Adika merasa dirinya sudah berubah. Sebagai Pangeran Pemangku Kaisar yang hanya harus menunduk pada Kaisar seorang, dia yang selama ini selalu memberi perintah kepada orang lain. Namun, entah kenapa, dia malah suka diberi perintah oleh gadis ini. Jadi, begitu mendengar ucapan Syakia, Adika langsung merasa bersemangat. Seolah-olah apabila Damar tidak bertindak, dia benar-benar akan langsung turun tangan sendiri. Namun, Damar mana mungkin membiarkan Adika bertindak?Ekspresi Damar terlihat sangat suram. Setelah ragu sejenak, dia baru menoleh ke arah orang di belakang Abista, lalu memanggil namanya di bawah tatapan tidak percaya para putranya.“Ayu, keluar.”Begitu mendengar dua patah kata itu, Ayu langsung memaki Syakia dalam hati. Dasar wanita jalang! Sialan! Kenapa dia tidak langsung meracuni Syakia sampai mati saja sebelumnya?Saat ini, Ayu sangat berharap dirinya bisa kembali ke 2 bulan lalu, lalu meracuni Syakia sebelum Syakia meninggalkan Kediaman Keluarga Angkola. Meskipun Damar
Ayu menggigit bibirnya, lalu berusaha memutar otak secepat mungkin dan teringat sesuatu. Dia lanjut menunjukkan tampang kasihan dan berkata, “Ayu juga nggak tahu. Ainur cuma bilang dia nggak enak badan dan mau cari tabib. Sisanya, Ayu benar-benar nggak tahu. Kalau Kak Kama curiga, lebih baik kita suruh Ainur keluar biar Kak Kama bisa menginterogasinya?”Ketika mengucapkan kata-kata itu, Ayu diam-diam memberi isyarat mata yang penuh ancaman kepada Ainur. Ainur langsung memahami maksud Ayu dan langsung merasa tegang. Ketika semua orang menatap Ainur, Ainur melihat dengan mata kepala sendiri majikannya itu melontarkan beberapa patah kata tanpa suara. ‘Ingat sama keluargamu.’Pada saat ini, hati Ainur langsung tenggelam.“Bruk!”Pada akhirnya, Ainur memilih untuk berserah pada nasib dan berlutut di lantai. Dia berkata sambil menangis, “Aku pelakunya. Ini semua nggak berkaitan sama Nona Ayu ....”“Aku yang beli bebek goreng itu pakai nama Nona Ayu, juga diam-diam menaruh racun ke bebek gor
“Cukup, jangan banyak omong kosong lagi.” Setelah mendengar sampai di sini, Damar merasa penjelasan ini sudah cukup meyakinkan. Dia segera menyela ucapan Ainur dan hendak membantu Ayu menutupi perbuatannya dengan langsung menarik kesimpulan.“Sekarang, masalah ini sudah diselidiki dengan jelas. Semua hal ini disebabkan oleh seorang dayang yang hendak mencelakai majikannya. Kami akan memberinya hukuman sesuai perbuatannya. Pangeran Adika dan Putri Suci nggak perlu repot-repot mengurus sisanya lagi.”Baru saja Damar selesai berbicara, Syakia bertanya dengan heran, “Nona Ayu, kamu benar-benar nggak tahu apa-apa?”Ayu lanjut berlagak kasihan dan menjawab, “Aku benar-benar nggak tahu. Aku harap Kak Sya ... Putri Suci jangan berprasangka buruk padaku karena punya salah paham terhadapku.”Ayu sengaja mengatakan hal itu dengan sangat halus. Namun, kata-katanya terkesan seperti Syakia sedang mencari masalah dengannya di telinga orang lain.Baru saja Abista hendak mengatakan sesuatu, Syakia sud
“Mereka ... mereka asal bicara! Mereka lagi memfitnahku! Kak Syakia, kenapa kamu suruh mereka untuk memfitnahku!”Ayu masih bersikeras untuk berdalih dan mencoba untuk membela diri. Namun, Syakia hanya tertawa tanpa berbicara.Salah satu pemilik toko obat itu mengeluarkan selembar kertas dan berujar, “Nona seharusnya masih ingat kamu ada isi kertas ini waktu datang beli bahan obat di tokoku, ‘kan? Meski nama yang kamu isi di kertas ini berbeda dengan nama yang kamu isi di 2 tempat lainnya, waktu pembelian obatnya nggak mungkin salah.”Kedua pemilik toko obat lainnya juga menunjukkan kertas yang mereka bawa. Mereka menyerahkan kertas itu kepada Adika, tetapi Adika langsung menyerahkannya kepada Syakia.Syakia hanya melirik sekilas, lalu menyuruh orang untuk memberikannya kepada Damar. Damar melirik selembar demi selembar kertas itu. Pada akhirnya, Abista yang masih tidak bersedia memercayai fakta ini mengambil kertas-kertas itu dari tangan ayahnya. Setelah membaca dengan saksama waktu
Jelas-jelas, Damar terlebih dahulu mengepung Kuil Bulani sebelum mengetahui faktanya dan melindungi Ayu. Namun, yang keluar dari mulut Adika malah terkesan seolah-olah dia sengaja memfitnah Syakia. Ekspresinya seketika menjadi sangat suram.“Apa sebenarnya yang kalian inginkan?”Syakia menjawab dengan acuh tak acuh, “Aku nggak mau apa-apa. Aku cuma harap Adipati bisa bertindak adil dan nggak memihak.”Namun ... apakah mantan ayahnya ini dapat bertindak adil dan tidak memihak? Jika Syakia masih belum meninggalkan kediaman ini atau masih belum diangkat menjadi Putri Suci oleh Kaisar, jika dia yang melakukan hal seperti ini, Damar tidak mungkin hanya menghukumnya dengan mengurungnya di aula leluhur untuk merenungkan kesalahannya. Jadi, dia ingin tahu apakah ayah yang selalu bersikap angkuh ini bisa bersikap adil atau tidak.Damar menatap Syakia dengan lekat-lekat. Namun, dalam menghadapi tatapan yang penuh intimidasi dan tajam itu, Syakia sama sekali tidak mundur. Tepat pada saat situasi
Ketika semua orang menatap Syakia dengan perasaan campur aduk, Syakia hanya berkata dengan acuh tak acuh, “Buat apa kalian menatapku? Bukannya Tuan Kama sudah bilang dia nggak akan mati? Sebaiknya kalian mulai secepatnya.”Sikap Syakia yang acuh tak acuh membuat Ayu sangat murka. Beraninya Syakia mendesak! Apa dia tidak tahu siapa yang akan dipukul? Jika bukan karena ada begitu banyak orang di tempat ini, Ayu benar-benar ingin langsung menampar Syakia!Pada akhirnya, orang yang menjalankan tugas berat mencambuk Ayu adalah Abista. Setelah Damar memberi perintah, Abista pun menjalankan tugasnya sama seperti 2 bulan lalu. Hanya saja, orang yang dipukul kali ini adalah Ayu.Abista mengambil cambuk yang memancarkan cahaya dingin itu. Namun, untuk pertama kalinya, dia tidak tahu harus bagaimana memulai hukuman ini. Dia menoleh ke arah Syakia, seolah-olah masih ingin membantu Ayu memohon ampun. Jika Syakia berbesar hati, mungkin saja Ayu tidak perlu dicambuk.“Syakia, biar bagaimana, Ayu itu
“Gubrak!”“Ayu!” Abista buru-buru meletakkan cambuknya, lalu memapah Ayu dengan hati-hati. “Ayu, kamu baik-baik saja? Kamu masih bisa bertahan?”Ayu memejamkan matanya dan sama sekali tidak bergerak.Ketika Damar buru-buru berjalan ke hadapan Ayu dan ingin memeriksa apakah Ayu benar-benar terluka parah, Adika pun tertawa mengejek.“Putri bungsumu itu benar-benar lemah. Dia jelas-jelas hanyalah putri asuh yang baru dibawa pulang nggak lama ini, tapi dia malah lebih rapuh dari seorang putri sah yang tumbuh besar dengan dimanjakan keluarganya dari kecil.”Nada Adika terdengar penuh sindiran. Dia melanjutkan, “Baru dicambuk 20 kali, dia sudah pingsan. Waktu Sahana dicambuk sebanyak 50 kali dulu, gimana sebenarnya dia bertahan?”Ucapan Adika sepertinya juga mengandung amarah. Dia telah menyuruh bawahannya untuk menyelidiki apa sebenarnya yang dialami Syakia selama tinggal di Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan dan menemukan banyak informasi.Namun, Adika tetap tidak menemukan dari mana as
Damar menatap Syakia dan Adika dengan ekspresi yang sangat dingin. Dia berujar, “Aku nggak akan lupakan kejadian hari ini. Sekarang, aku sudah hukum orangnya. Apa Putri Suci sudah bisa serahkan obat penawarnya?”Syakia mengangkat alisnya dan menjawab, “Bukannya Adipati seharusnya minta obat penawarnya pada putri bungsumu? Orang yang meracuni orang itu dia, bukan aku.”Damar berkata dengan dingin, “Kamu tahu apa maksudku.”Memang Ayu yang meracuni Kahar sehingga Kahar memuntahkan darah dan tidak sadarkan diri. Namun, sebelum itu, Syakia juga meracuni Kahar. Racun itu yang membuat Kahar asal berbicara di pesta ulang tahun Janda Permaisuri!Syakia tertawa dan berujar, “Kenapa Adipati memfitnahku lagi? Ini tabib yang kamu cari sendiri. Kamu boleh tanya padanya apa ada racun lain di tubuh Kahar atau nggak.”Damar memicingkan matanya, lalu menoleh ke arah tabib tua itu. Sesuai dugaan, tabib tua itu menggeleng. Ekspresi Damar langsung berubah. Kemudian, dia berkata dengan acuh tak acuh, “Berh
Ketika musuh menyerang dulu, Adika memimpin seribu prajurit Pasukan Bendera Hitam yang baru selesai dilatih untuk menyerang ke wilayah musuh dan berhasil memutus jalur belakang pasukan musuh. Alhasil, sebelum perang besar dimulai, pasukan musuh sudah ketakutan dan buru-buru mundur sejauh 250 kilometer.Hal ini tentu saja membuat pihak musuh merasa sangat malu. Jadi, hal ini tidak tersebar.Sementara itu, Adika pada dasarnya memang tidak suka menonjolkan diri di medan perang. Oleh karena itu, orang yang mengetahui hal ini benar-benar tidak banyak. Namun, Nugraha mengetahui hal ini. Kali ini, yang menjadi bahan pertimbangan Nugraha bukanlah jumlah prajurit yang dibawa datang Adika, melainkan sikap Adika. Tiga ribu prajurit ini merupakan sikap yang ditunjukkan Adika. Nugraha yang memahami maksud Adika pun dapat dengan tenang menyerahkan markasnya kepada Adika.Adika pun tersenyum dan memberikan penjelasan secara rinci kepada Syakia. Setelah itu, Syakia baru paham.“Jadi, kamu boleh atur
“Kia ...,” panggil Adika dengan tidak sadar.“Hmm?”Syakia yang masih linglung dan tidak mendengar jelas suara itu tetap menyahut. Setelah tersadar, dia baru bertanya dengan kebingungan, “Apa yang Pangeran bilang tadi?”Adika berdeham sekali dan tentu saja tidak akan mengaku. “Nggak apa-apa. Aku cuma tanya kamu lapar atau nggak. Mau makan sedikit?”“Oh, mau.” Syakia mengangguk secara refleks, tetapi masih merasa linglung. Kenapa dia merasa tadi Adika sepertinya hanya mengucapkan sepatah kata? Apa Adika memang mengucapkan kalimat sepanjang itu?Sayangnya, sebelum Syakia mendapat jawabannya, Adika sudah membawakan semangkuk bubur ke depannya.“Hmm? Wangi sekali.”Begitu mencium aroma itu, Syakia seketika merasa perutnya tidak berhenti mengeluarkan bunyi keroncongan.Adika yang mendengar suara itu juga tertawa. “Kalau wangi, cepat bangun dan makan dulu. Habis makan, baru mandi.”Adika berusaha mengendalikan tangannya yang sangat ingin langsung menyuapi Syakia, lalu hanya menyerahkan seman
Begitu mendengar ucapan Syakia, semua pejabat itu langsung kegirangan.“Putri Suci serius? Putri Suci benar-benar mau pergi ke daerah wabah?”“Tapi, bukankah itu akan sedikit berbahaya?”‘Sedikit? Apanya yang sedikit? Itu jelas-jelas teramat sangat berbahaya!’ seru Adika dalam hati. Dia hampir tidak dapat mengendalikan ekspresinya, sedangkan sudut mulutnya tidak berhenti berkedut saking marahnya. Adika sangat ingin langsung bertanya apa yang dipikirkan Syakia. Syakia boleh berdoa, tetapi kenapa Syakia tidak menunggu sampai dia mengendalikan situasi wabah di berbagai tempat dulu, baru langsung mengadakan upacara doa skala besar?Adika bisa membantu Syakia terhindar dari berbagai macam bahaya, tetapi kenapa Syakia bersikeras pergi ke setiap daerah wabah? Apa bedanya itu dengan mencari mati?Namun, Adika berusaha menekan amarahnya. Setelah para pejabat itu pergi, dia baru menoleh ke arah Syakia dan berkata dengan terburu-buru, “Daerah wabah terlalu berbahaya! Kamu nggak boleh ke sana!”“
“Kenapa kamu nggak berbaring dengan baik dan lanjut istirahat?”Adika melangkah maju dengan cepat. Ketika hendak mengulurkan tangan untuk memapah Syakia, dia baru menyadari bahwa Hala sedang memapah Syakia dari belakang. Hanya saja, Hala terhalang oleh pintu sehingga orang di luar tidak dapat melihatnya.Syakia menahan tangan Adika, lalu tersenyum. “Nggak usah. Aku sudah berbaring terlalu lama di kereta kuda sampai badanku terasa kaku. Sekarang, aku mau meregangkan otot tubuh. Lagian, aku sudah nggak apa-apa. Aku sudah baikan setelah minum obat.”‘Bohong! Kalau kamu benar-benar sudah nggak apa-apa, mana mungkin kamu suruh Hala diam-diam memapahmu,’ gumam Adika dalam hati.Adika tahu bahwa Syakia hanya bersandiwara di depan para pejabat ini. Pada akhirnya, dia pun menarik kembali tangannya yang terulur sampai setengah.“Saat ini, tempat yang situasinya paling parah di Lukati adalah Kabupaten Nirila. Tapi, ada Bupati Nugraha yang berjaga di sana. Meski Pasukan Bendera Hitam yang kubawa c
Awalnya, situasi di Lukati tidak begitu parah. Bagaimanapun juga, Nugraha adalah seorang komandan yang baik, juga memiliki kendali atas pasukan yang jumlahnya mencapai puluhan ribu prajurit. Dia tidak mungkin tidak dapat mengendalikan situasinya.Hanya saja, dalam beberapa hari ketika kelompok Adika melakukan perjalanan, seorang pejabat kabupaten yang terkenal di Lukati dibunuh. Setelahnya, wabah itu pun merebak di seluruh Kabupaten Nirila. Dalam waktu semalam, ada ribuan penduduk yang terjangkit wabah.Setelah Nugraha mengutus orang untuk memeriksa kebenarannya, baru diketahui bahwa pejabat Kabupaten Nirila itu pernah menculik seorang gadis. Berhubung takut perbuatannya terungkap, dia pun membunuh orang tua gadis itu.Namun, pejabat itu tidak tahu bahwa gadis itu masih memiliki seorang kakak yang sudah meninggalkan rumah bernama Ardi Carya. Ketika masih muda, Ardi pernah melukai orang. Berhubung khawatir melibatkan keluarganya, dia pun meninggalkan rumah dan pergi ke Kalika.Setelahny
Pejabat yang ketakutan itu pun menjadi makin takut. Siapa yang tidak tahu bahwa Adika adalah dewa kematian yang sudah merenggut nyawa yang tidak terhitung jumlahnya? Begitu Adika menghunuskan pedangnya, semua orang sontak ketakutan dan buru-buru menutup mulut mereka.Seorang tabib bergegas datang. Setelah memeriksa Syakia, dia baru merasa lega. “Pangeran Adika, tenang saja. Putri Suci cuma masuk angin. Ditambah dengan terlalu lelah karena melakukan perjalanan, dia baru jatuh sakit.”“Coba lihat resep ini. Apa obatnya perlu diganti atau lanjut diminum saja?”Adika menyerahkan resep yang dibuka Syakia kepada tabib. Tabib itu membacanya dengan saksama, lalu menggeleng. “Nggak usah ganti. Obat ini sudah cukup. Aku akan tambahkan sebuah bahan obat. Setelah meminumnya, Putri Suci akan segera sadar.”Pada saat ini, Syakia perlahan-lahan membuka matanya. Ketika mendengar percakapan mereka, dia berkata dengan suara serak, “Nggak usah ....”Mendengar suara Syakia, Adika segera berjalan mendekat
Ketika menyodorkan saputangan itu, entah karena Laras sengaja atau tidak, ujung jarinya yang terluka akibat tertusuk jarum juga terlihat.Syakia melirik luka-luka itu tanpa ekspresi, lalu mengalihkan pandangannya. “Sudah kubilang, aku nggak benci lagi sama kamu dari dulu. Buat apa kamu lakukan hal-hal nggak berarti seperti ini.”Laras tersenyum pahit dan menjawab, “Nggak. Setidaknya bagiku, bisa memberikan saputangan ini kepadamu sekarang sangat berarti. Setelah ini, hidupku mungkin nggak berarti lagi.” Keheningan di antara Syakia dengan Laras berlangsung cukup lama. Sayangnya, pada akhirnya, Syakia tetap tidak menerima saputangan itu.“Kenapa masih berdiri di sini?”Adika yang baru selesai memberi perintah kepada Pasukan Bendera Hitam berjalan kembali dan menyaksikan hal ini. Dia pun melangkah maju dan memisahkan Syakia dari Laras tanpa bersuara. Kemudian, Adika berkata pada Syakia dengan penuh perhatian, “Ini sudah sangat malam. Sebaiknya kamu cepat masuk. Kalau nggak, nanti kamu m
Laras akan terlebih dahulu masuk ke Kediaman Pangeran Pemangku Kaisar dan membuka jalan bagi Syakia. Setelah Syakia kembali ke kehidupan duniawi dan menikah dengan Adika, Laras akan membiarkan Syakia menjadi istri sah, sedangkan dirinya menjadi selir. Dengan begitu, hubungan mereka akan tetap seperti saudari. Dia merasa dirinya lebih bisa membantu Syakia menyingkirkan segala halangan. Laras sudah mengetahui perasaan Adika terhadap Syakia dari awal. Dia bahkan memiliki firasat bahwa suatu hari nanti, Adika pasti akan menikahi Syakia. Namun, dia tidak percaya pada laki-laki.Dari dulu, laki-laki selalu memiliki banyak istri. Bahkan rakyat jelata saja begitu, apalagi seseorang yang begitu berkuasa seperti Pangeran Pemangku Kaisar?Tidak peduli seberapa besar rasa suka pria seperti Adika terhadap Syakia sekarang, perasaannya pasti akan berubah suatu hari nanti. Daripada menunggu sampai dia mengkhianati Syakia kelak, lebih baik Laras membuat Syakia melihat jelas seperti apa sebenarnya sif
“Semua pemanah, bersiap!” perintah Gading begitu mendengar suara teriakan itu.Ratusan prajurit Pasukan Bendera Hitam segera mengangkat busur mereka dan membidik ke arah hutan.“Tunggu! Kami menyerah! Kami menyerah!”Orang yang bersiap untuk menyergap di dalam hutan tidak menyangka keberadaan mereka sudah ditemukan bahkan sebelum rombongan itu masuk ke hutan. Bahkan ada salah satu dari mereka yang sudah terkena panah.Tepat pada saat hujan panah akan diluncurkan ke arah mereka, orang-orang di dalam hutan buru-buru berseru untuk menghentikannya.“Dasar bandit sialan! Berani sekali kalian bersembunyi di dalam hutan dan hendak menyergap kami! Cepat keluar!”Seruan Gading sontak membuat para bandit yang bersembunyi dalam hutan ketakutan dan berlari keluar dengan terburu-buru.Begitu melihat orang-orang itu, Adika bisa menebak bahwa mereka seharusnya adalah bandit gunung. Dia pun memicingkan mata dan bertanya, “Kalian itu bandit gunung mana?”Pemimpin sekelompok bandit itu buru-buru berlutu