Share

Bab 153

Author: Lilia
Sejak awal, Satya memang tidak terlalu memperhatikan Anggi.

Jadi, waktu itu kucing ini juga hanya diserahkan begitu saja kepada para pelayan untuk dipelihara.

Makanan para pelayan sendiri selalu seadanya. Dengan makanan seperti itu, tentu saja bulunya tidak bisa tumbuh indah.

Pir sepertinya mengalami perlakuan buruk di kediaman ini, sampai ada tali yang terikat di lehernya.

Pandi melihat pandangan Satya tertuju pada tali itu. Dia buru-buru menjelaskan, "Ini kucing milik Tuan, jadi para pelayan takut kucingnya kabur kalau dilepas."

Satya menghela napas. "Mulai sekarang, beri dia makan tiga kali sehari. Nggak boleh sampai kelaparan."

"Baik."

"Selain itu, dalam sebulan, aku ingin melihat Pir tumbuh sehat dan cantik."

"Baik, hamba akan ingat."

Pandi pun membawa kucing mujair itu keluar dari ruang kerja, menyeka keringat di dahinya. Dia menunduk memandang kucing dalam pelukannya sambil bergumam, "Pir, nasibmu bakal berubah mulai sekarang."

Melihat sikap Satya terhadap kucing mujair ini, Pan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 154

    "Saya akan mengoleskan salep untuk Pangeran."Anggi memandangi wajah pria di hadapannya, wajah yang kini tanpa topeng. Meskipun masih ada bekas luka, dia bisa melihat ketampanan yang pernah dimiliki Luis.Seiring berjalannya waktu, dia yakin Luis akan kembali pada wajah tampan lamanya.Lagi pula, kepercayaan Anggi padanya sejak awal bukan karena status atau rupa, tetapi karena di kehidupan sebelumnya pria ini yang menguburkan jasadnya.Luis melepaskan genggamannya. "Baik."Anggi mengambil salep, lalu perlahan-lahan dan dengan sangat hati-hati mengoleskannya di wajah Luis.Saat Anggi mendekat sedikit, Luis langsung mencuri ciuman singkat. Baginya, sejak kemarin malam hingga saat ini, dia tak melihat sedikit pun kekesalan atau penolakan dari Anggi. Itu memberinya keberanian besar.Anggi tertegun sesaat, lalu lanjut mengoleskan salep dengan wajah merah padam. Saat proses akupunktur, Luis tak lagi menghindar saat harus membuka pakaiannya. Bagaimanapun, semalam mereka sudah saling membuka d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 155

    Anggi tahu kata-katanya terlalu blak-blakan. Namun, jika dia tidak bicara terus terang, Satya dan ayahnya akan mengambil kesempatan terlebih dulu.Dia tidak punya waktu sebanyak itu untuk perlahan-lahan menyusun strategi. Dia juga tahu, dalam kisah aslinya, Luis adalah penghalang terbesar bagi Satya untuk naik takhta.Bahkan sebelum dia menikah ke keluarga ini, kedua pria itu sudah diam-diam bersaing satu sama lain.Jadi, dia harus cepat, harus membuat Luis mulai memperbaiki citranya di hadapan rakyat sejak sekarang.Waktu seolah-olah berhenti berjalan. Setelah beberapa saat, Luis berkata, "Baik, kalau ini adalah keinginanmu." Dia terdiam sebentar, lalu melanjutkan, "Tapi ....""Tapi apa?""Selain itu, apa lagi?" Luis masih ingat pernah berjanji akan memberikan cinta yang tiada duanya untuk Anggi.Anggi belum pernah benar-benar memikirkan apa yang dia inginkan. Setelah terlahir kembali, yang diinginkan hanya bertahan hidup, melihat kehancuran Keluarga Suharjo, menyaksikan Satya serta W

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 156

    "Kurang ajar! Berani sekali kamu! Seorang pelayan rendahan berani mendorongku?" Wulan terduduk di tanah, menatap Sura dengan penuh kebencian.Sura mendengus dingin. "Kenapa istri Pangeran Pradipta keluar rumah tanpa membawa pelayan?""Kamu ...!" Wulan nyaris meledak karena marah. Dia mengangkat kepalanya, lalu melihat kusir keretanya berdiri diam tak bergerak di sisi kereta. Amarah dalam dadanya membuncah."Kalau kamu masih berani bertingkah seenaknya, pangeran kami nggak akan segan-segan datang sendiri ke Kediaman Pangeran Pradipta untuk menuntut keadilan bagi putri kami," ujar Sura.Ucapan itu langsung membuat Wulan terdiam. Dia bahkan tak berani mengucapkan sepatah kata pun.Meskipun Luis cacat, ayahnya adalah Kaisar. Sementara Pangeran Pradipta tidak ada apa-apanya!Jika sampai Pangeran Pradipta dipermalukan, yang akan menanggung akibatnya tentu saja adalah Wulan sendiri.Orang-orang mulai berkumpul menonton. Sura berkata, "Putri Pradipta, kalau tahu diri, cepatlah pergi sebelum ke

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 157

    "Heh!" Satya mendengus dingin. "Aku benar-benar nggak nyangka nyali Wulan akan sebesar ini. Ternyata dia ini penipu. Kalau dupa penenang itu bukan buatannya, berarti salep luka yang dipakai di militer itu juga bukan darinya."Pandi memang sejak awal tidak punya kesan baik terhadap Wulan. Dia pun menyahut, "Hamba kira dia adalah gadis berbakat di ibu kota, makanya sikapnya agak angkuh.""Angkuh?" Satya mengerutkan dahi, tidak mengerti. Seingatnya, Wulan adalah sosok wanita anggun dan penuh tata krama, lembut, dan sopan.Tentu saja, sikapnya yang tadi ingin membakar Balai Pengobatan Afiat membuat Satya muak.Pandi akhirnya mendapatkan momen untuk bicara. Dia pun menceritakan insiden saat Wulan menghinanya.Tentu saja, ceritanya dibumbui dengan sedikit drama. Hanya dengan begitu, Wulan tidak akan bisa lagi membisikkan kata-kata manis ke telinga Satya!"Dia benar-benar bilang seperti itu?" Satya tampak kaget."Aduh, mana mungkin hamba berani mengarang cerita tentang Nona Wulan? Memang betu

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 158

    "Kamu ...," gumam Dimas pelan.Faisal mempertegas, "Itu memang racikan dari Putri."Dimas menatap Anggi, membuka mulut sejenak sebelum akhirnya bertanya, "Jadi, dupa penenang itu dan semua salep luka yang digunakan di militer, semuanya darimu?""Kalau aku bilang iya, apa Tuan Dimas akan percaya?" jawab Anggi, menatapnya lekat-lekat dengan mata hitam yang penuh keyakinan.Hati Dimas sontak bergejolak hebat. Dia sudah menduga jawabannya, tetapi saat dia datang dan mendengarnya langsung dari mulut Anggi, rasanya seperti tidak nyata. Dia sampai kewalahan.Dimas mengangguk pelan. Anggi menghela napas pelan, lalu menyuruh Sura untuk membubarkan kerumunan warga di luar.Kini, hanya ada Anggi, Mina, dan Dimas di dalam ruangan.Anggi bertanya dengan tenang, "Kalau kamu sudah percaya, menurutmu pantaskah aku membenci Wulan? Dia mengambil segalanya dariku. Semua orang membelanya, mendesakku sampai ke jalan buntu, memaksaku menikah menggantikan dia.""Kalau saat itu aku menuruti Wulan dan kabur, d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 1

    "Jangan!!!"Rasa sakit yang luar biasa membuat Anggi Suharjo terbangun dari mimpi buruknya.Warna merah mendominasi pemandangan di depan matanya. Suara lembut dan aroma lilin yang sedang menyala, menyebar ke seluruh ruangan tempat Anggi berada. Anehnya, rasa sakit di tubuhnya sudah menghilang.Anggi terpana melihat pemandangan di hadapannya. Yang paling menyita perhatiannya adalah tulisan "Pesta Nikah" yang terpasang di balik lilin.Tanpa sadar, Anggi menunduk dan mendapati dirinya sedang memakai gaun pernikahan. Gaun pernikahan ini awalnya dia jahit untuk adik perempuannya, Wulan Suharjo. Dia tidak menyangka, gaun yang sudah dijahit selama tiga tahun itu akhirnya dipakai untuk pernikahan sendiri.Terlebih lagi, suaminya adalah Luis Giandra sang Pangeran Selatan yang reputasinya buruk.Pada awalnya, Luis adalah ahli perang yang terkenal di Negeri Cakrabirawa. Dalam perang tiga tahun yang lalu, dia dikhianati oleh bawahannya dan dihadapkan dengan situasi kritis. Walaupun dia berhasil lo

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 2

    Anggi baru bereaksi kembali setelah menatap lama Luis yang terbaring di tempat tidur.Dia jadi merasa serba salah. Apakah dirinya harus naik ke tempat tidur ... atau tidak?Dilihat dari sikapnya, Luis tidak bermaksud menyentuh Anggi. Namun kalau Dariani memeriksa besok pagi dan mendapati mereka tidak berseranjang, Dariani mungkin akan marah."Kemari." Saat Anggi sedang memusingkan masalah ini, pria yang ada di atas tempat tidur itu berseru dengan acuh tidak acuh.Jantung Anggi berdegup kencang. Dia menggenggam gaun pengantin dan mendekat pelan-pelan. Saat Anggi tiba di tempat tidur, Luis tiba-tiba berbalik menghadapnya dan mengayunkan tangan untuk memadamkan lilin.Dalam sekejap, kamar itu menjadi gelap.Detik berikutnya, sebuah tangan menggenggam pergelangan Anggi dan menjatuhkannya di atas ranjang. Anggi berteriak, lalu mendapati dirinya telah jatuh ke dalam sebuah pelukan hangat.Luis menatap Anggi yang tampak kurus, tapi berbentuk badan bagus itu. Jantung wanita yang terbaring dala

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 3

    "Obat ini seharusnya cukup efektif." Anggi mengambil sebotol salep berwarna putih dan mengorek sedikit dengan jarinya, lalu mengoleskannya di atas luka Luis.Tanpa sadar, Luis mengernyit. Namun hanya sebentar saja, perasaan segar dan dingin menutupi lukanya.Ekspresi Luis sedikit berubah. Tanpa sadar, dia menatap Anggi.Anggi sedang memusatkan perhatiannya pada luka Luis. Dia mengerucutkan mulut dan meniup luka itu dengan pelan. Detik kemudian, seolah-olah menyadari sikapnya terlalu lancang, Anggi pun berhenti dengan canggung.Luis merasa, wanita di depan ini sangat mirip dengan seseorang dalam ingatannya. Terutama efek obatnya ....Namun, Luis hanya mengernyit dan tidak berkata apa-apa.Setelah selesai merawat luka Luis, Anggi mengajak Luis untuk memberi salam pada Dariani.Kaisar mengizinkan Dariani untuk tinggal selama tiga hari di Kediaman Pangeran Selatan untuk memantau prosesi pernikahan Luis. Hal ini menunjukkan betapa besar kasih sayang Kaisar terhadap Dariani sehingga bisa men

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 158

    "Kamu ...," gumam Dimas pelan.Faisal mempertegas, "Itu memang racikan dari Putri."Dimas menatap Anggi, membuka mulut sejenak sebelum akhirnya bertanya, "Jadi, dupa penenang itu dan semua salep luka yang digunakan di militer, semuanya darimu?""Kalau aku bilang iya, apa Tuan Dimas akan percaya?" jawab Anggi, menatapnya lekat-lekat dengan mata hitam yang penuh keyakinan.Hati Dimas sontak bergejolak hebat. Dia sudah menduga jawabannya, tetapi saat dia datang dan mendengarnya langsung dari mulut Anggi, rasanya seperti tidak nyata. Dia sampai kewalahan.Dimas mengangguk pelan. Anggi menghela napas pelan, lalu menyuruh Sura untuk membubarkan kerumunan warga di luar.Kini, hanya ada Anggi, Mina, dan Dimas di dalam ruangan.Anggi bertanya dengan tenang, "Kalau kamu sudah percaya, menurutmu pantaskah aku membenci Wulan? Dia mengambil segalanya dariku. Semua orang membelanya, mendesakku sampai ke jalan buntu, memaksaku menikah menggantikan dia.""Kalau saat itu aku menuruti Wulan dan kabur, d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 157

    "Heh!" Satya mendengus dingin. "Aku benar-benar nggak nyangka nyali Wulan akan sebesar ini. Ternyata dia ini penipu. Kalau dupa penenang itu bukan buatannya, berarti salep luka yang dipakai di militer itu juga bukan darinya."Pandi memang sejak awal tidak punya kesan baik terhadap Wulan. Dia pun menyahut, "Hamba kira dia adalah gadis berbakat di ibu kota, makanya sikapnya agak angkuh.""Angkuh?" Satya mengerutkan dahi, tidak mengerti. Seingatnya, Wulan adalah sosok wanita anggun dan penuh tata krama, lembut, dan sopan.Tentu saja, sikapnya yang tadi ingin membakar Balai Pengobatan Afiat membuat Satya muak.Pandi akhirnya mendapatkan momen untuk bicara. Dia pun menceritakan insiden saat Wulan menghinanya.Tentu saja, ceritanya dibumbui dengan sedikit drama. Hanya dengan begitu, Wulan tidak akan bisa lagi membisikkan kata-kata manis ke telinga Satya!"Dia benar-benar bilang seperti itu?" Satya tampak kaget."Aduh, mana mungkin hamba berani mengarang cerita tentang Nona Wulan? Memang betu

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 156

    "Kurang ajar! Berani sekali kamu! Seorang pelayan rendahan berani mendorongku?" Wulan terduduk di tanah, menatap Sura dengan penuh kebencian.Sura mendengus dingin. "Kenapa istri Pangeran Pradipta keluar rumah tanpa membawa pelayan?""Kamu ...!" Wulan nyaris meledak karena marah. Dia mengangkat kepalanya, lalu melihat kusir keretanya berdiri diam tak bergerak di sisi kereta. Amarah dalam dadanya membuncah."Kalau kamu masih berani bertingkah seenaknya, pangeran kami nggak akan segan-segan datang sendiri ke Kediaman Pangeran Pradipta untuk menuntut keadilan bagi putri kami," ujar Sura.Ucapan itu langsung membuat Wulan terdiam. Dia bahkan tak berani mengucapkan sepatah kata pun.Meskipun Luis cacat, ayahnya adalah Kaisar. Sementara Pangeran Pradipta tidak ada apa-apanya!Jika sampai Pangeran Pradipta dipermalukan, yang akan menanggung akibatnya tentu saja adalah Wulan sendiri.Orang-orang mulai berkumpul menonton. Sura berkata, "Putri Pradipta, kalau tahu diri, cepatlah pergi sebelum ke

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 155

    Anggi tahu kata-katanya terlalu blak-blakan. Namun, jika dia tidak bicara terus terang, Satya dan ayahnya akan mengambil kesempatan terlebih dulu.Dia tidak punya waktu sebanyak itu untuk perlahan-lahan menyusun strategi. Dia juga tahu, dalam kisah aslinya, Luis adalah penghalang terbesar bagi Satya untuk naik takhta.Bahkan sebelum dia menikah ke keluarga ini, kedua pria itu sudah diam-diam bersaing satu sama lain.Jadi, dia harus cepat, harus membuat Luis mulai memperbaiki citranya di hadapan rakyat sejak sekarang.Waktu seolah-olah berhenti berjalan. Setelah beberapa saat, Luis berkata, "Baik, kalau ini adalah keinginanmu." Dia terdiam sebentar, lalu melanjutkan, "Tapi ....""Tapi apa?""Selain itu, apa lagi?" Luis masih ingat pernah berjanji akan memberikan cinta yang tiada duanya untuk Anggi.Anggi belum pernah benar-benar memikirkan apa yang dia inginkan. Setelah terlahir kembali, yang diinginkan hanya bertahan hidup, melihat kehancuran Keluarga Suharjo, menyaksikan Satya serta W

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 154

    "Saya akan mengoleskan salep untuk Pangeran."Anggi memandangi wajah pria di hadapannya, wajah yang kini tanpa topeng. Meskipun masih ada bekas luka, dia bisa melihat ketampanan yang pernah dimiliki Luis.Seiring berjalannya waktu, dia yakin Luis akan kembali pada wajah tampan lamanya.Lagi pula, kepercayaan Anggi padanya sejak awal bukan karena status atau rupa, tetapi karena di kehidupan sebelumnya pria ini yang menguburkan jasadnya.Luis melepaskan genggamannya. "Baik."Anggi mengambil salep, lalu perlahan-lahan dan dengan sangat hati-hati mengoleskannya di wajah Luis.Saat Anggi mendekat sedikit, Luis langsung mencuri ciuman singkat. Baginya, sejak kemarin malam hingga saat ini, dia tak melihat sedikit pun kekesalan atau penolakan dari Anggi. Itu memberinya keberanian besar.Anggi tertegun sesaat, lalu lanjut mengoleskan salep dengan wajah merah padam. Saat proses akupunktur, Luis tak lagi menghindar saat harus membuka pakaiannya. Bagaimanapun, semalam mereka sudah saling membuka d

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 153

    Sejak awal, Satya memang tidak terlalu memperhatikan Anggi.Jadi, waktu itu kucing ini juga hanya diserahkan begitu saja kepada para pelayan untuk dipelihara.Makanan para pelayan sendiri selalu seadanya. Dengan makanan seperti itu, tentu saja bulunya tidak bisa tumbuh indah.Pir sepertinya mengalami perlakuan buruk di kediaman ini, sampai ada tali yang terikat di lehernya.Pandi melihat pandangan Satya tertuju pada tali itu. Dia buru-buru menjelaskan, "Ini kucing milik Tuan, jadi para pelayan takut kucingnya kabur kalau dilepas."Satya menghela napas. "Mulai sekarang, beri dia makan tiga kali sehari. Nggak boleh sampai kelaparan.""Baik.""Selain itu, dalam sebulan, aku ingin melihat Pir tumbuh sehat dan cantik.""Baik, hamba akan ingat."Pandi pun membawa kucing mujair itu keluar dari ruang kerja, menyeka keringat di dahinya. Dia menunduk memandang kucing dalam pelukannya sambil bergumam, "Pir, nasibmu bakal berubah mulai sekarang."Melihat sikap Satya terhadap kucing mujair ini, Pan

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 152

    "Menurutku itu cuma rumor. Sejak masih menjadi putra mahkota, Pangeran Luis sudah dikenal sebagai orang yang penuh belas kasih.""Betul, Pangeran Luis benar-benar memikirkan rakyat. Di usia belasan tahun saja sudah turun ke medan perang dan hampir selalu menang dalam setiap pertempuran. Sayangnya, takdir mempermainkannya."Beberapa orang masih tertarik dan ingin terus membicarakannya, tetapi seseorang dari tengah kerumunan tiba-tiba berteriak, "Kalian sudah bosan hidup ya? Berani-beraninya membicarakan keluarga kekaisaran di jalan umum!"Kerumunan langsung bubar.Namun, tindakan penuh kebaikan dan rasa kemanusiaan dari Luis dan Anggi telah terukur di hati rakyat.Di sudut jalan, kereta Kediaman Bangsawan Aneksasi perlahan melaju mendekat. Pandi berlari mendekat, menempel pada sisi kereta dan berseru, "Tuan, hamba sudah menyelidikinya. Hari ini Putri Anggi membuka praktik dan menetapkan aturan baru.""Mulai sekarang, prajurit, veteran, serta keluarga mereka bisa berobat di Balai Pengoba

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 151

    "Meskipun Pangeran sakit selama beberapa tahun ini, dia selalu memikirkan para prajurit. Karena Pangeran tahu betul jutaan prajurit ini yang telah mempertahankan negeri dari serangan musuh.""Para prajurit adalah pelindung Negeri Cakrabirawa, juga pelindung rakyat. Sudah seharusnya mereka mendapatkan perlakuan khusus.""Mulai hari ini, baik itu prajurit, veteran, atau keluarga mereka yang datang berobat atau membeli obat, semuanya hanya perlu membayar setengah harga.""Eh .... " Salah satu murid Faisal terkejut."Berkat para prajurit yang bertarung di medan perang, kita baru bisa menikmati kemakmuran dan ketenangan di ibu kota seperti sekarang. Tanpa mereka, bagaimana mungkin kita bisa hidup damai seperti ini?"Faisal menyeka air matanya. Meskipun hanya setetes, air mata itu sangat tulus. "Saya benar-benar nggak menyangka Putri sebijak ini. Pangeran juga benar-benar memikirkan rakyat."Faisal teringat pada putranya yang sedang ikut ke medan tempur melawan para perampok. Dia juga tering

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 150

    Keesokan harinya.Sebelum berangkat ke istana untuk sidang pagi, Luis sempat berpesan kepada Mina agar tidak membangunkan Anggi. Namun, baru saja Luis pergi, Anggi sudah terbangun."Putri sudah bangun?" Mina buru-buru mengatur perlengkapan untuk Anggi mencuci muka dan bersiap.Anggi mengangguk pelan.Saat menyisir rambutnya, Mina beberapa kali melihat Anggi melamun. Dia tersenyum sambil berucap, "Selamat ya, Putri.""Hah?" Anggi baru sadar dan wajahnya langsung memerah.Semalam, dia benar-benar tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan menahan suara. Mina berjaga di luar pintu, mana mungkin tidak mendengarnya?Anggi masih ingat saat malam pertama dulu, Mina juga sempat mengucapkan selamat. Namun, waktu itu Mina sangat serius. Sekarang, dia malah menahan senyuman.Anggi tidak menyangkal, tetapi juga tidak menjelaskan. Bagaimanapun, semalam dirinya dan Luis memang sudah tidak bisa disebut "bersih" lagi. Mereka memang belum benar-benar melangkah ke tahap terakhir, tetapi apa bedanya?Bar

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status