"Kenapa terkejut? Kamu kok bodoh sekali, sih? Ibu sudah bilang kalau nanti Tuan Rinto pasti akan datang ke rumah ini untuk bertemu dengan kamu sekaligus menentukan tanggal pernikahan kalian, kan?"
Ucapan Rena benar-benar membuat Syahira semakin terkejut.
Memang benar, pria itu katanya akan datang ke rumah untuk melamarnya. Tapi, Syahira pikir jika pria tua itu tidak akan datang secepat ini."Iya, Bu. Tapi aku pikir pria itu tidak akan datang secepat ini. Kenapa Ibu tidak kasih tau aku dulu kalau dia datang hari ini?" ucap Syahira berusaha membela diri.
Gadis itu benar-benar bingung, bagaimana caranya untuk menolak lamaran ini?
Jika Syahira menolak, maka ia harus mengembalikan uang mahar yang jumlahnya tidak sedikit. Dari mana ia akan mendapatkan uang sebanyak itu?"Halah! Ibu, kan, sudah pernah bilang sama kamu,” sinis Rena, “udah! Jangan kebanyakan protes! Cepat masuk. Kasihan Tuan Rinto dari tadi menunggu!"
Kedua matanya melotot pada Syahira.
"Tapi, aku gak–"
"Syahira, kebanyakan ngomong kamu, ya?!"
Belum juga Syahira menyelesaikan ucapannya, Rena segera menarik tangan anak tirinya untuk masuk ke dalam rumah.
Di sana, Tuan Rinto sudah menunggunya di ruang tamu.
"Maaf, sudah membuat Tuan Rinto menunggu," ucap Rena begitu masuk ke dalam rumah.
"Apa kabar Syahira?" Pria paruh baya bertubuh tambun dengan kepalanya yang plontos itu menyapa Syahira.
Alih-alih menjawab pertanyaan Tuan Rinto, Syahira justru menatap wajah pria paruh baya yang akan dijodohkan dengan dirinya.
Perempuan itu memperhatikan Tuan Rinto dari ujung kepala hingga ujung kakinya.'Astaga, apa-apaan ini? Kenapa ibu tega sekali menjodohkan aku dengan pria tua ini? Dia lebih pantas menjadi ayahku daripada menjadi suamiku,' batin Syahira.
Melihat anak tirinya yang diam saja saat disapa oleh Tuan Rinto, Rena langsung menyenggol lengan Syahira.
Seketika, gadis cantik yang baru pulang kerja itu langsung tersentak.
"Eh, i–iya. Ka–kabar saya baik," jawab Syahira dengan terbata-bata.
"Kamu kenapa seperti yang grogi begitu, Syahira? Santai saja."
Pria paruh baya berperut buncit itu tersenyum menggoda sembari mengerlingkan sebelah matanya.'Ya, Tuhan. Lindungi aku.' Syahira berdoa di dalam hatinya.
Tak lama, Syahira pun kembali berkata, "Maaf, saya mau masuk ke dalam dulu."
Tanpa menunggu jawaban, ia langsung membalikkan tubuhnya hendak berjalan masuk ke dalam kamarnya.
Sayangnya, tangan Syahira tiba-tiba ditarik paksa oleh Rena.
Langkah kaki perempuan itu sontak terhenti.Dia memerhatikan Rena yang kini tampak tersenyum pada Tuan Rinto. Wanita itu sepertinya merasa tak enak hati karena Syahira yang terkesan cuek pada tamunya itu.
"Mau ke mana kamu, Syahira? Kamu harus tetap di sini menemani calon suamimu!" bisik Rena tepat di telinga anak tirinya.
"Bu, aku capek. Mau istirahat dulu sebentar. Badanku lengket semua. Mau mandi," ungkap Syahira.
"Ibu gak mau tau! Pokoknya, kamu harus menemani Tuan Rinto. Dia udah jauh-jauh datang kesini buat nemuin kamu. Ngerti kamu! Kalau kamu gak mau menuruti perintah ibu, malam ini kamu tidur di luar!" ancam Rena.
"Tapi, Bu ...."
"Gak ada tapi-tapian. Duduk!" perintah Rena.
Akhirnya, mau tak mau, Syahira pun duduk di kursi–tepat berhadapan dengan pria paruh baya yang sedari tadi terus menatapnya hingga tak berkedip.
"Em, sekali lagi saya minta maaf, Tuan Rinto. Syahira susah banget kalau udah dibilangin. Tapi sebenarnya dia itu penurut, kok. Mungkin, karena capek saja, baru pulang kerja. Bukan begitu, Syahira?"
Lagi-lagi, mata Rena melotot ke arah Syahira yang sedari tadi hanya menundukkan kepalanya.
Namun, Syahira hanya terdiam. Ia tak menanggapi perkataan ibu tirinya yang telah tega menjual dirinya pada pria paruh baya yang sudah tua itu.
"Tidak apa-apa. Saya justru sangat suka pada gadis seperti Syahira ini. Membuat saya menjadi semakin penasaran," ucap Tuan Rinto tertawa.
Rena pun tersenyum menanggapinya. "Beruntung sekali kamu, Syahira. Lihat, Tuan Rinto sangat pengertian terhadapmu."
Wanita itu jelas sekali menjilat pria tua yang dia pikir akan memberinya banyak harta setelah menikahi Syahira.
Tangan Syahira mengepal, kesal. "Kalau begitu, kenapa tidak Ibu saja yang menikah dengan Tuan Rinto? Ibu juga kan seorang single parents. Lagian juga Tuan Rinto ini cocoknya untuk menjadi ayahku, bukan suamiku."
Rena dan Tuan Rinto seketika mendelik ke arah Syahira.
Bahkan, Rena sampai terdiam. Wanita bertubuh sintal itu tak menyangka jika anak tirinya yang dulu penurut kini telah berani berkata begitu kepada dirinya, apalagi di depan Tuan Rinto.
"Bukan begitu, Syahira. Ibu belum bisa melupakan ayahmu," kilah Rena beralasan.
"Ehm … saya ke sini, bukan untuk melihat drama di antara kalian. Saya hanya akan memberitahu tanggal pernikahan saya dengan Syahira. Dan, saya akan menikahi Syahira bulan depan. Bagaimana, Syahira?" Kini, Tuan Rinto mengambil-alih pembicaraan sembari tersenyum mesum pada Syahira.
Mata gadis itu sontak membola. "Ti–tidak!" ucapnya meski tergagap.
Seketika, pria tua itu langsung membulatkan matanya. Ia tak percaya dengan penolakan yang diberikan oleh gadis yang sudah sejak lama ia incar itu.
Sebelumnya, ia sudah menanyakan tentang kesiapan Syahira untuk menikah dengan dirinya. Dan saat itu, Rena mengatakan jika anak tirinya itu sudah pasti mau menuruti segala perintahnya. Maka, Tuan Rinto dengan percaya dirinya datang ke rumah Syahira untuk menentukan tanggal pernikahannya. Namun, kenapa Syahira sekarang menolaknya seperti ini?"Maaf, Tuan Rinto. Bukan begitu maksud dari Syahira. Sebentar, ada yang harus saya bicarakan dulu dengan Syahira."
Rena mencoba untuk memberi penjelasan kepada Tuan Rinto atas sikap Syahira yang tidak sopan menurut dirinya.
"Ibu perlu bicara dengan kamu, Syahira! Cepat!"
Tanpa menunggu persetujuan dari Syahira, wanita itu kemudian menarik tangan anak tirinya dengan cukup kencang menuju ruang tengah.
"Aw … lepaskan, Bu. Tanganku sakit," pekik Syahira sembari mencoba untuk melepaskan tangannya dari cengkeraman tangan ibu tirinya.
"Ini belum seberapa, Syahira! Ibu akan menyakiti kamu lebih dari ini jika kamu berani menolak untuk menikah dengan Tuan Rinto!" ancam Rena. Kedua matanya bahkan melotot tajam.
"Tapi, Bu. Aku gak mau menikah dengan Tuan Rinto. Dia lebih pantas untuk menjadi ayahku atau menjadi suami Ibu. Bukan aku!" pinta Syahira–menentang keinginan ibu tirinya.
"Pelankan suaramu, Syahira!"
Rena kembali mencengkeram lengan Syahira. Kali ini, lebih kuat dari sebelumnya, sehingga membuat Syahira meringis menahan nyeri.
"Bu…!"
"Ibu tidak akan melepaskannya, jika kamu masih mau menentang perintah dari Ibu. Kalau kamu masih tetap mau melawan, Ibu tidak segan-segan untuk mengusirmu dan menjual rumah ini!" Lagi-lagi Rena mengancam Syahira.
"Jangan, Bu. Aku mohon. Akan tinggal di mana kita kalau rumah ini dijual? Lagipula, hanya rumah ini satu-satunya peninggalan dari ayah dan bunda," pinta Syahira memelas.
"Maka dari itu, kamu harus menuruti semua perintah dari Ibu. Atau, kamu harus mengganti semua uang mahar yang sudah diberikan oleh Tuan Rinto. Paham kamu!"
Rena lebih kencang lagi mencengkram lengan Syahira—membuat gadis yatim piatu itu semakin meringis menahan nyeri di bagian lengannya.
Tak terasa, air mata Syahira pun menetes.
Sebenarnya, Syahira menangis bukan karena sakit dari cengkraman tangan ibu tirinya.
Tapi, ia merasa sangat sedih. Saat seperti ini, tak ada yang akan membelanya. Dia harus menuruti kemauan ibu tirinya untuk bersikap sopan pada Tuan Rinto.
"Ibu tidak mau tau, kamu harus bersikap sopan pada Tuan Rinto. Jika tidak, kamu akan tau akibatnya! Sekarang cepat temui Tuan Rinto. Hapus air matamu! Gitu aja pakai nangis segala. Dasar cengeng!" cerocos Rena tiada henti.
Syahira langsung menghapus air matanya secara kasar.
Namun, perasaan sedihnya tak dapat dibohongi. Air mata itu terus saja berdesakan untuk keluar dari kelopak matanya. Melihat itu, Rena semakin naik pitam dan langsung memarahi anak tirinya."Hentikan tangisanmu itu, Syahira! Kamu pikir Ibu akan kasian melihatmu seperti ini, hah? Jangan mimpi kalau Ibu akan kasihan padamu. Sekarang juga hapus air matamu, lalu tersenyum. Berikan senyum terbaikmu untuk Tuan Rinto. Jangan buat calon suamimu itu kecewa terhadapmu. Paham kamu!"
Syahira hanya bisa menganggukkan kepalanya. Berusaha untuk menahan air matanya agar tidak kembali keluar.
Kemudian, ia berjalan dengan langkah gontai mengikuti langkah Rena yang sudah berjalan lebih dulu di depannya menuju ruang tamu untuk menemui Tuan Rinto.
"Maaf, Tuan Rinto. Sudah membuat Anda menunggu lagi," ucap Rena yang tak enak hati, karena lagi-lagi telah membuat tamunya menunggu untuk kedua kalinya.
Tuan Rinto tersenyum puas. "Tidak apa-apa. Kebetulan hari ini saya sedang free. Tidak ada kesibukan apapun. Saya sengaja mengosongkan jadwal hari ini khusus untuk bertemu dengan calon istriku dan untuk mengajaknya makan malam."
Bahkan, pria tua itu kini menatap wajah Syahira dengan tatapan penuh nafsu.
"Kalau begitu, tunggu apa lagi, Syahira. Cepat kamu bersiap-siap, dandan secantik mungkin," titah Rena pada anak tirinya.
"Untuk apa, Bu?"
"Astaga … apa kamu tidak dengar tadi? Tuan Rinto akan mengajakmu makan malam. Tidak mungkin kan dengan pakaianmu, seperti ini?"
Syahira kemudian berjalan menuju kamarnya. Menuruti perintah dari ibu tirinya. 'Aku tidak boleh menyerah begitu saja,’ Syahira berbicara di dalam hatinya.
Lima belas menit berlalu, namun Syahira belum juga keluar dari kamarnya. Sehingga membuat Rena gelisah. Ia takut Tuan Rinto akan kesal karena sedari tadi terus saja dibuat menunggu oleh anak tirinya sehingga akan membuatnya membatalkan pernikahan ini. "Bu Rena! Mana Syahira? Sudah lama saya menunggu. Kenapa gadis itu tak juga keluar dari kamarnya? Anda tau, saya ini paling tidak suka untuk menunggu. Waktu saya sangat berharga. Saya sampai harus membatalkan semua janji saya dengan beberapa klien hanya demi bisa meluangkan waktu untuk Syahira. Sedari tadi saya datang, saya sudah dibuat terus menunggu oleh putrimu itu." Benar saja, apa yang baru saja di khawatirkan oleh Rena terjadi juga. Tuan Rinto mulai kesal karena sedari tadi terus saja dibuat menunggu oleh Syahira. "I--iya, Tuan. Sebentar, biar saya panggilkan dulu Syahira." Rena bergegas berjalan menuju kamar Syahira untuk memanggilnya. 'Anak ini benar-benar selalu membuat masalah. Awas saja kalau sampai Tuan Rinto membatal
Akhirnya Syahira masuk ke dalam mobil mewah milik Tuan Rinto. Jantungnya berdetak sangat cepat. Ia merasa sangat ketakutan. 'Ya ampun, gimana ini? Sebenarnya Tuan Rinto mau bawa aku kemana? Kenapa dia gak ilfeel, sih, liat penampilan aku kayak gini?' Syahira bermonolog. Supir pribadi Tuan Rinto segera menyalakan mobil dan melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan pekarangan rumah keluarga Kemal. Tuan Rinto terus saja memperhatikan wajah Syahira yang duduk berada di sampingnya. "Meskipun penampilanmu seperti ini, ternyata kamu tetap terlihat cantik. Hanya saja baju yang kamu pakai itu benar-benar seperti gadis kampung!" Syahira mendelik, menatap tajam ke arah Tuan Rinto. "Sebenarnya Tuan mau bawa saya kemana?" tanyanya memberanikan diri. "Sebaiknya kamu tidak banyak bertanya, Syahira. Ikuti saja perintah saya. Karena saya sudah mengeluarkan banyak uang pada ibumu untuk bisa membawamu." Perkataan yang keluar dari mulut Tuan Rinto membuat Syahira bergidik ngeri. Dirinya m
Sontak Syahira langsung mendongakkan wajahnya, menatap tajam wajah Luna. Ia sama sekali tak terima jika dirinya dituduh sebagai wanita panggilan. Karena, ia tak seperti apa yang dituduhkan oleh atasannya. "Maaf, Bu Luna. Aku bukan wanita seperti itu!" sanggah Syahira. "Oh, ya? Lalu, apa namanya jika bukan wanita panggilan, hah? Datang ke hotel bersama dengan seorang pria beristri, bahkan, lihat, tanganmu saja digandeng seperti itu oleh Tuan Rinto," ucap Rena dengan suara yang cukup keras, sehingga membuat beberapa pengunjung yang berada di hotel itu menatap ke arah Syahira. Sepertinya, Rena memang sengaja melakukan hal itu untuk mempermalukan Syahira. "Aku ...." Tuan Rinto langsung memotong perkataan Syahira. "Ini bukan urusanmu, Luna. Jadi, kamu tidak perlu capek-capek untuk mengurusi Syahira!" tegasnya. "Ayo kita naik, Syahira!" Tuan Rinto kembali menarik tangan Syahira untuk segera pergi meninggalkan Luna dan langsung memasuki lift. "Iiiihh ... siapa juga yang mau menguru
"Ikut aku sekarang!" Samuel menarik tangan Syahira, mengajaknya untuk meninggalkan hotel tersebut. Tentu saja Syahira sangat shock, karena tiba-tiba Samuel datang. Dan yang lebih mengejutkannya lagi, Samuel melepaskan jasnya, kemudian memakaikan pada Syahira. Menutupi bagian pundaknya yang terbuka. Syahira tersenyum tipis. Setidaknya kali ini ia bisa selamat karena Samuel datang di waktu yang tepat. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti karena ternyata Tuan Rinto juga menarik sebelah tangan Syahira."Tunggu! Siapa kamu, berani-beraninya membawa calon istriku?" tanya Tuan Rinto dengan amarah yang sangat jelas terlihat di wajahnya.Samuel langsung menoleh, menatap tajam pada pria yang telah mengakui Syahira sebagai calon istrinya. Sementara itu, Luna membulatkan kedua matanya. Menatap sinis pada Syahira dan Samuel bergantian. Ia tak menyangka jika ternyata laki-laki yang dicintainya itu justru malah merelakan jasnya untuk menutupi bagian tubuh gadis yang sangat ia benci. Karena yang a
"A--apa yang akan Tuan lakukan? Bukankah Tuan hanya akan mengajak saya untuk makan malam?" tanya Syahira dengan gugup. Karena saat di rumahnya tadi, Tuan Rinto meminta ijin kepada ibu tirinya untuk mengajaknya makan malam. Namun ternyata saat ini pria paruh baya yang ada dihadapannya terlihat seperti seekor binatang buas yang siap akan menerkam mangsanya. Tuan Rinto tersenyum menyeringai. "Awalnya memang begitu. Tapi saya berubah pikiran setelah melihatmu memakai gaun seksi itu. Terlebih tadi, saat ada laki-laki yang ingin membawamu. Pernikahan kita akan dipercepat. Mulai malam ini, kamu akan menjadi milik saya. Setelah ini, kita akan menikah besok pagi.""A--apa? Besok?" Syahira sangat terkejut mendengar perkataan Tuan Rinto. "Iya. Dan saya tidak menerima penolakan!" jawab Tuan Rinto dengan tegas. Seolah tau jika Syahira pasti tidak akan menerima keputusannya yang mendadak ini. Syahira menggelengkan kepalanya. Ia tak sanggup membayangkan jika sebentar lagi diriny
"Kurang ajar!" murka Tuan Rinto. Tangannya mengepal, rahangnya mengeras. Pria yang sedang dikuasai oleh hawa nafsu itu terlihat sangat marah. Matanya menatap tajam pada laki-laki yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Laki-laki yang ingin menyelamatkan Syahira itu ternyata adalah Samuel."Kamu lagi! Siapa kamu berani-beraninya masuk ke kamar ini, hah?" bentak Tuan Rinto.Samuel berjalan mendekati Syahira yang sedang terduduk di tepi ranjang. Penampilannya sungguh memprihatinkan. Terlihat sekali dari wajahnya, jika gadis itu sedang sangat ketakutan. Samuel segera melepaskan jasnya dan langsung dipakaikan pada Syahira. "Jangan sentuh gadis itu! Dia milikku!" bentak Tuan Rinto saat Samuel akan membantu Syahira untuk berdiri. Namun Samuel tak mengindahkan bentakan dari Tuan Rinto. Ia langsung merangkul pundak Syahira dan membawanya keluar dari kamar tersebut. Sementara itu, Tuan Rinto tak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia tak mungkin menyusul Syahira yang sudah dibaw
"Bercandanya gak lucu, Pak," dengus Syahira kesal. Tiba-tiba Samuel menepikan mobilnya. "Loh, kok berhenti di sini, Pak? Rumah saya kan, masih jauh," protes Syahira. Kedua netranya menatap ke luar jendela kaca mobil tersebut Samuel menatap wajah Syahira lekat-lekat. Malam ini Syahira terlihat sangat cantik meskipun rambutnya sedikit berantakan. Apalagi saat ini Syahira hanya menggunakan gaun yang cukup seksi. Meskipun bagian atas tubuhnya ditutupi oleh jas milik Samuel, tapi pahanya yang mulus dan putih terekspos dengan sempurna. Sebagai laki-laki normal, tentu saja naluri kelelakiannya bangkit saat melihat pemandangan yang begitu indah di depan matanya. Samuel mencondongkan tubuhnya lebih dekat lagi dengan Syahira. "Pp--pak, apa yang akan Ba--bapak lakukan?" tanya Syahira dengan gugup. Jantungnya berdetak sangat cepat. Bagaimana tidak Syahira merasakan gugup yang luar biasa. Karena dengan tiba-tiba, tubuh Samuel mendekati Syahira. Sampai-sampai aroma parfumnya tercium hingga men
"Maafkan, atas kejadian hari ini, Tuan Rinto. Saya harap anda tidak membatalkan rencana untuk menikahi Syahira." Dari suaranya, jelas terdengar jika Rena sangat khawatir. Takut Tuan Rinto tak jadi menikahi anak tirinya. Jika itu terjadi, hilang sudah tambang emasnya."Oke. Kali ini saya maafkan. Besok malam dandani gadis itu secantik dan seseksi mungkin. Saya akan membawanya untuk berkencan! Dan saya tidak mau kejadian seperti hari ini terulang kembali. Paham!" "Baik, Tuan. Saya akan melakukannya untuk anda. Terimakasih karena sudah mau memaafkan kami."Tuan Rinto segera mengakhiri panggilan teleponnya."Bener-bener kamu, Syahira! Awas aja kamu, aku akan memberi hukuman untukmu karena telah membuat Tuan Rinto kecewa!" Rena bermonolog. Rena terlihat sangat marah. Wanita itu benar-benar murka pada Syahira. "Siapa laki-laki yang sudah berani membawa kabur anak kampungan itu?" geramnya. 'Aduh, ibu pasti marah besar. Gimana caranya agar aku bisa masuk ke k
"Ayo cepat mandinya, jangan lama-lama!" seru Romi. Kemudian ia pun kembali ke ruang tengah dan duduk si sofa semula. Sambil menunggu anak dan menantunya bersiap-siap, Romi memainkan ponselnya.Samuel segera mengetuk pintu kamar mandi yang memang hanya ada satu di dalam villa itu. Tok ...tok ... tok ..."Syahira, apa kamu bisa lebih cepat di kamar mandinya?" Samuel sedikit berteriak tepat di depan pintu kamar mandi. "I--iya, ini sebentar lagi juga udah selesai, kok," sahut Syahira dari dalam kamar mandi. Kemudian ia pun segera menyelesaikan ritual mandinya dengan tergesa-gesa. 'Huh, ga enak banget mandi aja di tungguin.' Syahira menggerutu di hatinya. Menit berikutnya, pintu kamar mandi pun terbuka, dan Samuel masih berdiri di depan pintu, membuat Syahira merasa malu, karena saat ini Syahira hanya mengenakan handuk. Tubuh polosnya kini hanya berbalut handuk. Syahira dan Samuel sama-sama mematung dan saling pandang. Samuel sampai meneguk air liurnya b
"Pagi, pengantin baru," sapa Romi yang sepagi ini sudah berada di depan pintu villa yang ditempati oleh Syahira dan Samuel. Syahira yang baru bangun, sangat terkejut melihat kedatangan ayah mertuanya yang tiba-tiba, dan sepagi ini pria paruh baya yang masih terlihat tampan diusianya itu sudah datang ke villa. Entah untuk apa Romi datang sepagi ini. "Pa ... Pak Romi?" pekik Syahira terkejut. "Ayolah, Syahira. Jangan panggil 'pak'. Panggil Ayah saja. Kamu ini sekarang adalah istri dari Samuel, putra Ayah satu-satunya. Jadi, Ayah juga sudah menganggap kamu sebagai putri Ayah."Romi mengacak rambut Syahira. Pria itu memperlakukan Syahira sudah seperti anak kandungnya sendiri. Karena memang sedari Syahira kecil, Romi sudah menganggap gadis itu sebagai anaknya sendiri. Dan betapa bahagianya Romi saat ini, setelah keinginannya terwujud untuk menikahkan putranya dengan Syahira. 'Ish, kenapa ayah sama anak itu tingkahnya sama saja. Sama-sama suka mengacak rambutku,' g
"Kamu kenapa, Syahira? Kok ngeliatin aku kayak gitu?" Samuel memicingkan matanya. Menatap wajah perempuan yang baru saja dinikahinya itu. "Eh ... siapa yang ngeliatin Bapak. Kepedean, deh," sanggah Syahira sembari memalingkan wajahnya, menatap hamparan lautan di depannya. Terlihat sekali jika Syahira berusaha untuk menutupinya. Perempuan yang kini sudah sah menjadi istri dari Samuel itu, saat ini pasti sedang merasakan malu.Samuel tersenyum. Laki-laki yang kini berkulit putih itu masih terus memandangi wajah Syahira. Ekspresi wajah istrinya sungguh sangat menggemaskan bagi Samuel. Baginya, Syahira masih sama seperti dulu. Syahira kecil yang manja dan menggemaskan. Rasanya, Samuel masih tak percaya jika saat ini ia telah menikahi gadis kecilnya. "Kenapa jadi sekarang Bapak yang ngeliatin aku kayak gitu?" protes Syahira yang merasa dirinya sedang diperhatikan oleh Samuel. Kali ini giliran Samuel yang terlihat salah tingkah. Ia merasa termakan oleh omongannya s
"Cellin!" pekik Rena begitu terkejutnya, saat ia melihat putri kesayangannya itu tiba-tiba jatuh pingsan di dekatnya.Kedua matanya langsung membelalak lebar. Wajah Rena pun sudah terlihat begitu panik dan kebingungan, tak mengerti kenapa putrinya jadi seperti ini lagi.Rena berjalan cepat menghampiri Cellin yang sudah terpejam tak berdaya. Lekas ia duduk bertekuk lutut di samping sang putri dan menepuk-nepuk pipi Cellin dengan pelan."Astaga, Cellin! Apa yang terjadi sama kamu? Kenapa kamu jadi seperti ini, Nak?" Rena masih panik dan mengguncang-guncangkan tubuh Cellin supaya mau terbangun."Ayo bangun, Cellin. Jangan buat ibu jadi cemas begini," panik Rena, karena putrinya itu tak kunjung membuka matanya.Rena benar-benar kebingungan dan kalang kabut. Dia tak tahu apa yang telah terjadi kepada putrinya, kenapa akhir-akhir ini Cellin seringkali mendadak pingsan seperti saat ini.Melihat Cellin yang tiba-tiba jatuh pingsan, membuat hati bersih Syahira pun ter
"Ya ampun, Cellin. Apa yang terjadi sama kamu?"Rena tengah duduk di atas tempat tidur dengan wajahnya yang terlihat begitu cemas. Di sampingnya tampak sang putri kesayangan yang sedang berbaring miring membelakanginya.Selimut tebal nampak menutupi tubuh gadis remaja itu hingga sebatas telinganya. Di balik selimut tebal itu, terlihat bahunya naik turun dan suara isakan pelan terdengar."Hiks, hiks," isak tangis Cellin tergugu, membuat dadanya terasa kian sesak.Menyaksikan putrinya yang sedang menangis tertahan, tentu saja membuat Rena semakin merasa cemas. Perlahan ia menyentuh punggung Cellin dan mengusap-usapnya."Cellin, ada apa, Nak? Katakan sama ibu, apa yang terjadi sama kamu?" bujuk Rena.Akan tetapi, Cellin sama sekali tak mau menjawab pertanyaan ibunya dan memilih untuk tetap diam meringkuk sambil terus menangis. Rena menjadi kebingungan dengan sikap sang putri. Tangannya kemudian terulur meraih kepala Cellin, tetapi tiba-tiba Rena merasa sangat te
Dengan langkah berjingkat, Syahira berjalan keluar dari kamar. Sengaja ia berjalan pelan seperti itu agar tak menimbulkan suara yang bisa mengganggu istirahat Samuel saat ini."Aku harus segera masak, mumpung dia masih tidur," gumam Syahira, sembari membuka pintu kamar dengan pelan dan menutupnya kembali dengan berhati-hati.Kritt!Begitu pintu kamar tertutup, Syahira kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur. Ruangan luas yang tampak rapi itu menyambut kedatangan Syahira di sana. Pasti Mbak Siti yang sudah merapikan tempat itu sebelumnya. Syahira pun kemudian mulai berjalan mendekati lemari es yang berada di sudut dapur."Mungkin ada sesuatu yang bisa aku masak pagi ini," gumam Syahira, berucap pada dirinya sendiri.Perlahan tangannya mulai meraih gagang pintu lemari es tersebut dan lekas menariknya. Kulkas pun terbuka lebar, tetapi ketika suhu dingin dari lemari es itu menguar menerpa wajah Syahira, seketika kedua mata gadis itu membelalak lebar. Kedua bibirn
Brukk!Syahira terkejut bukan main, ketika tiba-tiba Samuel menarik pergelangan tangannya, hingga membuat tubuh Syahira terjatuh dan mendarat sempurna di atas tubuh kokoh milik Samuel."Aaa." Syahira memekik kecil, tetapi kemudian kedua matanya segera beradu tatap dengan manik hitam milik Samuel yang begitu tajam.Hawa panas langsung menjalari sekujur tubuhnya saat itu juga, bagaikan sengatan listrik yang mampu mengendalikan urat sarafnya menjadi tak biasa. Dada Syahira bergemuruh sangat kencang, saat dia merasakan sentuhan tangan Samuel yang begitu hangat tengah melingkar di pergelangan tangannya."Sstt!" Samuel refleks meletakkan jari telunjuknya tepat di bibir istri polosnya itu.Degh! Degh! Degh!Bagaikan genderang perang yang sedang ditabuh dengan sangat kencang, begitulah kondisi jantung Syahira saat ini. Kencang dan cepat tak terkendali. Tubuh Syahira serasa menjadi beku di detik itu juga, merasakan jemari hangat yang menyentuh bibirnya untuk pertama kali di dalam hidupnya.Sua
Kedua pasang mata itu masih saling beradu, mengunci tatapan satu sama lain dengan begitu lekat. Detak jantung keduanya semakin terasa kencang tak beraturan. Hawa dingin di malam itu, justru membuat suhu tubuh Samuel dan Syahira tiba-tiba memanas. Terlebih dengan posisi mereka yang sedang terjatuh seperti saat ini.Tubuh Syahira mematung, seakan ia tak bisa menggerakkannya sama sekali. Sebisa mungkin ia berusaha menahan nafas, ketika merasakan hembusan nafas hangat beraroma mint milik Samuel menyapu wajahnya. Aroma harum nan maskulin turut menembus indra penciuman Syahira. Aroma harum dari tubuh Samuel, membuatnya ingin menyesap aroma itu lagi dan lagi.Sementara Samuel, tatapan tajamnya itu terus mengarah lekat pada wajah cantik gadis yang kini sedang berada di bawahnya. Matanya mulai berkelana, menyusuri setiap inci wajah Syahira tanpa ada satu pun yang lepas dari tatapannya.Tiba-tiba saja Samuel merasakan tubuh bagian bawahnya bereaksi, ketika tak sengaja dada bidangnya itu bersent
Lagi dan lagi, entah untuk yang keberapa kalinya malam ini kata-kata Samuel sukses membuat wajah Syahira terasa memanas dan tampak memerah. Bisikan suara Samuel yang begitu lembut, masih terasa berdenging tepat di telinganya. Syahira bahkan bisa merasakan sapuan nafas hangat Samuel menerpa telinga dan lehernya."Bagaimana? Apa kamu benar-benar menunggu saya untuk menggendong kamu?" bisik Samuel, bertanya sekali lagi.Lutut Syahira terasa semakin bergetar dibuatnya. Kali ini ia sudah tak bisa menahan detak jantungnya yang nyaris saja melompat keluar. Meskipun kedua lututnya terasa lemas, tetapi Syahira sudah tak mempunyai pilihan lain lagi saat ini."Aku … aku …."Berusaha memaksakan kakinya yang terasa gemetar, Syahira pun akhirnya memutuskan untuk berjalan mundur beberapa langkah. Tatapan matanya masih mengarah lekat pada Samuel, sedangkan dadanya tampak naik turun karena deru nafasnya yang memburu."Ayolah, tenang saja. Aku akan melakukannya pelan-pelan," ucap Samuel lagi, sembari t