Kelompok Paus adalah sebuah nama samaran dari keluarga Raka
Esok harinya, setelah selesai dengan jadwal kuliahnya, Ziva bergegas menuju perpustakaan kota yang luas. Ia berjalan melewati deretan rak-rak buku yang tinggi, mencari sosok Kakek Sam di setiap sudut. Waktu berlalu dengan cepat, dan sampai sore hari, Ziva belum menemukan kakek yang bijak itu.Merasa lelah dan sedikit putus asa, Ziva duduk di bangku jalan sambil meminum air mineral yang dibawanya. Ia merenung sejenak, mencoba menyusun kembali pikirannya yang kacau. Tiba-tiba, matanya menangkap sosok Kakek Sam di seberang jalan, menjual koran di tengah keramaian. Tanpa berpikir panjang, Ziva segera menghampiri kakek itu."Kakek Sam!" panggil Ziva dengan suara ceria, "Kakek, apa yang sedang kakek lakukan di sini?"Kakek Sam menoleh dan tersenyum hangat, "Oh, Ziva!"Ziva sampai duduk di samping kakek Sam. "Kakek jual koran?""Ya, aku menjual koran, tapi bukan untuk mencari modal, melainkan untuk merasa berguna. Ada apa Ziva? Lama tidak bertemu.""Sebenarnya ada banyak hal yang ingin kuta
Ziva terkejut mendengar pengakuan Sari, tetapi ia tetap tenang. "Apa yang kau temukan?""Ayah Raka, Rob, sama liciknya dengan ayah Leon. Mereka partner dalam bisnis ilegal. Meskipun Raka terlihat tidak terlibat, dia tetap bagian dari keluarga jahat itu. Aku tahu kau mulai dekat dengan Raka, tapi kau harus menjauhinya, Ziva," kata Sari dengan suara penuh kekhawatiran.Tiba-tiba, Raka muncul di kafetaria, mendengar percakapan mereka. Wajahnya memerah marah, dan tanpa berpikir panjang, ia memukul kaca di dekat mereka. Kaca itu pecah berhamburan, membuat semua orang di kafetaria terkejut dan panik. Raka mengambil seonggok pecahan kaca yang tajam, menyander Sari dengan cepat."Raka, apa yang kau lakukan?! Lepaskan Sari!" teriak Ziva dengan suara gemetar, berusaha menenangkan Raka yang sudah dibutakan oleh kata-kata Sari."Sari harus dihentikan. Dia tidak tahu apa yang dia bicarakan," kata Raka dengan suara dingin, menekan pecahan kaca di leher Sari.Keadaan semakin kacau saat Ardi datang d
Setelah selesai dari toko, Ziva diminta mengantar barang ke rumah Bu Surti. Rumah itu ternyata tidak jauh dari toko roti. Saat sampai di rumah Bu Surti, Ziva terkejut melihat bahwa Bu Surti adalah ibu dari Ardi."Bu Surti, ini barangnya," kata Ziva sambil menyerahkan tas belanja."Oh, terima kasih, Ziva. Kau tahu, ternyata kau kenal dengan anakku, Ardi," kata Bu Surti dengan ramah.Ardi yang mendengar percakapan itu keluar dari dalam rumah. "Hai, Ziva," sapa Ardi sambil tersenyum.Ziva tersenyum kembali. "Hai, Ardi. Tidak menyangka kau anak Bu Surti."Bu Surti tampak senang dan mencoba menjodohkan mereka. "Kalian berdua harus lebih sering bertemu. Siapa tahu cocok, ya kan?" katanya sambil tertawa kecil.Ziva dan Ardi berbincang di belakang rumah, menghindari obrolan Bu Surti. Mereka duduk di bangku taman kecil di halaman belakang."Ardi, bagaimana keadaan Sari?" tanya Ziva dengan penuh perhatian.Ardi menghela napas. "Sari masih trauma. Dia benar-benar tidak menyangka kejadian di kamp
Pagi itu, Ardi datang ke toko kue untuk membantu ibunya, Bu Surti. Saat mereka menata kue-kue di toko, suasana pagi yang sejuk berubah menjadi tegang saat mereka hendak membuka garasi toko."Astaga, ini kotoran manusia dan sampah! Siapa yang berani-beraninya?" Bu Surti marah dan wajahnya memerah karena kesal. "Ardi, cek CCTV! Kita harus tahu siapa yang melakukan ini!"Ardi segera pergi untuk mengecek rekaman CCTV. Saat melihat rekaman beberapa malam sebelumnya, ia menemukan bahwa banyak pengemis dan orang terlantar sering menggunakan area depan toko sebagai tempat buang air dan tidur. Namun, saat ia memeriksa lebih lanjut, ia melihat rekaman malam saat hujan beberapa hari yang lalu. Ia terkejut melihat Ziva dan Raka melakukan hubungan intim di toko. Ardi tersentak dan dengan cepat menyimpan rekaman itu di ponselnya. Ia kembali kepada ibunya dan memberi tahu tentang pengemis dan orang-orang yang mengotori toko mereka. Namun, ia tidak menyebutkan tentang Ziva dan Raka."Dasar tidak tah
Malam semakin larut ketika Raka dan anak buahnya tiba di depan toko roti Ibu Surti. Lingkungan sekitar sepi, hanya ada beberapa orang yang berjalan cepat pulang ke rumah mereka. Raka memberi isyarat kepada anak buahnya untuk mulai bergerak.Dengan cepat dan tenang, mereka mendekati toko roti itu. Salah satu dari mereka membawa linggis dan mulai membuka paksa pintu belakang toko. Begitu pintu terbuka, mereka masuk dengan hati-hati.Di dalam, suasana toko roti yang biasanya hangat dan nyaman kini terasa mencekam. Raka melihat sekeliling dengan mata yang penuh kebencian. "Mulai hancurkan semuanya," bisiknya dengan suara yang rendah namun memerintah.Anak buahnya mulai menghancurkan etalase, meja, dan peralatan dapur dengan brutal. Suara kaca pecah dan kayu retak bergema di seluruh ruangan. Raka menatap semua itu dengan kepuasan yang dingin.Salah satu anak buah menumpahkan minyak dari dapur ke seluruh ruangan. Raka mengambil korek api dari sakunya dan menyalakannya, memandang api kecil i
Keesokan harinya, Ziva memutuskan untuk mengunjungi rumah Bu Surti. Saat ia sampai di depan rumah, ia memanggil beberapa kali, namun tidak ada yang merespons. Ia terus menunggu di luar dengan sabar hingga akhirnya Ardi muncul dari pintu dengan wajah marah."Apa yang kamu lakukan di sini, Ziva?" tanyanya dengan suara keras dan tajam."Aku hanya ingin memastikan Bu Surti baik-baik saja. Dan apakah toko bisa kita buk-""Setelah semua yang terjadi? Kamu masih sanggup membahas toko? Kamu sudah gila?""Ardi, apa-apaan kamu? Aku cuma bertanya tentang toko kapan dibuka. Kenapa kamu begitu?""Kau tahu, semua ini terjadi karena kamu! Kamu membawa sial bagi kami! Pergi dari sini sebelum aku benar-benar marah," bentaknya.Ziva terkejut dan terluka oleh kata-kata Ardi. Ia tidak mengerti mengapa Ardi begitu marah padanya, tapi ia tahu bahwa tidak ada gunanya memperpanjang percakapan ini. Dengan kecewa, Ziva berbalik dan pergi dari rumah itu.Berjalan di kota tanpa tujuan yang jelas, Ziva merasa put
Pagi itu, Ziva tiba di kampus dengan semangat baru. Ia membawa kotak berisi kue bolu dan roti hasil buatannya semalam. Ia ingin berbagi dengan Sari, berharap dukungan dari temannya tersebut.Di kafetaria, Ziva menemukan Sari sedang duduk sendirian. "Sari, aku bawa sesuatu untukmu," kata Ziva dengan senyum."Apa itu?" tanya Sari dengan penasaran.Ziva membuka kotak kue dan menawarkan sepotong bolu kepada Sari. Sari mencicipi kue itu dan matanya berbinar."Ziva, ini enak sekali! Kamu punya bakat luar biasa," puji Sari.Mereka berdua berbincang santai, membahas rencana Ziva untuk membuka toko roti baru. Sari memberikan banyak dukungan dan ide-ide untuk mengembangkan usahanya.Namun, tiba-tiba terdengar keributan dari salah satu sudut kampus. Ziva dan Sari melihat ke arah kerumunan yang mulai berkumpul."Ada apa di sana?" tanya Ziva.Mereka berdua mendekat dan melihat Raka dan Ardi saling menantang satu sama lain. Wajah keduanya penuh kemarahan."Ayo, Ardi! Kalau kamu memang berani, kita
Ziva bangun pagi dengan kepala pusing, memikirkan bagaimana ia bisa mendapatkan modal untuk membuka toko roti. "Seandainya Leon di sini," pikirnya, "aku bisa memanfaatkan pria itu." Dengan perasaan yang campur aduk, Ziva bersiap-siap untuk pergi ke kampus.Di kampus, suasana terasa aneh. Banyak mahasiswa melihat ponsel mereka dengan kaget. Ziva mendengar bisik-bisik bahwa Ardi telah dipindahkan ke kampus lain oleh ayah Raka. Sementara itu, Raka masih dirawat di rumah sakit.Ziva mencoba fokus pada pelajarannya, namun pikirannya terus berkelana. Ia merasa ada sesuatu yang besar sedang terjadi di balik layar.***Di sebuah perlelangan barang mewah, suasana sangat ramai. Berpuluh-puluh orang kaya dari berbagai kota datang untuk membeli lukisan dan perhiasan. Di antara mereka, ada Madam Maroon dan suaminya, Rob. Ayah Leon, Brok, juga hadir bersama pengawal tertingginya. Namun, yang paling mencolok adalah seorang wanita misterius berusia sekitar 30 tahun yang mengenakan topeng hitam dan pa