“Green, kau kenapa?” tanya Black.Dilihatnya temannya itu mundur beberapa langkah dari jendela. Darah mengcur deras dari tangan Green yang kiri.Belum sempat Green menjawa, dua tembakan datang lagi, yang satu memecahkan jendela dan yang satu lagi membuat senjata yang dipegang Green terpental.Black terbelalak. Dia baru saja akan beranjak menolong Green ketika layar laptopnya menunjukkan sesuatu yang menarik perhatiannya.“Apa ini? Apa maksudnya ini?!”Black mencoba melakukan sesuatu dengan laptopnya, tapi sepertinya dia telah kehilangan kendali terhadap bom-bom yang akan diledakkannya itu.Dengan muka kusut, dia ambil pengendali jarak jauh manual dan mengaktifkannya.Saat dia menekan tombol merah di situ, dia menunggu sesuatu terjadi. Tapi, tak terjadi apa pun.“Ini… tak mungkin…” gumamnya.Saat itu juga terdengar bunyi baling-baling helikopter, semakin lama semakin kencang.Black menatap ke jendela yang gordennya berkibar-kibar itu. Sekilas dilihatnya Green mencoba berdiri sambil men
Morgan tak siap mendengar pertanyaan dari Agnes itu.Apa hubungan insiden yang baru saja terjadi itu dengannya? Apakah ini momen yang tepat baginya untuk mengungkapkan jati dirinya?Felisia, yang berdiri tepat di hadapan Morgan, menyadari kebingungan bosnya ini. Meski tak tahu persis apa yang sebenarnya dipikirkan Morgan, dia tahu kalau Morgan tak ingin istrinya tahu keterlibatannya dalam penyelesaian insiden barusan.“Silakan masuk, rekan-rekan tentara. Kalian kami beri akses penuh untuk memeriksa gedung ini,” kata Felisia.Morgan meliriknya. Felisia sedang berusaha menyelamatkannya, bertingkah seolah-olah wanita itu sendiri yang memanggil tentara-tentara ini.“Baik, Bu,” balas Kris, lalu dia menginstruksikan anak-anak buahnya untuk mengikutinya.Mereka pun berlalu hingga akhirnya menghilang dari pandangan Morgan.“Agnes, suamimu ini datang untuk memastikan kau baik-baik saja. Dia sangat mengkhawatirkanmu,” kata Felisia kemudian, menatap Agnes.Sebab saat ini Agnes bekerja sebagai ka
Pria berjambang itu menggunakan bahasa Inggris. Dia tampaknya memang orang asing. Dari perawakan dan bentuk mukanya, dia agaknya berasal dari Eropa.“Lepaskan tanganmu dari bahuku,” Morgan memperingatkan pria kaukasian itu, juga dalam bahasa Inggris.Pria itu memelototi Morgan. Dia tak suka dengan sikap menantang Morgan. Dalam pandangannya, pria pribumi seperti Morgan tak pantas bersikap seperti itu padanya.Dia pun menguatkan cengkeramannya di bahu kiri Morgan, berkata, “Jawab dulu pertanyaanku, baru kau boleh memintaku melakukan sesuatu.”Morgan tentu merasakan cengkeraman kuat si pria kaukasian. Tapi, itu tak berarti apa-apa untuknya. Dia menatap pria itu dengan malas.“John, apa yang kau lakukan? Ini restoran. Kau mau bikin keributan di sini?” protes si wanita di hadapan Morgan.“Kau diam saja, Martha. Biar kuberi pria tengik ini pelajaran,” sergah John.Morgan memutar bola matanya. Kenapa di saat dia sedang harus memantau situasi istrinya malah ada kejadian seperti ini?Bisa saja
“Argh! Tanganku!” rintih si pria berkacamata. Satu peluru yang ditembakkan John mengenai tangannya yang kiri.Mata Morgan membulat. Si pria kaukasian ini benar-benar berniat membunuhnya?Dash! Dash!Dua tembakan lagi dilepaskan John saat Morgan menjauh dari si pria berkacamata. Kini Morgan bersembunyi di salah satu bilik toilet.“T-tunggu! Jangan!” terdengar si pria berkacamata memelas kepada John.Morgan menghela napas. Tadinya dia menjauh dari si pria agar orang itu tak lagi terkena tembakan John, tapi sepertinya dia mengambil keputusan yang salah.Mau tak mau, dia pun keluar dari toilet. Sebelumnya dia ambil gulungan kertas toilet di situ. Dia lemparkan ke arah John saat pria jangkung itu bermaksud menembaknya lagi.Dash!Tembakan John meleset. Gulungan kertas toilet itu mengenai bahunya.Morgan memanfaatkan momen ini untuk melompat ke dinding lalu menerjang John. Dia jadikan kaki kirinya tumpuan sementara kaki kanannya dia hantamkan ke tangan John.Klontang!Pistol di tangan John
Ponselnya John terus bergetar. Morgan bingung. Apakah dia harus mengangkatnya?Setelah memikirkannya beberapa saat, Morgan memutuskan untuk membiarkan saja ponselnya John itu bergetar.Saat panggilan dari Martha berakhir, giliran ponsel Morgan yang bergetar. Panggilan masuk dari Kris.“Bagaimana? Apa saja yang sudah kalian dapatkan?” tanya Morgan langsung setelah mengangkatnnya.[Dewa Perang, siapa pun yang memiliki pistol tipe ini, dia mendapatkannya di luar negeri dan membawanya ke negeri ini. Kemungkinan besar dia anggota sebuah sindikat internasional. Sepertinya mereka sudah mulai bergerak.]Morgan mencerna paparan Kris itu baik-baik. Kecurigaannya terbukti. Kalau sudah begini, ada baiknya dia mulai membahas strategi untuk meng-counter mereka.“Cari lagi info tentang sindikat internasional ini. Kumpulkan sebanyak-banyaknya. Besok pagi aku ke markas.”[Siap, Dewa Perang.]Morgan baru saja akan mengakhiri panggilan ketika dia menatap John dan teringat sesuatu.“Oh, ya. Aku akan mema
John baru saja melepaskan tembakan terarah yang tepat mengenai satu ban belakang mobilnya Morgan. Kini dia melihat mobil itu berputar-putar, nyaris saja tertabrak dan terhimpit oleh sebuah truk gandeng yang coba disusulnya.“Tembakan bagus, John. Untunglah kita menyimpan senjata di mobil,” kata Martha. Dia yang mengemudikan mobil.Tak ada balasan dari John. Dia masih mengarahkan senjatanya ke depan, mengeker dengan fokus tinggi. Dan dia menarik pelatuk untuk kedua kalinya.Dash!Lagi-lagi, peluru yang dilesakaknnya mengenai sasaran. Kali ini salah satu ban depan mobil itu yang kempes. Seketika itu juga mobilnya Morgan itu berguling-guling, keluar dari jalan raya.Martha menepikan mobil dan berhenti. Situasi di depan mereka sudah kacau. Banyak pengendara berhenti mendadak dan beberapa dan tabrakan beruntun pun terjadi.“Berhati-hatilah, John,” kata Martha saat John membuka jendela dan keluar.Seorang pria kaukasian dengan tinggi hampir dua meter berjalan di trotoar Kota HK. Di tanganny
Morgan gagal memantau situasi istrinya. Kini, dia berada di salah satu mobil lapis baja dalam perjalanan ke markas militer Kota HK. Seorang tentara duduk di samping kirinya.Morgan kembali mengeluarkan benda serupa pin yang dilemparkan Martha tadi. Dilihat-lihatnya lagi benda tersebut. Tak salah lagi, itu memang lambang kerajaan. Pertanyaannya kemudian: apa hubungan kedua orang itu dengan kerajaan?Kerajaan yang dimaksud di sini adalah kerajaan yang masih berdiri dan bertahan di negara yang kini sudah berbentuk republik ini.Berbeda dengan kerajaan-kerajaan di Eropa Barat yang berada di luar struktur politik pemerintahan, kerajaan yang satu ini ada di dalam struktur politik pemerintahan, tapi lingkup kekuasaannya terbatas.Sejauh yang Morgan tahu, kerajaan ini hanya diakui kekuasaannya di provinsi di mana ia berada. Di situlah ia punya kekuatan hukum untuk menjadi semacam negara di dalam negara.Tapi itu bukan di provinsi di mana Kota HK berada. Lantas, kenapa pula orang yang memegang
Morgan telah tiba di markas militer Kota HK. Dia langsung diantar menuju ke ruangannya Kris.Saat dia memasuki ruangan itu, dia mendapati Kris sedang mengobrol dengan Yudha.“Jenderal,” sapa Morgan.“Kemarilah, Morgan. Masalah kita kali ini benar-benar pelik. Aku ingin mendengar pendapatmu,” kata Yudha.Morgan pun berjalan ke arah Kris dan Jenderal Yudha yang sedang berdiri di samping meja strategi. Si tentara yang tadi mengantarnya langsung keluar dan menutup pintu.“Informasi apa saja yang sudah kita dapatkan?” tanya Morgan.Yudha menatap Kris, memintanya menjelaskan semuanya. Morgan menyimak paparan Kris dengan saksama.Informasi-informasi dari Kris ini sejalan dengan kecurigaan Morgan tadi. Kerajaan D di Provinsi Q menjalin kerjasama dengan sindikat berbahaya yang terhubung dengan agen-agen internasional.“Bagaimana menurutmu? Kalau kita terang-terangan menyatakan perang dengan Kerajaan D, itu akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Terlalu mencolok,” kata Yudha.Morgan melipat