Kama dan yang lain ingin mengawasi Syakia, tetapi Syakia tidak mengizinkan mereka masuk ke kamarnya.“Brak!” Setelah mengunci pintu, Syakia segera memindahkan semua barang miliknya yang ada di kamar ke ruang giok.Sayangnya, Kama dan yang lain ada di luar. Jika tidak, Syakia masih ingin pergi ke kamar ibunya. Meskipun Anggreni sudah meninggal bertahun-tahun, kamarnya masih dipertahankan dan ada orang yang pergi membersihkannya setiap hari. Orang yang mengaturkan semua ini adalah Damar. Di kehidupan sebelumnya, Syakia tidak mencurigai hubungan Damar dengan Ayu karena alasan ini. Dia mengira Ayu benar-benar adalah putri penyelamat Damar seperti yang dikatakan Damar. Sampai Ayu sendiri dengan sombongnya membongkar semuanya di hadapan Syakia, Syakia baru tahu bahwa dirinya dan ibunya sudah dibohongi Damar selama ini. Ayu bukanlah putri penyelamat Damar, melainkan putri Damar dengan cinta pertamanya.Hal yang membuat Syakia paling marah adalah, dia adalah orang terakhir yang mengetahui fa
Setelah melihat kepergian Ranjana, Ayu pun tersenyum bangga. Meskipun tidak tahu cara apa yang digunakan Syakia untuk membujuk Kaisar memberinya gelar putri suci, selama dia bisa mengendalikan anggota Keluarga Angkola, apa yang tidak bisa didapatkan Ayu?Pada akhirnya, posisi Syakia sebagai putri suci juga akan menjadi miliknya! Setelah berpikir begitu, rasa cemburu Ayu baru berkurang sedikit.Namun, Ayu harus terlebih dahulu mencari tahu cara apa yang digunakan Syakia untuk meyakinkan Kaisar. Apa mungkin ada rahasia Syakia yang tidak diketahuinya?Ayu menggigit bibirnya. Ada kilatan kejam yang melintasi matanya.Pada saat ini, Syakia tiba-tiba membuka pintu kamar dan berjalan keluar. Setelah melirik orang-orang di depan kamarnya, dia mengunci pintu kamarnya, lalu berbalik untuk pergi.Kama mengira Syakia ingin melarikan diri dan buru-buru mengadang jalannya.“Berhenti! Kamu mau ke mana? Syakia, selama ada aku di sini, jangan harap kamu bisa tinggalkan rumah ....”Alhasil, sebelum Kama
Syakia menunduk, lalu menertawakan dirinya sendiri. “Benar juga. Kenapa sebenarnya? Semua orang jelas-jelas tahu jawabannya, apa Ayah nggak tahu?”Tatapan Damar memancarkan sedikit amarah. “Syakia, kukatakan sekali lagi. Kalau kamu lanjut buat onar seperti ini, aku nggak akan ampuni kamu!”“Kalau aku bersikeras mau buat onar?” Syakia mendongak, lalu menatap lurus mata Damar dan menyahut tanpa sedikit pun rasa takut, “Apa lagi yang mau kamu lakukan? Kalau 50 cambukan nggak cukup, kamu mau cambuk aku 100 kali? Kalau 100 cambukan nggak cukup, kamu mau langsung cambuk aku sampai mati?”“Syakia!”“Ayah!”Kama dan Abista berseru bersamaan. Kama tidak menyangka Syakia akan bertindak segila ini. Selain melawannya, Syakia juga berani memprovokasi Damar. Apa dia benar-benar ingin mati?Di sisi lain, Abista juga merasa kelakuan Syakia hari ini sangat keterlaluan. Namun, dia juga tidak mungkin membiarkan Damar benar-benar membunuh Syakia. Dia buru-buru membujuk, “Ayah, masalahnya sudah capai titik
Namun, Panji merasa Syakia hanya tidak ingin mengakuinya.“Demi tunjukkan ketulusan hatimu padaku, kamu sengaja pergi ke Gunung Selatan dan berjalan sambil bersujud sepanjang perjalanan ke Kuil Bulani. Bukannya kamu memang sengaja mau menunjukkannya pada sahabat-sahabatku? Memangnya ini bukan rencanamu?”Kama bertanya dengan terkejut, “Kamu bahkan rela lakukan hal seperti itu demi dia?”Ayu juga tertegun sejenak, lalu sengaja berkata dengan sedih, “Ini semua salahku. Gara-gara aku tolak permintaan Kak Syakia malam itu, Kak Syakia baru menyiksa diri demi Kak Panji.”Orang lainnya langsung memercayai ucapan Ayu.“Syakia, demi seorang pria, kamu rela bertindak senekat itu dan bahkan nggak peduli sama reputasi keluarga?”“Syakia, kalau kamu benar-benar nyesal, kenapa kamu nggak ngomong dari awal?”“Kenapa kamu nggak kasih tahu kami? Kenapa kamu bersikeras timbulkan masalah sebesar ini demi masalah sepele seperti itu? Kamu mau semua orang tahu?”Kakak beradik Keluarga Angkola itu mulai mene
Panji yang lengah pun dihajar habis-habisan oleh Kama. Semua orang di sekeliling masih melongo dan tidak melerai mereka.Jangankan kakak beradik Keluarga Angkola, bahkan teman-teman Panji juga merasa ucapan Panji keterlaluan. Berani-beraninya dia berharap kedua putri dari Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan menikahinya! Apa Panji tidak melihat wajah Damar yang menjadi begitu suram setelah mendengar ucapannya? Jika bukan karena adalah paman dan keponakan, Damar mungkin sudah menghabisinya!Namun, meskipun Damar bisa bersabar, Kama dan yang lain tidak dapat bersabar. Abista memang tidak bertindak. Namun, ketika berpura-pura ingin menghentikan Kama dan Kahar yang menghajar Panji, dia juga diam-diam melayangkan beberapa pukulan ke arah Panji.Dalam sekejap, Panji pun dihajar sampai babak belur. Sementara itu, Abdi dan yang lain hanya meringis dan langsung berpikiran untuk kabur. Berhubung takut terlibat dalam masalah ini, mereka buru-buru berpamitan dengan Damar. Kemudian, mereka langsun
Tidak lama kemudian, Kama dan Kahar pun berhasil menyusul Syakia.“Syakia, jangan keras kepala lagi. Kalau nggak mau Ayah marah, sebaiknya kamu kembali ke kamar dengan patuh.”Kama dan Kahar mengadang Syakia dari depan dan belakang. Damar memberi perintah dengan dingin, “Kurung dia di kamar! Tanpa izinku, nggak ada yang boleh biarkan dia keluar!”Tepat pada saat ini, tiba-tiba terdengar suara seseorang yang berat dan malas dari luar pintu. “Hari ini, Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan ramai sekali.”Semua orang langsung menoleh ke arah datangnya suara. Di sana, berdiri seorang pria berambut perak yang terlihat tampan. Dia membawa beberapa prajurit Pasukan Bendera Hitam masuk ke Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan, lalu melirik Ayu dan orang lainnya dengan aura yang sangat mendominasi.Adika bertanya, “Lagi ngapain kalian?”Ekspresi Abista langsung berubah. Dia buru-buru menarik Syakia dan Ayu untuk berlutut dan memberi hormat.“Hormat, Pangeran Adika.”Ayu mengamati Adika dengan mata
“Adipati Damar nggak perlu khawatir.”Seorang prajurit memindahkan sebuah kursi untuk Adika. Adika pun duduk di kursi itu, lalu berujar dengan acuh tak acuh, “Semua bawahanku pernah habisi pasukan musuh yang tak terhitung jumlahnya. Mereka paling andal dalam menghunuskan pedang. Selama kamu dan putra-putramu nggak halangi kami, mereka tentu saja nggak akan lukai siapa pun.”Makna di balik ucapan Adika itu adalah, jika kelompok Damar berani menghalangi Adika, jangan salahkan Adika menyuruh bawahannya bertindak.Damar tahu Adika pada dasarnya suka melakukan segala sesuatu sesuai keinginannya. Namun, dia tidak menyangka Adika juga berani bersikap seperti itu di Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan.Damar berkata dengan ekspresi dingin, “Syakia itu putriku. Tanpa persetujuanku, dia minta Yang Mulia Kaisar mengizinkannya menjadi biksuni. Sekarang, aku mau suruh dia kembali ke istana untuk minta Yang Mulia Kaisar cabut dekretnya. Jadi, kamu nggak perlu datang mengantarnya ke Kuil Bulani.”Adi
Tidak lama kemudian, Syakia kembali ke halaman depan rumah. Melihat Adika yang sudah mulai kehilangan kesabaran, Syakia buru-buru menghampirinya dan berkata, “Pangeran Adika, aku sudah siap.”“Ayo berangkat.”Adika langsung bangkit dan berjalan keluar. Syakia juga segera mengikutinya. Sementara itu, Kama dan yang lain hendak mencegah Syakia, tetapi ada prajurit Pasukan Bendera Hitam yang menghalangi mereka. Melihat Syakia benar-benar serius ingin pergi bersama Adika, Kama akhirnya berseru, “Syakia, memangnya kamu nggak merasa bersalah pada Ayah dan kami dengan pergi begitu saja? Kamu nggak takut akan nyesal suatu hari nanti?”Begitu mendengar ucapan itu, Syakia menoleh dan menjawab dengan nada yang sangat dingin, “Aku nggak pernah lakukan hal yang bersalah pada kalian. Aku juga nggak akan nyesal.”Seusai berbicara, Syakia langsung naik ke kereta kuda. Sementara itu, Adika naik ke kudanya yang berada di paling depan. Kemudian, dia memimpin Pasukan Bendera Hitam mengantar Syakia ke Gunu
Setelah membaca sekitar 8 kali, Syakia merasa tenggorokannya sudah kering. Dia pun akhirnya berhenti lagi.Alhasil, pria yang sepertinya hanya berpura-pura tidur langsung sadar kembali dan bertanya dengan tidak senang, “Kenapa kamu berhenti lagi?”Syakia menjulingkan matanya dan menjawab, “Kalau lanjut baca, pita suaraku akan rusak.”Adika baru menyadari bahwa suara Syakia memang agak serak. Dia pun bertanya dengan bingung, “Sudah berapa lama waktu yang berlalu?”Syakia menjawab, “Aku sudah baca 2 jam penuh.”Adika sontak kaget. “Sudah selama itu?”Adika mengira waktu yang berlalu paling-paling baru setengah jam. Pantas saja Syakia mengatakan pita suaranya akan rusak.Kemudian, Adika berdiri dan merasa sekujur tubuhnya terasa rileks, terutama kepalanya yang paling sering sakit akhir-akhir ini. Ternyata Sutra Cahya yang dibacakan Syakia benar-benar bermanfaat dalam menyembuhkan penyakitnya. Adika pun berniat untuk menyuruh orang lain membacakan sutra ini untuknya setelah pulang nanti.
Syakia berjalan ke hadapan Adika dan bertanya dengan bingung, “Ada apa?”“Sutra apa yang kamu baca kemarin?”Adika menyuruh Syakia duduk di sampingnya. Namun, untuk menghindari gunjingan orang, dia tidak duduk di batu besar itu, melainkan di batu kecil di samping yang kebetulan cocok untuk didudukinya sendiri.“Sutra yang kubaca kemarin? Maksud Pangeran Adika, Sutra Cahya yang kuhafal waktu timba air?”“Benar.”Melihat Syakia yang duduk begitu jauh darinya, entah kenapa Adika merasa sedikit kesal. Namun, tatapan Syakia masih mengandung sedikit kewaspadaan. Dia pun tidak mengatakan apa-apa dan lanjut membicarakan masalah sutra.“Bukannya kamu bilang kamu akan bantu aku selama itu masih dalam batas kemampuanmu?” tanya Adika sambil menatap Syakia.Syakia pun tertegun sejenak tanpa menjawab. Namun, Adika yang memiliki insting tajam dapat merasakan sesuatu dan bertanya dengan tidak senang, “Kamu mau tarik kembali kata-katamu? Kenapa? Aku sudah begitu sering bantu kamu, tapi kamu bahkan ngga
Adika hanya tersenyum tipis, lalu menatap Syakia. Saat ini, sekujur tubuh Syakia memancarkan aura dingin. Entah itu ilusinya atau bukan, dia sepertinya menemukan sedikit kewaspadaan dari mata Syakia yang ditujukan terhadap dirinya. Apa karena dia menangkap adiknya Syakia?Tidak. Adika dapat melihat jelas bahwa hubungan kakak beradik ini tidaklah bagus. Seharusnya bukan itu alasannya. Namun, kewaspadaan di mata Syakia memang baru muncul begitu melihatnya bersama dengan gadis bernama Ayu ini. Apa sebenarnya yang ingin diwaspadai Syakia? Apa Syakia mengira dia akan menghukum Syakia hanya karena ucapan Ayu? Adika merasa hal ini agak konyol. Dia memang sakit, tetapi keadaannya belum begitu parah hingga dia akan langsung menghukum seorang gadis karena beberapa patah ucapan gadis lain. Namun, Adika tidak tahu bahwa tebakannya itu memang benar.Di kehidupan sebelumnya, Syakia juga tidak percaya Damar yang selalu bersikap adil dan memiliki akal sehat akan begitu membela Ayu hanya karena beber
Jika bukan karena tahu Adika sangat membenci didekati wanita, Syakia hampir salah paham pada ucapan Adika. Dia berdeham dan menjawab, “Doa pagi sudah selesai. Sebelum doa malam, aku memang nggak punya kerjaan lain.”“Baguslah kalau begitu. Ayo jalan!” Adika langsung berbalik dan berjalan di depan.Syakia buru-buru mengikutinya. “Pangeran Adika boleh pergi ke sana dulu? Aku mau simpan buku-buku ilmu pengobatan dan buku doa pagi di kamar. Habis itu, aku akan pergi cari Pangeran Adika.”“Oke. Jangan buat aku tunggu terlalu lama lagi.” Seusai berbicara, Adika pun terlebih dahulu pergi ke gunung belakang.Syakia mengiakannya, lalu berlari ke kamar untuk meletakkan buku-buku yang dipegangnya. Lima belas menit kemudian, dia memikul 2 ember air sambil berjalan ke arah gunung belakang. Namun, baru saja dia tiba di tepi sungai, dia menyadari ada yang aneh. Kenapa ada begitu banyak orang?Saat ini, di tepi sungai, bukan hanya ada Adika, tetapi juga 4 prajurit dari Pasukan Bendera Hitam dan seoran
“Benar.”Pada saat ini, gerbang Kuil Bulani baru dibuka.Sebelumnya, Adika diutus Kaisar mengantar Syakia datang ke kuil untuk menjalankan upacara menjadi biksuni. Semua biksuni di kuil mengetahui hal ini. Jadi, biksuni yang membuka gerbang kuil tidak meragukan ucapan Adika.Meskipun biksuni itu meragukan ucapan Adika, Adika juga tidak berbohong. Kemarin, dia sudah pergi ke istana dan menawarkan diri untuk mengawasi upacara doa kali ini.Kaisar merasa agak aneh, tetapi tetap menyetujui permintaan pamannya yang mendadak itu. Jadi, Adika memang termasuk sedang menjalankan perintah Kaisar.“Sahana lagi doa pagi bersama Master Shanti di aula utama. Harap Pangeran Adika tunggu di luar untuk sejenak.”Pada akhirnya, Adika menunggu satu jam penuh. Ini adalah pertama kalinya dia menunggu orang sampai selama ini.Ketika Syakia mengikuti Shanti keluar dari aula, dia langsung melihat pria yang sedang bersandar di pilar dengan ekspresi mengantuk. Dia pun bergumam dalam hati, ‘Tunggu, kenapa dia da
Ketika melihat Adika pulang dengan keadaan yang baik-baik saja, Gading dan yang lain mengira penyakit Adika tidak kambuh. Setelah mengamati dengan saksama, dia baru menemukan bahwa mata Adika terlihat agak merah dan wajahnya juga lumayan pucat.Adika mengangguk dengan acuh tak acuh dan mengiakannya. Meskipun sudah kembali tenang, setiap kali penyakitnya kambuh, tubuhnya akan menunjukkan beberapa gejala. Jadi, wajar saja Gading menyadarinya.Gading dan orang lainnya sontak tercengang. “Secepat itu? Kenapa gejala kali ini berlangsung begitu singkat?”Nada Gading terdengar gembira. Ketika penyakit Adika kambuh sebelumnya, waktu tersingkat sampai dia sadar kembali adalah 6 jam, sedangkan waktu terpanjang adalah sehari penuh. Hari ini, gejalanya sepertinya hanya berlangsung tidak sampai 2 jam.Meskipun tidak tahu apa alasannya, Gading tetap berujar dengan gembira, “Apa obat dari Tabib Deska akhirnya berkhasiat juga?”“Seharusnya bukan,” bantah Adika setelah berpikir sejenak. Adika sebenar
Adika mengangkat alisnya dan bergumam dalam hati, ‘Lumayan. Dia cukup waspada juga.’“Jangan khawatir, aku nggak akan menjualmu,” ujar Adika sambil melepaskan genggamannya pada ember kayu itu.Syakia menerima ember itu, tetapi masih tidak berkomentar.Adika sontak tertawa pelan. “Aku sudah kumpulkan buku ilmu pengobatan untukmu. Besok, aku akan memberikannya kepadamu.”“Terima kasih ba ....” Sebelum menyelesaikan kata-katanya, Syakia melihat alis Adika yang terangkat lagi. “Kalau Pangeran Adika butuh bantuan, aku akan berusaha yang terbaik untuk membantumu.” Meskipun tidak merasa dirinya dapat memberikan bantuan berarti kepada Adika yang begitu berkuasa, Syakia tetap menyetujui permintaan Adika.Setelah Syakia setuju, ekspresi Adika pun menjadi jauh lebih baik. “Nggak ada yang kuperlukan darimu hari ini. Besok, aku akan pergi mencarimu.”Syakia terdiam sejenak, lalu menjawab, “Oke.”Setelah Syakia pulang, Adika baru kembali ke kuil dengan suasana hati yang sangat bagus. Beberapa bawa
Setelah mendengar suara Syakia yang melafalkan sutra, suasana hati Adika yang awalnya kacau pun berangsur-angsur tenang. Dia mendengar suara Syakia sambil memejamkan matanya. Tidak lama kemudian, dia menyadari bahwa suara itu sudah hilang. Begitu membuka mata, dia baru menyadari bahwa biksuni muda yang ingin menimba air itu sudah tiba di lokasi tujuannya. Syakia berhenti melafalkan sutra untuk sesaat. Dia meletakkan ember kayu yang dipikulnya, lalu naik ke batu besar di samping sungai dan berjongkok untuk menimba air ke salah satu ember kayu yang dibawanya.Di kehidupan ini, Syakia tidak pernah bekerja sehingga tenaganya sangat kecil. Dia hanya mampu mengangkat setengah ember air. Namun, saat mengangkat ember itu, dia oleng sejenak sehingga sedikit air dari ember tumpah ke sekitar tempat pijakannya.Syakia yang masih belum menyadari keseriusan masalah ini pun meletakkan ember itu, lalu mulai mengisi ember yang satu lagi. Kali ini, ketika mengangkat ember itu, dia malah menginjak tumpa
Ayu mau tak mau pergi ke Kuil Bulani lagi beberapa kali. Setiap hari, dia harus naik kereta kuda untuk pulang pergi dari ibu kota ke Gunung Selatan. Namun, selain tidak bertemu dengan Syakia sekali pun, dia bahkan dilarang masuk ke kuil.Awalnya, Ayu ingin berbaur dengan orang lain yang datang untuk bersembahyang. Tak disangka, orang yang datang bersembahyang di Kuil Bulani sangatlah sedikit. Setelah gerbang utama ditutup beberapa hari, orang yang datang juga berkurang banyak. Meskipun ada yang datang, orang-orang itu juga langsung pergi begitu melihat gerbang yang tertutup rapat.Mereka semua sepertinya sudah terbiasa dengan keadaan kuil yang jam operasionalnya tidak menentu. Jadi, tidak ada seorang pun yang berkomentar.Setelah menunggu beberapa hari, Ayu akhirnya tidak tahan lagi. Dia pun menyogok seorang wanita dari desa kaki gunung dan menyuruhnya untuk bertanya seberapa lama Kuil Bulani akan ditutup. Tak disangka, jawaban yang didapatkannya adalah, putri suci perlu mendoakan kera