"Apa mungkin Pak Samuel itu adalah Om Sam? Dari namanya hampir sama sih, mungkin aja Om Sam itu emang nama panjangnya Samuel. Tapi apa iya? Perasaan dulu Om Sam itu jelek, item, kurus lagi. Sedangkan Pak Samuel itu tubuhnya tinggi, gagah. Udah kaya atlet olahraga. Wajahnya juga ganteng." Syahira berbicara pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba saja ia membayangkan wajah tampan dari CEO perusahaan Sastrawinata itu. Bibirnya melengkungkan senyum saat ia membayangkan kejadian tadi di warung nasi goreng, saat wajah tampannya terlihat sangat jelas oleh kedua manik matanya. Tiba-tiba ada desir aneh di hatinya."Astaga, apa-apaan ini. Kenapa tiba-tiba aku membayangkan wajah CEO arogan itu?"Gadis cantik bermata bulat itu menggelengkan kepalanya. "Enggak-enggak, aku gak boleh terpesona oleh ketampanan wajahnya. Dia itu sangat angkuh dan juga galak, meskipun wajahnya sangat tampan."Syahira menghela nafasnya. "Daripada bayangin CEO arogan itu, lebih baik aku tidur. Agar besok gakSyahira tak memperdulikan ibu tirinya yang terus saja mengomel tiada henti di pagi hari seperti ini. Untung saja, rumah milik kedua orangtuanya itu berada di komplek perumahan elite, jadi semua rumah rata-rata memiliki pagar yang tinggi menjulang, sehingga tidak akan ada yang mendengar ocehan Rena di pagi hari seperti ini. Gadis yang menjadi pembantu di rumahnya sendiri itu lebih memilih untuk membereskan bekas tempat tidurnya dibandingkan harus mendengarkan ocehan ibu tirinya yang membuat telinganya sakit. Mulai hari ini, dirinya sudah tidak lagi peduli pada setiap ancaman yang keluar dari mulut pedas Rena.Melihat anak tirinya yang sangat dibencinya seperti tak mendengarkan semua perkataannya, Rena semakin naik pitam. "Syahira! Kamu dengar gak, Ibu bicara, hah?" hardiknya dengan nada suara lebih tinggi dari sebelumnya. "Iya, Bu, aku denger, kok. Kedua telingaku masih berfungsi dengan baik. Aku gak tuli!" sarkas Syahira. Kali ini ia berbicara lebih berani. Ia tak mau lagi ditindas
Syahira mencengkram tangan Cellin dengan cukup kuat sehingga membuat gadis manja itu meringis menahan nyeri di bagian pergelangan tangannya. "Aw, lepaskan tanganku, Syahira! Berani ya kamu sekarang sama aku? Aku akan mengadukan ini pada ibu! Ibuuu ...."Cellin langsung berteriak memanggil ibunya. Ia akan mengadukan semua yang telah diperbuat Syahira kepada wanita yang telah melahirkannya. Ia yakin jika ibunya itu akan memberi hukuman pada Syahira seberat mungkin karena telah berani menghina dirinya dan juga menyakitinya. "Teriak saja sesuka hatimu, anak manja! Aku sudah tidak lagi takut pada ibumu apalagi sama bocah tengil sepertimu!" sarkas Syahira dengan tatapan penuh dengan dendam pada Cellin. Tangannya masih mencengkeram pergelangan tangan Cellin. Malah justru semakin memperkuat cengkramannya. Sehingga membuat Cellin semakin kesakitan. "Lepaskan tanganku, gadis cupu!" teriak Cellin. "Ibu ...." Lagi-lagi ia berteriak memanggil ibunya.Waktu berjalan semakin cepat. Syahira tidak
Di dalam mobil, Syahira menghirup udara dengan rakusnya. Menetralkan detak jantungnya yang sedari tadi terus berdetak kencang karena berhadapan dengan Cellin. Perasaannya kini sedikit lebih membaik. Setidaknya mobilnya yang sudah beberapa tahun berada di tangan Cellin kini sudah kembali kepada dirinya. "Mulai saat ini, satu-persatu aku akan mengambil semua yang seharusnya menjadi milikku. Semua warisan yang ditinggalkan oleh kedua orang tuaku yang kini dikuasai oleh nenek sihir itu. Seharusnya dari dulu aku melakukan ini. Tapi bodohnya aku yang tak memiliki nyali saat itu. Tapi sekarang aku harus berani melawan ibu tiriku. Kedua benalu itu seharusnya angkat kaki dari rumah peninggalan orang tuaku."Syahira berbicara pada dirinya sendiri. Setelah beberapa kali bertemu dengan CEO Arogan itu, entah kenapa ia merasa memiliki kekuatan yang selama ini tersembunyi. Mobil berwarna merah yang dikendarai oleh Syahira kini telah masuk ke area parkir hotel tempat di mana ia bekerja. Saat diriny
"Halo, Tuan. Saya tidak menemukan Nona Syahira dimanapun," ucap salah seorang anak buah dari Samuel. "Datangi rumah peninggalan orang tuanya, cari di sana?" Samuel memberi perintah lagi. Ia takut jika Syahira di sembunyikan oleh mami tirinya."Sudah, Tuan. Tapi orang rumahnya mengatakan jika Nona Syahira tidak ada di rumah," jawab anak buahnya lagi dari balik teleponnya. "Masuk ke dalam rumahnya! Jika perlu geledah semua ruangan yang ada di dalam rumah itu. Saya tidak mau tau, kamu harus menemukan Syahira hari ini juga, atau kamu saya pecat!" "Ba--baik, Tuan!"Samuel langsung menutup telponnya. Laki-laki yang usianya jauh di atas Syahira itu berjalan menuju kaca jendela ruangannya yang berada di lantai sepuluh. Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Pandangannya menatap lurus ke depan. Memikirkan gadis kecilnya. "Kamu dimana, Syahira?" gumamnya lirih.Pikirannya terus menuju pada gadis kecilnya. Samuel takut jika sesuatu yang buruk terjadi menimpa Syahira."Mudah-muda
Setelah memberi ancaman, kedua anak buah Samuel langsung pergi begitu saja meninggalkan kedua perempuan yang sedang ketakutan itu. "Bu, sebenarnya mereka itu siapa? Ada urusan apa Syahira dengan kedua laki-laki itu?" Cellin bertanya pada Rena. Ia sangat penasaran pada kedua pria bertubuh besar itu. Rena mengedikkan bahunya. "Ibu juga gak tau. Kok bisa-bisanya ya Syahira punya urusan dengan laki-laki model begitu?""Mereka itu udah kaya bodyguard deh, Bu. Coba perhatiin, dari bajunya yang berwarna hitam-hitam terus badannya yang besar-besar. Wajahnya juga sangar. Kaya anak buahnya orang kaya gitu, Bu," tebak Cellin. "Kamu benar juga, Cellin. Tapi apa hubungannya dengan Syahira?" Rena tampak diam sesaat, seperti orang yang sedang berpikir. "Apa mungkin dia berhutang pada rentenir, Bu? Atau ... dia jadi simpanan om-om kaya raya, setelah dia dapat uangnya terus dia kabur." Cellin langsung berpikir yang tidak-tidak tentang Syahira. "Ya, kamu benar, Cellin. Pa
Syahira langsung menoleh, melihat siapa pemilik suara itu. Kedua matanya membulat dengan sempurna. Tak menyangka jika Samuel ternyata si pemilik suara itu. "Pak Samuel?" pekiknya. "Kok Bapak bisa ada di sini?" tanyanya kemudian. Syahira benar-benar sangat terkejut. Samuel tersenyum melihat ekspresi wajah Syahira yang terkejut karena melihat dirinya yang tiba-tiba ada di samping gadis cantik berambut panjang itu. "Kenapa? Heran melihat saya ada di sini?" "Iya, lah. Kok bisa Bapak ada di sini? Kapan datangnya? Udah kayak makhluk tak kasat mata aja, suka ngagetin. Tiba-tiba nongol," ungkap Syahira. "Atau jangan-jangan ... Bapak ini emang makhluk halus yang selalu ngikutin aku?" tebaknya kemudian."Hahahaha ...." Samuel tertawa mendengar perkataan Syahira. "Syahira, Syahira ... kamu ini ada-ada aja. Lagian nih, ya, mana ada makhluk halus ganteng kayak saya begini," ucapnya dengan sangat percaya diri. Syahira memutar bola matanya malas. "Dih, sok kegantengan banget," cibirnya. "Giman
"Uhuk ...."Syahira terbatuk, terkejut mendengar ucapan yang keluar dari mulut Samuel. "Kalau makan itu pelan-pelan," tegur Samuel. "Minumlah dulu." Kemudian ia mengambil gelas yang berisi air mineral lalu memberikannya pada Syahira. Syahira meminumnya dengan pelan-pelan. "Terimakasih," ucapnya. "Gimana, udah enakan?" tanya Samuel. Syahira menganggukkan kepalanya. "Tadi Bapak bilang apa?" tanyanya. Syahira hanya ingin memastikan lagi, jika ia tak salah dengar. "Habiskan saja dulu makananmu. Hari sudah mulai gelap. Kecuali kamu mau menginap di sini," tukas Samuel. "Ish, tinggal jawab aja, apa susahnya," gerutu Syahira. Wajahnya sedikit cemberut. Menandakan jika ia kesal. Samuel menyadari itu. Tapi ia tak memperdulikannya. Samuel bahkan tersenyum melihat perubahan raut wajah Syahira yang sedang cemberut. Menurutnya itu sangat lucu. Mereka pun makan dengan hening sampai selesai. Hanya terdengar dentingan suara sendok dan piring yang saling beradu."Sudah selesai?" tanya Samuel. S
"Cellin, coba kamu buka pagarnya, semoga saja itu beneran mobil Syahira," titah Rena pada putri kesayangannya. "Ogah, ah! Males banget kalau aku harus membukakan pagar buat anak cupu itu. Kalau memang itu Syahira yang datang, kenapa dia gak turun aja dari mobilnya terus buka gerbangnya sendiri," protes Cellin. Rena tampak berpikir sejenak. "Kamu benar, Cellin. Kalau yang datang itu Syahira, ia pasti membuka gerbangnya sendiri. Aaahhh ... gimana, sih, kamu, Cellin! Tadi kamu bilang yang datang mungkin saja Syahira, tapi sekarang malah ngomong kayak gitu.""Buat mastiin, Ibu buka deh pagarnya!" Cellin malah menyuruh ibunya. Akhirnya Rena yang mengalah. Melangkahkan kakinya menuju gerbang dengan jantung yang terus berpacu dengan cepat. Ia takut jika yang datang adalah Tuan Rinto. Entah alasan apa yang akan dikatakannya pada Tuan Rinto. Karena hingga detik ini, Syahira belum juga pulang ke rumah.Betapa terkejutnya Rena saat tau siapa yang datang. 'Ya Tuhan,