Setelah beberapa saat, sementara wanita itu menarik Morgan meninggalkan meja bartender, Morgan tersadar kalau wanita ini adalah Hannah, si wanita yang tadi melerainya saat dia dan Josh hampir saja baku hantam.Kini dia bertanya-tanya kenapa wanita itu tiba-tiba menariknya keluar. Apakah kali ini pun dia mencoba menjauhkannya dari masalah, seperti sewaktu di jalan tadi?“Kau ke sini naik apa? Kau bawa mobil?” tanya Hannah, saat mereka sudah ada di luar bar.“Mobilku yang hitam itu,” kata Morgan, menunjuk mobilnya di area parkir.“Oke. Kita pergi dengan mobilmu. Ayo,” kata Hannah.Wanita itu lagi-lagi menariknya seakan-akan mereka adalah sepasang kekasih.Morgan sebenarnya merasa risih, tapi dibiarkannya saja wanita itu menariknya.Anggap saja, itu ucapan terima kasihnya karena Hannah sudah dua kali menyelamatkannya saat dia akan meledak.“Ayo jalan. Kita pergi ke mana pun kau mau. Yang penting tinggalkan tempat ini,” pinta Hannah.Mereka telah berada di dalam mobil. Morgan menyalakan m
“Oh, begitu? Semuanya sesuai dengan yang tertulis di tagihan ini?” sindir Morgan.“Benar, Tuan. Anda bisa melihatnya sendiri. Harga tiap-tiap hidangan yang kalian berdua pesan ada di situ,” kata si pelayan.Morgan mengeceknya, dan memang, harga dari hidangan-hidangan yang dimaksud tertulis di situ. Tetapi nominalnya tak masuk akal.“Aku tak akan membayar tagihan ini,” kata Morgan kemudian.Si pelayan tampak bingung. Hannah, sementara itu, membelalakkan mata dan mulai panik.‘Tentu saja dia tak akan mampu membayar semahal itu,’ pikir Morgan sambil menatap kertas tagihan yang ditaruhnya di meja.Jangan kata satu miliar yang belum tentu dimiliki Morgan, puluhan juta saja bisa jadi sudah sangat berat bagi teman barunya ini. Begitu Hannah menduga.Lantas dia bertanya-tanya: apa yang akan terjadi pada mereka kalau mereka tak bisa membayar?“Mohon maaf, Tuan, tapi Anda harus melunasi tagihan dulu baru kami perbolehkan keluar,” kata si pelayan.“Kalau aku tetap tak mau bayar?” tantang Morgan.
"Sebentar!"Tiba-tiba Morgan mengangkat tangannya, dan langkah orang-orang berbadan kekar itu pun terhenti."Beri aku lima menit. Aku mau menelepon seseorang dulu," katanya.Orang-orang berbadan kekar itu saling pandang satu sama lain dengan tatapan bingung. Mereka lalu menatap Si Manajer Restoran, meminta arahannya."Biarkan saja. Kita lihat apa yang mau dilakukan orang ini," kata si Manajer Restoran.Morgan pun mengeluarkan ponselnya dan membuat panggilan."Halo, Felisia. Maaf aku mengganggumu malam-malam begini. Kau tahu restoran Perancis yang begitu terkenal di pusat kota?""Ya, yang itu. Bisa tolong kau beli restauran tersebut atas namaku? Pakai saja dulu uang perusahaan. Besok aku urus penggantiannya.""Betul. Saat ini juga. Kabari aku kalau semuanya sudah selesai.""Oh, ya. Tolong minta si pemilik restoran tersebut untuk datang ke restoran atau menghubungi manajer restoran yang bertugas malam ini. Kalau dia bisa datang ke restoran malam ini juga, itu lebih baik."Begitulah Morg
Menghindari timbulnya masalah lain, setelah meninggalkan restoran Perancis paling berkelas di pusat Kota HK itu, Morgan langsung mengantar Hannah pulang ke kosannya.Setelah menurunkan Hannah di depan sebuah gang kecil, Morgan melambaikan tangan, membalas Hannah yang lebih dulu melakukannya padanya.Tepat sebelum dia akan melajukan mobilnya lagi, Hannah yang telah menjauh itu tiba-tiba balik badan dan memanggilnya."Ada apa?" tanya Morgan."Jadi, restoran Perancis itu sekarang benar-benar milikmu?" Hannah balik bertanya."Anggap saja begitu," jawab Morgan, tersenyum tipis."Dari mana kau punya uang sebanyak itu? Apa kau juga anak orang kaya-raya seperti Josh?"Morgan terkekeh."Entahlah. Aku menganggap diriku yatim-piatu. Sewaktu kecil aku tinggal di panti asuhan. Aku tak tahu orang seperti apa ayah dan ibuku, tapi kemungkinan besar mereka sangat miskin sampai-sampai mereka menaruhku di sebuah kardus dan meninggalkanku begitu saja di depan panti asuhan. Kalaupun ternyata mereka kaya-r
Dengan kening penuh kerutan, Morgan mengklik tautan yang dikirim Allina.Panggilan masih tersambung. Dia mengaktifkan mode loudspeaker agar suara Allina terdengar jelas sementara dia membaca berita itu.[Kau sudah membacanya?]"Ini sedang kubaca."Mata Morgan mengikuti kata demi kata, menyimak apa yang disampaikan di berita itu.Selesai membacanya, kerutan-kerutan di keningnya bertambah. Kedua alisnya hampir bertemu di tengah.Berita itu menerangkan kalau si pria yang muncul di foto-foto yang tersebar luas itu, yang sebelumnya diduga terlibat dalam insiden-insiden berdarah semalam, kini ditetapkan sebagai buronan pemerintah kota HK.Foto Morgan kembali dimunculkan, kali ini disertai namanya juga, meski hanya nama depannya saja: Morgan.[Bagaimana? Sudah selesai?]"Kau dapat berita ini dari siapa?"[Di sebuah forum di internet. Kebetulan aku member di situ. Kau baru tahu sekarang?]"Ya. Dan ini... mengecewakan!"[Di berita itu kau diperlakukan sebagai penjahat.]"Siapa pun yang membuat
Joseph sungguh tak mengerti apa yang baru saja terjadi.Kenapa Komandan yang tadi pagi memujinya tiba-tiba menamparnya?Dan dibilangnya Joseph telah menempatkan dia dalam masalah besar? Apa maksudnya itu?"Kau tahu apa kesalahanmu, Joseph?! Kalau kau tahu, cepat katakan sekarang!" hardik Komandan.Joseph terdiam, menatap Sang Komandan seperti orang dungu."S-sa-saya... tak mengerti, Komandan..."Plak! Plak! Plak!"Apa dengan itu kau jadi mengerti, hah? Cepat ucapkan kesalahanmu apa!" hardik Sang Komandan lagi, setelah menampar-nampar Joseph sampai Joseph sempat terhuyung.Di tempatnya berdiri, sementara itu, Morgan menikmati adegan ini sambil tersenyum dan melipat tangan di dada.Joseph, yang masih bingung dengan situasinya ini, sempat melirik Morgan.Mendapati senyum menjengkelkan yang ditunjukan adik iparnya itu, Joseph menduga insiden ini ada kaitannya dengannya.Lalu sesuatu melintas di benaknya..."Apakah ini tentang... si buronan ini, Komandan?" celetuk Joseph.Plak!Kembali, s
Berkat digelarnya konferensi klarifikasi dan permintaan maaf dari kepolisian kota itu, citra Morgan di mata orang-orang di Kota HK mulai pulih.Penggalan konferensi pers itu tersebar di internet, dengan cepatnya menjangkau banyak sekali forum dan ruang-ruang komunikasi lainnya.Berita terbaru tentang Morgan ini kemudian disandingkan dengan pengumuman lama dari pemerintah Kota HK, dan betapa terlihat kontrasnya.Hingga detik ini, pemerintah Kota HK memang masih menganggap Morgan seorang buronan. Dua informasi yang bertolak belakang ini membuat sejumla orang bingung.Morgan sendiri kini sudah bisa memunculkan dirinya kembali di kota kelahirannya itu.Namun, sesuai kesepakatannya dengan Jenderal Yudha, dia belum bisa mampir ke markas militer Kota HK.Ini karena, seperti pernah diinfokan sebelumnya, Yudha tak ingin Menteri Pertahanan mengendus keterhubungan Morgan dengan militer Kota HK. Dan meski konferensi pers tadi telah digelar, nama Morgan masih ada di DPO.Kini, Morgan sudah tahu ba
“Kau!”Bimo begitu terkejut dengan kedatangan Morgan.Bagaimana bisa dia ada di sini? Bukankah dia sedang menyembunyikan diri?Begitu yang dia pikirkan.Bimo memang belum menonton tayangan berita tentang konferensi pers terbaru dari pihak kepolisian kota.“Kalian masih berani menantangku?!”Suara Morgan menggelegar seperti auman singa jantan yang marah.Seketika itu juga, aura Dewa Perang-nya dikeluarkannya, begitu besar, sampai-sampai ruangan itu seakan-akan jadi lebih gelap.Tekanan udara yang dirasakan orang-orang di sana juga meningkat.Mereka, termasuk Bimo, jadi kesulitan bahkan untuk sekadar menarik napas.“Bukankah waktu itu sudah jelas, sekarang akulah pemimpin tertinggi Serigala Hitam. Sekarang bisa-bisanya kalian menculik seorang temanku, dan melakukan hal memalukan ini padanya!”Morgan mengatakannya sementara dia berjalan ke tengah ruangan. Matanya tertuju pada sosok Allina yang sedang terikat di kasur.Sekilas, dia menatap Bimo dengan tajam, membuat pria paruh baya itu ge