Tidak ada keraguan sedikitpun bagi Lucas saat ini. Sebab, dia yakin jika Angeline tidak akan melaporkannya atas hubungan badan yang akan dilakukan karena saat ini keduanya adalah suami-istri secara sah di mata hukum.Jika Angeline melaporkannya, bukankah itu malah akan mempermalukan diri sendiri?Ketika bibir mereka baru saja tersentuh, suara pintu kamar diketuk terdengar.Suara itu langsung membuyarkan semuanya.Seolah tersadar dari pingsan, Angeline langsung berdiri dan merapikan pakaiannya. Sikapnya pun langsung canggung saat ini.“Angeline! Apakah kamu sudah tidur?” tanya Cecilia.Mengetahui jika yang mengetuk pintu adalah sang ibunda, Angeline pun langsung membuka pintu kamar.“Iya, Ma, ada apa?” tanya Angeline dengan wajah yang dibuat seperti seseorang yang baru bangun tidur.“Kamu sudah tidur, ya?” tanya Cecilia.Angeline menganggukan kepalanya untuk menjawab pertanyaan dari sang ibunda. “Maaf mengganggu, ya. Mama mau pamit. Papa kamu minta Mama pulang. Katanya sih sakitnya ta
Dari raut wajah Lucas, terlihat begitu meyakinkan. Dia sangat serius dengan apa yang diucapkannya.Namun ketika Cecilia mengingat lagi latar belakang menantunya itu, dia menilai juga Lucas hanya membual.“Jangan mengatakan lelucon seperti itu, aku sedang tidak ingin bercanda!” ucap Cecilia sambil melirik tajam.Mendengar apa yang diucapkan oleh Cecilia yang mengindikasikan jika tidak percaya dengan apa yang dikatakannya, Lucas hanya tersenyum saja. Dia sama sekali tidak ingin menjelaskan dan membuat Cecilia percaya.Sebab Lucas tahu jika orang-orang seperti mertuanya itu tidak akan pernah percaya tanpa melihat bukti nyata. Jadi dia akan membuktikannya nanti, secara langsung di hadapan Cecilia.Ketika melewati sebuah restoran mewah yang memiliki menu sup burung walet dan sup sirip hiu, Lucas masuk ke restoran itu.Cecilia menyadarinya dan dia pun menjadi panik saat ini. Maklum saja, restoran itu adalah salah satu restoran mewah di Kota Verdansk. Tidak sembarangan orang bisa masuk ke s
Cecilia datang dan langsung menarik tangan Lucas agar menjauh dari Victor.“Pak Victor, apa kabar? Sudah lama tidak bertemu,” sapa Cecilia.Kemudian wanita itu menoleh ke arah Lucas dan berkata, “Maaf jika ada sesuatu yang membuatmu tersinggung atas apa yang dilakukan oleh Lucas. Dia memang terkadang ceroboh dan bodoh, tapi dia sebenarnya baik hati.”Victor mengerutkan keningnya. Dia tidak menyangka jika ada ibunya Angeline juga di sana.Keadaan pun menjadi canggung. Victor tidak bisa membicarakan tentang Max lagi karena dia khawatir jika kabar tentang percobaan pemerkosaan yang dilakukan oleh Max didengar oleh Cecilia, semuanya menjadi merepotkan.“Iya, tidak masalah. Sebenarnya, kamu tidak perlu datang dan meminta maaf. Permasalahan kita berdua bisa diselesaikan secara pria,” kata Victor, panas.“Oh, iya, aku hanya khawatir saja jika Lucas telah menyinggungmu. Makanya aku datang,” ucap Cecilia.Victor mengalihkan pandangannya kepada Lucas. Lalu dia berkata, “Kita selesaikan di lain
Cecilia sama sekali tidak bisa melihat sesuatu yang disembunyikan oleh Lucas kecuali bagaimana dia bisa mendapatkan uang untuk membeli sup yang harganya jutaan itu. Berbeda dengan Ryan yang telah memiliki kecurigaan ketika pulang dari rumah keluarga besar setelah Lucas dengan berani membela Angeline di depan Lisa. “Aku punya kecurigaan mengenai latar belakang Lucas. Sepertinya dia bukan orang sembarangan. Dia bukan seperti yang kita lihat sekarang ini,” kata Ryan.Cecilia semakin bingung dan tudkanmengertj dengan maksud sang suami.“Maksudnya gimana? Dia tidak seperti yang kita lihat? Maksudmu dia itu sebenarnya orang hebat?” tanya Cecilia dengan kening yang berkerut.“Ya, seperti itu. Aku menduga jika dia hanya berpura-pura miskin saja. Soalnya, aku melihat dari gerak-geriknya yang bukan seperti orang dengan kasta bawah. Dia memiliki kepercayaan diri yang hanya dimiliki oleh orang hebat,” ucap Ryan dengan melihat ke depan, bukan ke arah sang istri.Cecilia merenung sejenak. Kemudian
Lucas menduga-duga penyebab ibunya pingsan. Jika karena penyakit ibunya yang kambuh, Lucas ragu. Dugaannya pasti karena syok akan sebuah kabar.Lucas pun menjadi penasaran dengan wanita yang bertamu ke rumahnya.Perumahan Montclair Manor adalah perumahan kelas satu dengan penjagaan super ketat. Siapa yang bisa bertamu tanpa izin pemilik?Lucas langsung menduga jika wanita itu adalah orang dekat. Mungkin kerabat atau tetangganya dulu, yang dikenal oleh RoseAngeline menatap Lucas. Dia merasa iba kepada Lucas yang terlihat sedih dan bingung.“Kamu jangan terlalu khawatir. Nanti kita cek dulu kondisi ibumu. Kalau kondisinya memburuk, kita bawa ke rumah sakit. Kalau perlu ke rumah sakit yang ada di luar negeri,” kata Angeline, bersungguh-sungguh. “aku yang akan membayar semuanya.”Mendengar itu, tentu saja Lucas sangat senang. Bukan karena pengobatan ibunya sudah dijamin oleh Angeline, tetapi karena niat baiknya itu menandakan Angeline telah menerima ibu kandungnya sebagai keluarga.“Teri
Angeline melihat Lucas yang sangat menyeramkan. Emosinya begitu menyala hingga melumpuhkan akal sehat.Tentu saja Angeline merasa khawatir dengan itu. Dia takut kalau Lucas bertindak jauh yang mengharuskannya berurusan dengan pihak kepolisian.“Lucas, tenang dulu. Kamu tidak boleh bertindak sesuatu yang dapat merugikan dirimu sendiri. Kita serahkan saja ke polisi,” ucap Angeline mencoba menenangkan.Lucas menggelengkan kepalanya sambil berkata, “Tidak. Ayahnya adalah polisi dan kakaknya pun sama. Aku tidak akan membawanya ke sana tapi aku akan memberinya pelajaran yang akan dia ingat sampai dia mati.”Angeline memegang tangan Lucas seraya berkata, “Jangan membuat ibumu sedih.”“Ya, aku tahu!” ucap Lucas dengan yakin.Di titik ini, Rose membuka matanya.“Lucas,” panggil Rose dengan suaranya yang pelan.Lucas menoleh dan langsung mendekat. “Ibu sudah sadar. Syukurlah!” ucap Lucas.Angeline juga mendekat dan berkata, “Bu, bagaimana? Apa yang Ibu rasakan? Apa ada bagian yang sakit?”Ange
Rose terkejut ketika melihat apa yang dilakukan oleh anak dan menantunya itu. Dia sama sekali tidak menyangka jika keduanya akan melakukan itu.Lucas dan Angeline ingin menunjukkan kepada Rose jika mereka menikah karena saling mencintai dan bukan karena bersandiwara. Setelah beberapa saat, mereka melepaskan pagutan itu dan menatap Rose.“Maaf, Bu,” ucap Lucas.Rose hanya diam saja tanpa menatap keduanya.“Bu, jika aku tidak mencintai Lucas, aku akan muntah saat melakukannya,” ucap Angeline dengan serius. “mungkin caraku membuktikannya itu tidak baik, tapi sungguh aku tidak tahu bagaimana cara membuktikannya lagi.”Rose mencoba untuk memahami keduanya. Dia sadar jika dirinya tidak pantas untuk kecewa karena keputusan menikah, didasari dengan cinta atau tidak, bukan masalah besar.Bukankah cinta dapat hadir seiring berjalannya waktu?“Ibu tidak berharap banyak pada kalian, terutama kamu, Lucas. Ibu hanya berharap kamu bisa menjaga pernikahan kamu ini sampai akhir hayat. Pernikahan kali
Sebagai kakak, tentu saja dia harus melindungi adiknya. Tidak ada yang boleh menyakiti adiknya kecuali dia. Oleh sebab itu, meskipun Magdalena harus dihukum, lebih baik dia yang menghukumnya. Karena itu juga sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai seorang kakak untuk mendidik sang adik. “Aku ingin bertemu dengannya secara langsung dan berbicara dengannya. Jadi, aku harus menemuinya,” ucap Lucas.Albin tahu jika Lucas begitu emosi dan sangat ingin bertemu dengan Magdalena. Berbicara apapun untuk meyakinkan, bahkan sampai memohon, tidak akan mungkin didengar oleh Lucas.Oleh sebab itu, Albin mengambil jalan tengahnya yaitu keduanya pergi bersama mencari Magdalena. “Kalau begitu, bagaimana kalau kita mencarinya berdua? Sepertinya itu akan lebih baik,”“Itu ide yang bagus. Kalau begitu, kita pergi sekarang!”Albin menganggukan kepalanya. “Pakai mobilku saja!” ucap Albin.Lucas mengangguk, setuju. Dia juga ingin mengembalikan mobil Angeline. Siapa tahu istrinya itu ingin pulang ke rum
Lampu kamar hotel redup. Suara napas yang berat dan aroma parfum mahal bercampur dengan bau alkohol ringan masih tertinggal di udara. Stella duduk di atas ranjang dengan gaun tidur tipis yang hanya menutupi sebagian tubuhnya. Sementara itu, Hector, dengan dada terbuka dan hanya mengenakan celana tidur, menerima panggilan di balkon.Suara berat dari seberang telepon terdengar menggelegar, walau hanya samar.‘Hector. Don Emilio memanggilmu.’Hector mengernyit. ‘Untuk apa?’‘Bersiaplah. Pertemuan akan digelar di markas utama, Provinsi Everdale. Segera. Tidak ada alasan untuk terlambat.’Klik.Panggilan berakhir. Hector tidak membalas apa-apa. Tapi wajahnya berubah. Tegang. Tajam.Dia menutup ponsel, lalu berbalik ke dalam kamar. Langkah kakinya tenang, namun setiap tapaknya seperti menyimpan gelombang tekanan tak kasat mata.Stella mengangkat kepalanya. “Kamu mau ke mana?”Hector meraih handuk, lalu menjawab singkat, “Don Emilio memanggilku.”Stella mengerutkan kening. “Kenapa tiba-tiba?
Ruangan itu sepi, tapi bukan keheningan yang nyaman. Setiap napas yang terdengar terasa berat, seolah udara pun tahu bahwa ancaman besar sedang menggantung di atas kepala mereka. Julian, Moretti, dan Diego semua duduk diam, menatap Lucas yang berdiri di depan jendela, menatap ke luar dengan ekspresi sulit ditebak.“Organisasi Dominus Noctis tidak akan tinggal diam,” kata Lucas akhirnya, suaranya tenang tapi mengandung tekanan yang dalam. “kematian Stefano adalah penghinaan bagi mereka. Dan sekarang, setelah Marchetti menghilang dari muka bumi, mereka pasti sedang bersiap membalas.”Julian mengepalkan kedua tangannya, keras hingga buku jarinya memutih.“Biarkan saja mereka datang,” kata Julian dengan suara rendah yang bergetar, bukan karena ketakutan, tapi karena semangat membara. “Pada saat itu juga, mereka datang hanya untuk menggali kubur mereka sendiri.”Lucas menoleh perlahan, menatap Julian lurus. “Percaya diri boleh. Tapi jangan pernah menganggap enteng organisasi Dominus Noctis
Jeremy melangkah keluar dari kantor BQuality dengan langkah santai, seolah tidak terjadi apa-apa. Dia bahkan sempat tersenyum kecil pada resepsionis sebelum pintu lift menutup di depannya.Jeremy tahu Angeline akan berpikir ulang.Dia tahu wanita itu tidak akan tinggal diam begitu saja. Dan ketika waktu itu tiba, Jeremy yakin, Angeline akan mencarinya.Oleh sebab itu, dia merasa tenang. Dan pulang seperti seorang pemenang.“Brengsek!” seru Sabrina, membanting map ke atas meja. “Bajingan itu benar-benar menyebalkan! Sok manis, padahal isinya racun semua!”Angeline hanya diam. Pandangannya kosong menatap layar laptop yang masih menyala. Tapi pikirannya tidak di sana. Ia sedang menimbang. Menganalisa. Mencari celah dari ancaman yang dilemparkan Jeremy tadi.Sabrina melangkah mendekat. Suaranya masih ketus. “Apa dia pikir kita bisa begitu saja jatuh ke perangkapnya?”Tak ada respons.“Angeline?”“Aku mendengarmu,” jawabnya pelan.Sabrina mengepalkan tangan. “Aku tahu, ini bukan aku yang te
Jeremy tidak langsung menjawab pertanyaan Angeline. Dia berdiri pelan, menatap keluar jendela besar di balik meja kerja Angeline yang menghadap ke pusat kota.“Sebenarnya,” ujarnya setelah beberapa detik yang terasa lambat, “aku hanya ingin menawarkan bantuan.”“Bantuan?” tanyanya Angeline seraya mengangkat alisnya, curiga. “bantuan apa maksudmu?”Jeremy berbalik, sorot matanya tajam namun senyumnya masih bertahan di wajah.“Carlos tidak akan tinggal diam. Dia akan mengumpulkan empat orang lainnya, lima karyawan yang baru saja kamu pecat. Mereka tidak akan datang ke sini. Tidak akan membuat tuntutan hukum. Mereka akan membuat langkah yang jauh lebih berbahaya,” ucap Jeremy.Sabrina menyipitkan mata. Lalu dia bertanya, “Langkah apa maksudmu?”“Mereka akan memviralkan kasus ini di media sosial,” jawab Jeremy tenang. “mereka akan tampil sebagai korban. Mengungkap cerita mereka. Memutar balik fakta. Dan tentu saja, publik akan menelan mentah-mentah semuanya.”Angeline menegang. Dia menole
Angeline tidak menoleh. Ia masih menatap layar tablet di depannya.“Dia memang sepupu kita, tapi Jeremy bukan orang biasa. Dia penuh perhitungan,” lanjut Sabrina. “dan biasanya, kalau dia datang tanpa pemberitahuan itu berarti dia membawa masalah. Kamu pun sudah sering mengalaminya, bukan?”“Kita tidak boleh langsung berprasangka buruk,” jawab Angeline datar. “siapa tahu dia datang membawa kabar baik.”Sabrina mengerutkan dahi. “Apa kamu tidak lelah terus bersikap baik kepada orang yang berkali-kali menjatuhkanmu?”Angeline mengangkat pandangannya perlahan. Matanya tenang, tapi juga tajam. “Aku tidak bersikap baik karena aku bodoh. Aku bersikap baik karena aku tahu siapa diriku.”Sabrina mendengus pelan, tidak membantah. Tapi nada suaranya tetap keras. “Dia bukan seperti Lucas. Dia tidak akan memikirkan keselamatanmu atau bagaimana perasaanmu. Jeremy hanya tahu satu hal, keuntungan.”“Kalau begitu, biarkan aku lihat sendiri apa yang dia inginkan,” jawab Angeline sambil berdiri.Sabrin
“The Obsidian Blade...”Lucas hanya diam di jok belakang. Pandangannya mengarah keluar jendela, menatap bayangan gedung-gedung yang lewat satu per satu. Namun pikirannya tidak benar-benar melihat. Di matanya, hanya ada satu nama: Carlos. Dan di hatinya, masih diselimuti apa yang dikatakan oleh Angeline.Troy yang menyetir di kursi depan kembali bicara, kali ini dengan suara sedikit lebih tegas, “The Obsidian Blade, apakah semuanya baik-baik saja?”Lucas menarik napas dalam dan menjawab pelan namun tajam, “Salah satu dari lima orang yang dipecat dari BQuality akan bertindak. Namanya Carlos. Aku bertemu dengannya pagi ini.”“Carlos?” ulang Troy dengan nada geram. “Bajingan itu. Jadi dia mengancam keselamatan Nona Angeline?”Lucas mengangguk pelan. “Secara langsung tidak. Tapi dari caranya bicara, dari matanya, dari jeda setiap katanya, dia berniat untuk melakukan sesuatu.”Troy menggertakkan gigi. “Kalau begitu kita bersihkan saja dia. Seperti yang kita lakukan pada Randy dan Matias. Di
“Aku mengerti maksudmu,” kata Angeline dengan nada yang mulai melunak. “Tapi kamu juga harus mengerti kalau aku sedang sibuk. Kalau memang darurat, seharusnya kamu bisa mengirimkan pesan terlebih dahulu.”Lucas menatap istrinya dalam diam selama beberapa detik sebelum akhirnya menjawab dengan suara datar, “Aku takut jika aku hanya mengirim pesan, kamu malah salah paham lagi. Mengingat kamu sedang marah padaku.”Angeline menarik napas dalam, menahan diri agar nada bicaranya tetap tenang. “Baiklah. Sekarang, apa kamu yakin jika Carlos benar-benar akan bertindak nekat?”Lucas mengangguk pelan. “Untuk masalah yakin, bisa dibilang aku yakin. Aku mendengarnya langsung dari mulutnya, dan aku melihat matanya ketika dia mengatakannya. Tapi … aku tetap berharap tidak akan terjadi apa-apa.”“Kalau begitu,” kata Angeline sambil menyilangkan tangan di dada, “apa rencanamu?”Lucas melangkah lebih dekat. “Aku hanya ingin kamu mendengarkan dan bekerja sama denganku. Tidak ada rencana rumit. Aku hanya
Lucas masih berdiri di tepi taman saat namanya terpampang jelas di layar aplikasi: Carlos. Sopir taksi online barusan. Wajahnya, nada bicaranya, dan kalimat terakhir yang dia ucapkan, semuanya kini menggelitik rasa curiga yang tak bisa lagi diabaikan.“Carlos…” gumam Lucas.Ia memejamkan mata sejenak. Nama itu tidak asing.Lalu ia teringat. Randy. Matias. Dua orang bawahan Angeline yang merupakan otak penggelapan dana di perusahaan BQuality. Mereka menyebut 5 nama yang membantu mereka menggelapkan dana dan kelima orang itu juga ikut menggelapkan dana. Salah satu nama pelaku adalah Carlos.Lucas menggeram pelan. Kalau itu memang orang yang sama…Tanpa menunda waktu, Lucas menekan tombol panggilan di layar ponselnya. Ia menghubungi Angeline.Nada sambung terdengar.Sekali.Dua kali.Tiga kali.Tidak dijawab.Lucas menggertakkan gigi, napasnya mulai memburu.Ia mencoba lagi. Sama. Tidak ada jawaban.“Ayolah, Angeline. Jangan marah terus. Sekarang bukan waktu yang tepat,” ucap Lucas.Ia m
Lea menatap Lucas yang masih duduk di kursi makan. Dalam hatinya, ia berharap pria itu akan berbalik dan menghampirinya. Mungkin menatap matanya lebih lama. Mungkin menyentuhnya. Menarik pinggangnya ke dalam pelukan. Atau membisikkan sesuatu yang hanya mereka berdua yang tahu.Rumah sedang kosong. Hanya ada mereka di situ. Angeline sudah pergi. Tidak akan ada yang melihat.Namun Lucas hanya berdiri."Aku akan pergi berolahraga," katanya tenang sambil membetulkan kerah jaket olahraganya.Lea tersenyum tipis, meski hatinya sedikit tenggelam. “Tidak mau sarapan dulu, Tuan?”Lucas menggeleng pelan. “Setelah olahraga saja. Perutku tidak terbiasa diisi sebelum gerak. Terasa berat.”Lea mengangguk. “Baik, Tuan.”Lucas melirik meja makan. “Kamu boleh makan saja pancake dan smoothies yang kubuat tadi. Sayang kalau dibuang.”“Baik. Terima kasih,” jawab Lea pelan.Lucas meninggalkan dapur dengan langkah santai. Suara sepatunya pelan, berirama. Lea hanya bisa memandangi punggung pria itu menghila