“Sepertinya, kita nggak perlu ketemu deh,” ujar Syakia dengan dingin.Laras menghela napas. “Kamu benar-benar nggak punya perasaan. Kia, dulu, aku anggap kamu itu teman terbaikku, lho.”Syakia mengerutkan keningnya dengan tidak senang. “Jangan panggil aku begitu. Selain itu, aku ini biksuni, bukan temanmu.”“Biksuni?” Ini adalah pertama kalinya Laras mendengar secara langsung Syakia menyebut dirinya seorang biksuni. Dia pun tertegun sejenak, lalu tertawa dan berkata, “Tak disangka, kamu benar-benar sudah jadi biksuni. Aku kira, kamu berbuat begini demi bersaing dengan Ayu.”Syakia tidak ingin lanjut berbicara omong kosong dengan Laras dan langsung berbalik untuk pergi. Namun, Laras malah mengikutinya.“Tunggu! Kita baru mulai mengobrol, kenapa kamu mau pergi secepat itu?”Laras berjalan cepat ke sisi Syakia, lalu mengamatinya dan berkata, “Hmm, sayangnya, rambutmu yang tebal itu masih belum dicukur. Kalau nggak, aku benar-benar ingin lihat tampangmu yang sudah sepenuhnya berubah jadi b
Setelah melontarkan kalimat itu, Syakia langsung berjalan masuk ke Kediaman Pangeran Pemangku Kaisar.“Hormat, Putri Suci.”Pengawal yang menjaga pintu sama sekali tidak menghentikan Syakia. Setelah memberi hormat, dia langsung membiarkan Syakia masuk.Laras tidak merasa dirinya akan mendapat perlakuan seperti ini. Dia hanya berdiri di luar Kediaman Pangeran Pemangku Kaisar dan menatap sosok Syakia yang menghilang dengan cepat.“Nona Laras, gimana ini sekarang? Putri Suci jelas sangat akrab dengan Pangeran Adika. Nona mungkin nggak bisa hadapi Putri Suci semudah itu.,” ujar dayang pribadi Laras dengan khawatir.“Nggak masalah. Aku punya caranya.”Laras terkekeh, lalu berbalik dan meninggalkan tempat ini. Dia masuk kembali ke kereta kuda dan langsung menyuruh kusir pulang ke rumah. Tidak lama kemudian, dia pergi ke luar ruang baca Menteri Sekretariat.“Ayah, Laras datang untuk menjenguk Ayah.”“Masuklah.”Bima Panjalu hanya melontarkan sepatah kata itu. Kemudian, dia mendengar ada orang
“Kamu nggak tahu Pangeran Adika paling benci didekati perempuan? Kamu mau jadi orangnya? Kamu kira kamu itu siapa? Kamu kira dia nggak akan membunuhmu karena yang mendekatinya itu kamu?”Bima lanjut mengejek Laras habis-habisan, “Kamu itu cuma putri seorang selir. Sudah seharusnya kamu pulang dan belajar menyulam. Jangan cuma tahu berkhayal seharian! Aku juga nggak punya waktu untuk dengar omong kosongmu. Keluar!”“Aku tahu sebuah rahasia Pangeran Adika. Aku bisa buat dia menerimaku,” ujar Laras dengan tiba-tiba.“Kamu tahu rahasia Pangeran Adika?” Bima mencibir, “Apa yang bisa kamu ketahui?”“Aku tahu rahasia ini dari Syakia,” jawab Laras dengan ekspresi datar. Meskipun sedang berbohong, dia tidak terlihat gugup.“Syakia?” Bima langsung mengernyit. “Bukannya hubungan kalian sudah hancur karena insiden itu? Mana mungkin Putri Suci masih bisa kasih tahu kamu rahasia?”Laras terlihat sangat tenang. “Hubungan kami memang sudah hancur. Sayangnya, hati Putri Suci benar-benar lembut. Aku cum
“Emm!” Syakia mengangguk, lalu lanjut makan.“Kamu datang cari aku hari ini karena hal ini?”“Iya, karena hal ini.”‘Dasar nggak punya hati nurani. Aku kira dia datang karena merindukanku,’ gumam Adika dalam hati. Namun, dia juga tidak berharap Syakia menyadari perasaannya sekarang. Lagi pula, jalan mereka masih panjang. Dia akan bersabar.“Oh iya, ada sebuah kabar yang harus kuberi tahu padamu.”“Apa?” Syakia menghentikan gerakannya dan menatap Adika dengan penasaran. Adika mengulurkan tangannya dengan alami, lalu membersihkan serpihan kue yang menempel di sudut mulut Syakia. Syakia merasa tindakan seperti ini kurang bagus. Baru saja dia hendak memalingkan wajah, dia mendengar Adika berkata, “Bawahanku sudah temukan seseorang dari Keluarga Kuncoro yang tinggal di ibu kota dulu.”Syakia langsung menatap Adika dengan terkejut. “Se ... serius?”“Tentu saja.” Adika menarik kembali tangannya, lalu mengelapnya dengan saputangan dan bertanya balik sambil tersenyum tipis, “Apa mungkin aku b
Yanto berlari keluar dengan tertatih-tatih, lalu membuka pintu dan menerjang ke hadapan Syakia. Entah sejak kapan, wajahnya yang penuh kerutan sudah dibasahi air matanya. Dia menatap Syakia dengan hati-hati. Matanya dipenuhi dengan kerinduan dan kesedihan.Setelah sesaat, Yanto baru perlahan-lahan menggeleng dan tersadar dari khayalannya yang singkat. “Kamu bukan Nona Anggreni. Kamu bukan dia ....”Anggreni telah meninggal dan tidak mungkin kembali.Yanto berpikir sejenak, lalu bertanya, “Kamu seharusnya putri Nona Anggreni, Nona Syakia, ‘kan?”Syakia mengangguk. “Benar. Kamu itu ....”Syakia masih belum mengetahui identitas Yanto, juga tidak tahu bagaimana harus memanggilnya.Yanto menyeka air matanya, lalu berlutut di depan Syakia. “Nona Syakia, aku Yanto Kuncoro. Dulu, Tuan Besar memilihku untuk menjadi kepala pelayan Keluarga Kuncoro selama puluhan tahun.”Yanto merupakan putra dari pembantu Keluarga Kuncoro. Berhubung dia lahir di hari yang sama dengan ayahnya Anggreni, kakeknya A
Setelah mendengar jawaban Syakia, Yanto merasa agak terkejut.“Nona, apa maksudmu? Apa Adipati Damar mengusir Nona dari Keluarga Angkola?” Ketika mengucapkan kalimat terakhir, suara Yanto meninggi dan dia terlihat marah.Syakia menggeleng. “Paman jangan marah. Bukan dia yang usir aku, aku sendiri yang mau tinggalkan rumah itu.”“Apa yang sudah terjadi? Kenapa Nona tiba-tiba tinggalkan Keluarga Angkola?” tanya Yanto sambil menatap Syakia dengan penuh kekhawatiran.Kekhawatiran yang sangat tulus itu menghangatkan hati Syakia. Setelah berpikir sejenak, dia tidak menceritakan tentang apa yang dialaminya di Keluarga Angkola. Dia hanya memberi tahu Yanto mengenai beberapa hal yang kurang penting.“Memang sudah terjadi beberapa hal, tapi itu bukan masalah besar. Sekarang, aku sudah tinggalkan Keluarga Angkola dan jadi biksuni. Tapi, Yang Mulia Kaisar juga bermurah hati dan mengangkatku jadi putri suci. Jadi, itu termasuk sangat baik.”Apanya yang baik! Yanto hampir meneteskan air mata lagi. S
“Sahana, nggak perlu sedih demi orang yang nggak menyayangimu.” Adika melihat air mata yang menetes dari ujung mata Syakia, lalu mengulurkan tangan untuk menyekanya. Setelah itu, dia berkata dengan sedih, “Dia nggak layak.”Ucapan Adika itu benar-benar menyentuh hati Syakia. “Yang kamu bilang benar. Dia sama sekali nggak layak!” Syakia menarik napas dalam-dalam dan menekan kesedihannya.“Nona Syakia, jangan sedih. Kamu memang bukan lagi putri Keluarga Angkola, tapi kamu masih adalah putri Keluarga Kuncoro. Kamu itu darah daging Nona Anggreni.”Syakia tentu saja adalah keturunan Keluarga Kuncoro yang sebenarnya. Seusai menceritakan hal yang menyakitkan, Yanto merasa sangat gembira atas fakta ini. Awalnya, Yanto mengira sudah tidak ada lagi keturunan Keluarga Kuncoro yang tersisa. Namun, dengan adanya Syakia, Keluarga Kuncoro kembali memiliki keturunan.“Yang Paman bilang benar. Aku sudah tinggalkan Keluarga Angkola, tapi aku nggak tinggalkan Keluarga Kuncoro.”Bencana yang menimpa Kel
Adika juga tidak menyangka ada orang yang masih mengingat dirinya, satu-satunya orang yang tersisa dari pembantaian Keluarga Wiranto.Yanto seketika tertawa dan berkata, “Hahaha! Ini benar-benar jodoh! Tak disangka setelah waktu berlalu begitu lama, hubungan Keluarga Kuncoro dan Keluarga Wiranto kembali tersambung seperti dulu.”“Hubungan Keluarga Kuncoro dengan ... Keluarga Wiranto?”Adika merasa agak bingung. Ketika Keluarga Wiranto dibantai, dia baru lahir. Jadi, ada banyak masalah Keluarga Wiranto yang tidak diketahuinya. Namun, dari ucapan kepala pelayan Keluarga Kuncoro ini, dia sepertinya mengetahui sedikit hal.“Benar juga. Ibumu dan Nona Anggreni itu sahabat karib. Hubungan mereka dulu dekat banget dan mereka juga sering ketemu. Karena hal ini, hubungan Keluarga Kuncoro dan Keluarga Wiranto juga baru sangat baik.”Setelah mendengar ucapan Yanto, Syakia dan Adika langsung saling memandang.Yanto terkekeh dan lanjut berkata, “Sebelum Nona Syakia lahir, Nona Anggreni dan Putri su
Syakia berbaring di samping nisan Anggreni seperti bagaimana dia tidur di sebelah ibunya ketika masih kecil. Setelah tidur 3 hari penuh, dia baru perlahan-lahan tersadar dari mimpi indah. Di dalam mimpi, ibunya masih hidup, ayahnya tidak berselingkuh, keempat kakaknya masih sangat menyayangi dan memanjakannya.Di dalam mimpi itu, tidak ada Ayu dan mereka sekeluarga hidup dengan sangat bahagia ....Sayangnya, itu hanyalah mimpi belaka. Setelah bangun, Syakia mengesampingkan rasa hangat itu dan masuk ke pagoda untuk meracik obat penawar racun kalajengking. Selanjutnya, dia memberikan obat penawar itu untuk menyembuhkan Kama.Setelah Kama sembuh, Shanti pun mengantar Kama turun gunung. Ketika meninggalkan Kuil Bulani, Kama tidak berhenti berjalan sambil berbalik untuk menantikan kemunculan sosok seseorang. Sayangnya, dia tetap tidak menemukan sosok itu. Dia pun menjadi orang kedua yang meninggalkan tempat ini dengan selain Adika.“Sahana sudah tersakiti terlalu dalam. Sangat sulit untuk
Setelah mendengar ucapan Syakia, Shanti yang sedang memeriksa luka Kama tertegun sejenak.“Kamu sudah pilih tempat untuk menguburnya?”“Emm.” Syakia mengangguk.“Pemandangan tempat itu bagus nggak? Cukup tersembunyi? Apa ada yang bisa menemukannya?”Shanti melontarkan tiga pertanyaan berturut-turut.Syakia menjawab ketiga pertanyaan itu dengan sabar, “Guru tenang saja. Tempat itu punya pemandangan yang sangat bagus, juga sangat tersembunyi. Nggak akan ada seorang pun yang bisa menemukannya.”“Bagus ... bagus ....”Setelah mengucapkan dua patah kata itu dengan perlahan, Shanti baru mengambil alih jasad Anggreni dari pelukan Syakia.Syakia telah menempatkan tulang dari jasad ibunya ke sebuah kotak kayu berukir yang dibawanya ke Kuil Bulani bersama dengan mahar ibunya. Kotak itu memiliki aroma samar bunga anggrek yang cukup untuk menutupi bau busuk dari pembusukan jasad ibunya.Shanti memeluk kotak itu dengan hati-hati dan penuh perasaan. Kemudian, dia berkata dengan berlinang air mata, “
Setelah melirik Kama yang masih pingsan, Shanti melirik Syakia yang masih memeluk jasad ibunya. Pandangannya terhenti pada jasad Anggreni untuk beberapa saat sebelum berkata dengan penuh perhatian, “Jangan khawatir, Kama nggak akan kenapa-napa. Guru juga nggak akan biarkan Damar merebut jasad ibumu.”Setelah mendengar kalimat pertama gurunya, Syakia yang agak termenung tersadar kembali dan melirik Kama.“Aku nggak khawatir sama dia,” ujar Syakia dengan acuh tak acuh, seolah-olah benar-benar tidak peduli sedikit pun.Mengenai jasad ibunya, Syakia tentu saja tidak akan membiarkan Damar merebutnya. Meskipun Damar datang lagi, Damar juga tidak akan bisa menemukan jasad ibunya lagi.Shanti pun menggeleng, tetapi akhirnya tidak mengatakan apa-apa lagi.Setelah tiba di Kuil Bulani, Shanti langsung membawa Kama pergi. Sementara itu, Syakia turun dari kereta kuda dan berbalik untuk menghadap Adika.“Pangeran Adika ....”“Kamu nggak usah pikirkan apa yang kukatakan hari ini, apalagi terpengaruh
Abista hanya terpaku di tempat. Dia tidak bisa mengiakan, tetapi juga tidak bisa membantah. Tadi, orang yang bersikeras menerobos kawalan Pasukan Bendera Hitam jelas-jelas adalah Kahar. Sekarang, pedang ini malah dihunuskan ke lehernya. Bagaimana jika Abista menyinggung Adika dan Adika benar-benar menebas lehernya? Bagaimanapun juga, tadi Kahar memang bersalah. Masa dia yang harus menanggung akibatnya?Saat ini, Abista mau tak mau merasa agak kesal pada ayah dan adiknya. Ayahnya menggunakan reputasi Syakia untuk mengancam Adika, sedangkan adiknya malah bersikeras membuat onar meskipun sudah dicegah. Ini adalah masalah yang ditimbulkan kedua orang itu, kenapa malah dirinya yang tertimpa bencana? Atas dasar apa?Abista mau tak mau merasa agak menyesal. Tahu begitu, lebih baik dia tidak ikut datang bersama Damar dan Kahar hari ini. Jasad Anggreni masih berada di tangan Syakia. Namun, dinilai dari rasa bakti Syakia terhadap ibu mereka, Syakia tidak mungkin melakukan apa-apa terhadap jasa
Tidak peduli apa pun yang terjadi. Damar harus membawa jasad Anggreni pulang. Anggreni adalah istrinya. Setelah meninggal, Anggreni juga masih tetap adalah anggota Keluarga Angkola. Jasadnya hanya boleh dimakamkan di tempat yang disediakan Damar. Nanti, mereka akan dikubur di makam yang sama.“Pangeran Adika, kamu nggak perlu menghindari pertanyaanku dengan kata-kata seperti ini. Kalau kamu nggak mau pengaruhi reputasi Syakia, sebaiknya kamu suruh dia serahkan jasad ibunya. Kalau nggak tanggung sendiri aku ....”“Nggak usah banyak omong kosong lagi!” Adika tiba-tiba menyela ucapan Damar. Pada detik berikutnya, dia melompat turun dari kuda dan berjalan ke hadapan Damar.Damar agak mengernyit. Saat merasakan intimidasi yang dipancarkan tubuh Adika, dia mengepalkan tangannya dan berdiri diam di tempat. Ketika Adika sudah berada di depannya dan menunduk untuk menatapnya karena memiliki keunggulan dalam tinggi badan, Damar baru merasa agak terhina. Terutama, setelah mendengar ucapan Adika
“Adika!”Damar hanya lebih lambat selangkah dari Abista. Ketika tiba di sisi Kahar, dia menunduk dan melihat kaki Kahar yang berada dalam keadaan sangat parah. Dia seketika memelototi Adika.“Atas dasar apa kamu menyerang putraku! Apa kamu berniat untuk langsung menghabisi putraku dengan satu tendangan tadi!”Adika yang duduk di atas kuda tetap terlihat tenang. Dia hanya menjawab tuduhan Damar sambil tersenyum sinis, “Adipati, aku cuma jalankan perintah untuk melindungi keamanan Putri Suci. Putramu sendiri yang hendak menerobos perlindungan Pasukan Bendera Hitam untuk dekati kereta kuda Putri Suci secara paksa.”“Dia berani bertindak begitu arogan dan sama sekali nggak menghormatiku. Memangnya kenapa meski aku menghabisinya dengan satu tendangan itu?”“Menurutku, yang bertindak arogan itu jelas-jelas kamu!” Ekspresi Damar sudah sekelam tinta hitam. “Jangan kira aku nggak tahu apa alasanmu begitu melindungi Syakia! Kamu bukan cuma jalankan perintah Yang Mulia Kaisar, ‘kan? Kamu tahu jel
Syakia langsung bangkit dan hendak turun untuk berdebat dengan ayahnya. Namun, Shanti malah mengulurkan tangan untuk mencegahnya. Dia menggeleng dan berkata, “Kamu nggak usah turun. Jagalah ibumu dengan baik. Serahkan hal ini pada Guru.”Seusai berbicara, Shanti pun turun dari kereta kuda. Setelah mendengar pergerakan dari kereta kuda, Damar dan kedua putranya segera menoleh. Awalnya, mereka mengira akan melihat Syakia. Sayangnya, itu adalah Shanti.Shanti tidak langsung berdebat dengan Damar. Dia terlebih dahulu melirik Abista, lalu Kahar.“Sepertinya, tuan muda keempat keluarga kalian nggak ikut datang hari ini. Benar juga, dengan keadaannya itu, dia nggak mungkin bisa berkuda,” ujar Shanti dengan tenang.“Adikku datang atau nggak, itu nggak ada hubungannya denganmu. Mana Syakia? Suruh dia keluar untuk temui kami!” Berhubung Damar juga berada di tempat ini, nyali Kahar pun kembali menjadi besar. Dia melirik Shanti dengan kesal, lalu langsung menyebut nama Syakia tanpa sedikit pun ra
Kebungkaman Syakia sontak membuat Shanti juga terdiam. Guru dan murid itu saling memandang, lalu Shanti mencibir, “Sudah kubilang berapa kali, kamu harus meracik racun sekaligus bersama dengan obat penawarnya.”Syakia menjawab dengan agak ragu, “Waktunya terlalu mendesak, aku nggak sempat .... Habis pulang nanti, aku akan segera meraciknya!”Untungnya, Syakia dan yang lain segera mendapat kabar baik. Adika yang membawa Pasukan Bendera Hitam untuk berkeliling di sekitar benar-benar memperoleh hasil.Dapat dikatakan bahwa kelompok Ular Sembilan yang melarikan langsung dikepung oleh pasukan Adika. Hanya saja, baru saja pasukan Adika hampir berhasil menangkap sekelompok orang itu, orang-orang dari Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan juga tiba.“Buat apa mereka datang?” tanya Syakia dengan ekspresi yang sangat jelek.Adika tahu suasana hati Syakia akan menjadi buruk begitu mendengar hal ini. Dia juga tidak berdaya.“Mereka datang untuk bawa Ayu pergi. Kingston berhasil melarikan diri, tapi
“Sahana!” seru Shanti dan Hala pada saat yang sama.Syakia yang lengah pun terjatuh ke lantai akibat didorong oleh Kama. Namun, dia tidak peduli pada hal itu dan buru-buru berdiri, lalu menoleh ke arah Kama. Pada saat ini, terlihat seekor ular berbisa yang tubuhnya hanya tersisa setengah bagian sedang menggigit lengan Kama.Hala segera menepis kepala ular berbisa itu dan menusuknya. Sayangnya, semuanya sudah terlambat.Syakia buru-buru membuka lengan pakaian Kama dan melihat bagian yang tergigit ular berbisa telah berubah warna menjadi hitam.“Cepat ikat lengannya dengan erat!”Shanti menyerahkan jasad Anggreni kepada Syakia, lalu buru-buru mengeluarkan sebutir pil penawar racun kepada Kama ketika Hala mengikat lengan Kama.Namun, ular berbisa Ular Sembilan memiliki racun yang sangat istimewa dan mematikan. Pil penawar racun ini hanya dapat memperlambat penyebaran racun, tetapi tidak dapat menawarkan racun dalam tubuh Kama.Hal yang paling penting adalah, pil penawar racun ini juga tid