kalau kamu nggak mau pengaruhi reputasi Syakia, sebaiknya kamu suruh dia serahkan jasad ibunya. Kalau nggak tanggung sendiri aku ....”“Nggak usah banyak omong kosong lagi!” Adika tiba-tiba menyela ucapan Damar. Pada detik berikutnya, dia melompat turun dari kuda dan berjalan ke hadapan Damar.Damar agak mengernyit. Saat merasakan intimidasi yang dipancarkan tubuh Adika, dia mengepalkan tangannya dan berdiri diam di tempat. Ketika Adika sudah berada di depannya dan menunduk untuk menatapnya karena memiliki keunggulan dalam tinggi badan, Damar baru merasa agak terhina. Terutama, setelah mendengar ucapan Adika
Abista hanya terpaku di tempat. Dia tidak bisa mengiakan, tetapi juga tidak bisa membantah. Tadi, orang yang bersikeras menerobos kawalan Pasukan Bendera Hitam jelas-jelas adalah Kahar. Sekarang, pedang ini malah dihunuskan ke lehernya. Bagaimana jika Abista menyinggung Adika dan Adika benar-benar menebas lehernya? Bagaimanapun juga, tadi Kahar memang bersalah. Masa dia yang harus menanggung akibatnya?Saat ini, Abista mau tak mau merasa agak kesal pada ayah dan adiknya. Ayahnya menggunakan reputasi Syakia untuk mengancam Adika, sedangkan adiknya malah bersikeras membuat onar meskipun sudah dicegah. Ini adalah masalah yang ditimbulkan kedua orang itu, kenapa malah dirinya yang tertimpa bencana? Atas dasar apa?Abista mau tak mau merasa agak menyesal. Tahu begitu, lebih baik dia tidak ikut datang bersama Damar dan Kahar hari ini. Jasad Anggreni masih berada di tangan Syakia. Namun, dinilai dari rasa bakti Syakia terhadap ibu mereka, Syakia tidak mungkin melakukan apa-apa terhadap jasa
Setelah melirik Kama yang masih pingsan, Shanti melirik Syakia yang masih memeluk jasad ibunya. Pandangannya terhenti pada jasad Anggreni untuk beberapa saat sebelum berkata dengan penuh perhatian, “Jangan khawatir, Kama nggak akan kenapa-napa. Guru juga nggak akan biarkan Damar merebut jasad ibumu.”Setelah mendengar kalimat pertama gurunya, Syakia yang agak termenung tersadar kembali dan melirik Kama.“Aku nggak khawatir sama dia,” ujar Syakia dengan acuh tak acuh, seolah-olah benar-benar tidak peduli sedikit pun.Mengenai jasad ibunya, Syakia tentu saja tidak akan membiarkan Damar merebutnya. Meskipun Damar datang lagi, Damar juga tidak akan bisa menemukan jasad ibunya lagi.Shanti pun menggeleng, tetapi akhirnya tidak mengatakan apa-apa lagi.Setelah tiba di Kuil Bulani, Shanti langsung membawa Kama pergi. Sementara itu, Syakia turun dari kereta kuda dan berbalik untuk menghadap Adika.“Pangeran Adika ....”“Kamu nggak usah pikirkan apa yang kukatakan hari ini, apalagi terpengaruh
Setelah mendengar ucapan Syakia, Shanti yang sedang memeriksa luka Kama tertegun sejenak.“Kamu sudah pilih tempat untuk menguburnya?”“Emm.” Syakia mengangguk.“Pemandangan tempat itu bagus nggak? Cukup tersembunyi? Apa ada yang bisa menemukannya?”Shanti melontarkan tiga pertanyaan berturut-turut.Syakia menjawab ketiga pertanyaan itu dengan sabar, “Guru tenang saja. Tempat itu punya pemandangan yang sangat bagus, juga sangat tersembunyi. Nggak akan ada seorang pun yang bisa menemukannya.”“Bagus ... bagus ....”Setelah mengucapkan dua patah kata itu dengan perlahan, Shanti baru mengambil alih jasad Anggreni dari pelukan Syakia.Syakia telah menempatkan tulang dari jasad ibunya ke sebuah kotak kayu berukir yang dibawanya ke Kuil Bulani bersama dengan mahar ibunya. Kotak itu memiliki aroma samar bunga anggrek yang cukup untuk menutupi bau busuk dari pembusukan jasad ibunya.Shanti memeluk kotak itu dengan hati-hati dan penuh perasaan. Kemudian, dia berkata dengan berlinang air mata, “
Syakia berbaring di samping nisan Anggreni seperti bagaimana dia tidur di sebelah ibunya ketika masih kecil. Setelah tidur 3 hari penuh, dia baru perlahan-lahan tersadar dari mimpi indah. Di dalam mimpi, ibunya masih hidup, ayahnya tidak berselingkuh, keempat kakaknya masih sangat menyayangi dan memanjakannya.Di dalam mimpi itu, tidak ada Ayu dan mereka sekeluarga hidup dengan sangat bahagia ....Sayangnya, itu hanyalah mimpi belaka. Setelah bangun, Syakia mengesampingkan rasa hangat itu dan masuk ke pagoda untuk meracik obat penawar racun kalajengking. Selanjutnya, dia memberikan obat penawar itu untuk menyembuhkan Kama.Setelah Kama sembuh, Shanti pun mengantar Kama turun gunung. Ketika meninggalkan Kuil Bulani, Kama tidak berhenti berjalan sambil berbalik untuk menantikan kemunculan sosok seseorang. Sayangnya, dia tetap tidak menemukan sosok itu. Dia pun menjadi orang kedua yang meninggalkan tempat ini dengan selain Adika.“Sahana sudah tersakiti terlalu dalam. Sangat sulit untuk
Bagaimanapun juga, ada banyak menteri kerajaan yang tahu bahwa Adika mengidap semacam penyakit. Setiap kali penyakitnya kambuh, dia akan menyerang orang-orang di sekitarnya seperti orang gila. Tabib istana mengatakan bahwa penyakit ini merupakan efek samping yang tertinggal akibat Adika membunuh terlalu banyak orang di medan perang. Kaisar juga sudah menurunkan perintah untuk melarang siapa pun mengungkit tentang hal ini. Siapa pun yang berani melanggar perintah ini akan langsung dibunuh. Oleh karena itu, selain para menteri, sangat sedikit orang luar yang tahu bahwa Pangeran Pemangku Kaisar itu sebenarnya merupakan orang gila.Damar merasa khawatir. Apabila penyakit Adika tiba-tiba kambuh di Istana Damai .... Tidak, meskipun penyakit Adika tidak kambuh, mungkin saja “putrinya yang baik” berkomplot dengan Adika dan menggunakan alasan ini untuk menyingkirkan Ayu.Makin memikirkannya, Damar merasa kemungkinan seperti ini makin besar. Bagaimanapun juga, dia tahu bahwa Syakia sangat membe
“Nggak mungkin! Mana mungkin Syakia dan Adika berani berbuat begitu!”Damar terlihat ragu, lalu menatap Ike dan bertanya, “Kamu yakin kamu melihatnya secara langsung?”Ike tidak berhenti menangis dalam kereta kuda. Setelah mendengar pertanyaan Damar, dia tidak berani mengatakan bahwa dirinya terlalu takut dan langsung melarikan diri.Ike akhirnya hanya berkata dengan tidak jelas, “Tentu saja! Darahnya ... darahnya sangat banyak. Aku nggak berani pergi memeriksanya. Jadi, aku juga nggak tahu apa ... apa orangnya benar-benar sudah mati atau nggak.”“Kamu!” Damar sangat murka dan menunjuk Ike sambil berseru, “Itu keponakan kandungmu! Tapi, kamu malah langsung kabur dan meninggalkannya di sana?”“Aku kan juga takut Pangeran Adika membunuhku!” Ike menjawab dengan ragu, “Kalau dia juga membunuhku, bukannya kamu akan kehilangan seorang adik kandung lagi!”“Bunuh apa! Adika nggak akan berani membunuhmu! Kamu itu istrinya Joko, juga adik kandungku. Selama kamu nggak melakukan kesalahan besar, A
Syakia tiba-tiba tertawa. Suara tawanya terdengar sangat dingin hingga Ike tidak tahu harus berbuat apa. Dalam sekejap, muncul kepanikan dalam hatinya. Dia terlalu ketakutan hingga tidak berani lanjut berbicara.“Sudahlah. Aku mau pergi jenguk Ayu dulu. Kalau kamu nggak mau pergi, aku bisa pergi sendiri. Kamu pergi saja.”Saat ini, Ike tidak lagi berani membawa Syakia pergi menjenguk Ayu. Jika bukan karena ucapan kakaknya, dia bahkan ingin langsung pergi sekarang juga.Syakia hanya menatap Ike dengan dingin tanpa mengatakan apa-apa.Tepat pada saat ini, tiba-tiba terdengar langkah kaki seseorang yang bertenaga dan stabil. Ike pun secara refleks mendongak dan hampir pingsan saking terkejutnya.“Ah! Darah! Darahnya banyak sekali!”Orang yang berjalan mendekat tidak lain adalah Adika yang menemani Syakia datang ke istana. Dari tadi, sosoknya tidak terlihat. Begitu muncul sekarang, wajah, tangan, dan pakaiannya malah berlumuran darah. Dia benar-benar terlihat bagaikan orang yang sedang ter
“Plak!”Tepat ketika Ike menggeleng kuat untuk menyangkal dengan panik, Syakia langsung menamparnya tanpa ragu. Penampilan Ike langsung menjadi berantakan dan wajahnya juga memerah.Ike menutupi wajahnya, lalu menatap Syakia sambil berseru, “Syakia, sudah gila kamu! Ini istana! Kamu berani menamparku lagi?”“Jangankan di sini, meski di hadapan Ibu Suri dan Yang Mulia Kaisar, aku juga akan menamparmu hari ini.” Syakia menatap Ike dengan penuh kebencian, “Ike, kamu sudah jadi istri Joko sesuai harapanmu, juga melewati hari yang begitu nyaman dan bahagia selama belasan tahun. Apa kamu pernah hargai kebaikan dan jasa ibuku terhadapmu?”Ucapan itu sontak membuat Ike tertegun. Dia hendak membantah, tetapi tidak dapat mengucapkan apa-apa.Melihat tampang Ike yang seperti itu, Syakia makin mengasihani ibunya. “Sepertinya, waktu itu ibuku memang sudah buta dan salah menilai orang.”Syakia menatap Ike dengan tatapan seolah-olah sedang memaki Ike adalah orang yang tidak tahu berterima kasih.Ike
Hanya saja, Adika mau membalaskan dendam Syakia dan baru sengaja bersandiwara bersama Kaisar. Berhubung Kaisar masih muda, dia juga baru menemani Adika bermain. Namun, berhubung anggota Keluarga Angkola malah mencari Syakia karena hal ini, Syakia juga harus menerima sedikit bunga, ‘kan?“Kamu nggak malu? Pasti kamu yang ngadu ke Yang Mulia Kaisar, makanya Ayu baru ditahan di istana sampai sekarang. Kamu ....”Ike sebenarnya sangat setuju Ayu masuk istana. Hanya saja, dia selalu memihak pada kakaknya. Berhubung kakaknya mengatakan Ayu tidak boleh masuk istana dan harus dibawa keluar secepat mungkin, dia mau tak mau hanya bisa mematuhi keinginan kakaknya.Masalahnya, hasil kerja Ike tidak bisa dibilang memuaskan. Dia malah menimbulkan lebih banyak kekacauan daripada berkontribusi. Contohnya, mulutnya yang selalu berbicara tanpa berpikir.“Sst.”Sebelum Ike menyelesaikan ucapannya, Syakia sudah menaruh sebuah jari di depan mulut dan mengisyaratkannya untuk diam.“Nyonya Ike, ada beberapa
“Kebetulan, Putri Suci sudah menjenguknya tadi. Gimana kalau Putri Suci saja yang bawa Nyonya Ike pergi menemuinya?”Syakia menatap Janda Permaisuri, sedangkan Janda Permaisuri hanya tersenyum padanya. Sangat jelas bahwa Janda Permaisuri sengaja memberinya kesempatan untuk bertindak. Syakia tentu saja tidak akan menolak.“Baik, Ibu Suri.”Meskipun tidak terlalu ingin, Ike mau tak mau harus tetap pergi menjenguk Ayu karena teringat pesan kakaknya sebelum datang ke istana. Jika gadis itu benar-benar menjadi selir Kaisar, bukankah Keluarga Darsuki juga akan ikut berjaya? Jadi, Ike tidak boleh membiarkan Ayu hidup tersiksa pada saat-saat seperti ini. Hal yang terpenting adalah, dia harus menyelesaikan sedikit masalah di antara Ayu dengan Panji dulu.Setelah berpikir begitu, Ike pun memberi hormat kepada Janda Permaisuri dan hendak langsung melangkah pergi. Namun, begitu dia berbalik, dayang Janda Permaisuri segera menghentikannya.“Nyonya Ike, tunggu sebentar.”Baru saja Ike merasa kebing
Wajah Janda Permaisuri dipenuhi dengan senyuman. Sangat jelas bahwa dia merasa sangat puas terhadap Syakia.Pemandangan ini membuat Ike terkejut. Hal ini tidak boleh terjadi. Apabila Janda Permaisuri makin menyukai Syakia, kelak mana mungkin masih ada tempat Ike di hadapan Janda Permaisuri?Makin memikirkan hal ini, Ike pun merasa makin cemas. Dia buru-buru berseru, “Hormat, Ibu Suri!”Suara Ike yang nyaring dan tajam segera merusak suasana di antara Syakia dan Janda Permaisuri. Syakia mendongak dan sama sekali tidak terkejut setelah melihat Ike. Sebaliknya, Janda Permaisuri yang merasa terganggu pun mengerutkan keningnya. Dia menaruh buku sutra yang dipegangnya, lalu bertanya dengan tenang, “Untuk apa Nyonya Ike datang ke istana hari ini?”Ike tersenyum menyanjung. “Belakangan ini, aku sibuk mendidik putraku yang nggak berbakti itu dan lupa datang menjenguk Ibu Suri. Hari ini, aku kebetulan sudah senggang dan buru-buru datang untuk beri salam pada Ibu Suri. Hanya saja, tak disangka .
“Hari ini, aku undang Pangeran datang karena mau minta bantuan Pangeran.”Syakia, Adika, dan Hala mulai makan. Seusai makan, Hala membereskan meja dan pergi mencuci piring dalam diam. Sementara itu, Adika dan Syakia lanjut duduk di halaman. Syakia menceritakan seluruh kejadian hari ini kepada Adika dan Adika langsung mengerti.“Kamu curiga ada orang dari Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan yang meracuni Kama?”Syakia menjawab, “Bukan curiga, tapi yakin.”Perubahan Kama terlalu besar, seperti sudah tiba-tiba kehilangan sebagian ingatannya. Jika bukan karena terluka di kepala, itu berarti ada orang yang meracuninya. Sangat jelas bahwa kemungkinan kedua itu lebih besar. Orang yang mampu melakukannya hanya seorang, yaitu Ranjana.“Oke. Kamu mau aku berbuat apa? Apa aku perlu pergi ke Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan?”Syakia tersenyum dan menggeleng. “Nggak usah. Kamu cuma perlu temani aku bersandiwara.”Adika mengangkat alisnya. Berhubung Syakia sudah memiliki rencana, dia pun tidak pe
Adika mendongak untuk menatap Syakia dan baru menyadari sesuatu. Wajahnya yang tampan juga memerah hingga ke telinganya.“Ba ... baguslah kalau tanganmu nggak kebakar. Aku pergi tambah kayu bakar dulu.”Ketika berbicara, Adika hampir menggigit lidahnya sendiri. Kemudian, dia buru-buru bersembunyi di bawah tungku. Dia benar-benar sangat malu! Kenapa dia tiba-tiba bertindak begitu gegabah? Kenapa dia bersikeras mau mengamati tangan orang lain! Dia benar-benar pantas dipukul!“Plak!”Adika yang bersembunyi di bawah tungku diam-diam menampar dirinya sendiri. Namun, dia sepertinya menampar terlalu kuat. Suaranya bahkan lebih nyaring dari suara Syakia memasak.Dalam sekejap, Syakia dan Adika pun terdiam. Mereka diam-diam bergumam dalam hati, ‘Gimana ini? Malu banget!’Tidak lama kemudian, Syakia akhirnya selesai memasak. Dia berdeham sekali sebelum berkata, “Makanannya sudah selesai. Cepat keluar dan makan dulu.”“Emm,” jawab Adika dari bawah tungku.Syakia yang sedang menggenggam piring ber