"Kalau tidak mau menikah, kamu harus mengembalikan uang mahar itu kepada Tuan Rinto!"
Syahira sontak terkejut mendengar ucapan ibu tirinya itu. "Tapi, Bu … bukankah yang menghabiskan uang itu, Ibu dan Cellin? Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu, Bu…?”Wanita yang selalu berdandan menor itu sontak membulatkan matanya–menatap tajam Syahira. Dia tidak suka dibantah, apalagi Syahira berani membawa nama putri kesayangannya."Berani ya, kamu protes? Uang itu sebagai balas budi kepada Ibu! Setelah kepergian ayahmu, Ibulah yang menjagamu,” bentak Rena, “sekarang, kalau kamu tidak mau menikah dengan Tuan Rinto, itu artinya kamu harus mengganti semua uang mahar yang telah dia berikan kepada Ibu!"Tak lama, Rena beranjak dari tempat duduknya–hendak berjalan menuju ke dalam kamarnya."Ibu sama saja menjualku kepada pria tua itu," lirih Syahira kemudian menahan tangis.Sayangnya, Rena dapat mendengar ucapan anak tirinya itu. Langkah kakinya urung ke kamar. Emosi seketika menguasai dirinya.Wanita yang selalu bergaya bak sosialita itu memegang dagu Syahira dengan kasar. "Karena kamu memang pantas untuk Ibu jual, Syahira! Sudah kubilang, kan? Anggap saja ini bentuk balas budimu kepada Ibu yang yang sudah merawatmu semenjak ibu kandungmu meninggal!" pungkasnya lagi, “Lagipula, gak ada ruginya kamu menikah dengan Tuan Rinto. Kamu bahkan bisa menunjukkan baktimu lebih besar lagi pada Ibu dengan membagikan uang bulanan darinya.”Kali ini, Rena segera masuk ke dalam kamarnya. Tak lupa, ia menutup pintu kamarnya dengan cukup keras, sehingga menimbulkan suara yang membuat Syahira terperanjat.“Ya Tuhan….” Syahira mengusap wajahnya dengan kasar.Gadis berlesung pipi itu terlihat sangat frustasi.Dia pun perlahan masuk ke dalam kamarnya untuk mengistirahatkan otak dan tubuhnya.Seharian ini, Syahira telah lelah bekerja sebagai seorang pelayan restoran mewah yang berada tidak jauh dari rumah peninggalan orang tuanya. Namun, begitu pulang, dia harus mendengarkan informasi bahwa ibu tirinya menjual Syahira pada pria kaya raya yang seharusnya bisa menjadi ayahnya.‘Balas budi?’Tak terasa, air mata menetes membasahi pipinya yang mulus–meratapi nasibnya yang semakin terpuruk.Syahira tidak menyangka roda kehidupan begitu cepat berputar. Sejak kecil, dia dibesarkan dalam limpahan harta. Namun, semua aset yang dimiliki mendiang ayahnya mendadak habis dijual oleh Rena--istri keduanya–tanpa sepengetahuan Syahira, pewaris tunggal satu-satunya. Katanya, ayahnya bangkrut.Syahira tak berdaya. Kehilangan sang ayah sudah membuatnya begitu sedih. Namun, dia harus menemukan fakta bahwa yang tersisa kini hanya rumah yang ditinggalinya bersama dengan ibu dan saudara tirinya, serta dua buah mobil yang selalu dipakai mereka. Sementara, Syahira sendiri selalu naik ojek jika ia akan pergi ke mana-mana. Dia bahkan tidak bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi seperti impiannya dulu.Diraihnya, foto sang bunda dari atas nakas, kemudian Syahira menatapnya dengan penuh kerinduan."Bunda, Syahira kangen sama bunda. Kenapa bunda pergi secepat itu meninggalkan Syahira sendirian? Syahira gak sanggup.”Gadis malang itu kian terisak, tak kuasa menahan rasa sesak di dalam dadanya membayangkan nasibnya.Bahkan, dia tak memiliki tempat bercerita sama sekali.Dulu, satu-satunya tempat ia mencurahkan segala isi hatinya adalah Mbok Asih. Wanita paruh baya itu memang sudah mengasuhnya dari kecil semenjak orang tuanya Syahira masih ada. Namun semenjak ayahnya meninggal, Rena memecat Mbok Asih.Kini, tak ada lagi yang bisa melindungi dirinya, selain dirinya sendiri.Tak terasa, akhirnya Syahira tertidur sembari memeluk foto sang bunda.Sisa-sisa air matanya masih menempel di pipinya yang mulus. Gadis malang itu tertidur dalam kesedihannya.*******"Syahira! Mana sarapan Ibu sama Celiin?" teriak Rena.Pagi-pagi sekali, Syahira memang harus bangun saat ibu tiri dan saudara tirinya itu masih tertidur pulas di atas kasur yang empuk.Berkutat di dapur menyiapkan sarapan untuk mereka dan juga membersihkan seluruh rumah itu sebelum berangkat bekerja.Rena memang tidak ingin Syahira berangkat ke tempat kerjanya sebelum pekerjaan rumah selesai semuanya.Namun karena semalaman ia tak bisa tidur, akhirnya gadis malang itu bangun kesiangan. Yang menyebabkan, ibu tirinya terus mengomel tiada henti."Iya, Bu. Ini sebentar lagi udah siap," jawab Syahira dari dapur dengan sedikit berteriak."Bu … Cellin udah mau telat, nih,” rengek adik tiri Syahira itu kesal, “Kok, sarapannya belum siap juga, sih?"Gadis yang duduk di bangku SMA itu terus merengek pada ibunya. Wajahnya ia tekuk, pertanda jika ia sedang menahan kesal."Sabar, sayang. Mungkin sebentar lagi udah siap. Kamu tunggu disini sebentar, ya. Biar Ibu liat ke dapur dulu," bujuk Rena.Sejurus kemudian, ia beranjak dari kursi dan menuju dapur untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh Syahira. Namun, emosinya naik begitu melihat Syahira yang belum selesai juga membuatkan sarapan untuk putri kesayangannya. Terlebih, menu yang dibuat biasa saja."Ya ampun, Syahira! Jadi, dari tadi, kamu hanya membuat nasi goreng aja? Selama itu, kamu membuat nasi goreng, hah?" hardik Rena kencang.Syahira sontak terperanjat kaget. Dia tidak menyadari ibu tirinya itu sudah berada di belakang tubuhnya."I-iya, Bu. Maaf, tadi Syahira bangun kesiangan. Soalnya semalam Syahira gak bisa tidur," jawab gadis yang masih memakai piyama tidur itu."Itu bukan urusan Ibu, ya. Kamu mau bisa tidur atau gak bisa tidur! Yang penting, pagi-pagi sebelum Cellin berangkat ke sekolah, dia harus sarapan dulu!" seru Rena dengan berteriak, "kamu lihat, sudah jam berapa ini? Bisa-bisa Cellin telat berangkat ke sekolah gara-gara nungguin sarapan buatan kamu yang gak jadi-jadi!"Dengan sopan, Syahira menanggapi sikap ibu tirinya itu. "Iya, Bu. Ini sebentar lagi juga udah selesai, kok. Gak sampai lima menit. Lebih baik, Ibu tunggu saja di ruang makan. Nanti kalau sudah selesai, Syahira akan antarkan.""Ya sudah, cepat! Jangan lama-lama, kasian Cellin dari tadi sudah kelaparan!" ulang Rena lagi.Kemudian ia berjalan meninggalkan Syahira yang sedari tadi sedang fokus untuk memasak.Sesuai janji, beberapa menit kemudian, sarapan buatan Syahira sudah tersaji di atas meja makan.Rena dan Cellin terlihat memakan nasi goreng buatan Syahira sampai habis.Meski kesal akan menu sederhana di pagi hari ini, tetapi mereka sadar bahwa masakan Syahira tidak diragukan lagi kelezatannya.Sementara itu, Syahira pun membawa bekal nasi goreng buatannya sendiri untuk dimakan di tempat kerjanya nanti. Dia harus segera bersiap menuju restoran mewah tempat ia bekerja.*****Menggunakan ojek langganan, Syahira telah sampai di restoran dalam waktu 15 menit. Gegas, dia turun dan berlari ke arah restoran.Bruk!Sialnya, karena terburu-buru, gadis berkuncir kuda itu menabrak seorang laki-laki yang berbadan tinggi."Ma-maaf, Tuan. Saya tidak sengaja," ucap Syahira sembari menundukkan kepalanya."Ya, tidak apa-apa. Saya yang salah karena berjalan sambil menatap layar ponsel,” ucap lelaki yang memakai jas berwarna hitam.“Siapa namamu?" tanyanya tiba-tiba.Syahira tampak bingung. Namun, dia tetap menundukkan wajahnya. "Nama saya Syahira, Tuan."Lelaki yang masih terlihat sangat muda itu terkejut mendengar nama gadis yang menabraknya tadi. "Syahira Azalia Kemal? Putri dari Pak Syamir Kemal?"Syahira mendongakkan kepalanya, terkejut dengan apa yang diucapkan oleh lelaki yang ia tabrak itu."Ke-kenapa Tuan tau nama lengkap saya dan nama lengkap ayah saya?""Tidak penting kamu tahu siapa saya. Saya akan menyelamatkanmu dari tekanan ibu tirimu, asal kamu mau menikah dengan saya," pungkas Samuel mendadak.Lelaki bertubuh atletis itu berbicara dengan sangat lantang dan juga tegas, sehingga membuat lawan bicaranya sangat terkejut. Bukan hanya karena nada bicaranya, tetapi perkataannya yang lebih membuat Syahira terkejut setengah mati. Syahira bahkan sampai menoleh ke kanan dan ke kiri–mengira lelaki yang tidak sengaja bertabrakan dengannya tadi sedang berbicara dengan orang lain. Tidak mungkin lelaki yang sama sekali tidak ia kenali itu, tiba-tiba mengajaknya untuk menikah, kan?Namun, Syahira tidak dapat melihat orang lain, selain dirinya.Dengan polos, dia pun bertanya, "Apakah anda sedang berbicara dengan saya, Tuan?" Samuel sontak mengangkat kedua alisnya. Kemudian menghela nafasnya panjang. "Lalu, kamu pikir saya berbicara dengan orang lain?"Mata indah Syahira sontak membola. "Tapi, siapa Anda? Kenapa tiba-tiba mengajak saya menika
"Bu Luna?" pekik Syahira yang sama terkejutnya dengan perempuan yang selalu berpakaian seksi itu.Luna menatapnya tajam.Sedari tadi, Luna sedang berdiri persis di samping Samuel yang sedang fokus menatap layar laptopnya–berusaha menggoda pria itu. Kebetulan, ibu mereka adalah sahabat baik. Bahan mereka sempat dijodohkan. Sayangnya, Samuel menolak karena ia sama sekali tidak tertarik pada perempuan genit seperti Luna. Anehnya, kini kedua mata elang milik Samuel menatap lurus pada gadis yang masih berdiri di ambang pintu–bawahanya. Rasa cemburu sontak memenuhi diri Luna."Hey, sedang apa kamu disini?" hardik Luna lagi semakin kasar."Saya, saya disuruh ke kantor ini oleh ...." Mata Syahira kemudian menatap pada laki-laki tampan yang sedang duduk di kursi kebesarannya. Namun, Luna mendadak berjalan menghampiri pegawainya yang masih berdiri di ambang pintu itu. "Siapa yang nyuruh kamu datang ke kantor ini, hah?" hardik Luna lagi, “sadar tempatmu. Memang kamu punya keperluan apa di sini
Mata Syahira sontak terbuka. Namun, hatinya sedikit lega begitu mengetahui Samuel berada cukup jauh dari dirinya. "Huh ...." Syahira membuang nafasnya kasar. Dadanya terasa sangat lega. Ternyata, apa yang dipikirkannya salah. Mungkin, hanya rasa takutnya saja yang berlebihan. Berkali-kali, gadis cantik itu menghirup udara dengan rakusnya. Karena sedari tadi, ia menahan nafasnya."Hei, kamu kenapa lagi, Syahira? Apa kamu kehabisan nafas, sampai menghirup udara segitunya?" tanya Samuel yang heran melihat tingkah aneh perempuan di hadapannya. "Eh, enggak. Gak apa-apa. Maaf." Syahira menjawab dengan sedikit gugup. "Ehm!" Samuel menetralkan suaranya. "Duduklah!" titahnya kemudian. Arah matanya lalu mengarah ke kursi yang berhadapan dengan meja tempatnya ia bekerja. Kemudian, Samuel berjalan menuju kursinya dan mendudukinya. Dengan ragu, Syahira akhirnya mengikuti perintah dari Samuel.Sementara itu, kedua netra Samuel yang menatap Syahira yang berjalan sangat lambat untuk sampai d
"Simpan saja pertanyaanmu itu setelah kita menikah nanti," jawab Samuel singkat.Hal itu membuat Syahira menahan kesal. Pria itu memanfaatkan dengan baik keadaannya yang sedang sulit. "Tapi, Pak. Itu namanya Anda curang. Saya tidak mengenal Anda sama sekali. Tapi, Anda sepertinya sangat mengenal saya. Bahkan, Anda tau masa kecil saya. Gak adil itu!" protes Syahira. Samuel tampak memikirkan sesuatu. "Oh iya, kamu itu bekerja di bagian restoran, benar begitu? Dan Luna yang jadi atasanmu, iya?" Syahira nampak menghela nafasnya panjang. Gadis itu merasa kesal pada laki-laki yang ia anggap misterius itu. Jelas sekali, ia mengalihkan pembicaraan. Alih-alih memprotes lagi, kali ini Syahira menjawab dengan sopan. "Ya, saya bekerja di bawah naungan Bu Luna. Kenapa memangnya, Pak?""Saya pastikan kalau kamu bakal dipecat olehnya," jawab Samuel dengan entengnya. Seketika Syahira membulatkan matanya. "Loh, Bapak kok gitu sih ngomongnya? Bapak mau saya di pecat oleh Bu Luna?" protesnya tak te
"Kenapa terkejut? Kamu kok bodoh sekali, sih? Ibu sudah bilang kalau nanti Tuan Rinto pasti akan datang ke rumah ini untuk bertemu dengan kamu sekaligus menentukan tanggal pernikahan kalian, kan?"Ucapan Rena benar-benar membuat Syahira semakin terkejut. Memang benar, pria itu katanya akan datang ke rumah untuk melamarnya. Tapi, Syahira pikir jika pria tua itu tidak akan datang secepat ini. "Iya, Bu. Tapi aku pikir pria itu tidak akan datang secepat ini. Kenapa Ibu tidak kasih tau aku dulu kalau dia datang hari ini?" ucap Syahira berusaha membela diri. Gadis itu benar-benar bingung, bagaimana caranya untuk menolak lamaran ini? Jika Syahira menolak, maka ia harus mengembalikan uang mahar yang jumlahnya tidak sedikit. Dari mana ia akan mendapatkan uang sebanyak itu? "Halah! Ibu, kan, sudah pernah bilang sama kamu,” sinis Rena, “udah! Jangan kebanyakan protes! Cepat masuk. Kasihan Tuan Rinto dari tadi menunggu!"Kedua matanya melotot pada Syahira. "Tapi, aku gak–""Syahira, kebany
Lima belas menit berlalu, namun Syahira belum juga keluar dari kamarnya. Sehingga membuat Rena gelisah. Ia takut Tuan Rinto akan kesal karena sedari tadi terus saja dibuat menunggu oleh anak tirinya sehingga akan membuatnya membatalkan pernikahan ini. "Bu Rena! Mana Syahira? Sudah lama saya menunggu. Kenapa gadis itu tak juga keluar dari kamarnya? Anda tau, saya ini paling tidak suka untuk menunggu. Waktu saya sangat berharga. Saya sampai harus membatalkan semua janji saya dengan beberapa klien hanya demi bisa meluangkan waktu untuk Syahira. Sedari tadi saya datang, saya sudah dibuat terus menunggu oleh putrimu itu." Benar saja, apa yang baru saja di khawatirkan oleh Rena terjadi juga. Tuan Rinto mulai kesal karena sedari tadi terus saja dibuat menunggu oleh Syahira. "I--iya, Tuan. Sebentar, biar saya panggilkan dulu Syahira." Rena bergegas berjalan menuju kamar Syahira untuk memanggilnya. 'Anak ini benar-benar selalu membuat masalah. Awas saja kalau sampai Tuan Rinto membatal
Akhirnya Syahira masuk ke dalam mobil mewah milik Tuan Rinto. Jantungnya berdetak sangat cepat. Ia merasa sangat ketakutan. 'Ya ampun, gimana ini? Sebenarnya Tuan Rinto mau bawa aku kemana? Kenapa dia gak ilfeel, sih, liat penampilan aku kayak gini?' Syahira bermonolog. Supir pribadi Tuan Rinto segera menyalakan mobil dan melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan pekarangan rumah keluarga Kemal. Tuan Rinto terus saja memperhatikan wajah Syahira yang duduk berada di sampingnya. "Meskipun penampilanmu seperti ini, ternyata kamu tetap terlihat cantik. Hanya saja baju yang kamu pakai itu benar-benar seperti gadis kampung!" Syahira mendelik, menatap tajam ke arah Tuan Rinto. "Sebenarnya Tuan mau bawa saya kemana?" tanyanya memberanikan diri. "Sebaiknya kamu tidak banyak bertanya, Syahira. Ikuti saja perintah saya. Karena saya sudah mengeluarkan banyak uang pada ibumu untuk bisa membawamu." Perkataan yang keluar dari mulut Tuan Rinto membuat Syahira bergidik ngeri. Dirinya m
Sontak Syahira langsung mendongakkan wajahnya, menatap tajam wajah Luna. Ia sama sekali tak terima jika dirinya dituduh sebagai wanita panggilan. Karena, ia tak seperti apa yang dituduhkan oleh atasannya. "Maaf, Bu Luna. Aku bukan wanita seperti itu!" sanggah Syahira. "Oh, ya? Lalu, apa namanya jika bukan wanita panggilan, hah? Datang ke hotel bersama dengan seorang pria beristri, bahkan, lihat, tanganmu saja digandeng seperti itu oleh Tuan Rinto," ucap Rena dengan suara yang cukup keras, sehingga membuat beberapa pengunjung yang berada di hotel itu menatap ke arah Syahira. Sepertinya, Rena memang sengaja melakukan hal itu untuk mempermalukan Syahira. "Aku ...." Tuan Rinto langsung memotong perkataan Syahira. "Ini bukan urusanmu, Luna. Jadi, kamu tidak perlu capek-capek untuk mengurusi Syahira!" tegasnya. "Ayo kita naik, Syahira!" Tuan Rinto kembali menarik tangan Syahira untuk segera pergi meninggalkan Luna dan langsung memasuki lift. "Iiiihh ... siapa juga yang mau menguru
"Ayo cepat mandinya, jangan lama-lama!" seru Romi. Kemudian ia pun kembali ke ruang tengah dan duduk si sofa semula. Sambil menunggu anak dan menantunya bersiap-siap, Romi memainkan ponselnya.Samuel segera mengetuk pintu kamar mandi yang memang hanya ada satu di dalam villa itu. Tok ...tok ... tok ..."Syahira, apa kamu bisa lebih cepat di kamar mandinya?" Samuel sedikit berteriak tepat di depan pintu kamar mandi. "I--iya, ini sebentar lagi juga udah selesai, kok," sahut Syahira dari dalam kamar mandi. Kemudian ia pun segera menyelesaikan ritual mandinya dengan tergesa-gesa. 'Huh, ga enak banget mandi aja di tungguin.' Syahira menggerutu di hatinya. Menit berikutnya, pintu kamar mandi pun terbuka, dan Samuel masih berdiri di depan pintu, membuat Syahira merasa malu, karena saat ini Syahira hanya mengenakan handuk. Tubuh polosnya kini hanya berbalut handuk. Syahira dan Samuel sama-sama mematung dan saling pandang. Samuel sampai meneguk air liurnya b
"Pagi, pengantin baru," sapa Romi yang sepagi ini sudah berada di depan pintu villa yang ditempati oleh Syahira dan Samuel. Syahira yang baru bangun, sangat terkejut melihat kedatangan ayah mertuanya yang tiba-tiba, dan sepagi ini pria paruh baya yang masih terlihat tampan diusianya itu sudah datang ke villa. Entah untuk apa Romi datang sepagi ini. "Pa ... Pak Romi?" pekik Syahira terkejut. "Ayolah, Syahira. Jangan panggil 'pak'. Panggil Ayah saja. Kamu ini sekarang adalah istri dari Samuel, putra Ayah satu-satunya. Jadi, Ayah juga sudah menganggap kamu sebagai putri Ayah."Romi mengacak rambut Syahira. Pria itu memperlakukan Syahira sudah seperti anak kandungnya sendiri. Karena memang sedari Syahira kecil, Romi sudah menganggap gadis itu sebagai anaknya sendiri. Dan betapa bahagianya Romi saat ini, setelah keinginannya terwujud untuk menikahkan putranya dengan Syahira. 'Ish, kenapa ayah sama anak itu tingkahnya sama saja. Sama-sama suka mengacak rambutku,' g
"Kamu kenapa, Syahira? Kok ngeliatin aku kayak gitu?" Samuel memicingkan matanya. Menatap wajah perempuan yang baru saja dinikahinya itu. "Eh ... siapa yang ngeliatin Bapak. Kepedean, deh," sanggah Syahira sembari memalingkan wajahnya, menatap hamparan lautan di depannya. Terlihat sekali jika Syahira berusaha untuk menutupinya. Perempuan yang kini sudah sah menjadi istri dari Samuel itu, saat ini pasti sedang merasakan malu.Samuel tersenyum. Laki-laki yang kini berkulit putih itu masih terus memandangi wajah Syahira. Ekspresi wajah istrinya sungguh sangat menggemaskan bagi Samuel. Baginya, Syahira masih sama seperti dulu. Syahira kecil yang manja dan menggemaskan. Rasanya, Samuel masih tak percaya jika saat ini ia telah menikahi gadis kecilnya. "Kenapa jadi sekarang Bapak yang ngeliatin aku kayak gitu?" protes Syahira yang merasa dirinya sedang diperhatikan oleh Samuel. Kali ini giliran Samuel yang terlihat salah tingkah. Ia merasa termakan oleh omongannya s
"Cellin!" pekik Rena begitu terkejutnya, saat ia melihat putri kesayangannya itu tiba-tiba jatuh pingsan di dekatnya.Kedua matanya langsung membelalak lebar. Wajah Rena pun sudah terlihat begitu panik dan kebingungan, tak mengerti kenapa putrinya jadi seperti ini lagi.Rena berjalan cepat menghampiri Cellin yang sudah terpejam tak berdaya. Lekas ia duduk bertekuk lutut di samping sang putri dan menepuk-nepuk pipi Cellin dengan pelan."Astaga, Cellin! Apa yang terjadi sama kamu? Kenapa kamu jadi seperti ini, Nak?" Rena masih panik dan mengguncang-guncangkan tubuh Cellin supaya mau terbangun."Ayo bangun, Cellin. Jangan buat ibu jadi cemas begini," panik Rena, karena putrinya itu tak kunjung membuka matanya.Rena benar-benar kebingungan dan kalang kabut. Dia tak tahu apa yang telah terjadi kepada putrinya, kenapa akhir-akhir ini Cellin seringkali mendadak pingsan seperti saat ini.Melihat Cellin yang tiba-tiba jatuh pingsan, membuat hati bersih Syahira pun ter
"Ya ampun, Cellin. Apa yang terjadi sama kamu?"Rena tengah duduk di atas tempat tidur dengan wajahnya yang terlihat begitu cemas. Di sampingnya tampak sang putri kesayangan yang sedang berbaring miring membelakanginya.Selimut tebal nampak menutupi tubuh gadis remaja itu hingga sebatas telinganya. Di balik selimut tebal itu, terlihat bahunya naik turun dan suara isakan pelan terdengar."Hiks, hiks," isak tangis Cellin tergugu, membuat dadanya terasa kian sesak.Menyaksikan putrinya yang sedang menangis tertahan, tentu saja membuat Rena semakin merasa cemas. Perlahan ia menyentuh punggung Cellin dan mengusap-usapnya."Cellin, ada apa, Nak? Katakan sama ibu, apa yang terjadi sama kamu?" bujuk Rena.Akan tetapi, Cellin sama sekali tak mau menjawab pertanyaan ibunya dan memilih untuk tetap diam meringkuk sambil terus menangis. Rena menjadi kebingungan dengan sikap sang putri. Tangannya kemudian terulur meraih kepala Cellin, tetapi tiba-tiba Rena merasa sangat te
Dengan langkah berjingkat, Syahira berjalan keluar dari kamar. Sengaja ia berjalan pelan seperti itu agar tak menimbulkan suara yang bisa mengganggu istirahat Samuel saat ini."Aku harus segera masak, mumpung dia masih tidur," gumam Syahira, sembari membuka pintu kamar dengan pelan dan menutupnya kembali dengan berhati-hati.Kritt!Begitu pintu kamar tertutup, Syahira kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur. Ruangan luas yang tampak rapi itu menyambut kedatangan Syahira di sana. Pasti Mbak Siti yang sudah merapikan tempat itu sebelumnya. Syahira pun kemudian mulai berjalan mendekati lemari es yang berada di sudut dapur."Mungkin ada sesuatu yang bisa aku masak pagi ini," gumam Syahira, berucap pada dirinya sendiri.Perlahan tangannya mulai meraih gagang pintu lemari es tersebut dan lekas menariknya. Kulkas pun terbuka lebar, tetapi ketika suhu dingin dari lemari es itu menguar menerpa wajah Syahira, seketika kedua mata gadis itu membelalak lebar. Kedua bibirn
Brukk!Syahira terkejut bukan main, ketika tiba-tiba Samuel menarik pergelangan tangannya, hingga membuat tubuh Syahira terjatuh dan mendarat sempurna di atas tubuh kokoh milik Samuel."Aaa." Syahira memekik kecil, tetapi kemudian kedua matanya segera beradu tatap dengan manik hitam milik Samuel yang begitu tajam.Hawa panas langsung menjalari sekujur tubuhnya saat itu juga, bagaikan sengatan listrik yang mampu mengendalikan urat sarafnya menjadi tak biasa. Dada Syahira bergemuruh sangat kencang, saat dia merasakan sentuhan tangan Samuel yang begitu hangat tengah melingkar di pergelangan tangannya."Sstt!" Samuel refleks meletakkan jari telunjuknya tepat di bibir istri polosnya itu.Degh! Degh! Degh!Bagaikan genderang perang yang sedang ditabuh dengan sangat kencang, begitulah kondisi jantung Syahira saat ini. Kencang dan cepat tak terkendali. Tubuh Syahira serasa menjadi beku di detik itu juga, merasakan jemari hangat yang menyentuh bibirnya untuk pertama kali di dalam hidupnya.Sua
Kedua pasang mata itu masih saling beradu, mengunci tatapan satu sama lain dengan begitu lekat. Detak jantung keduanya semakin terasa kencang tak beraturan. Hawa dingin di malam itu, justru membuat suhu tubuh Samuel dan Syahira tiba-tiba memanas. Terlebih dengan posisi mereka yang sedang terjatuh seperti saat ini.Tubuh Syahira mematung, seakan ia tak bisa menggerakkannya sama sekali. Sebisa mungkin ia berusaha menahan nafas, ketika merasakan hembusan nafas hangat beraroma mint milik Samuel menyapu wajahnya. Aroma harum nan maskulin turut menembus indra penciuman Syahira. Aroma harum dari tubuh Samuel, membuatnya ingin menyesap aroma itu lagi dan lagi.Sementara Samuel, tatapan tajamnya itu terus mengarah lekat pada wajah cantik gadis yang kini sedang berada di bawahnya. Matanya mulai berkelana, menyusuri setiap inci wajah Syahira tanpa ada satu pun yang lepas dari tatapannya.Tiba-tiba saja Samuel merasakan tubuh bagian bawahnya bereaksi, ketika tak sengaja dada bidangnya itu bersent
Lagi dan lagi, entah untuk yang keberapa kalinya malam ini kata-kata Samuel sukses membuat wajah Syahira terasa memanas dan tampak memerah. Bisikan suara Samuel yang begitu lembut, masih terasa berdenging tepat di telinganya. Syahira bahkan bisa merasakan sapuan nafas hangat Samuel menerpa telinga dan lehernya."Bagaimana? Apa kamu benar-benar menunggu saya untuk menggendong kamu?" bisik Samuel, bertanya sekali lagi.Lutut Syahira terasa semakin bergetar dibuatnya. Kali ini ia sudah tak bisa menahan detak jantungnya yang nyaris saja melompat keluar. Meskipun kedua lututnya terasa lemas, tetapi Syahira sudah tak mempunyai pilihan lain lagi saat ini."Aku … aku …."Berusaha memaksakan kakinya yang terasa gemetar, Syahira pun akhirnya memutuskan untuk berjalan mundur beberapa langkah. Tatapan matanya masih mengarah lekat pada Samuel, sedangkan dadanya tampak naik turun karena deru nafasnya yang memburu."Ayolah, tenang saja. Aku akan melakukannya pelan-pelan," ucap Samuel lagi, sembari t