Di dalam mobil, Syahira menghirup udara dengan rakusnya. Menetralkan detak jantungnya yang sedari tadi terus berdetak kencang karena berhadapan dengan Cellin. Perasaannya kini sedikit lebih membaik. Setidaknya mobilnya yang sudah beberapa tahun berada di tangan Cellin kini sudah kembali kepada dirinya. "Mulai saat ini, satu-persatu aku akan mengambil semua yang seharusnya menjadi milikku. Semua warisan yang ditinggalkan oleh kedua orang tuaku yang kini dikuasai oleh nenek sihir itu. Seharusnya dari dulu aku melakukan ini. Tapi bodohnya aku yang tak memiliki nyali saat itu. Tapi sekarang aku harus berani melawan ibu tiriku. Kedua benalu itu seharusnya angkat kaki dari rumah peninggalan orang tuaku."Syahira berbicara pada dirinya sendiri. Setelah beberapa kali bertemu dengan CEO Arogan itu, entah kenapa ia merasa memiliki kekuatan yang selama ini tersembunyi. Mobil berwarna merah yang dikendarai oleh Syahira kini telah masuk ke area parkir hotel tempat di mana ia bekerja. Saat diriny
"Halo, Tuan. Saya tidak menemukan Nona Syahira dimanapun," ucap salah seorang anak buah dari Samuel. "Datangi rumah peninggalan orang tuanya, cari di sana?" Samuel memberi perintah lagi. Ia takut jika Syahira di sembunyikan oleh mami tirinya."Sudah, Tuan. Tapi orang rumahnya mengatakan jika Nona Syahira tidak ada di rumah," jawab anak buahnya lagi dari balik teleponnya. "Masuk ke dalam rumahnya! Jika perlu geledah semua ruangan yang ada di dalam rumah itu. Saya tidak mau tau, kamu harus menemukan Syahira hari ini juga, atau kamu saya pecat!" "Ba--baik, Tuan!"Samuel langsung menutup telponnya. Laki-laki yang usianya jauh di atas Syahira itu berjalan menuju kaca jendela ruangannya yang berada di lantai sepuluh. Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Pandangannya menatap lurus ke depan. Memikirkan gadis kecilnya. "Kamu dimana, Syahira?" gumamnya lirih.Pikirannya terus menuju pada gadis kecilnya. Samuel takut jika sesuatu yang buruk terjadi menimpa Syahira."Mudah-muda
Setelah memberi ancaman, kedua anak buah Samuel langsung pergi begitu saja meninggalkan kedua perempuan yang sedang ketakutan itu. "Bu, sebenarnya mereka itu siapa? Ada urusan apa Syahira dengan kedua laki-laki itu?" Cellin bertanya pada Rena. Ia sangat penasaran pada kedua pria bertubuh besar itu. Rena mengedikkan bahunya. "Ibu juga gak tau. Kok bisa-bisanya ya Syahira punya urusan dengan laki-laki model begitu?""Mereka itu udah kaya bodyguard deh, Bu. Coba perhatiin, dari bajunya yang berwarna hitam-hitam terus badannya yang besar-besar. Wajahnya juga sangar. Kaya anak buahnya orang kaya gitu, Bu," tebak Cellin. "Kamu benar juga, Cellin. Tapi apa hubungannya dengan Syahira?" Rena tampak diam sesaat, seperti orang yang sedang berpikir. "Apa mungkin dia berhutang pada rentenir, Bu? Atau ... dia jadi simpanan om-om kaya raya, setelah dia dapat uangnya terus dia kabur." Cellin langsung berpikir yang tidak-tidak tentang Syahira. "Ya, kamu benar, Cellin. Pa
Syahira langsung menoleh, melihat siapa pemilik suara itu. Kedua matanya membulat dengan sempurna. Tak menyangka jika Samuel ternyata si pemilik suara itu. "Pak Samuel?" pekiknya. "Kok Bapak bisa ada di sini?" tanyanya kemudian. Syahira benar-benar sangat terkejut. Samuel tersenyum melihat ekspresi wajah Syahira yang terkejut karena melihat dirinya yang tiba-tiba ada di samping gadis cantik berambut panjang itu. "Kenapa? Heran melihat saya ada di sini?" "Iya, lah. Kok bisa Bapak ada di sini? Kapan datangnya? Udah kayak makhluk tak kasat mata aja, suka ngagetin. Tiba-tiba nongol," ungkap Syahira. "Atau jangan-jangan ... Bapak ini emang makhluk halus yang selalu ngikutin aku?" tebaknya kemudian."Hahahaha ...." Samuel tertawa mendengar perkataan Syahira. "Syahira, Syahira ... kamu ini ada-ada aja. Lagian nih, ya, mana ada makhluk halus ganteng kayak saya begini," ucapnya dengan sangat percaya diri. Syahira memutar bola matanya malas. "Dih, sok kegantengan banget," cibirnya. "Giman
"Uhuk ...."Syahira terbatuk, terkejut mendengar ucapan yang keluar dari mulut Samuel. "Kalau makan itu pelan-pelan," tegur Samuel. "Minumlah dulu." Kemudian ia mengambil gelas yang berisi air mineral lalu memberikannya pada Syahira. Syahira meminumnya dengan pelan-pelan. "Terimakasih," ucapnya. "Gimana, udah enakan?" tanya Samuel. Syahira menganggukkan kepalanya. "Tadi Bapak bilang apa?" tanyanya. Syahira hanya ingin memastikan lagi, jika ia tak salah dengar. "Habiskan saja dulu makananmu. Hari sudah mulai gelap. Kecuali kamu mau menginap di sini," tukas Samuel. "Ish, tinggal jawab aja, apa susahnya," gerutu Syahira. Wajahnya sedikit cemberut. Menandakan jika ia kesal. Samuel menyadari itu. Tapi ia tak memperdulikannya. Samuel bahkan tersenyum melihat perubahan raut wajah Syahira yang sedang cemberut. Menurutnya itu sangat lucu. Mereka pun makan dengan hening sampai selesai. Hanya terdengar dentingan suara sendok dan piring yang saling beradu."Sudah selesai?" tanya Samuel. S
"Cellin, coba kamu buka pagarnya, semoga saja itu beneran mobil Syahira," titah Rena pada putri kesayangannya. "Ogah, ah! Males banget kalau aku harus membukakan pagar buat anak cupu itu. Kalau memang itu Syahira yang datang, kenapa dia gak turun aja dari mobilnya terus buka gerbangnya sendiri," protes Cellin. Rena tampak berpikir sejenak. "Kamu benar, Cellin. Kalau yang datang itu Syahira, ia pasti membuka gerbangnya sendiri. Aaahhh ... gimana, sih, kamu, Cellin! Tadi kamu bilang yang datang mungkin saja Syahira, tapi sekarang malah ngomong kayak gitu.""Buat mastiin, Ibu buka deh pagarnya!" Cellin malah menyuruh ibunya. Akhirnya Rena yang mengalah. Melangkahkan kakinya menuju gerbang dengan jantung yang terus berpacu dengan cepat. Ia takut jika yang datang adalah Tuan Rinto. Entah alasan apa yang akan dikatakannya pada Tuan Rinto. Karena hingga detik ini, Syahira belum juga pulang ke rumah.Betapa terkejutnya Rena saat tau siapa yang datang. 'Ya Tuhan,
Samuel menepikan mobilnya di pinggir jalan. Ada sesuatu yang harus ia beli di minimarket. Kebetulan, area parkir minimarket tersebut tak cukup untuk menampung lagi satu mobil. Karena sudah ada dua mobil yang terparkir di sana. Sehingga dengan terpaksa Samuel memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, namun tidak terlalu jauh dari minimarket. Sementara itu, Syahira masih tertidur dengan pulas. Sehingga Samuel tak tega untuk membangunkannya. "Lebih baik aku biarkan saja dia tidur. Kasian juga kalau harus dibangunkan," gumam Samuel. Kedua mata elangnya menatap wajah Syahira yang sedang tertidur. "Semakin dewasa, ternyata kamu semakin cantik saja," lirihnya. Ingin rasanya Samuel membelai lembut wajah Syahira. Namun ia takut itu justru akan mengganggunya. Samuel berpikiran jika Syahira pasti merasakan lelah. Jadi ia tak tega jika harus mengganggunya apalagi membangunkannya. Akhirnya Samuel memutuskan untuk turun dari mobilnya tanpa menguncinya lagi dan berjalan menuju minimarket. Sementara
Samuel kini berada di depan rumah keluarga Kemal. Kemudian ia segera turun dari mobilnya. Berjalan menuju depan pintu gerbang. Melihat keadaan sekitar rumah mewah tersebut. Sepi, tak ada sesuatu yang mencurigakan. "Rumahnya terlihat sepi. Apa mungkin ibu tirinya yang telah menculik Syahira?" gumamnya pelan.Tiba-tiba terdengar suara klakson mobil yang membuat Samuel sedikit terkejut. Tiiinn ....Samuel langsung membalikkan badannya, melihat ke belakang. Seorang perempuan cantik nan muda turun dari mobil berwarna merah. Penampilannya cukup seksi dengan rambut panjang yang tergerai. "Maaf, cari siapa, ya?" Perempuan itu ternyata adalah Cellin. Ia baru saja pulang hang out bersama teman-temannya dengan menggunakan mobil milik Rena. Karena mobil yang biasa ia pakai kini sudah kembali pada pemiliknya. 'Wiiihhh ... ni cowok ganteng banget. Tinggi, badannya tegap. Tipe aku banget ini, sih,' batin Cellin mengagumi ketampanan wajah Samuel. Matanya sampai tak
"Ayo cepat mandinya, jangan lama-lama!" seru Romi. Kemudian ia pun kembali ke ruang tengah dan duduk si sofa semula. Sambil menunggu anak dan menantunya bersiap-siap, Romi memainkan ponselnya.Samuel segera mengetuk pintu kamar mandi yang memang hanya ada satu di dalam villa itu. Tok ...tok ... tok ..."Syahira, apa kamu bisa lebih cepat di kamar mandinya?" Samuel sedikit berteriak tepat di depan pintu kamar mandi. "I--iya, ini sebentar lagi juga udah selesai, kok," sahut Syahira dari dalam kamar mandi. Kemudian ia pun segera menyelesaikan ritual mandinya dengan tergesa-gesa. 'Huh, ga enak banget mandi aja di tungguin.' Syahira menggerutu di hatinya. Menit berikutnya, pintu kamar mandi pun terbuka, dan Samuel masih berdiri di depan pintu, membuat Syahira merasa malu, karena saat ini Syahira hanya mengenakan handuk. Tubuh polosnya kini hanya berbalut handuk. Syahira dan Samuel sama-sama mematung dan saling pandang. Samuel sampai meneguk air liurnya b
"Pagi, pengantin baru," sapa Romi yang sepagi ini sudah berada di depan pintu villa yang ditempati oleh Syahira dan Samuel. Syahira yang baru bangun, sangat terkejut melihat kedatangan ayah mertuanya yang tiba-tiba, dan sepagi ini pria paruh baya yang masih terlihat tampan diusianya itu sudah datang ke villa. Entah untuk apa Romi datang sepagi ini. "Pa ... Pak Romi?" pekik Syahira terkejut. "Ayolah, Syahira. Jangan panggil 'pak'. Panggil Ayah saja. Kamu ini sekarang adalah istri dari Samuel, putra Ayah satu-satunya. Jadi, Ayah juga sudah menganggap kamu sebagai putri Ayah."Romi mengacak rambut Syahira. Pria itu memperlakukan Syahira sudah seperti anak kandungnya sendiri. Karena memang sedari Syahira kecil, Romi sudah menganggap gadis itu sebagai anaknya sendiri. Dan betapa bahagianya Romi saat ini, setelah keinginannya terwujud untuk menikahkan putranya dengan Syahira. 'Ish, kenapa ayah sama anak itu tingkahnya sama saja. Sama-sama suka mengacak rambutku,' g
"Kamu kenapa, Syahira? Kok ngeliatin aku kayak gitu?" Samuel memicingkan matanya. Menatap wajah perempuan yang baru saja dinikahinya itu. "Eh ... siapa yang ngeliatin Bapak. Kepedean, deh," sanggah Syahira sembari memalingkan wajahnya, menatap hamparan lautan di depannya. Terlihat sekali jika Syahira berusaha untuk menutupinya. Perempuan yang kini sudah sah menjadi istri dari Samuel itu, saat ini pasti sedang merasakan malu.Samuel tersenyum. Laki-laki yang kini berkulit putih itu masih terus memandangi wajah Syahira. Ekspresi wajah istrinya sungguh sangat menggemaskan bagi Samuel. Baginya, Syahira masih sama seperti dulu. Syahira kecil yang manja dan menggemaskan. Rasanya, Samuel masih tak percaya jika saat ini ia telah menikahi gadis kecilnya. "Kenapa jadi sekarang Bapak yang ngeliatin aku kayak gitu?" protes Syahira yang merasa dirinya sedang diperhatikan oleh Samuel. Kali ini giliran Samuel yang terlihat salah tingkah. Ia merasa termakan oleh omongannya s
"Cellin!" pekik Rena begitu terkejutnya, saat ia melihat putri kesayangannya itu tiba-tiba jatuh pingsan di dekatnya.Kedua matanya langsung membelalak lebar. Wajah Rena pun sudah terlihat begitu panik dan kebingungan, tak mengerti kenapa putrinya jadi seperti ini lagi.Rena berjalan cepat menghampiri Cellin yang sudah terpejam tak berdaya. Lekas ia duduk bertekuk lutut di samping sang putri dan menepuk-nepuk pipi Cellin dengan pelan."Astaga, Cellin! Apa yang terjadi sama kamu? Kenapa kamu jadi seperti ini, Nak?" Rena masih panik dan mengguncang-guncangkan tubuh Cellin supaya mau terbangun."Ayo bangun, Cellin. Jangan buat ibu jadi cemas begini," panik Rena, karena putrinya itu tak kunjung membuka matanya.Rena benar-benar kebingungan dan kalang kabut. Dia tak tahu apa yang telah terjadi kepada putrinya, kenapa akhir-akhir ini Cellin seringkali mendadak pingsan seperti saat ini.Melihat Cellin yang tiba-tiba jatuh pingsan, membuat hati bersih Syahira pun ter
"Ya ampun, Cellin. Apa yang terjadi sama kamu?"Rena tengah duduk di atas tempat tidur dengan wajahnya yang terlihat begitu cemas. Di sampingnya tampak sang putri kesayangan yang sedang berbaring miring membelakanginya.Selimut tebal nampak menutupi tubuh gadis remaja itu hingga sebatas telinganya. Di balik selimut tebal itu, terlihat bahunya naik turun dan suara isakan pelan terdengar."Hiks, hiks," isak tangis Cellin tergugu, membuat dadanya terasa kian sesak.Menyaksikan putrinya yang sedang menangis tertahan, tentu saja membuat Rena semakin merasa cemas. Perlahan ia menyentuh punggung Cellin dan mengusap-usapnya."Cellin, ada apa, Nak? Katakan sama ibu, apa yang terjadi sama kamu?" bujuk Rena.Akan tetapi, Cellin sama sekali tak mau menjawab pertanyaan ibunya dan memilih untuk tetap diam meringkuk sambil terus menangis. Rena menjadi kebingungan dengan sikap sang putri. Tangannya kemudian terulur meraih kepala Cellin, tetapi tiba-tiba Rena merasa sangat te
Dengan langkah berjingkat, Syahira berjalan keluar dari kamar. Sengaja ia berjalan pelan seperti itu agar tak menimbulkan suara yang bisa mengganggu istirahat Samuel saat ini."Aku harus segera masak, mumpung dia masih tidur," gumam Syahira, sembari membuka pintu kamar dengan pelan dan menutupnya kembali dengan berhati-hati.Kritt!Begitu pintu kamar tertutup, Syahira kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur. Ruangan luas yang tampak rapi itu menyambut kedatangan Syahira di sana. Pasti Mbak Siti yang sudah merapikan tempat itu sebelumnya. Syahira pun kemudian mulai berjalan mendekati lemari es yang berada di sudut dapur."Mungkin ada sesuatu yang bisa aku masak pagi ini," gumam Syahira, berucap pada dirinya sendiri.Perlahan tangannya mulai meraih gagang pintu lemari es tersebut dan lekas menariknya. Kulkas pun terbuka lebar, tetapi ketika suhu dingin dari lemari es itu menguar menerpa wajah Syahira, seketika kedua mata gadis itu membelalak lebar. Kedua bibirn
Brukk!Syahira terkejut bukan main, ketika tiba-tiba Samuel menarik pergelangan tangannya, hingga membuat tubuh Syahira terjatuh dan mendarat sempurna di atas tubuh kokoh milik Samuel."Aaa." Syahira memekik kecil, tetapi kemudian kedua matanya segera beradu tatap dengan manik hitam milik Samuel yang begitu tajam.Hawa panas langsung menjalari sekujur tubuhnya saat itu juga, bagaikan sengatan listrik yang mampu mengendalikan urat sarafnya menjadi tak biasa. Dada Syahira bergemuruh sangat kencang, saat dia merasakan sentuhan tangan Samuel yang begitu hangat tengah melingkar di pergelangan tangannya."Sstt!" Samuel refleks meletakkan jari telunjuknya tepat di bibir istri polosnya itu.Degh! Degh! Degh!Bagaikan genderang perang yang sedang ditabuh dengan sangat kencang, begitulah kondisi jantung Syahira saat ini. Kencang dan cepat tak terkendali. Tubuh Syahira serasa menjadi beku di detik itu juga, merasakan jemari hangat yang menyentuh bibirnya untuk pertama kali di dalam hidupnya.Sua
Kedua pasang mata itu masih saling beradu, mengunci tatapan satu sama lain dengan begitu lekat. Detak jantung keduanya semakin terasa kencang tak beraturan. Hawa dingin di malam itu, justru membuat suhu tubuh Samuel dan Syahira tiba-tiba memanas. Terlebih dengan posisi mereka yang sedang terjatuh seperti saat ini.Tubuh Syahira mematung, seakan ia tak bisa menggerakkannya sama sekali. Sebisa mungkin ia berusaha menahan nafas, ketika merasakan hembusan nafas hangat beraroma mint milik Samuel menyapu wajahnya. Aroma harum nan maskulin turut menembus indra penciuman Syahira. Aroma harum dari tubuh Samuel, membuatnya ingin menyesap aroma itu lagi dan lagi.Sementara Samuel, tatapan tajamnya itu terus mengarah lekat pada wajah cantik gadis yang kini sedang berada di bawahnya. Matanya mulai berkelana, menyusuri setiap inci wajah Syahira tanpa ada satu pun yang lepas dari tatapannya.Tiba-tiba saja Samuel merasakan tubuh bagian bawahnya bereaksi, ketika tak sengaja dada bidangnya itu bersent
Lagi dan lagi, entah untuk yang keberapa kalinya malam ini kata-kata Samuel sukses membuat wajah Syahira terasa memanas dan tampak memerah. Bisikan suara Samuel yang begitu lembut, masih terasa berdenging tepat di telinganya. Syahira bahkan bisa merasakan sapuan nafas hangat Samuel menerpa telinga dan lehernya."Bagaimana? Apa kamu benar-benar menunggu saya untuk menggendong kamu?" bisik Samuel, bertanya sekali lagi.Lutut Syahira terasa semakin bergetar dibuatnya. Kali ini ia sudah tak bisa menahan detak jantungnya yang nyaris saja melompat keluar. Meskipun kedua lututnya terasa lemas, tetapi Syahira sudah tak mempunyai pilihan lain lagi saat ini."Aku … aku …."Berusaha memaksakan kakinya yang terasa gemetar, Syahira pun akhirnya memutuskan untuk berjalan mundur beberapa langkah. Tatapan matanya masih mengarah lekat pada Samuel, sedangkan dadanya tampak naik turun karena deru nafasnya yang memburu."Ayolah, tenang saja. Aku akan melakukannya pelan-pelan," ucap Samuel lagi, sembari t