"Maafkan, atas kejadian hari ini, Tuan Rinto. Saya harap anda tidak membatalkan rencana untuk menikahi Syahira." Dari suaranya, jelas terdengar jika Rena sangat khawatir. Takut Tuan Rinto tak jadi menikahi anak tirinya. Jika itu terjadi, hilang sudah tambang emasnya."Oke. Kali ini saya maafkan. Besok malam dandani gadis itu secantik dan seseksi mungkin. Saya akan membawanya untuk berkencan! Dan saya tidak mau kejadian seperti hari ini terulang kembali. Paham!" "Baik, Tuan. Saya akan melakukannya untuk anda. Terimakasih karena sudah mau memaafkan kami."Tuan Rinto segera mengakhiri panggilan teleponnya."Bener-bener kamu, Syahira! Awas aja kamu, aku akan memberi hukuman untukmu karena telah membuat Tuan Rinto kecewa!" Rena bermonolog. Rena terlihat sangat marah. Wanita itu benar-benar murka pada Syahira. "Siapa laki-laki yang sudah berani membawa kabur anak kampungan itu?" geramnya. 'Aduh, ibu pasti marah besar. Gimana caranya agar aku bisa masuk ke k
"Kalau Syahira menikah dengan Tuan Rinto yang kaya raya itu, kita juga bakal kecipratan hartanya, Cellin. Apa kamu tau, Bahkan pria tua kaya raya itu menjanjikan Ibu akan memberikan satu villa mewah yang ada di puncak Bogor miliknya," tutur Rena dengan bersemangat."Serius, Bu?" "Iya. Maka dari itu, Ibu harus membujuk Syahira agar mau menikah dengan Tuan Rinto. Bagaimanapun caranya.""Kalau Syahira tetap gak mau gimana, Bu? Kenapa gak Ibu aja yang nikah sama Tuan Rinto? Kalau dilihat dari umur, kayaknya cocok sama Ibu," celetuk Cellin. "Cih, ogah banget Ibu nikah sama pria yang kayak ikan buntel itu. Ibu itu lebih suka sama pria yang tubuhnya atletis, proporsional gak kaya Tuan Rinto," jawab Rena. "Tapi kan kaya raya, Bu. Yang penting hartanya berlimpah. Kalau Syahira tetap gak mau gimana?" tanya Cellin lagi. "Pasti mau. Udah ah, gak usah bahas masalah itu dulu. Mami juga lapar.""Ya udah, kalau gitu suruh Syahira buat nyiapin makan malam untuk kita." Cellin memberi usul. "Ibu la
"Syahira!" Syahira yang tadi sedang terburu-buru berjalan, terpaksa harus menghentikan langkahnya saat mendengar ada seseorang yang memanggil namanya. Gadis itu terdiam. Namun tak berani untuk menoleh ke belakang. 'Ya ampun siapa yang manggil namaku malam-malam begini? Mana suaranya laki-laki lagi. Jangan-jangan orang jahat lagi.' Syahira berbicara di dalam hatinya. Jantungnya berdetak kencang. Perasaannya mulai tidak enak. Tubuhnya tiba-tiba bergetar. Yang ada di dalam pikiran yang saat ini jika ia akan diculik atau dirampok oleh orang yang memanggil namanya tadi. 'Sebaiknya aku berlari secepat mungkin. Semoga saja orang jahat itu gak mengejarku,' batinnya lagi. Kemudian Syahira menghitung di dalam hatinya. Setelah hitungan ketiga, gadis itu langsung mengambil langkah seribu. Berlari secepat mungkin. Berharap orang yang memanggil namanya tadi tidak mengikuti dirinya. Namun Syahira tak berani untuk menengok ke belakang tubuhnya. Jadi ia tak tau apakah orang
"Loh, Pak Darman juga kenal sama laki-laki yang ada di samping saya?" tanya Syahira penasaran. "Lah ya iya, kenal toh, Mbak. Mas Samuel ini kan--""Pak, pesen nasi goreng spesialnya satu dong," teriak salah satu pelanggan yang baru saja datang."Oh, iya, sebentar, Pak!" seru Pak Darman.Pria yang sudah lebih dari sepuluh tahun berjualan nasi goreng itu kemudian kembali menuju gerobaknya. "Tadi Pak Darman mau bicara apa, ya? Emangnya Bapak juga kenal sama penjual nasi goreng itu?" "Kenal, karena udah langganan beli nasi goreng disini," jawab Samuel singkat. Kemudian ia menyuap satu sendok nasi goreng yang masih mengeluarkan asap itu ke dalam mulutnya. "Huh, hah ... panas, pedes," ucap Samuel dengan mulut penuh nasi goreng. "Ya ampun, pelan-pelan kenapa, Pak. Udah tau masih panas gitu langsung makan aja," ucap Syahira memberitahu. "Soalnya saya lapar. Lagian kalau nunggu dingin, nanti rasa nasi gorengnya gak enak. Saya lebih suka nasi goreng y
Tiga puluh menit setelah Syahira keluar dari rumah. Rena terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba ia ingin mengambil air minum. Biasanya sebelum dirinya tertidur, ia selalu menyiapkan satu botol air mineral dan di simpan di kamarnya. Karena Rena selalu terbangun di tengah malam hanya untuk sekedar meminum air putih. Namun malam itu ternyata ia lupa. Akhirnya Rena memutuskan untuk turun ke bawah dan mengambil air mineral di dapur. Namun saat ia sudah sampai di lantai bawah, wanita yang memakai gaun malam itu melihat jika lampu ruang tamu menyala. "Perasaan aku udah mematikan lampu ruang tamu, deh, sebelum naik ke atas tadi. Tapi, kok ini masih nyala, sih. Apa mungkin aku lupa ya?" gumamnya pelan. Kemudian dengan terpaksa ia berjalan menuju ruang tamu terlebih dahulu sebelum pergi ke dapur untuk mengambil air minum. "Ah, mungkin akunya saja yang pelupa. Kenapa aku jadi pelupa begini, ya. Faktor umur kali, ya?" Rena masih berbicara pada dirinya sendiri. Tiba-tiba ked
"Apa mungkin Pak Samuel itu adalah Om Sam? Dari namanya hampir sama sih, mungkin aja Om Sam itu emang nama panjangnya Samuel. Tapi apa iya? Perasaan dulu Om Sam itu jelek, item, kurus lagi. Sedangkan Pak Samuel itu tubuhnya tinggi, gagah. Udah kaya atlet olahraga. Wajahnya juga ganteng." Syahira berbicara pada dirinya sendiri. Tiba-tiba saja ia membayangkan wajah tampan dari CEO perusahaan Sastrawinata itu. Bibirnya melengkungkan senyum saat ia membayangkan kejadian tadi di warung nasi goreng, saat wajah tampannya terlihat sangat jelas oleh kedua manik matanya. Tiba-tiba ada desir aneh di hatinya. "Astaga, apa-apaan ini. Kenapa tiba-tiba aku membayangkan wajah CEO arogan itu?" Gadis cantik bermata bulat itu menggelengkan kepalanya. "Enggak-enggak, aku gak boleh terpesona oleh ketampanan wajahnya. Dia itu sangat angkuh dan juga galak, meskipun wajahnya sangat tampan."Syahira menghela nafasnya. "Daripada bayangin CEO arogan itu, lebih baik aku tidur. Agar besok gak
Syahira tak memperdulikan ibu tirinya yang terus saja mengomel tiada henti di pagi hari seperti ini. Untung saja, rumah milik kedua orangtuanya itu berada di komplek perumahan elite, jadi semua rumah rata-rata memiliki pagar yang tinggi menjulang, sehingga tidak akan ada yang mendengar ocehan Rena di pagi hari seperti ini. Gadis yang menjadi pembantu di rumahnya sendiri itu lebih memilih untuk membereskan bekas tempat tidurnya dibandingkan harus mendengarkan ocehan ibu tirinya yang membuat telinganya sakit. Mulai hari ini, dirinya sudah tidak lagi peduli pada setiap ancaman yang keluar dari mulut pedas Rena.Melihat anak tirinya yang sangat dibencinya seperti tak mendengarkan semua perkataannya, Rena semakin naik pitam. "Syahira! Kamu dengar gak, Ibu bicara, hah?" hardiknya dengan nada suara lebih tinggi dari sebelumnya. "Iya, Bu, aku denger, kok. Kedua telingaku masih berfungsi dengan baik. Aku gak tuli!" sarkas Syahira. Kali ini ia berbicara lebih berani. Ia tak mau lagi ditindas
Syahira mencengkram tangan Cellin dengan cukup kuat sehingga membuat gadis manja itu meringis menahan nyeri di bagian pergelangan tangannya. "Aw, lepaskan tanganku, Syahira! Berani ya kamu sekarang sama aku? Aku akan mengadukan ini pada ibu! Ibuuu ...."Cellin langsung berteriak memanggil ibunya. Ia akan mengadukan semua yang telah diperbuat Syahira kepada wanita yang telah melahirkannya. Ia yakin jika ibunya itu akan memberi hukuman pada Syahira seberat mungkin karena telah berani menghina dirinya dan juga menyakitinya. "Teriak saja sesuka hatimu, anak manja! Aku sudah tidak lagi takut pada ibumu apalagi sama bocah tengil sepertimu!" sarkas Syahira dengan tatapan penuh dengan dendam pada Cellin. Tangannya masih mencengkeram pergelangan tangan Cellin. Malah justru semakin memperkuat cengkramannya. Sehingga membuat Cellin semakin kesakitan. "Lepaskan tanganku, gadis cupu!" teriak Cellin. "Ibu ...." Lagi-lagi ia berteriak memanggil ibunya.Waktu berjalan semakin cepat. Syahira tidak