Keesokan paginya di kediaman Keluarga Bell … Lyra mendapat kejutan kecil dari pria yang masih berstatus menjadi calon suaminya.
Sebuah ketukan samar di pintu kamar menyadarkan Lyra. Dia gegas membuka pintu dan kemudian disambut oleh para pelayan yang masing-masing membawa satu kotak hadiah merah muda di tangan mereka. “Nona, Tuan Max Foster baru saja mengirim semua hadiah ini untuk Anda,” tutur salah satu pelayan dengan sopan. Lyra mengangkat satu alis keheranan. Kendati demikian, dia tak menolak ketika para pelayan memasukkan banyak hadiah dari pria yang sebentar lagi mungkin saja akan berstatus sebagai mantan tunangan. Benar. Meski Lyra ingin menghindari perdebatan dengan keluarga karena keputusan egoisnya, dia tetap akan menerima perjanjian dengan John Foster untuk menikah dengannya. Oleh karena itu, Lyra akan segera mengatakan rencana pembatalan pernikahan dengan Max Foster kepada orang tuanya. Setelah para pelayan keluar dari kamar, Lyra segera bersiap menemui Thomas, Ayahnya. Akan tetapi, ketika langkah kakinya telah sampai di depan ruang keluarga, Lyra kembali meragu. Melihat ayah dan ibunya sibuk memilih undangan pernikahan sambil membicarakan dirinya dan Max, Lyra menjadi sedikit takut membuat kedua orang tuanya kecewa. “Oh, Lyra! Kebetulan sekali! Cepat kemari dan pilih undangan pernikahanmu dengan Max!” seru Beth antusias. Lyra melangkah ragu masuk ke dalam. Dia bahkan tak begitu mendengar ucapan Beth, melainkan justru sibuk merancang kalimat-kalimat yang akan dia katakan untuk menjelaskan kepada orang tuanya tentang pembatalan pernikahan dengan Max. Namun, sebelum Lyra membuka mulutnya, dirinya lebih dulu dikejutkan oleh ucapan Thomas, “Aku bertemu dengan Peter pagi tadi, Lyra. Kami sepakat untuk menyelenggarakan pernikahanmu dengan Max lebih cepat.” Kelopak mata Lyra terbuka lebar. Dia hampir saja berteriak keras, tetapi hanya suara lemah yang keluar dari mulutnya, “A-apa …?” “Benar. Kau dan Max akan menikah minggu depan,” imbuh Beth sekaligus menambah debaran kencang di dada Lyra. Lyra akhirnya tak bisa mengungkap keinginannya untuk membatalkan rencana pernikahan dengan Max. Melihat Thomas dan Beth menangis haru oleh kebahagiaan, Lyra tak sanggup untuk mengatakan keinginannya. Lyra perlu bicara dengan John Foster untuk mencari solusi bersama sesegera mungkin. Setelah berbincang dengan orang tuanya tentang masalah pernikahan, Lyra meninggalkan ruangan itu dan segera menghubungi John. “Aku perlu bantuanmu, John. Bisakah kau menemuiku sebentar?” Ada jeda beberapa detik sebelum John menjawab Lyra. ‘Tunggu di sana.’ Satu jawaban singkat John mengakhiri panggilan telepon. John bahkan tak menanyakan keberadaan Lyra. Dan tak berselang lama, pria itu mengirim pesan agar Lyra keluar di depan gerbang rumah untuk menunggu kedatangannya. Sebuah mobil sedan merah mengilat terlihat dari kejauhan. Untuk kesekian kali, Lyra dikejutkan oleh sosok John Foster yang tak sesuai seperti yang dikatakan orang-orang. ‘Siapa sebenarnya orang itu, yang bersedia membantu wanita lemah sepertiku?’ “Kau menunggu lama?” Suara dingin John membuat Lyra tersentak. Sejak kapan pria menawan itu berdiri tepat di hadapannya? “Sepertinya aku akan terbiasa menunggu orang yang sering terlambat sepertimu.” Lyra menunjukkan jam di ponselnya. John pun menjawab hal yang serupa seperti sebelumnya ketika mereka bertemu di kafe, sambil menunjukan jam tangan mewah di pergelangan tangan kirinya. John tak mengindahkan perkataan Lyra. Ada satu hal yang jauh lebih penting sekarang dibanding mengomentari cara bicara Lyra yang tak menyenangkan untuk didengar. “Kau sudah dengar dari keluargamu? Mereka memutuskan tanggal pernikahanku dan Max lebih cepat. Aku juga tidak bisa mengatakan pada orang tuaku.” Lyra menatap lekat manik hijau tua yang tengah memperhatikan bibirnya bergerak ketika sedang bicara. “Apa yang harus aku lakukan?” John menyunggingkan senyum tipisnya, kemudian menunduk, mensejajarkan tingginya dengan Lyra yang saat ini ada di hadapannya. “Tidak perlu khawatir. Aku yang akan mengurus segalanya.” Berkat kata-kata yang diucapkan John Foster, Lyra dapat bernapas dengan lega. Namun, Lyra merasa perlu tahu apa saja yang John akan lakukan untuk membatalkan pernikahan dirinya dan Max. “Bisakah kau mengatakan rencanamu?” John tersenyum samar. “Kau hanya perlu melakukan apa pun yang diperintahkan keluargamu. Aku akan mengurus sisanya.” Setelah mengatakan itu, John tak membuang waktu untuk mendengar lawan bicaranya. Pria itu pergi dengan meninggalkan pertanyaan kecil dalam benak Lyra. Meski penasaran, Lyra telah memercayakan urusan itu kepada John. Lagi pula, John juga membutuhkan dirinya untuk mendapatkan tujuan besarnya. Tak mungkin John akan mengkhianati dirinya, bukan? Namun, hari pun berlalu dengan cepat … John tak kunjung membawa kabar baik untuk Lyra Bell ….Satu minggu telah berlalu. Pernikahan Lyra dan Max akan dilangsungkan hari ini. Sementara itu, John tak menghubungi Lyra lagi sejak hari itu. Bagai ditelan bumi, John tak tampak di mana pun juga. Bahkan, ketika makan malam bersama dengan kedua keluarga, pria itu tak tampak batang hidungnya. Keluarga Foster tak begitu memedulikan keberadaan anak bungsunya. Lyra juga tak mungkin tiba-tiba menanyakan John Foster dan merusak suasana. Lyra sempat menghubungi John beberapa kali. Akan tetapi, nomor John tak bisa dihubungi dan di luar jangkauan. Awalnya, Lyra berpikir bahwa John sedang mempersiapkan rencana untuk membatalkan pernikahan dirinya dan Max. Sekarang, Lyra justru berpikir sebaliknya. ‘Apakah John membatalkan kerjasama sepihak tanpa memberi tahu aku lebih dulu?’ “Silakan berputar, Nona.” Suara pelayan menyadarkan Lyra. Degupan dalam dada Lyra menggema begitu kencang tatkala dua orang pelayan membantu dirinya mengenakan gaun pengantin. Tinggal beberapa menit lagi, dirinya akan
Lyra tak bisa menyembunyikan ekspresi kecewa dan dikhianati ketika matanya dan John saling bertemu untuk sesaat. Dia telah resmi menikah dengan Max. Percuma John baru muncul ketika semua sudah terlambat. ‘Apakah sebenarnya semua ini rencana Max? Dia hanya menggunakan John untuk mempermainkanku? Lalu kenapa Max harus repot-repot menyetujui pernikahan kami jika dia memang tidak pernah menyukaiku sejak awal, dan bahkan telah memiliki kekasih?’ Lyra mau tak mau berprasangka buruk kepada John. Akan tetapi, manik kecokelatan itu menangkap sesuatu yang tak biasa dari wajah adik iparnya. Dia mengerutkan kening sambil memicingkan mata untuk mempertajam pengelihatan. Dan benar yang dilihat Lyra … setitik darah tampak mengering di sudut mulut John. Meski tak begitu kentara, Lyra juga melihat lebam di pipi pria itu. “Kau tidak mendengarku bicara!?” Bentakan Max membuat Lyra tersadar. Lyra spontan menoleh ke samping. Mendapati sang suami terlihat sangat kesal dan tak menyenangkan untuk dipa
Terdengar bunyi ketukan pintu. Dengan jarak kamar mandi dan pintu kamar yang berdekatan, Lyra mendengar samar Max berbincang dengan seseorang. Sesaat kemudian, Lyra ditemani oleh kesunyian. Max pergi bersama pria yang berbicara dengannya. Lyra pun bisa bernapas lega. Badan Lyra merosot ke bawah sambil memeluk diri sendiri. Kedua tangannya masih gemetaran membayangkan akan memberikan kesuciannya kepada sang suami. Menolak pun Lyra tak akan kuasa apabila Max memaksa. “Lyra Bell!” Lyra terkesiap mendengar suara pria memanggil dirinya dari luar. Namun, setelah mengenali suara itu, Lyra langsung berdiri dan membuka pintu. Tubuh jangkung berdiri di depan pintu. Sekali lagi, jantung Lyra harus merasakan tekanan oleh keterkejutan karena dirinya hampir menabrak pria itu. “John … Foster … apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana kau bisa masuk?” Tak menjawab pertanyaan Lyra, John justru balik bertanya, “Bukankah aku yang seharusnya ada di sini bersamamu?” Lyra menggeleng pelan. “Lalu
“Kau selalu berdiri menghalangi pintu, Lyra Bell.” Lyra Bell tersentak begitu mendengar suara datar John Foster. Dia baru sadar bahwa dirinya berdiri di sela pintu, menghalangi John yang akan keluar. Pipi Lyra bersemu merah oleh pikirannya sendiri. Baru saja, Lyra berpikir bahwa John akan melakukan sesuatu padanya. Setiap kali John menatapnya secara intens, Lyra merasa John akan menciumnya. Nyatanya, Lyra lagi-lagi keliru. Lyra sangat malu dan ingin menyembunyikan diri di dasar bumi. Namun, Lyra enggan mengakui. “K-kau bisa mengatakan padaku. Tidak perlu menarik-narikku!” Lagi pula, kenapa John memutar tubuhnya hingga berpindah di dekat pintu? ‘Apa dia sengaja ingin membuatku malu?’ batin Lyra kesal. Lyra mengikuti John yang dengan cepat keluar dari kamar mandi, kemudian duduk di tepi ranjang pengantin. John mengambil segenggam kelopak bunga mawar merah yang ditata membentuk hati di tengah ranjang. Lalu membuka tangan dan merenggangkan jari-jarinya hingga segenggam ke
“John … Lyra … kenapa kalian berdua datang bersama-sama?“ Yasmin, ibu John terkejut melihat putra bungsunya muncul di ruang tamu bersama dengan sang menantu. “Di mana Max, Lyra? Kenapa kau tidak bersamanya? Dan kenapa kau malah pulang ke rumah?”Sebelum keluar dari mobil tadi, John sudah memberi tahu Lyra apa yang harus dilakukannya. Namun, setelah menghadapi mertua yang baru beberapa kali dijumpai, Lyra merasa gugup.Lyra menunduk dengan bibir bergetar karena kesulitan bicara. “M-Max … pergi meninggalkan aku ….”“Max pergi ke mana? Kenapa tidak mengajakmu ikut?” Yasmin beralih kepada John. “Lalu kau … ke mana saja beberapa hari ini? Papa hanya menugaskan kau ke luar kota selama tiga hari. Harusnya kau membantu pernikahan kakakmu!”Dari cara bicara Yasmin, Lyra sedikit tahu bahwa John tidak begitu dispesialkan seperti Max. Yasmin selalu bersikap dan bicara lembut kepada Max, sementara kepada John, wanita paruh baya itu terlihat sinis dan terkesan acuh tak acuh.“Aku langsung datang me
John berdiri sambil menyandarkan lengan di kusen pintu. Kedua tangannya terlipat di depan dada seolah sedang memergoki Lyra melakukan sesuatu yang buruk. “Kau mengejutkanku, John!” Lyra mengurut dadanya yang berdebar kencang. Kemudian memasukkan lagi kotak milik Max ke dalam lemari. John tersenyum miring dan terkesan santai. Membuat Lyra semakin meradang. John tampak sedang bermain-main dengan perjanjian mereka. Sementara itu, Lyra sudah tak bisa menunggu lama agar bisa terbebas dari Max Foster. “Aktingmu cukup mengesankan, Lyra Bell. Kau tidak benar-benar menangis karena ditinggalkan kakakku di malam pertama kalian, bukan?” John melihat Lyra buru-buru mengunci pintu lemari dengan tatapan curiga. Dia memicingkan mata dengan satu sudut mulut sedikit terangkat, seakan tahu apa yang sedang Lyra sembunyikan. Lyra mencebik. “Apa yang harus kita lakukan sekarang? Semua rencanamu tidak ada yang berhasil. Lebih baik kau memikirkan itu daripada mengomentariku.” Mendadak, Lyra teringat pe
“Apa maksudmu itu, Max?” Peter mengerutkan dahi, tanda dirinya bingung dengan keadaan saat ini. “Aku mendengar dari pihak hotel bahwa seorang pria datang ke kamarku, lalu menyeret istriku keluar secara paksa.” Max berdecak-decak dengan tatapan meremehkan ke arah John. “Tidak kusangka, kau begitu berani mendekati istriku, John.” Lyra marah, gugup, sekaligus cemas karena semua tak berjalan sesuai rencana. Tak pernah terpikirkan olehnya bahwa Max begitu mudah membalik keadaan dengan tuduhan itu. “Apa yang kau katakan tidak—” Melihat tatapan John, Lyra berhenti bicara. Sama seperti sebelumnya, John Foster masih tampak tenang dan tak menunjukkan sedikit pun kekhawatiran. Namun, wajah John Foster berubah menegang begitu Max memutar rekaman suara dari beberapa saksi palsu di hotel. Beberapa pekerja di hotel memberikan keterangan yang serupa dengan semua yang Max katakan. ‘Max Foster … kau benar-benar pria tidak tahu malu!’ jerit Lyra dalam hati. Lyra pun menjadi semakin cemas karena buk
“Kau yang membuatku pulang malam ini, Lyra, dan sekarang kau harus melayaniku. Lagi pula, ini masih malam pertama kita,” tegas Max. Lyra mempertahankan posisinya sekuat tenaga kala Max berusaha menarik dirinya ke arah ranjang. Penolakan tegas Lyra tersebut justru membuat Max terpancing amarah dan semakin menginginkan pelayanan sang istri. “Aku belum siap, Max! Beri aku waktu—” Tentu saja, Max tak menuruti permintaan Lyra. Dengan satu kali tarikan penuh tenaga, Max berhasil menjatuhkan Lyra tepat di atas ranjang. Dalam sekejap, Max telah berada di atas tubuh Lyra. Dapat tercium aroma sabun menguar dari kulit lembap pria itu, yang tak lagi berjarak dengannya. Max mulai memberikan kecupan di leher Lyra tanpa jeda. Lyra menggeram sambil berusaha menghindar, tetapi dia tak dapat melarikan diri dari sang suami. “Rupanya kau memiliki tubuh yang indah, Lyra. Kenapa kau berusaha menyembunyikan ini dari suamimu?” Suara serak dan bergairah Max Foster membuat Lyra takut bukan
“Kak, aku ingin menyusul mama. Tapi, aku nanti akan menunggu sendirian di kantor.” Justin Foster merengek pada Jolie dengan mata berkaca-kaca akan menangis. Dia tiba-tiba merindukan ibunya dan ingin pergi ke alun-alun bersama orang tuanya dan Jolie. Seperti yang sudah-sudah, Jolie selalu memilih untuk menuruti keinginan sepupunya. Dia tak lagi bimbang dengan banyaknya pilihan yang menggiurkan. Justin akan selalu menjadi prioritas utama. “Aku akan menemanimu ke tempat kerja Bibi Selene, tapi kita harus minta izin dulu kepada mama dan papaku.” Jolie lantas memperhatikan ketiga lelaki yang lebih tua darinya. “Kalian bermain bertiga dulu, ya … aku akan pergi dengan adikku.” Setiap kali menemani Justin, Jolie tak mau mengajak mereka. Pernah satu kali, ketiga lelaki yang ingin lebih dekat dengan Jolie itu ikut mengantar Justin, namun mereka berakhir dimarahi Max Foster tanpa sebab yang jelas. Max tampaknya masih tak suka pada semua yang berhubungan dengan Asher dan Billy. Dia pun sel
Suara anak perempuan berusia lima tahun terdengar di halaman belakang kediaman John Foster. Mata Jolie tertutup kain hitam, kedua tangannya bergerak tak tentu arah seperti sedang mencari pegangan, mulutnya tak bisa menutup saat memamerkan tawa yang tak kunjung menghilang. “Di mana kalian?!” seru Jolie. Saat ini, Jolie yang telah berusia lima tahun itu sedang berusaha menangkap teman-temannya. Dua anak kembar lelaki Asher Smith, putra angkat Billy Volker, serta bocah lelaki yang berumur satu tahun lebih muda darinya dan tak lain adalah sepupunya, putra pertama Max Foster. Jolie terlihat sangat bahagia. Sejak satu minggu yang lalu, keempat temannya menginap di kediaman. Dia jadi tidak kesepian dengan hadirnya bocah-bocah lelaki itu. Namun, kesenangan Jolie tak sejalan dari gerutuan ibunya. Lyra pusing melihat anak-anak itu tak mau berhenti bermain, bahkan Jolie pernah membantahnya hanya agar bisa terus bermain. “Rumah kita jadi seperti penampungan anak, Sayang. Maksudku, aku tidak
John telah berada di kota lain untuk melakukan operasi. Lyra tak bisa ikut menemani John karena tak bisa meninggalkan Jolie, serta ikut membantu persiapan pernikahan kakak iparnya.Penggabungan perusahaan Bell dan Foster pun sudah terlaksana atas bantuan Peter dan Thomas. Mereka akan menggantikan tugas John selama John masih memulihkan diri. Max masih ikut membantu di perusahaan, tetapi lebih sering meliburkan diri untuk menemani calon istrinya membeli perlengkapan hidup baru mereka. Perusahaan di gedung tingkat empat milik Max pun telah resmi dibuka, sehingga waktu berkumpul keluarga sangat sulit dilakukan dengan semua anggota keluarga yang lengkap.“Mama, John akan pulang hari ini. Di mana Dom? Dia harus menjemput suamiku.”Tanpa terasa, satu setengah bulan berlalu. John telah mengabari jika proses pemulihan luka bakarnya hampir berakhir, meski belum kembali sempurna seperti sediakala. Namun, John harus pulang hari ini, karena akan ada hari spesial keesokan paginya.“Dom sedang mem
“Kau tidak perlu melihat istriku waktu mengatakan rencanamu itu. Lyra tidak akan sedih mendengar kau akan menikah.” John menangkap gelagat aneh kakaknya, namun sebenarnya hanya pikirannya sendiri.“Aku melihat semua orang dan kau menatapku waktu bola mataku berhenti searah dengan Lyra!” sanggah Max, tak mau dituduh karena memang itulah kenyataannya. Dia bukan sengaja ingin memandangi Lyra.Lyra menegur John dengan tepukan halus di lengan suaminya itu. Namun, tampaknya John masih teringat kejadian di taman yang membuatnya cemburu buta.“Apa kau mengharapkan pelukan istriku untuk memberimu selamat?”Max berdiri dengan mulut sedikit terbuka. Amarahnya terpancing karena John membahas masalah yang sama berulang kali.Benar, tak hanya sekali John mengungkit masalah itu. Max hanya diam mendengar kata-kata sinis adiknya, namun tidak untuk sekarang, di saat dia ingin membahas rencana pernikahannya.“Kau masih membicarakan itu, hah? Lalu kenapa kalau aku memeluk istrimu? Dia adik iparku! Pikira
Jasad Ivanna baru berhasil diidentifikasi seluruhnya tiga hari lalu. Namun, karena masih perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, Alaric Parker tak bisa menguburkan jasad putrinya begitu saja.Satu minggu berlalu setelah kebakaran yang diakibatkan oleh Ivanna Parker. Saat ini, kediaman Parker sangat ramai oleh orang-orang yang hadir untuk berkabung.Selain para pengusaha, rekan-rekan bisnis Alaric maupun Ivanna, banyak pula wartawan yang meliput proses pemakaman Ivanna Parker. Namun, hanya sedikit awak media yang datang untuk berduka, sebab telah ditemukan bukti kuat yang menunjukkan bahwa Ivanna adalah pelaku kebakaran tersebut.Dari layar televisi berukuran besar, Lyra dan keluarganya sedang menyaksikan proses pemakaman Ivanna. Kamera lebih sering menyorot Sasha Parker yang saat ini sedang naik daun di dunia bisnis.“Wanita sialan itu pasti sedang berakting, aku sangat yakin itu!” geram Max saat melihat Sasha Parker sedang bicara di depan para wartawan sambil berlinang air mata, m
Lyra merasakan hangat di punggungnya. Udara dingin dari penyejuk ruangan mendadak tertutup oleh sesuatu. Namun, dia tetap terlelap dan tak menyadari keberadaan orang di belakangnya yang menghangatkan tubuhnya dengan dekapan penuh kerinduan.Pada dini hari, John baru sampai di kediaman. Dia langsung masuk ke kamar tanpa menimbulkan suara agar Lyra tak terbangun. Setelah membersihkan diri dengan cepat, dia ikut berbaring di dekat Lyra yang tidur meringkuk, tanpa melepaskan masker yang menutup sebagian wajahnya. Dari informasi para pengawal di kediaman, John akhirnya tahu jika Lyra tak pergi ke mana pun. Dia lega karena pikiran buruknya tak pernah terjadi. Awalnya John ingin langsung kembali ke rumah sakit, tetapi dia begitu merindukan pelukan hangat istrinya dan berniat mampir sebentar selagi Lyra tidur.“Aku sangat merindukanmu, Sayang,” bisik John.John terlalu nyaman mendekap Lyra hingga jatuh ketiduran dan lupa harus segera pergi sebelum Lyra bangun ….“Ugh …,” erang Lyra, merasak
John mondar-mandir di ruang pemeriksaan. Bukan gelisah menunggu dokter, tetapi resah membayangkan Lyra masih berduaan bersama Max.‘Apa saja yang mereka lakukan setelah aku meninggalkan mereka?’Sebelumnya saat masih di taman, John masih ingin mengikuti Lyra sampai kediaman. Namun, Peter menyeret John untuk segera ke rumah sakit.“John Foster! Berhentilah mondar-mandir!” sergah Peter, lelah melihat tingkah kekanakan anaknya. “Aku perlu mendapatkan riasan penuh seperti kekasih Max itu, dan segera bertemu Lyra. Max bisa saja menculik dan menyekap Lyra seperti dulu.”Saat mengamati Lyra, John melihat sosok mencurigakan Selene. Setelah menyuruh Dom mencari informasi sosok mencurigakan itu, dia akhirnya tahu identitas Selene yang menyamar sebagai perempuan tua.“Tsk! Hentikan, John! Kau sudah mendengar sendiri kalau mereka sudah berbaikan dan melupakan masa lalu! Lagi pula, lukamu masih baru dan tidak bisa ditutupi dengan riasan!”Peter yang menunggu John di mobil saat di taman tadi juga
Lyra mengangguk setuju. Hanya pelukan biasa bukan suatu hal yang besar. Orang-orang juga terbiasa menyapa dengan pelukan. Lagi pula, mereka masih keluarga.“Terima kasih, Lyra.” Max Foster tanpa ragu memeluk Lyra dengan erat, memejamkan mata selagi merasakan debaran dalam dadanya.Dengan pelukan itu, Max ingin mengembalikan perasaan yang telah berlalu. Kemudian, pelan-pelan melupakan Lyra sebagai wanita pertama yang pernah mengisi hatinya. Tidak, Max tidak mungkin bisa melupakan Lyra. Dia akan menyimpan perasaan itu, mengunci rapat-rapat cintanya, dan melihat Lyra dengan cara yang berbeda, yaitu sebagai keluarga, istri dari adiknya.“Maaf kalau aku banyak berbuat salah padamu, Max. Banyak hal buruk yang sudah kulakukan untuk membalasmu, termasuk kejadian malam di pesta waktu itu. Aku yakin kau juga sudah mengetahuinya.”Lyra pun ingin membuang dendam yang dulu pernah bersarang di hatinya kepada kakak iparnya itu. Berharap setelah waktu berlalu, mereka bisa bicara dan tertawa seperti k
“Maafkan aku, Max. Waktu itu aku tidak bisa menahan diri untuk terus bersamamu atau membuka hati untukmu, sehingga mengambil pilihan lain.”Max mengusap air matanya. Meski bisa menahan tangisan kesedihan, hatinya menangis dan terluka mendengar ucapan Lyra yang sudah pasti.“Aku tahu, aku tidak menyalahkanmu, Lyra. Semua memang salahku dan aku sangat menyesali perbuatanku sendiri,” ujar Max dengan suara serak.Max memutar badan ke arah Lyra. Melihat adik iparnya ikut merasa buruk karena pengakuannya.“Aku hanya ingin mengungkap perasaanku dengan benar, di mana dulu aku hanya menipumu. Aku tidak berniat merebutmu dari adikku … sungguh ….”“Terima kasih telah mencintaiku, Max. Mulai hari ini, aku berharap kau bisa melupakan cinta itu sepenuhnya ….”“Aku sedang mencobanya, tapi kalau malah mengajakku bertemu dan memaksaku menyatakan cintaku.”Mereka diam sejenak saling menatap secara intens. Mendadak, tawa lebar dan lepas menghiasi wajah keduanya.“John akan menghajarku kalau dia sampai t