“Agnes, kenapa kau di sini? Kau mencariku?”Allina melontarkan pertanyaan itu sambil menghampiri Agnes.Biasanya, kalau Allina sudah menghampirinya seperti itu, Agnes akan menyambutnya.Tapi kali itu, Agnes malah mundur saat Allina sudah semakin mendekat.Tatapannya kepada Allina pun tak bersahabat.“Agnes? Ada apa?” tanya Allina.“Kau dan dia habis dari mana?” Agnes balik bertanya. Tatapannya masih menghakimi.“Soal itu…”Allina ingin sekali menjelaskan situasinya tadi, tapi entahlah. Dia bingung harus memulainya dari mana.Lagi pula, apakah aman memberitahu Agnes apa-apa yang dilakukan Morgan tadi?Seandainya Agnes tahu Morgan adalah pemimpin tertinggi Serigala Hitam, akankah Agnes masih mencintainya?“Tak bisa jawab? Ya sudah,” ucap Agnes ketus, lalu beranjak pergi.“Bukan begitu, Agnes. Dengarkan dulu,” pinta Allina, mengejar Agnes yang mencoba menjauhinya.“Sudahlah. Kalian berdua habis melakukan apa juga aku tak harus peduli.”“Agnes, jangan begitu. Tolong dengarkan aku dulu.”T
Rencana yang ditawarkan Henry cukup sederhana, tapi harus diakui, dampaknya lumayan oke.Joseph, anaknya itu, akan memberikan kesaksian palsu bahwa mantan komandannya memperlakukannya dengan sangat buruk.Dia juga akan mengatakan bahwa mantan komandannya itulah yang memintanya menggelar beberapa hari yang lalu, bukan inisiatif darinya.Tujuannya adalah merusak citra kepolisian kota dan membuat masyarakat Kota HK tak lagi mempercayai pernyataan-pernyataan yang keluar dari mereka.Tentu saja, agar kesaksian palsu Joseph ini punya cukup kekuatan untuk membuat hal itu terwujud, Henry membutuhkan dukungan penuh dari Tommy.Tommy diharapkan juga memberikan kesaksian palsu, membuat warga kota percaya kalau mantan komandannya Joseph itu pernah beberapa kali menekannya dan mengancamnya."Bagaimana? Cemerlang, bukan, ideku ini? Setelah nama baik kepolisian kota hancur, kau menjadi satu-satunya kekuatan di kota ini. Dan terkait kasus Morgan ini, orang-orang pun akan berada di pihakmu," kata Henr
Dipandu oleh Kris, Menteri Pertahanan dan Jenderal Yudha memasuki sebuah ruangan di markas militer Kota HK.Selain mereka bertiga ada juga satu orang lain. Dia adalah Josh, anak semata wayangnya Menteri Pertahanan.“Tak apa-apa, kan, dia ikut masuk? Anakku ini nantinya akan menjadi penerusku. Sudah sewajarnya dia tahu hal-hal seperti ini,” kata Menteri Pertahanan, tersenyum membanggakan anaknya.Sebenarnya, Kris dan Yudha tak suka ada orang luar masuk begitu saja ke fasilitas milik negara ini, apalagi mereka sedang akan membicarakan sesuatu yang tergolong rahasia.Tapi, yang mereka hadapi saat ini adalah Menteri Pertahanan yang korup dan menyusahkan. Mereka tak mau ambil risiko, sehingga respons mereka hanya mengangguk membolehkan.“Oke. Kalau begitu ayo kita mulai. Josh, coba kau putar video itu.”Setelah Menteri Pertahanan mengatakannya, Josh anaknya itu menaruh tablet yang dibawanya di meja dan memutar sebuah video.Itu adalah video klarifikasi dari Joseph yang telah tersebar luas
Semua orang di ruangan itu terkejut dengan kemuculan Morgan, tak terkecuali Yudha dan Kris.Morgan adalah si sosok buronan yang sedari tadi dibahas oleh Menteri Pertahanan. Sekarang dia tiba-tiba malah muncul begitu saja di hadapan sang menteri?“Ayah, dia si buronan yang kita cari-cari!” seru Josh, menunjuk Morgan. Sorot matanya memancarkan kekhawatiran.“Kau! Apa yang kau lakukan di sini, Keparat! Bagaimana bisa kau ada di situ? Sejak kapan kau di situ? Kau mendengar semua yang kami bahas tadi?” cecar Menteri Pertahanan.Morgan tak menjawab, hanya terus menatap Menteri Pertahanan dengan tajam dan dingin. Di saat yang sama dia biarkan sedikit aura Dewa Perang-nya keluar, membuat suhu ruangan turun beberapa derajat.“Kalian berdua… kalian berdua bersekongkol untuk menipuku, hah? Kalian yang membiarkan si buronan ini bersembunyi di lemari itu sedari tadi?” sang menteri kini menyerang Yudha dan Kris.Yudha dan Kris tak menjawab, masih dengan raut muka mereka yang kusut.Jujur saja, saat
Tommy baru saja memasuki ruang kerjanya di balaikota ketika telepon dari Menteri Pertahanan tiba.Tanpa alasan yang jelas, Menteri Pertahanan memintanya membatalkan status buronan terhadap Morgan.Tommy mengerutkan kening. Bukankah tempo hari justru Menteri Pertahanan yang memintanya melakukan itu?Sebelum sempat Tommy menanyakan alasan di balik permintaannya yang tiba-tiba itu, panggilan sudah diakhiri begitu saja oleh sang menteri.Tommy mendengus kesal. Dia paling tak suka diperlakukan setaksopan ini. Kasusnya sama saja kalaupun pelakunya adalah seorang menteri.Sekarang, sambil memandangi layar ponselnya, Tommy bertanya-tanya apa yang harus dia lakukan.Membatalkan status buronan terhadap Morgan? Itu mudah saja. Dia tinggal meminta ajudannya menyiapkan pengumuman di website dan medsos resmi pemerintah kota.Namun, dengan melakukan itu, bukankah dia malah merusak reputasinya sendiri?Baru juga beberapa hari yang lalu dia menetapkan Morgan sebagai buronan. Kalau sekarang dia tiba-ti
Tommy menarik napas lalu mengembuskannya. Dia sudah menduga Menteri Pertahanan akan menyerangnya seperti ini. Tapi dia sudah siap."Mohon maaf, Pak Menteri. Tapi bukankah Bapak sendiri yang tempo hari mendesak saya untuk menetapkan status buronan terhadap orang itu? Kenapa sekarang Bapak tiba-tiba meminta saya membatalkannya? Bagi saya itu sungguh tak masuk akal," kata Tommy."Lagi pula, Pak Menteri, kota ini adalah milik saya. Sayalah yang menjabat sebagai Walikota kota ini, bukan Anda," sambungnya.Menteri Pertahanan mendengus. Mukanya memerah karena amarah."Kau pikir kau hebat, hah? Kau ini hanya walikota, sedangkan aku menteri. Posisiku lebih tinggi darimu!" hardik Menteri Pertahanan.Tommy terkekeh."Jika konteksnya adalah pemerintahan, mungkin iya. Tapi, Pak Menteri, saat ini yang sedang kita bahas adalah isu spesifik terkait Kota HK yang kupimpin ini. Sudah barang tentu sayalah yang lebih punya wewenang di sini. Anda, sementara itu, hanyalah tamu," kata Tommy."Kau! Kau berani
“K-kau mau… telingaku? A-a-apa maksudnya itu?” tanya Tommy, berharap dia salah dengar.“Potong telingamu di hadapanku. Kalau kau tak bisa melakukannya sendiri, biar aku yang melakukannya,” jawab Morgan.Rupanya Tommy tidak salah dengar. Lantas, harus bagaimana dia sekarang?“Anu… tidak adakah hal lain yang kau inginkan dariku? Aku bersedia memberikannya padamu asalkan—”“Apa yang membuatmu berpikir kau bisa menawar hukuman untukmu?” potong Morgan.“Komandan, coba jelaskan lagi padanya hukuman apa yang mungkin menantinya setelah kebusukannya itu kita ungkapkan ke publik,” lanjut Morgan, menatap sang komandan.Baru saja sang komandan akan mengatakan sesuatu, Tommy mengangkat tangannya.“Cukup! Cukup! Aku sudah tahu hukuman apa yang akan kuterima. Aku tak mau mendengarnya lagi,” kata Tommy.“Kalau begitu cepat potong telingamu! Atau kau mau aku yang memotongnya? Cepat putuskan!” desak Morgan.Tommy menundukkan kepala dan menangis. Kedua bahunya bergetar. Dia tak pernah menyangka akan ber
Henry mengangguk-angguk. Harus dia akui, rencana busuk dari anak sulungnya itu boleh juga.“Oke. Tapi kenapa tidak dua-duanya saja sekalian?” tanya Henry.“Dua-duanya, Pa?”“Ya. Sambil menunggu Agnes merampungkan proyek dari Charta Group itu, kita siapkan bukti-bukti palsu untuk menekannya itu. Malahan aku berpikir, ide kedua yang kau tawarkan itu jauh lebih bisa berhasil ketimbang yang pertama.”Robert tampak berpikir sebentar. Dia kemudian menatap Joseph.“Bagaimana menurutmu, Joseph?” tanyanya.“Aku sependapat dengan Papa. Kurasa foto-foto dan video-video syur itu akan menimbulkan dampak yang kuat,” jawab Joseph.Mengangguk-angguk, Robert kemudian berkata, “Baiklah. Malam ini juga aku akan mencari orang yang bisa menyiapkan bukti-bukti palsu itu untuk kita.”…Tiga hari berlalu…Nama baik Morgan sudah pulih. Kini Morgan bisa bepergian dengan bebas tanpa khawatir akan dihujat atau apa.Tapi beberapa kali, saat dia sedang berada di ruang publik, ada orang-orang yang menghampirinya. B