âApakah anggota mata-mata Veleno mau dikerjakan, The Obsidian Blade? Kalau mau, aku akan menghubungi mereka,â tanya Troy.Troy paham jika orang yang bisa melacak keberadaan Mirko adalah para mata-mata di mana salah satunya adalah para cyber.Lucas menatap tajam ke arah Troy, lalu menggeleng. âKita tidak bisa mengerahkan mereka sekarang.âTroy mengernyit. âKenapa?âLucas menghela napas pendek, lalu mengambil botol air mineral dan meneguknya.âMereka sedang sibuk. Fokus utama mereka saat ini adalah mengawasi Raja Verdansk dan mencari keberadaan Dario. Jika kita meminta bantuan mereka untuk mencari Mirko, itu hanya akan memperumit segalanya,â kata Lucas.Troy mengangguk pelan, memahami situasi. âLalu, apa yang akan kita lakukan?âLucas menyipitkan mata, berpikir sejenak sebelum akhirnya meraih ponselnya. âKita cari jalur lain.âDia menekan nomor di layar dan menempelkan ponsel ke telinganya.Beberapa detik kemudian, suara seorang pria terdengar di seberang.The Obsidian Blade? Ada apa? P
Dia tidak pernah membayangkan bahwa dirinya masih harus terlibat dalam konflik besar seperti ini. Semuanya terasa seperti mimpi buruk yang kembali menghantuinya, seolah tak peduli seberapa jauh dia berusaha menjauh dari dunia kriminal, bayang-bayangnya tetap mengejarnya.âMike, aku tidak bisa hanya diam. Aku harus tahu ke mana mereka membawa Mirko,â kata Lucas.âAku butuh semua rekaman CCTV di jalanan utama setelah mobil itu meninggalkan rumah keluarga Carter,â lanjutnya.âAku akan coba mengaksesnya,â kata Mike.Lucas menunggu. Tangannya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Jika Mirko masih hidup, maka dia harus ditemukan secepat mungkin. Tidak boleh telat.Beberapa menit berlalu, kemudian ponselnya bergetar. Panggilan masuk dari Mike.Lucas segera mengangkatnya. âBagaimana?âSuara Mike terdengar panik. âCCTV di sepanjang jalan itu mati pada jam yang sama ketika mobil yang membawa Mirko bergerak.âLucas mengerutkan kening. âApa?ââSepertinya mereka sudah menyiapkan ini seja
Matteo masih berdiri di tempatnya, tidak langsung menjawab pertanyaan Gigio. Tatapannya tetap tajam, tetapi senyum kecil di wajahnya masih bertahan, seolah dia menikmati situasi ini.Gigio menahan napas, menunggu jawaban. Albin di sampingnya juga tetap diam, tetapi tubuhnya sedikit tegang, siap bereaksi jika sesuatu terjadi.Setelah beberapa detik hening, Matteo tertawa pelan. âAstaga, Gigio, jangan terlalu serius begitu.âDia berjalan santai ke arah sofa dan duduk dengan nyaman, menyilangkan kakinya dengan penuh percaya diri. Tangannya bergerak merapikan jas mahalnya sebelum akhirnya menatap Gigio kembali.âAku hanya berkunjung,â katanya ringan. âsudah lama aku tidak menginjakkan kaki di sini. Dan kau tahu, keluarga Bellucci masih menjadi anggota inti Serikat Dagang. Jadi, apakah aku tidak boleh datang dan melihat-lihat?âGigio tetap berdiri di tempatnya, menatap Matteo tanpa ekspresi. âTentu saja boleh. Aku hanya bertanya, siapa tahu ada sesuatu yang penting yang ingin kau sampaikan
Keadaan semakin rumit. Lucas tahu jika perang ini tak bisa dihindari, maka ia harus mengatur langkah dengan lebih cermat. Bukan hanya tentang kekuatan, tapi juga strategi.Langkah pertamanya adalah menyelesaikan masalah yang paling mudah. Yaitu masalah Carter bersaudara.Sebagai seorang pengusaha, Ashton pastilah lebih memikirkan keuntungan daripada kesetiaan. Jika Jack Will bisa menanamkan rasa takut yang cukup, maka kemungkinan besar Ashton akan menarik diri dari Matteo Bellucci. Itu akan menjadi pukulan besar bagi kubu lawan.Lucas meraih jaketnya, bersiap untuk berangkat ke markas organisasi Veleno. Tapi sebelum ia sempat melangkah keluar, pintu rumah diketuk seseorang.Lucas membuka pintu untuknya melihat siapa yang datang.âGigio?â Lucas terkejut. âmasuklah!âGigio masuk, wajahnya tegang. Di belakangnya, Albin mengikuti dengan langkah cepat.âTerima kasih, Lucas. Maaf aku mengganggumu,â ucap Gigio.Lucas mengangguk sambil berkata, âDuduklah!âKemudian mereka bertiga pun duduk di
Moretti tidak membuang waktu. Dengan suara lantang, ia mengumpulkan para petarung Brotherhood yang sudah pulih dan siap bertugas. Dalam hitungan menit, mereka telah berdiri di tengah ruangan, mata mereka penuh tanya."Ada tugas untuk kalian," kata Moretti tegas. "Kali ini bukan pertarungan di ring. Kalian akan menjadi pengawal."Para petarung saling berpandangan. Ini bukan sesuatu yang biasa mereka lakukan. Mereka terbiasa bertarung untuk uang, kehormatan, atau nyawa, bukan berdiri di balik seseorang sebagai penjaga.Lucas melangkah maju, matanya menyapu mereka satu per satu. "Aku akan membagi tugas."Ia mengangkat satu jari. "Sepuluh orang menjaga Gigio."Jari kedua. "Sepuluh orang lainnya pergi ke rumah ibuku."Jari ketiga. "Sepuluh lagi akan menjaga Angeline."Hening sejenak. Kemudian, para petarung mulai mengangguk, menerima tugas mereka tanpa protes. Mereka tahu Lucas tidak pernah mengambil keputusan tanpa alasan yang jelas.Diego maju selangkah. "Aku akan ke mana?"Lucas menatap
Ashton Carter menatap pria di hadapannya. Tangannya mengepal di atas meja, napasnya tertahan."Apa maksudmu, Tuan Jack?" suaranya terdengar lebih serak dari yang ia inginkan.Sejak Jack Will masuk ke ruangan ini, Ashton merasakan tekanan yang sulit dijelaskan. Jack bukan tipe orang yang suka berbasa-basi, dan pertanyaannya barusan terdengar lebih dari sekadar retorika.Jack Will menyilangkan kaki, seolah menikmati ketegangan yang ia ciptakan. "Maksudku sederhana, Ashton," katanya pelan, nada suaranya begitu datar sehingga justru terasa lebih mengancam. "apakah perusahaan Carter ingin bertahan atau hancur?"Ashton menelan ludah, matanya menyipit curiga. "Kamu tidak menjelaskan apa-apa sejak tadi," katanya hati-hati."Tapi jika kamu bertanya apakah aku ingin perusahaan ini bertahan, tentu saja jawabannya iya. Aku adalah pemimpin keluarga Carter, sekaligus pemimpin perusahaan ini. Aku telah bekerja keras untuk membawa Carter Industries ke posisi sekarang, dan aku berniat untuk membawanya
Langit senja mulai memerah ketika Lucas duduk di halaman belakang rumah ibunya. Secangkir kopi hitam mengepul di tangannya, sementara sebatang rokok terselip di bibirnya. Ia baru saja menyalakannya, tapi pikirannya terlalu penuh untuk benar-benar menikmati setiap hisapan.Sudah dua orang yang mengunjunginya hari ini, Julian dan Moretti. Keduanya membawa kabar tentang pergerakan yang terjadi di luar sana, kabar yang harus dipantau dengan cermat.Lucas menyesap kopinya perlahan. Ia menunggu. Sesekali, matanya melirik ke layar ponsel, menanti pesan dari anak buahnya. Dalam dunia yang ia jalani, setiap detik bisa mengubah segalanya.Suara langkah ringan terdengar di belakangnya. Lucas menoleh dan melihat sosok Rose, mendekat. Wanita itu mengenakan baju rumah sederhana, wajahnya tetap teduh meski garis-garis usia mulai tampak jelas.Lucas buru-buru mematikan rokoknya, menekannya ke asbak dengan gerakan cepat. Ia tidak ingin ibunya melihatnya merokok, meskipun Rose mungkin sudah tahu kebias
Lucas membuka mata saat sinar matahari menembus tirai kamarnya. Suara gemerisik halus menarik perhatiannya.Dia mengerjapkan mata, melihat Angeline berdiri di depan cermin, mengenakan blazer putih yang elegan. Rambutnya yang tergerai tampak berkilauan di bawah cahaya pagi, dan wajahnya berseri-seri dengan senyum yang sulit disembunyikan.Lucas bangkit, duduk di tepi ranjang. Ia mengamati Angeline dengan alis sedikit berkerut. "Kamu terlihat senang pagi ini."Angeline menoleh, menyunggingkan senyum lebar. "Tentu saja. Aku baru saja mendapat kabar luar biasa."Lucas menyipitkan mata. "Kabar apa?"Angeline mengambil ponselnya dari meja rias. Lalu dia berkata, "Matteo Bellucci baru saja mengirim email. Dia ingin bertemu denganku untuk membahas kerja sama."Sekejap, ekspresi Lucas berubah. Tatapannya menegang, dan rahangnya mengeras. Dia menatap Angeline seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar."Matteo Bellucci?" ulangnya pelan, namun penuh tekanan."Ya," Angeline mengangguk
Matahari pagi mulai merangkak naik di cakrawala, menciptakan semburat oranye di antara gedung-gedung kota. Udara masih sejuk, tapi di dalam ruangan tempat mereka berkumpul, atmosfernya jauh dari tenang.Gigio tiba lebih dulu, diikuti oleh Ashton dan Luki yang datang bersamaan dengan Diego dan Moretti. Mereka semua membawa kegelisahan dan antisipasi yang sama.Ashton menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap ke arah Gigio yang duduk dengan tangan terlipat di depan dada. "Jadi ini benar-benar terjadi," katanya pelan, seakan masih mencoba mencerna semuanya.Gigio mengangguk. "Lucas akan pergi ke istana Raja Verdansk."Diego menyeringai, ekspresi bahagia terpampang jelas di wajahnya. "Siapa yang menyangka? Lucas, Raja Verdansk. Kedengarannya... luar biasa.""Lebih dari luar biasa," timpal Moretti. "Dia tidak hanya menumbangkan Raja Verdansk, tapi juga mengambil tahta yang selama ini hanya legenda bagi kita."Luki, yang sedari tadi diam, akhirnya bersuara. "Tapi... apakah aman? Apakah mereka
Keheningan menebal di ruangan itu. Pertanyaan Lorenzo menggantung di udara, menciptakan tekanan yang tak kasatmata. Semua mata tertuju pada Julian, menunggu jawaban. Tapi Julian tetap diam.Tidak ada jawaban yang mudah. Tidak ada jawaban yang aman.Ketegangan semakin merayap, dan dalam kebisuan yang semakin pekat, suara Albin memecah suasana."Semuanya sudah jelas."Kepala mereka semua serempak menoleh ke arahnya.Lorenzo menyipitkan mata. Lali dia bertanya, "Apa maksudmu?"âJadi kamu sudah mengetahuinya?" tanya Gigio dengan mata yang tajam.Albin mengangkat kedua bahunya, ekspresinya netral. "Kalian semua hanya butuh sedikit keberanian untuk melihat kenyataan."Luki mengernyit. "Apa yang kamu bicarakan?"Albin tidak langsung menjawab. Dia hanya tersenyum samar, membiarkan ketidakpastian menggerogoti mereka sedikit demi sedikit.Ashton menghela napas panjang. "Albin, aku tidak sedang ingin bermain teka-teki. Kami bertanya, dan kami butuh jawaban. Bukan pertanyaan lain yang harus kami
Lobby hotel dipenuhi ketegangan. Udara terasa berat, seperti dihimpit oleh sesuatu yang tak kasatmata.Lorenzo Bellucci berdiri di tengah ruangan, rahangnya mengeras, menunggu jawaban dari pria yang kini memegang nasibnya di tangan.Lucas duduk dengan tenang, bersandar pada kursinya, ekspresinya tak terbaca. Seakan menikmati momen di mana seseorang dari keluarga Bellucci, keluarga yang selama ini mendominasi dunia bisnis dengan tangan besi, kini harus merendahkan diri di hadapannya.Seluruh ruangan menahan napas.Lucas akhirnya berbicara."Aku menerimanya."Lorenzo mengembuskan napas lega, sebelum Lucas melanjutkan."Tapi dengan satu syarat."Lorenzo menegakkan tubuhnya lagi, mendengar setiap kata dengan saksama."Kamu dan seluruh keluarga Bellucci harus menjadi pengikutku," kata Lucas, suaranya begitu tenang, tapi menusuk. "tidak ada pengecualian. Semua anggota keluargamu tunduk kepadaku. Tidak ada kemandirian. Tidak ada permainan di belakang. Jika ada satu saja yang berkhianat, kamu
Ashton dan Luki membeku. Pertanyaan Lucas menggantung di udara, tajam seperti pisau yang siap menembus tenggorokan mereka.Lucas menyandarkan punggungnya, menatap mereka dengan mata dingin. âKenapa kalian tidak mau mati, tapi bisa dengan mudah membunuh orang?âLuki menelan ludah, mencoba meredakan ketakutan yang mencekiknya. Akhirnya, dia menjawab, suaranya terdengar serak, âKami ... kami tidak punya pilihan. Kami melakukan itu untuk menyelamatkan diri dan keluarga.âLucas tersenyum samar. âJadi kalian terpaksa?â Dia mengangguk pelan, membiarkan kata-kata itu meresap. âMenarik.âAshton mengangguk cepat, berharap Lucas memahami posisi mereka. Tapi yang terjadi justru sebaliknya.Lucas mencondongkan tubuhnya ke depan, tatapannya menembus mereka. âKalau begitu, alasan yang sama juga berlaku untukku,â kata Lucas.Ashton dan Luki saling pandang, kebingungan.Lucas melanjutkan, âAku tidak ingin kalian menjadi batu ganjalan. Dan yang lebih penting, aku tidak bisa percaya kalian seratus pers
Lisa duduk tegak di atas sofa mewah berlapis beludru, matanya yang tajam menatap lurus ke arah Angeline. Kemarahannya tak terbendung lagi.Kali ini, Lisa benar-benar akan memisahkan cucunya dari pria itu."Sudah cukup," kata Lisa dengan suara dingin. "kali ini, kamu akan meninggalkan Lucas."Angeline tetap diam, ekspresinya netral, tetapi dalam hatinya, amarah mulai bergejolak.Lisa menatap Cecilia, putrinya sendiri, dengan tajam. "Aku tahu kamu telah mencoba memisahkan mereka, tetapi kamu gagal."Cecilia menghela napas, ekspresi lelah tergambar di wajahnya. "Aku sudah mencoba, Mama. Tapi cinta mereka terlalu besar. Mereka tidak bisa dipisahkan."Lisa mengibaskan tangan dengan kesal."Omong kosong!" dengusnya. "cinta? Itu hanya alasan bodoh untuk menutupi kelemahan!"Lisa kini menoleh ke Ryan, putranya, yang duduk dengan tenang di seberang ruangan. Tatapannya menusuk seperti belati."Dan kamu!" kata Lisa, suaranya semakin merendahkan. "kamu tidak pernah bisa diandalkan. Sejak kecil, k
Julian melangkah dengan tenang di antara barisan anak buahnya. Dua puluh pria terbaiknya, mengiringi dalam formasi yang rapi, masing-masing membawa aura dingin yang mengintimidasi.Di tengah mereka, tergeletak sebuah peti mati usang. Mayat Matteo Bellucci ada di dalamnya, terbungkus kain hitam, dingin, tak bernyawa.Mereka tiba di halaman besar kediaman keluarga Bellucci, sebuah mansion megah dengan lampu-lampu kristal yang berpendar di dalamnya.Namun, keindahan itu tak bisa menyamarkan hawa ketegangan yang mulai memenuhi udara saat beberapa anggota keluarga Bellucci keluar dari dalam rumah.Suara langkah kaki terdengar tergesa-gesa. Beberapa pria berjas hitam muncul, ekspresi mereka dipenuhi amarah. Salah satu dari mereka, pria bertubuh kekar dengan wajah penuh bekas luka, melangkah paling depan.Mereka sudah mendengar tentang kematian pemimpin keluarga mereka beberapa saat sebelumnya. Jadi, mereka tahu yang di dalam peti mati itu adalah jenazah Matteo."Apa maksudmu membawa mayat M
Ponsel di tangan Angeline masih bergetar halus, tapi itu tidak bisa meredam kemarahannya. Ia menghela napas tajam sebelum akhirnya menekan tombol panggil.Di sisi lain, Lucas baru saja turun dari mobil ketika ponselnya berdering. Nama Angeline tertera di layar, dan ia segera mengangkatnya. Namun, sebelum sempat mengeluarkan satu kata pun, suara Angeline sudah menghantamnya.âLucas! Kenapa kamu selalu membuat masalah?â geram Angeline.Lucas mengerutkan kening. Nada suara Angeline tajam, penuh kemarahan. Ia menempelkan ponsel ke telinganya dan berusaha memahami situasi.âMasalah? Apa yang kamu maksud?â tanya Lucas, bingung.Angeline mendengus kesal. Lalu dia berkata, âJangan pura-pura bodoh! Aku sedang bicara tentang pertengkaranmu di perusahaan Bellucci! Kamu bertengkar dengan satpam dan seorang direktur, dan sekarang namaku ikut terseret dalam berita ini!âLucas menghela napas dalam. âAku hanya âââJangan bilang kamu punya alasan!â Angeline langsung menyela. âapapun alasanmu, kamu tet
Angeline duduk di kursi ruang rapat dengan ekspresi dingin, kedua tangannya terlipat di atas meja. Anak buah Matteo sudah berbicara panjang lebar, menjelaskan situasi yang terjadi dengan detail yang bertele-tele. Namun, di mata Angeline, kata-kata pria itu hanya seperti gema kosong yang berulang-ulang. "Aku mengerti," ujar Angeline akhirnya, suaranya datar, nyaris tanpa emosi. Pria itu tampak lega, seolah kalimat itu adalah tanda bahwa Angeline akan mengambil keputusan sesuai keinginannya. Tapi sebelum ia sempat bicara lagi, Angeline menambahkan dengan nada lebih tegas, "Aku akan mempelajari lebih lanjut." Kerutan halus muncul di dahi pria itu. "Tapi, Nona Angeline, aku pikir lebih baik jika kita membahas ini lebih dalam sekarang. Ada beberapa detail yang â" "Cukup." Suara Angeline memotong dengan ketegasan yang tidak bisa dibantah. Tatapannya tajam seperti pisau yang menghunus ke dalam hati pria itu. "Aku akan membicarakannya langsung dengan Jack Will. Setelah itu, aku a
Asap mengepul, bercampur dengan debu yang beterbangan saat reruntuhan perlahan berhenti bergerak. Potongan kayu, baja, dan batu bata berserakan, menutupi tubuh Raja Verdansk yang terkubur di bawahnya.Lucas berdiri beberapa langkah dari tempat itu, napasnya berat, tapi matanya tetap tajam. Perlahan, dia mengepalkan tangannya, merasakan energi cakra bumi yang mengalir di tubuhnya, lalu menutupnya dengan perlahan.Tidak ada lagi perlawanan. Tidak ada lagi ancaman.Dia telah menang.Lucas menatap puing-puing di depannya, lalu berkata, "Dengan ini, aku resmi menjadi Raja Verdansk yang baru."Di bawah reruntuhan, Raja Verdansk tergeletak tak berdaya. Matanya setengah terbuka, tetapi sinarnya telah redup. Pukulan terakhir Lucas menghancurkan jaringan vitalnya. Tubuhnya terasa mati rasa, seperti tidak lagi miliknya sendiri. Nafasnya tersengal, dan di batas kesadarannya, bayangan kematian mulai menari-nari di pelupuk matanya.Di kejauhan, suara gemuruh kembali terdengar. Struktur bangunan yan