Share

Bab 155

Author: Emilia Sebastian
Begitu mendengar nama Panji, Abdi segera membantah dengan marah, “Ayah, jangan pernah sebut nama bajingan itu lagi di hadapanku! Meski aku ini juga anak berandal, aku nggak sejahat dan begitu nggak bermoral sepertinya.”

Selain mencuri, Panji juga mencelakai mantan tunangannya. Dia benar-benar tidak tahu malu! Abdi tidak memiliki teman yang begitu memalukan sepertinya.

Perlu diketahui bahwa mencuri hanyalah masalah moral, tetapi mencelakai orang adalah masalah karakter. Hari ini, Abdi hanya memaki Panji di depan umum. Itu masih bukan apa-apa!

“Iya, iya, aku nggak akan ungkit namanya lagi.” Purwa mengelus janggutnya, lalu berkata sambil tertawa, “Tapi, kamu juga jangan keterlaluan. Dia itu juga putra tunggal Joko, sedangkan pamannya adalah Adipati Pelindung Kerajaan. Berhubung Pangeran Adika sudah kasih hukuman ke mereka, sebaiknya kamu jangan ikut campur lagi.”

“Duh, Ayah tenang saja. Aku juga malas meladeninya. Masih ada hal lain yang harus kutangani selanjutnya.” Abdi berkata dengan g
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 156

    Ucapan Kahar langsung membuat Abista terdiam. Benar, dia sebenarnya sempat curiga. Sebelum ulang tahun Syakia hari itu, mereka sama sekali tidak menyadari bahwa ada yang aneh dengan urutan ulang tahun kedua adik perempuan mereka.Sampai Adika mengungkapkannya hari itu, mereka baru menyadari bahwa Ayu memang seumuran dengan Syakia, tetapi ulang tahun lebih cepat 2 bulan. Yang seharusnya menjadi kakak malah menjadi adik, sedangkan yang seharusnya menjadi adik malah menjadi kakak. Mereka sama sekali tidak pernah menyadari detail ini.Abista yang merasa bersalah segera mengetahui alasannya. Mereka bahkan melupakan ulang tahun Syakia, mana mungkin mereka memperhatikan hal itu? Meskipun Damar sudah memberi penjelasan kepada mereka bahwa hari ulang tahun Ayu sudah diubah menjadi hari yang sama dengan hari peringatan ibunya, kenapa Damar tidak memberi tahu mereka dari awal? Apa karena Damar merasa itu tidak penting atau ... ada rahasia yang tersembunyi di baliknya?Setelah pulang ke rumah har

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 157

    Kahar mengerutkan keningnya dan bertanya, “Kenapa kamu ngomongnya begitu terbata-bata? Apa yang kamu sembunyikan?”Ayu mengeluarkan benda itu dengan hati-hati. Begitu melihatnya, mata Kahar langsung berbinar.“Bukannya itu bebek goreng dari Rumah Makan Fesili? Ayu sengaja membelikannya untuk Kakak?”Ayu memaksakan seulas senyum dan menjawab, “Iya. Tadi, Kakak pulang lebih cepat. Ayu menebak Kakak pasti nggak kenyang. Jadi, Ayu sengaja pergi ke Rumah Makan Fesili dalam perjalanan pulang tadi, lalu membelikan bebek goreng kesukaan Kakak.”Kahar yang awalnya ingin pergi mencari Abista pun tidak terburu-buru keluar.“Memang Ayu yang paling perhatian. Kamu bahkan ingat apa makanan kesukaan Kakak.” Kahar tersenyum makin gembira dan melanjutkan, “Ayo masuk. Kebetulan, Kakak memang agak lapar. Kita makan bareng saja.”Setelah duduk, Kahar membuka kertas minyak yang membungkus bebek goreng itu dengan tidak sabar.Ayu buru-buru melambaikan tangan dan menjawab, “Nggak usah. Aku sudah makan kenyan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 158

    Sayangnya, orang yang keluar untuk menemui Damar bukanlah Syakia. Damar menatap orang itu dan bertanya dengan dingin, “Di mana Syakia? Suruh dia keluar untuk temui aku.”Shanti berdiri di atas tangga sambil memutar tasbih. Dia menunduk dan menatap Damar sambil berkata, “Setelah bertahun-tahun, ternyata kamu masih searogan ini.”Ucapan Shanti dipenuhi dengan ejekan. Orang yang berdiri di hadapannya jelas-jelas adalah Adipati Pelindung Kerajaan yang memiliki kekuasaan tinggi di istana, tetapi dia sepertinya sama sekali tidak takut. Tatapannya bahkan dipenuhi dengan peremehan.“Hari ini, aku bukan datang untuk bernostalgia denganmu. Serahkan Syakia! Kalau nggak, kamu seharusnya tahu apa yang akan kulakukan.”“Apa yang akan kamu lakukan?” Shanti bertanya dengan nada menghina, “Maksudmu, cara-cara nggak tahu malu dan tercela seperti yang kamu lakukan dulu?”Ekspresi Damar langsung menjadi muram. Dia menggenggam erat cambuk kuda di tangannya dan berseru, “Shanti, jangan lupa bahwa Kahar dan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 159

    “Kebetulan Pangeran Adika sudah datang. Kalau Adipati Damar butuh bantuan, cari saja Pangeran Adika. Kalau kamu bertanya padaku, jawabanku masih tetap sama.”Untuk masuk ke Kuil Bulani, Damar harus melakukannya sesuai aturan. Tanpa izin dari Kaisar, Shanti tidak akan membiarkan anggota Keluarga Angkola menginjak masuk ke Kuil Bulani.Damar sontak mengeratkan pegangannya pada cambuk kuda dengan marah. Dia sangat ingin langsung mencambuk Adika yang sangat mengganggu itu.“Nggak perlu. Berhubung kamu bersikeras mau menjalankan semuanya sesuai peraturan, aku akan pergi temui Yang Mulia Kaisar sekarang juga. Aku mau tahu apa seseorang yang berani meracuni kedua kakak kandungnya itu layak diangkat menjadi putri suci atau nggak!” ujar Damar dengan dingin. Kemudian, dia langsung berbalik dan hendak pergi.Pada saat ini, beberapa prajurit Pasukan Bendera Hitam tiba-tiba mengadang di depan kereta kuda Damar.“Adika, apa maksudmu ini?” seru Damar sambil menoleh dengan marah.“Nggak ada maksud apa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 160

    Sayangnya, tidak peduli seberapa buruk pun firasat Damar, semuanya sudah terlambat. Setelah Syakia naik ke kereta kuda Keluarga Angkola, Pasukan Bendera Hitam Adika langsung mengambil alih semuanya dari kusir sampai pengawal yang mengawal di sisi kereta kuda. Mereka jelas tidak ingin orang dari Keluarga Angkola mendekati kereta kuda itu.Begitu menyaksikan hal ini, ekspresi Damar sontak menjadi suram.“Itu kereta kudaku!”“Sekarang, itu sudah jadi kereta kuda Putri Suci.” Adika menjawab tanpa malu, “Tentu saja, kamu juga boleh mengusir Putri Suci turun. Tapi, aku nggak tahu apa Putri Suci akan setuju untuk pergi ke rumahmu lagi atau nggak.”Damar menatap Adika dengan tatapan yang sangat berbahaya. Namun, Adika hanya tersenyum tanpa merasa takut dan membiarkan Adika lanjut menatapnya.Pada saat ini, terdengar suara kesal Syakia dari dalam kereta kuda.“Masih mau tunggu berapa lama? Jangan buang-buang waktu lagi.”Adika pun tersenyum. “Pertanyaan itu ditujukan padamu, Adipati Damar. Suda

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 161

    Seusai berbicara, Adika merapikan ujung pakaiannya dan melangkah masuk ke Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan untuk menyusul putri sucinya.Damar yang tidak memahami maksud Adika pun mengernyit. Dia juga diam-diam merasa waswas. Apa sebenarnya yang ingin dilakukan Adika dengan mengikuti Syakia datang kemari?Namun, Damar akan segera mengetahui jawabannya.Syakia dan Adika berjalan masuk ke rumah. Setelah duduk, Syakia langsung bertanya, “Adipati Damar, sekarang aku dan Pangeran Adika sudah datang. Apa semua anggota keluargamu ada di rumah?”Damar mengernyit begitu mendengar pertanyaan Syakia itu. Namun, berhubung Adika juga berada di sini, dia tidak berkomentar.“Selain Abista dan Kama, semua orang ada di rumah.”Abista dan Kama sedang pergi meminta cuti. Bagaimanapun juga, yang satu bekerja di istana, sedangkan yang satu lagi masih harus menghadiri akademi. Semalam, Kahar tiba-tiba tidak sadarkan diri karena keracunan. Berhubung kedua adik laki-laki dalam keluarga sudah sakit, Abista

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 162

    Menawarkan racun adalah masalah yang sangat sederhana. Tanpa perlu berpikir, Syakia tahu siapa yang meracuni Kahar sampai dia muntah darah dan pingsan.Di pesta ulang tahun kemarin, Kahar masih terlihat baik-baik saja. Dia seharusnya baru keracunan setelah pulang. Hanya dalam waktu semalam, orang yang meracuninya tidak mungkin berhasil menghapus semua jejaknya. Oleh karena itu, cara paling sederhana adalah langsung menggeledah.“Nggak mungkin!”Setelah Syakia mengajukan permintaan itu, Damar langsung menolak tanpa ragu. “Memangnya siapa saja boleh menggeledah kediamanku! Meski itu Pangeran Adika, dia juga nggak punya hak setinggi itu!”Adika pun tersenyum sinis. Baru saja dia hendak berbicara, Syakia tiba-tiba menarik ujung pakaiannya. Adika pun tertegun dan tidak jadi berbicara dan membiarkan Syakia menggantikannya berbicara.Syakia tersenyum dan berujar, “Pangeran Adika memang nggak punya hak seperti itu. Tapi, Adipati harus sadari keadaanmu sekarang. Bukan aku dan Pangeran Adika ya

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 163

    Namun, setelah mendengar usul Adika, Syakia malah menggeleng dan menjawab, “Nggak usah. Aku tahu siapa yang melakukannya. Jadi, biar aku saja yang tangani masalah kali ini.”Syakia bukan hanya ingin menyelesaikan masalah ini, juga mau memberi pelajaran pada orang angkuh di balik hal ini. Orang itu tidak berhenti menantangnya. Apa orang itu masih meremehkannya? Jika tidak memberinya sedikit pelajaran, orang itu mungkin akan makin menjadi-jadi. Oleh karena itu, Syakia memutuskan untuk datang, sedangkan Adika yang mengkhawatirkannya juga ikut datang.“Tentu saja, Adipati juga boleh memilih untuk menolak permintaanku. Tapi, pikirkan dulu baik-baik. Keadaan putramu sepertinya lumayan serius. Memangnya dia bisa bertahan berapa lama?” tanya Syakia sambil tersenyum tipis.Saat ini, Syakia jelas-jelas mengenakan jubah biksuni. Namun, ucapannya terdengar sangat pedas dan kejam. Melihat Syakia yang seperti ini, hati Adika pun bergejolak dan tidak berhenti berdebar. Ketika Syakia membacakan sutr

Pinakabagong kabanata

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 346

    “Semua pemanah, bersiap!” perintah Gading begitu mendengar suara teriakan itu.Ratusan prajurit Pasukan Bendera Hitam segera mengangkat busur mereka dan membidik ke arah hutan.“Tunggu! Kami menyerah! Kami menyerah!”Orang yang bersiap untuk menyergap di dalam hutan tidak menyangka keberadaan mereka sudah ditemukan bahkan sebelum rombongan itu masuk ke hutan. Bahkan ada salah satu dari mereka yang sudah terkena panah.Tepat pada saat hujan panah akan diluncurkan ke arah mereka, orang-orang di dalam hutan buru-buru berseru untuk menghentikannya.“Dasar bandit sialan! Berani sekali kalian bersembunyi di dalam hutan dan hendak menyergap kami! Cepat keluar!”Seruan Gading sontak membuat para bandit yang bersembunyi dalam hutan ketakutan dan berlari keluar dengan terburu-buru.Begitu melihat orang-orang itu, Adika bisa menebak bahwa mereka seharusnya adalah bandit gunung. Dia pun memicingkan mata dan bertanya, “Kalian itu bandit gunung mana?”Pemimpin sekelompok bandit itu buru-buru berlutu

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 345

    Syakia membuka tirai dan melihat Adika.“Turunlah untuk hirup udara segar. Malam ini, kita makan lebih awal.”“Oke.”Syakia mengangguk pelan, lalu bangkit dan turun dari kereta kuda. Setelah turun, dia tiba-tiba teringat sesuatu dan melirik ke arah ujung rombongan ini.Adika menyadari gerakan Syakia dan mengikuti arah pandangnya. Kemudian, dia langsung mengalihkan pandangannya dan berkata dengan acuh tak acuh, “Jangan khawatir, mereka bawa makanan sendiri. Mereka nggak akan mati kelaparan.”Syakia tidak mengatakan apa-apa, hanya mengikuti Adika berjalan ke pinggir sungai dan duduk di sana. Para prajurit Pasukan Bendera Hitam bergerak sangat cepat. Tidak lama kemudian, mereka sudah selesai memasak.Makanan Adika sangat harum dan terlihat lezat, sedangkan makanan Syakia tetap hanyalah sayuran dan sup kosong. Meskipun Syakia makan dengan sangat lahap, Adika malah merasa agak bersimpati padanya.Hanya saja, entah kenapa Syakia sangat keras kepala dalam beberapa hal. Bahkan Adika juga tidak

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 344

    “Menikah?” Syakia pun tertegun sejenak.Laras pun tertawa, lalu menjawab, “Iya, itu pengaturan ayahku. Calon suamiku itu keponakan Kepala Prefektur Wisnu, kerabat jauh keluarga kami.”Syakia secara refleks bertanya, “Kalau mau menikah, kenapa bukan mereka yang datang menjemputmu?”Laras tersenyum. “Kia, kamu imut banget. Aku ke sana bukan jadi istri sah, cuma jadi seorang selir. Mana mungkin mereka datang jemput aku dengan meriah.”Setelah mendengar ucapan Laras, Syakia pun terdiam.“Kia, jangan sedih untukku. Aku ini juga putri Menteri Sekretariat. Meski jadi selir, orang di sana nggak akan berani mempersulitku.”Syakia memalingkan wajah, lalu berkata dengan nada dingin, “Siapa yang sedih untukmu? Hubunganku denganmu nggak sebaik itu.”Laras langsung menunjukkan tampang sedih. “Baiklah, anggap saja itu pemikiranku sepihak. Tapi, perjalanan ke Kalika terlalu jauh. Ayahku juga nggak utus orang untuk mengawalku. Jadi, Kia, boleh nggak kamu biarkan aku ikuti kalian demi persahabatan kita

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 343

    Meskipun waktunya sangat mendesak, Adika tetap langsung setuju.“Kamu baru keluar dari istana dan pasti belum kemas barang-barangmu. Aku akan antar kamu pulang dulu. Setelah mengumpulkan orang dan mengatur semuanya dengan baik, aku akan pergi jemput kamu besok pagi.”Berhubung hal ini sudah diputuskan, Adika segera mengaturkan segala sesuatu yang diperlukan meskipun merasa marah.Setelah kembali ke Kuil Bulani, Syakia juga mulai menangani urusannya sendiri. Dia meminta Yanto untuk membantunya merawat ladang obatnya, juga menyerahkan surat tanah Paviliun Awana kepada Yanto.Yanto pada dasarnya adalah mantan kepala pelayan Keluarga Kuncoro. Dia tentu saja dapat mengelola Paviliun Awana tanpa masalah. Selain itu, Syakia juga hanya memiliki sebuah permintaan, yaitu menanam semua ladang di Paviliun Awana dengan berbagai macam benih dan bibit yang ditinggalkannya.Mengenai ladang obat di Gunung Selatan, sebagian besar obat herbal itu sudah bertumbuh. Syakia pun memanen semua obat herbal yang

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 342

    Di ruang baca Kaisar dalam istana.“Bupati Nugraha dari Lukati?”Setelah mendengar nama orang itu, Syakia agak terkejut. Benar juga, dia sudah mengingat orang itu. Orang itu adalah majikan dari pengelola toko obat yang membantunya.“Karena kekeringan di Kalika sebelumnya, ada banyak penduduk Kalika yang mengungsi ke Lukati dalam 3 bulan itu. Waktu itu, Bupati Nugraha nggak menolak untuk menerima para pengungsi itu. Tak disangka, ada beberapa pengungsi yang terjangkit wabah selama melakukan perjalanan. Wabah itu sudah menyebar cukup luas di Lukati."Kaisar tersenyum sambil melanjutkan, “Sebenarnya, hal ini aneh juga. Yang tertimpa bencana alam jelas-jelas Kalika. Tapi, baik itu sebelum ataupun sesudah bencana, penduduk yang tetap tinggal di Kalika sama sekali nggak terpengaruh oleh wabah itu. Malah para pengungsi yang terjangkit wabah.”Berhubung terjadi fenomena aneh seperti ini, penduduk Kalika makin memuja Syakia. Semua orang berkata bahwa Putri Suci pernah mendoakan Kalika. Oleh kar

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 341

    “Benar, ini salahku karena terlalu bodoh dan naif dulunya. Makanya, aku baru kira orang yang sudah kehilangan akal sehat seperti kalian masih bisa bersikap adil.”Begitu teringat bagaimana dirinya menangis sambil memohon pada orang-orang ini dulu, Syakia benar-benar merasa dirinya sangat konyol. “Jadi, ada masalah kalau aku mau ambil kembali barang milikku sekarang?”“Nggak bisa!”Sebelum Damar sempat berbicara, Ranjana sudah terlebih dahulu menolak, “Paviliun Awana dan Menara Phoenix itu barang Ayu. Kamu boleh tukar dengan barang lain.”Ranjana mengira dirinya masih bisa bernegosiasi dengan Syakia.Syakia langsung mengangguk dan memberi perintah tanpa ragu. “Oke. Kalau begitu, tukar saja dengan nyawamu. Hala, bertindaklah.”“Syut!”Hala segera menghunuskan pedangnya dan menyerang Ranjana. Kali ini, Ranjana memang sudah memiliki persiapan hati, tetapi masih tidak dapat menangkis serangan mematikan Hala. Dia berhasil melindungi titik fatal tubuhnya, tetapi pedang Hala juga langsung mene

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 340

    Damar memicingkan matanya. Ada sedikit kesuraman yang melintasi matanya yang dalam.“Sejak kamu meninggalkan Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan, aku menyadari setiap kali kita bertemu, perubahanmu sangatlah besar. Kamu makin berbeda dengan putriku dulu.”Damar menatap Syakia lekat-lekat. Saat ini, dia sama sekali tidak menemukan jejak putrinya yang patuh, penurut, dan pengertian itu.Syakia menjawab dengan acuh tak acuh, “Sekarang, aku memang bukan putrimu lagi. Bukankah wajar kalau aku berbeda dari dulu?”Tidak, tidak wajar. Ini sama sekali tidak wajar.Sebelum upacara kedewasaan, Damar mengingat jelas bahwa putrinya ini masih membuatkannya sesuatu untuk menyenangkannya. Dia telah lupa apa benda itu, tetapi dia masih ingat kegembiraan dan harapan yang terpancar dari wajah Syakia.Dalam ingatan Damar, Syakia masih terlihat sangat polos pada saat itu. Dibandingkan dengan Syakia yang berdiri di depannya dengan tampang dingin sekarang, perubahannya terlalu besar sampai bisa membuat orang

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 339

    “Syakia, aku seharusnya jarang menyinggungmu, ‘kan?” tanya Ranjana setelah menatap Syakia untuk sesaat.“Tuan Ranjana, kamu sudah melupakan kata-katamu tadi secepat ini? Kalau kamu memang merasa kamu jarang menyinggungku, buat apa kamu datang untuk minta maaf? Bukankah tindakanmu itu sangat bertentangan?”Syakia juga menyambut tatapan Ranjana dengan dingin. Matanya juga mengandung sedikit ejekan.Ranjana pun memicingkan matanya. “Sebelumnya, kamu tiba-tiba mau jadi biksuni. Ayah, Ayu, Kak Abista, dan yang lain sangat khawatir. Sebagai kakak keempatmu, aku tentu saja juga mengkhawatirkanmu. Jadi, aku baru pakai sedikit cara licik untuk membawamu pulang ke rumah. Sekarang, aku merasa tindakan itu kurang tepat. Makanya, aku datang untuk minta maaf.”“Sedikit cara licik?” Syakia mulai merasa marah. “Kalau kamu benar-benar anggap aku sebagai adikmu, kamu nggak akan pakai cara yang kamu sebut licik itu lagi.”“Itu cuma obat untuk membuatmu patuh, bukan racun untuk membunuhmu. Buat apa kamu m

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 338

    “Oh iya. Pagi ini, Yang Mulia Kaisar sudah memanfaatkan kesempatan untuk mengurangi lumayan banyak kekuasaan yang dimiliki Adipati Damar. Hari ini, dia pasti akan datang mencarimu.” Adika menatap Syakia dan bertanya, “Apa perlu aku mengawasinya di sampingmu?”“Nggak usah. Selama dia masih mau mengeluarkan Ayu dari istana, sikapnya hari ini nggak akan seperti sebelumnya.”Ini adalah kesempatan yang sudah ditunggu Syakia sangat lama. Ayahnya yang tinggi hati akan tunduk padanya untuk yang pertama kalinya. Dia sangat menantikannya.Sesuai dugaan, hasilnya sangat memuaskan.“Syakia, Ayah yang salah sebelumnya.”Damar berdiri di depan gerbang Kuil Bulani dan meminta orang untuk memanggil Syakia. Setelah Syakia keluar, dia langsung meminta maaf dengan ekspresi serius.Begitu melihat sikap ayahnya, Ranjana yang ikut datang juga menunjukkan ekspresi terkejut. Dia tidak menyangka ayahnya akan menunduk pada Syakia. Ranjana tahu kali ini ayahnya tidak akan menggunakan cara paksa seperti sebelumn

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status