Morgan tak siap mendengar pertanyaan dari Agnes itu.Apa hubungan insiden yang baru saja terjadi itu dengannya? Apakah ini momen yang tepat baginya untuk mengungkapkan jati dirinya?Felisia, yang berdiri tepat di hadapan Morgan, menyadari kebingungan bosnya ini. Meski tak tahu persis apa yang sebenarnya dipikirkan Morgan, dia tahu kalau Morgan tak ingin istrinya tahu keterlibatannya dalam penyelesaian insiden barusan.“Silakan masuk, rekan-rekan tentara. Kalian kami beri akses penuh untuk memeriksa gedung ini,” kata Felisia.Morgan meliriknya. Felisia sedang berusaha menyelamatkannya, bertingkah seolah-olah wanita itu sendiri yang memanggil tentara-tentara ini.“Baik, Bu,” balas Kris, lalu dia menginstruksikan anak-anak buahnya untuk mengikutinya.Mereka pun berlalu hingga akhirnya menghilang dari pandangan Morgan.“Agnes, suamimu ini datang untuk memastikan kau baik-baik saja. Dia sangat mengkhawatirkanmu,” kata Felisia kemudian, menatap Agnes.Sebab saat ini Agnes bekerja sebagai ka
Pria berjambang itu menggunakan bahasa Inggris. Dia tampaknya memang orang asing. Dari perawakan dan bentuk mukanya, dia agaknya berasal dari Eropa.“Lepaskan tanganmu dari bahuku,” Morgan memperingatkan pria kaukasian itu, juga dalam bahasa Inggris.Pria itu memelototi Morgan. Dia tak suka dengan sikap menantang Morgan. Dalam pandangannya, pria pribumi seperti Morgan tak pantas bersikap seperti itu padanya.Dia pun menguatkan cengkeramannya di bahu kiri Morgan, berkata, “Jawab dulu pertanyaanku, baru kau boleh memintaku melakukan sesuatu.”Morgan tentu merasakan cengkeraman kuat si pria kaukasian. Tapi, itu tak berarti apa-apa untuknya. Dia menatap pria itu dengan malas.“John, apa yang kau lakukan? Ini restoran. Kau mau bikin keributan di sini?” protes si wanita di hadapan Morgan.“Kau diam saja, Martha. Biar kuberi pria tengik ini pelajaran,” sergah John.Morgan memutar bola matanya. Kenapa di saat dia sedang harus memantau situasi istrinya malah ada kejadian seperti ini?Bisa saja
“Argh! Tanganku!” rintih si pria berkacamata. Satu peluru yang ditembakkan John mengenai tangannya yang kiri.Mata Morgan membulat. Si pria kaukasian ini benar-benar berniat membunuhnya?Dash! Dash!Dua tembakan lagi dilepaskan John saat Morgan menjauh dari si pria berkacamata. Kini Morgan bersembunyi di salah satu bilik toilet.“T-tunggu! Jangan!” terdengar si pria berkacamata memelas kepada John.Morgan menghela napas. Tadinya dia menjauh dari si pria agar orang itu tak lagi terkena tembakan John, tapi sepertinya dia mengambil keputusan yang salah.Mau tak mau, dia pun keluar dari toilet. Sebelumnya dia ambil gulungan kertas toilet di situ. Dia lemparkan ke arah John saat pria jangkung itu bermaksud menembaknya lagi.Dash!Tembakan John meleset. Gulungan kertas toilet itu mengenai bahunya.Morgan memanfaatkan momen ini untuk melompat ke dinding lalu menerjang John. Dia jadikan kaki kirinya tumpuan sementara kaki kanannya dia hantamkan ke tangan John.Klontang!Pistol di tangan John
Ponselnya John terus bergetar. Morgan bingung. Apakah dia harus mengangkatnya?Setelah memikirkannya beberapa saat, Morgan memutuskan untuk membiarkan saja ponselnya John itu bergetar.Saat panggilan dari Martha berakhir, giliran ponsel Morgan yang bergetar. Panggilan masuk dari Kris.“Bagaimana? Apa saja yang sudah kalian dapatkan?” tanya Morgan langsung setelah mengangkatnnya.[Dewa Perang, siapa pun yang memiliki pistol tipe ini, dia mendapatkannya di luar negeri dan membawanya ke negeri ini. Kemungkinan besar dia anggota sebuah sindikat internasional. Sepertinya mereka sudah mulai bergerak.]Morgan mencerna paparan Kris itu baik-baik. Kecurigaannya terbukti. Kalau sudah begini, ada baiknya dia mulai membahas strategi untuk meng-counter mereka.“Cari lagi info tentang sindikat internasional ini. Kumpulkan sebanyak-banyaknya. Besok pagi aku ke markas.”[Siap, Dewa Perang.]Morgan baru saja akan mengakhiri panggilan ketika dia menatap John dan teringat sesuatu.“Oh, ya. Aku akan mema
John baru saja melepaskan tembakan terarah yang tepat mengenai satu ban belakang mobilnya Morgan. Kini dia melihat mobil itu berputar-putar, nyaris saja tertabrak dan terhimpit oleh sebuah truk gandeng yang coba disusulnya.“Tembakan bagus, John. Untunglah kita menyimpan senjata di mobil,” kata Martha. Dia yang mengemudikan mobil.Tak ada balasan dari John. Dia masih mengarahkan senjatanya ke depan, mengeker dengan fokus tinggi. Dan dia menarik pelatuk untuk kedua kalinya.Dash!Lagi-lagi, peluru yang dilesakaknnya mengenai sasaran. Kali ini salah satu ban depan mobil itu yang kempes. Seketika itu juga mobilnya Morgan itu berguling-guling, keluar dari jalan raya.Martha menepikan mobil dan berhenti. Situasi di depan mereka sudah kacau. Banyak pengendara berhenti mendadak dan beberapa dan tabrakan beruntun pun terjadi.“Berhati-hatilah, John,” kata Martha saat John membuka jendela dan keluar.Seorang pria kaukasian dengan tinggi hampir dua meter berjalan di trotoar Kota HK. Di tanganny
Morgan gagal memantau situasi istrinya. Kini, dia berada di salah satu mobil lapis baja dalam perjalanan ke markas militer Kota HK. Seorang tentara duduk di samping kirinya.Morgan kembali mengeluarkan benda serupa pin yang dilemparkan Martha tadi. Dilihat-lihatnya lagi benda tersebut. Tak salah lagi, itu memang lambang kerajaan. Pertanyaannya kemudian: apa hubungan kedua orang itu dengan kerajaan?Kerajaan yang dimaksud di sini adalah kerajaan yang masih berdiri dan bertahan di negara yang kini sudah berbentuk republik ini.Berbeda dengan kerajaan-kerajaan di Eropa Barat yang berada di luar struktur politik pemerintahan, kerajaan yang satu ini ada di dalam struktur politik pemerintahan, tapi lingkup kekuasaannya terbatas.Sejauh yang Morgan tahu, kerajaan ini hanya diakui kekuasaannya di provinsi di mana ia berada. Di situlah ia punya kekuatan hukum untuk menjadi semacam negara di dalam negara.Tapi itu bukan di provinsi di mana Kota HK berada. Lantas, kenapa pula orang yang memegang
Morgan telah tiba di markas militer Kota HK. Dia langsung diantar menuju ke ruangannya Kris.Saat dia memasuki ruangan itu, dia mendapati Kris sedang mengobrol dengan Yudha.“Jenderal,” sapa Morgan.“Kemarilah, Morgan. Masalah kita kali ini benar-benar pelik. Aku ingin mendengar pendapatmu,” kata Yudha.Morgan pun berjalan ke arah Kris dan Jenderal Yudha yang sedang berdiri di samping meja strategi. Si tentara yang tadi mengantarnya langsung keluar dan menutup pintu.“Informasi apa saja yang sudah kita dapatkan?” tanya Morgan.Yudha menatap Kris, memintanya menjelaskan semuanya. Morgan menyimak paparan Kris dengan saksama.Informasi-informasi dari Kris ini sejalan dengan kecurigaan Morgan tadi. Kerajaan D di Provinsi Q menjalin kerjasama dengan sindikat berbahaya yang terhubung dengan agen-agen internasional.“Bagaimana menurutmu? Kalau kita terang-terangan menyatakan perang dengan Kerajaan D, itu akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Terlalu mencolok,” kata Yudha.Morgan melipat
Morgan sedang dalam perjalanan menuju titik di mana John terakhr terdeteksi. Dia berada di dalam salah satu mobil lapis baja yang melaju cepat.Kris ikut menuju ke lokasi, tapi dia berada di mobil lapis baja yang lain. Adapun Yudha sendiri tidak ikut. Dia akan menemui pimpinan kepolisian dan walikota untuk memulai pengisolasian Kota HK seperti yang diminta Morgan.Meski rombongan militer itu baru akan tiba di lokasi sekitar sepuluh menit lagi, satu tim beranggotakan 30 tentara mestinya sudah tiba di sana duluan dari lima menit lalu.Mereka adalah tim yang ditugakan oleh Kris untuk melacak keberadaan agen-agen rahasia itu. Kris memberi izin kepada mereka untuk mengambil tindakan yang diperlukan seandainya agen-agen itu melakukan perlawanan.Morgan sendiri sudah tak sabar untuk menghabisi agen-agen itu, terutama si jangkung kaukasian yang mukanya brewokan itu.Dia telah memberi orang itu kesempatan dua kali. Tak akan ada kesempatan ketiga.…Di ruko dua tingkat itu sendiri, adu tembak y
Kulit muka Orkan seketika pucat. Dia seperti orang yang baru saja melihat hantu.Dan, sebelum sempat dia melepaskan tembakan lagi, Morgan sudah menerjang ke arahnya, melesakkan tinju yang menghantam pipi kirinya.“Ugh!”Sang jenderal itu terlempar dan berguling-guling di lantai. Keempat jenderal lain terkesiap. Muka mereka sama pucatnya dengan Orkan.“K-kau… s-siapa kau, Bangsat?!!” tanya Bamby dengan nada tinggi.Morgan memutar lehernya dengan pelan, menatap Bamby dengan tatapan yang menikam.“J-jangan berani-berani mendekat! Jangan mendekat atau kutembak!!” gertak Bamby sambil menodongkan pistolnya.Ketiga jenderal lain pun menodonkan pistol mereka ke arah Morgan.Morgan menatap mereka satu per satu, lalu terkekeh.“Sungguh menggelikan. Seperti inikah jenderal-jenderal tertinggi di negeri ini? Kalian membikin malu institusi militer di negeri ini!” kata Tony.“Anjing! Berani-beraninya kau menghina kami! Mulutmu itu harus dijahit!” bentak Gary.“Kau telah mengambil langkah yang salah
Orkan sesaat terdiam. Dia tak mengenal orang ini, tapi apa yang barusan diucapkannya seolah-olah menunjukkan kalau orang ini tahu siapa dia.“Siapa kau? Siapa yang membawamu ke sini?” tanya Orkan tegas.Morgan tersenyum mencemooh. “Siapa yang membawaku ke sini? Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku sendiri. Memangnya kau melihat ada orang lain yang bersamaku saat ini?” ledeknya.Orkan mendengus. Dia tidak tahu siapa orang ini sebenarnya, tapi dia pastikan dia akan memberinya pelajaran.“Siapa itu, Orkan? Informanmu?” tanya Bamby.“Bukan. Aku tak tahu orang ini siapa,” jawab Orkan.“Hah? Maksudmu?”Orkan hendak keluar dan mengatasi pria tak dikenal yang mengaku-ngaku Dewa Perang ini sendirian, tapi dia kalah cepat.Si pria tak dikenal, yang tak lain adalah Morgan, mendoorng pintu dan memaksa masuk. Kini Bamby dan yang lainnya pun bisa melihatnya.“Halo, para Jenderal. Sedang apa kalian berkumpul di sini? Membahas rencana kudeta?” seloroh Morgan.Saat itu juga, raut muka keempat jend
“Kau Sang Dewa Perang?” tanya Bernard, menatap Morgan tak percaya.Lagi-lagi Morgan hanya mengangkat alisnya dan tersenyum miring. Bernard pun jadi kesal.“Yudha, apa maksudnya ini? Kalau ini guyonan, sungguh ini guyonan yang buruk. Kau pikir aku percaya si anak muda yang songong ini adalah Sang Dewa Perang?” tanya Bernard sambil menatap Yudha.“Ini bukan guyonan, Bernard. Morgan memang Sang Dewa Perang,” jawab Yudha.“Apa? Jadi ini serius?”“Ya, tentu saja. Kau pikir aku akan begitu saja mengabdikan diriku pada sosok lain di militer selain Sang Dewa Perang?”Bernard menatap Yudha dengan alis hampir menyatu di tengah.Yang dikatakan Yudha itu masuk akal. Untuk apa juga dia begitu hormat dan percaya kepada seorang anak muda jika bukan karena si anak muda ini sesungguhnya sosok yang spesial.Tapi, benarkah Morgan rupanya sespesial itu?Bernard kembali menatap Morgan, memandangi wajahnya, mengamati gerak-geriknya.Dia memang belum pernah bertemu dengan Sang Dewa Perang. Selama ini dia me
Morgan membawa Bernard ke markas militer Kota HK. Di sana, sudah menunggu Kris dan Yudha.Bernard sebenarnya bertanya-tanya untuk apa Morgan membawanya ke sana, tapi dia tek mengutarakannya.Ini kali pertamanya dia memasuki markas militer Kota HK yang berada dalam tanggung jawabnya Yudha. Dia sepenuhnya waspada, berjaga-jaga kalau-kalau Morgan tiba-tiba menjerumuskannya ke dalam bahaya.“Tenang saja, Jenderal. Kau sekarang bagian dari kami. Di sini kau aman,” kata Morgan sambil tersenyum miring, seakan mendengar apa yang digumamkan Bernard di dalam kepalanya.Bernard hanya membalas dengan lirikan kesal. Dia arahkan lagi matanya ke luar jendela, mengamati apa-apa yang ada di markas militer tersebut.Tak lama kemudian, mereka berdua berjalan ke ruangan tempat Morgan biasa bertemu dengan Kris dan Yudha untuk menyusun strategi.“Dari gerak-gerikmu, sepertinya kau sudah terbiasa ke sini. Tadi saja di depan tentara-tentara itu membiarkanmu masuk begitu saja tanpa kau perlu menunjukkan muka.
“Kenapa? Apa kata-kataku kurang jelas?” tanya Morgan sambil duduk lagi di kursi, menyilangkan kaki dan tersenyum mengejek.Bernard menatapnya dengan benci. Orang ini benar-benar meremehkannya. Ini bukan lagi penghinaan baginya, melainkan lebih dari itu.“Kau ingin aku berada di pihakmu dan melawan para jenderal yang merupakan orang-orang penting di militer saat ini? Apa kau gila?” protes Bernard.Morgan mengangkat bahu, berkata, “Kenapa memangnya? Kau takut? Kau tak punya nyali untuk menentang mereka? Begitu, Jenderal?”Morgan lagi-lagi mengakhiri kata-katanya dengan senyum mengejek. Tak ayal itu membuat Bernard mendengus seperti banteng.“Lagi pula, Jenderal, bukankah aku yang memenangkan taruhan? Dan bukankah tadi kau bilang kalau ucapanmu bisa dipegang karena itu bagian dari prinsipmu?” sindir Morgan.Bernard kembali mendengus. Kebencian di matanya itu menyala-nyala. Tangan kanannya yang baru saja disembuhkan Morgan itu kini terkepal.Morgan menyadari betul apa yang dirasakan Berna
Morgan melangkah tenang sementara Bernard mundur dengan mata membulat. "Kenapa, Jenderal? Kau seperti sedang melihat hantu saja," sindir Morgan. "Kau! Apa yang kau lakukan pada Matthew?!" Bernard menyalak sambil terus mundur menjinjing kopernya. Mengabaikan pertanyaan Bernard, Morgan melirik koper hitam itu. "Sepertinya itu koper istimewa sampai-sampai kau membawanya di saat-saat seperti ini, Jenderal. Aku penasaran apa isinya," ucap Morgan. "Sialan! Jangan main-main kau denganku, ya!!" teriak Bernard, menjatuhkan koper hitamnya lalu mengambil pistol, mengarahkannya pada Morgan. Bernard melakukannya dengan cepat, tetapi Morgan sudah mengantisipasinya. Dengan gerakan yang tak kalah cepat, Morgan memegangi tangan Bernard yang besar lalu memelintirnya. "Arrgghhh!!"Pistol di tangan Bernard itu terjatuh. Morgan menendangnya. Pistol itu bergeser jauh ke belakang Bernard. "Kau tak tahu siapa orang yang kau hadapi, Keparat! Kau tak tahu neraka seperti apa yang akan menantimu kalau k
Sebuah drone terbang di langit malam Kota HK, di atas sebuah hotel 12 lantai.Sesekali lampu kecil di bawahnya berkedip-kedip. Dalam setiap kali lampu itu berkedip, sebuah gambar terambil dan terkirim ke pusat pengendali.Drone itu dikendalikan oleh sebuah unit pasukan yang beroperasi tak jauh dari hotel. Mereka adalah tentara-tentara yang dikirim oleh Kris untuk sebuah misi khusu yang sangat rahasia.Setelah foto-foto itu sampai di pusat pengendali, segera mereka diolah dan dikirim ke Morgan.Morgan menerimanya lewat ponselnya. Dengan cara itulah dia memantau gerak-gerik Bernard.Selain gerak-gerik Bernard, Morgan juga memantau apa-apa yang dikatakan Bernard.Drone itu telah menembakkan sesuatu sejak sekitar satu jam yang lalu ke kamar hotel yang ditempati Bernard itu.Sesuatu itu bukan peluru, melainkan alat perekam kecil yang menempel di kusen jendela kamar.Teknologi canggih memungkinkan peluru itu berubah warna sesuai tempat dia menempel, sehingga mustahil bagi Bernard untuk meny
“Siapa ini? Apa yang terjadi pada Matthew?”Bernard menanyakannya dengan nada tinggi. Matanya membulat.[Kau tahu siapa aku, Bernard. Dan sekali lagi kuingatkan: bersiap-siaplah. Selanjutnya kaulah orang yang akan kuburu dan kuhukum.]Tuuut…. tuuut… tuuut…Panggilan diakhiri begitu saja oleh si penelepon.Bernard tahu, orang yang bicara padanya barusan itu adalah Morgan.Pertanyaannya kemudian: apa yang terjadi pada Matthew?Fakta bahwa Morgan meneleponnya dengan menggunakan nomor Matthew menunjukkan kalau saat ini Morgan berada di dekat Matthew, atau dia baru saja mengambil ponselnya Matthew.Matthew tak mungkin meminjamkan ponselnya pada Morgan. Itu artinya, situasi Matthew sedang tidak baik-baik saja. Bernard khawatir Morgan telah menghabisinya.Disamping hubungan pertemanan yang cukup dekat akibat menjalin kerja sama bertahun-tahun dengan Matthew, Bernard melihat Matthew sebagai sosok krusial yang perannya sangat signifikan dalam rencana kudeta mereka.Tanpa Matthew, kudeta itu ta
“Kau! Bagaimana bisa?”Matthew terbelalak. Dagunya seperti akan jatuh.Dia yakin betul kelima peluru tadi bersarang di tubuh Morgan. Lantas, bagaimana bisa Morgan masih bisa berdiri?Bahkan tanpa kelima peluru itu saja, Morgan mestinya sudah lumpuh gara-gara racun yang menyebar di tubuhnya.Dan pertanyaannya itu terjawab saat Matthew menemukan sesuatu yang janggal di tubuh Morgan.Kelima peluru itu memang bersarang di tubuh Morgan, tapi entah kenapa, kini mereka berlima keluar, seperti ada sesuatu yang mendorongnya dari dalam.Peluru-peluru itu pun jatuh ke lantai. Tubuh Morgan sendiri, tepatnya titik-titik di mana peluru itu tadi bersarang, dengan cepat pulih. Tak ada lagi luka atau apa pun.‘Apa maksudnya ini? Apa dia monster?’ pikir Matthew, masih terbelalak.Saat dia menatap wajah Morgan lagi, didapatinya Morgan menyeringai dan menerjangnya.Gerakan Morgan terlalu cepat untuk dia antisipasi. Belum juga dia mengangkat tangannya, Morgan sudah menonjoknya, tepat di muka.Brughhh!Mat