Lima belas menit berlalu, namun Syahira belum juga keluar dari kamarnya. Sehingga membuat Rena gelisah. Ia takut Tuan Rinto akan kesal karena sedari tadi terus saja dibuat menunggu oleh anak tirinya sehingga akan membuatnya membatalkan pernikahan ini.
"Bu Rena! Mana Syahira? Sudah lama saya menunggu. Kenapa gadis itu tak juga keluar dari kamarnya? Anda tau, saya ini paling tidak suka untuk menunggu. Waktu saya sangat berharga. Saya sampai harus membatalkan semua janji saya dengan beberapa klien hanya demi bisa meluangkan waktu untuk Syahira. Sedari tadi saya datang, saya sudah dibuat terus menunggu oleh putrimu itu."
Benar saja, apa yang baru saja di khawatirkan oleh Rena terjadi juga. Tuan Rinto mulai kesal karena sedari tadi terus saja dibuat menunggu oleh Syahira.
"I--iya, Tuan. Sebentar, biar saya panggilkan dulu Syahira."
Rena bergegas berjalan menuju kamar Syahira untuk memanggilnya.
'Anak ini benar-benar selalu membuat masalah. Awas saja kalau sampai Tuan Rinto membatalkan pernikahan ini. Aku akan membuat perhitungan dengan anak sialan ini,' umpat Rena di dalam hatinya.
"Syahira! Sedang apa kamu di dalam, kenapa lama sekali gak ke luar juga?"
Rena berteriak tepat di depan pintu kamar Syahira yang berada di belakang dekat dapur. Tadinya kamar Syahira berada di lantai dua. Namun semenjak ayah dari Syahira meninggal, kamar gadis malang itu kemudian dipindahkan di kamar yang tadinya khusus untuk kamar asisten rumah tangga. Dan kamarnya yang dulu besar dan mewah itu sekarang ditempati oleh Cellin, anak Rena dari suami pertamanya. Semua asisten rumah tangga yang dulu bekerja di keluarga Kemal telah dipecat oleh Rena, dengan alasan menghemat pengeluaran. Dan tentu saja yang mengerjakan semua pekerjaan rumah tanga kini adalah Syahira.
"Iya, Bu. Ini sebentar lagi aku udah siap, kok," jawab Syahira dari dalam kamar dengan sedikit berteriak.
"Kamu jangan bikin Ibu emosi, Syahira! Dari tadi Tuan Rinto sudah menunggumu. Jangan sampai dia membatalkan untuk menikah dengan kamu. Ibu tidak mau itu terjadi!" seru Rena masih dari depan pintu kamar Syahira.
"Iya, Bu. Berisik banget sih, Ibu ini. Ini aku udah selesai."
Ceklek ....
Pintu kamar Syahira pun terbuka. Dan betapa terkejutnya Rena saat melihat penampilan anak tirinya itu.
"Ya ampun, Syahira! Apa yang kamu pakai itu? Kenapa kamu berpakaian seperti ini, hah? Apa kamu tidak punya baju lain selain baju jelek ini?"
Rena memindai penampilan Syahira dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Penampilan Syahira kali ini sudah seperti gadis kampung. Ia memakai rok span berwarna coklat susu dengan belahan di bagian belakangnya. Kemudian atasannya mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna dasar hitam dengan garis kotak berwarna merah. Sementara kedua rambutnya ia ikat menjadi dua. Syahira mendapatkan baju-baju itu dari lemari milik asisten rumah tangganya yang mungkin sudah tidak dipakai atau ketinggalan dan masih berada di dalam lemari.
Tak lupa ia mengoleskan sedikit balsem pada bagian lehernya. Meskipun sebenarnya Syahira sangat tidak suka dengan aroma balsem, namun kali ini ia harus kuat untuk mencium aroma balsem yang menurutnya seperti aroma nenek-nenek. Syahira sengaja berpenampilan seperti itu agar Tuan Rinto ilfeel kepada dirinya dan kapok untuk mengajak dirinya jalan keluar.
'Semoga saja dengan penampilanku seperti ini, pria tua itu ilfeel kepadaku dan membatalkan untuk menikah denganku,' batin Syahira.
"Loh, emangnya kenapa, Mi? Apa ada yang salah dengan penampilanku kali ini?" tanya Syahira pura-pura tak tau.
Rena semakin geram melihat kelakuan anak tirinya yang menurutnya semakin tidak jelas. .
"Kamu ini benar-benar ya, Syahira! Bikin Ibu stres. Sekarang ganti pakaianmu dengan yang lebih bagus lagi. Jangan pakaian pembantu kamu pakai!"
"Tapi, Bu. Kalau aku ganti baju lagi, nanti tambah lama. Kasian Tuan Rinto sudah menungguku terlalu lama. Nanti dia marah bagaimana?"
"Benar juga apa yang kamu katakan. Tapi Ibu tidak yakin jika Tuan Rinto mau jalan sama kamu yang berpenampilan seperti seorang pembantu ini. Apa kamu tidak ngaca sebelum kamu memutuskan untuk memakai baju jelek ini, Syahira? Atau jangan-jangan, kamu dengan sengaja memakai baju seperti ini agar Tuan Rinto ilfeel terhadamu, iya?"
"Sudahlah, Bu. Jangan terlalu banyak bicara. Gak baik membuat orang terlalu lama untuk menunggu."
Syahira kemudian langsung berjalan menuju ruang tamu, meninggalkan ibu tirinya yang masih kesal karena penampilan anak tirinya.
"Syahira, tunggu!" teriak Rena yang masih berdiri di depan pintu kamar Syahira. Kemudian ia segera berjalan cepat menyusul Syahira yang sudah lebih dulu menuju ruang tamu untuk menemui Tuan Rinto.
"Maaf, Tuan Rinto. Telah membuat anda lama untuk menunggu," ucap Syahira.
Saat ini gadis yang rambutnya diikat dua itu telah berdiri di ruang tamu, tepat dihadapan pria paruh baya yang sedari menunggunya cukup lama.
Tuan Rinto langsung membelalakan matanya saat melihat penampilan gadis yang ingin ia ajak kencan itu.
"Apa-apaan ini, Bu Rena?" Tuan Rinto mempertanyakan soal penampilan Syahira pada Rena yang kini sudah berdiri di belakang tubuh Syahira. Matanya menatap tajam pada wanita bertubuh sintal itu. "Mengapa Syahira berpenampilan seperti ini? Norak sekali! Seperti gadis kampung saja. Apa kamu tau, saya akan mengajak gadis ini untuk makan malam di sebuah restoran yang mewah dan juga mahal. Saya tidak mungkin membawanyanya jika penampilannya seperti gadis kampung! Saya bahkan malu untuk membawanya!" cerocosnya panjang lebar.
"Ma--maafkan saya, Tuan Rinto. Saya sudah memarahi Syahira dan menyuruhnya untuk mengganti pakaiannya. Tapi, gadis ini benar-benar tidak mendengarkan perkataan saya. Sekarang saya sendiri yang akan memakaikan baju yang pantas untuknya. Saya harap Tuan Rinto mau menunggunya lagi, sebentar saja." Rena memasang wajah menyesal, berharap Tuan Rinto yang sudah memberikan banyak uang kepada itu mau untuk menunggu Syahira berganti pakaian.
Sementara itu, Syahira terlihat santai saja. Bahkan ia merasa sangat senang karena berhasil membuat pria yang disebut Tuan Rinto itu marah dan kesal terhadap dirinya. Berharap pria yang memiliki istri lebih dari satu itu mau membatalkan rencananya untuk menikahinya.
"Tidak!" jawab Tuan Rinto dengan tegas. "Saya akan langsung membawanya saja," ucapnya dengan tegas.
Sontak Syahira langsung membulatkan matanya.
"Baiklah kalau begitu," jawab Rena dengan wajah bahagia.
"Ayo ikut saya, Syahira. Saya akan membuat kamu bahagia malam ini," seru Tuan Rinto. Ia menarik tangan Syahira melangkah menuju mobilnya.
Syahira ingin berontak, namun tatapan mata Rena membuat nyalinya menciut.
"Jangan melawan!" desis Rena.******
Senyum mengembang di wajah wanita itu begitu melihat Syahira dan Tuan Rinto memasuki mobil."Hati-hati di jalan, Tuan Rinto!" seru Rena, saat mereka sudah memasuki mobil.
Ia tampak tak peduli pada anak tirinya yang ingin menangis.
"Ya, Tuhan. Aku harus melakukan apa?" lirih Syahira.Akhirnya Syahira masuk ke dalam mobil mewah milik Tuan Rinto. Jantungnya berdetak sangat cepat. Ia merasa sangat ketakutan. 'Ya ampun, gimana ini? Sebenarnya Tuan Rinto mau bawa aku kemana? Kenapa dia gak ilfeel, sih, liat penampilan aku kayak gini?' Syahira bermonolog. Supir pribadi Tuan Rinto segera menyalakan mobil dan melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan pekarangan rumah keluarga Kemal. Tuan Rinto terus saja memperhatikan wajah Syahira yang duduk berada di sampingnya. "Meskipun penampilanmu seperti ini, ternyata kamu tetap terlihat cantik. Hanya saja baju yang kamu pakai itu benar-benar seperti gadis kampung!" Syahira mendelik, menatap tajam ke arah Tuan Rinto. "Sebenarnya Tuan mau bawa saya kemana?" tanyanya memberanikan diri. "Sebaiknya kamu tidak banyak bertanya, Syahira. Ikuti saja perintah saya. Karena saya sudah mengeluarkan banyak uang pada ibumu untuk bisa membawamu." Perkataan yang keluar dari mulut Tuan Rinto membuat Syahira bergidik ngeri. Dirinya m
Sontak Syahira langsung mendongakkan wajahnya, menatap tajam wajah Luna. Ia sama sekali tak terima jika dirinya dituduh sebagai wanita panggilan. Karena, ia tak seperti apa yang dituduhkan oleh atasannya. "Maaf, Bu Luna. Aku bukan wanita seperti itu!" sanggah Syahira. "Oh, ya? Lalu, apa namanya jika bukan wanita panggilan, hah? Datang ke hotel bersama dengan seorang pria beristri, bahkan, lihat, tanganmu saja digandeng seperti itu oleh Tuan Rinto," ucap Rena dengan suara yang cukup keras, sehingga membuat beberapa pengunjung yang berada di hotel itu menatap ke arah Syahira. Sepertinya, Rena memang sengaja melakukan hal itu untuk mempermalukan Syahira. "Aku ...." Tuan Rinto langsung memotong perkataan Syahira. "Ini bukan urusanmu, Luna. Jadi, kamu tidak perlu capek-capek untuk mengurusi Syahira!" tegasnya. "Ayo kita naik, Syahira!" Tuan Rinto kembali menarik tangan Syahira untuk segera pergi meninggalkan Luna dan langsung memasuki lift. "Iiiihh ... siapa juga yang mau menguru
"Ikut aku sekarang!" Samuel menarik tangan Syahira, mengajaknya untuk meninggalkan hotel tersebut. Tentu saja Syahira sangat shock, karena tiba-tiba Samuel datang. Dan yang lebih mengejutkannya lagi, Samuel melepaskan jasnya, kemudian memakaikan pada Syahira. Menutupi bagian pundaknya yang terbuka. Syahira tersenyum tipis. Setidaknya kali ini ia bisa selamat karena Samuel datang di waktu yang tepat. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti karena ternyata Tuan Rinto juga menarik sebelah tangan Syahira."Tunggu! Siapa kamu, berani-beraninya membawa calon istriku?" tanya Tuan Rinto dengan amarah yang sangat jelas terlihat di wajahnya.Samuel langsung menoleh, menatap tajam pada pria yang telah mengakui Syahira sebagai calon istrinya. Sementara itu, Luna membulatkan kedua matanya. Menatap sinis pada Syahira dan Samuel bergantian. Ia tak menyangka jika ternyata laki-laki yang dicintainya itu justru malah merelakan jasnya untuk menutupi bagian tubuh gadis yang sangat ia benci. Karena yang a
"A--apa yang akan Tuan lakukan? Bukankah Tuan hanya akan mengajak saya untuk makan malam?" tanya Syahira dengan gugup. Karena saat di rumahnya tadi, Tuan Rinto meminta ijin kepada ibu tirinya untuk mengajaknya makan malam. Namun ternyata saat ini pria paruh baya yang ada dihadapannya terlihat seperti seekor binatang buas yang siap akan menerkam mangsanya. Tuan Rinto tersenyum menyeringai. "Awalnya memang begitu. Tapi saya berubah pikiran setelah melihatmu memakai gaun seksi itu. Terlebih tadi, saat ada laki-laki yang ingin membawamu. Pernikahan kita akan dipercepat. Mulai malam ini, kamu akan menjadi milik saya. Setelah ini, kita akan menikah besok pagi.""A--apa? Besok?" Syahira sangat terkejut mendengar perkataan Tuan Rinto. "Iya. Dan saya tidak menerima penolakan!" jawab Tuan Rinto dengan tegas. Seolah tau jika Syahira pasti tidak akan menerima keputusannya yang mendadak ini. Syahira menggelengkan kepalanya. Ia tak sanggup membayangkan jika sebentar lagi diriny
"Kurang ajar!" murka Tuan Rinto. Tangannya mengepal, rahangnya mengeras. Pria yang sedang dikuasai oleh hawa nafsu itu terlihat sangat marah. Matanya menatap tajam pada laki-laki yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Laki-laki yang ingin menyelamatkan Syahira itu ternyata adalah Samuel."Kamu lagi! Siapa kamu berani-beraninya masuk ke kamar ini, hah?" bentak Tuan Rinto.Samuel berjalan mendekati Syahira yang sedang terduduk di tepi ranjang. Penampilannya sungguh memprihatinkan. Terlihat sekali dari wajahnya, jika gadis itu sedang sangat ketakutan. Samuel segera melepaskan jasnya dan langsung dipakaikan pada Syahira. "Jangan sentuh gadis itu! Dia milikku!" bentak Tuan Rinto saat Samuel akan membantu Syahira untuk berdiri. Namun Samuel tak mengindahkan bentakan dari Tuan Rinto. Ia langsung merangkul pundak Syahira dan membawanya keluar dari kamar tersebut. Sementara itu, Tuan Rinto tak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia tak mungkin menyusul Syahira yang sudah dibaw
"Bercandanya gak lucu, Pak," dengus Syahira kesal. Tiba-tiba Samuel menepikan mobilnya. "Loh, kok berhenti di sini, Pak? Rumah saya kan, masih jauh," protes Syahira. Kedua netranya menatap ke luar jendela kaca mobil tersebut Samuel menatap wajah Syahira lekat-lekat. Malam ini Syahira terlihat sangat cantik meskipun rambutnya sedikit berantakan. Apalagi saat ini Syahira hanya menggunakan gaun yang cukup seksi. Meskipun bagian atas tubuhnya ditutupi oleh jas milik Samuel, tapi pahanya yang mulus dan putih terekspos dengan sempurna. Sebagai laki-laki normal, tentu saja naluri kelelakiannya bangkit saat melihat pemandangan yang begitu indah di depan matanya. Samuel mencondongkan tubuhnya lebih dekat lagi dengan Syahira. "Pp--pak, apa yang akan Ba--bapak lakukan?" tanya Syahira dengan gugup. Jantungnya berdetak sangat cepat. Bagaimana tidak Syahira merasakan gugup yang luar biasa. Karena dengan tiba-tiba, tubuh Samuel mendekati Syahira. Sampai-sampai aroma parfumnya tercium hingga men
"Maafkan, atas kejadian hari ini, Tuan Rinto. Saya harap anda tidak membatalkan rencana untuk menikahi Syahira." Dari suaranya, jelas terdengar jika Rena sangat khawatir. Takut Tuan Rinto tak jadi menikahi anak tirinya. Jika itu terjadi, hilang sudah tambang emasnya."Oke. Kali ini saya maafkan. Besok malam dandani gadis itu secantik dan seseksi mungkin. Saya akan membawanya untuk berkencan! Dan saya tidak mau kejadian seperti hari ini terulang kembali. Paham!" "Baik, Tuan. Saya akan melakukannya untuk anda. Terimakasih karena sudah mau memaafkan kami."Tuan Rinto segera mengakhiri panggilan teleponnya."Bener-bener kamu, Syahira! Awas aja kamu, aku akan memberi hukuman untukmu karena telah membuat Tuan Rinto kecewa!" Rena bermonolog. Rena terlihat sangat marah. Wanita itu benar-benar murka pada Syahira. "Siapa laki-laki yang sudah berani membawa kabur anak kampungan itu?" geramnya. 'Aduh, ibu pasti marah besar. Gimana caranya agar aku bisa masuk ke k
"Kalau Syahira menikah dengan Tuan Rinto yang kaya raya itu, kita juga bakal kecipratan hartanya, Cellin. Apa kamu tau, Bahkan pria tua kaya raya itu menjanjikan Ibu akan memberikan satu villa mewah yang ada di puncak Bogor miliknya," tutur Rena dengan bersemangat."Serius, Bu?" "Iya. Maka dari itu, Ibu harus membujuk Syahira agar mau menikah dengan Tuan Rinto. Bagaimanapun caranya.""Kalau Syahira tetap gak mau gimana, Bu? Kenapa gak Ibu aja yang nikah sama Tuan Rinto? Kalau dilihat dari umur, kayaknya cocok sama Ibu," celetuk Cellin. "Cih, ogah banget Ibu nikah sama pria yang kayak ikan buntel itu. Ibu itu lebih suka sama pria yang tubuhnya atletis, proporsional gak kaya Tuan Rinto," jawab Rena. "Tapi kan kaya raya, Bu. Yang penting hartanya berlimpah. Kalau Syahira tetap gak mau gimana?" tanya Cellin lagi. "Pasti mau. Udah ah, gak usah bahas masalah itu dulu. Mami juga lapar.""Ya udah, kalau gitu suruh Syahira buat nyiapin makan malam untuk kita." Cellin memberi usul. "Ibu la
"Ayo cepat mandinya, jangan lama-lama!" seru Romi. Kemudian ia pun kembali ke ruang tengah dan duduk si sofa semula. Sambil menunggu anak dan menantunya bersiap-siap, Romi memainkan ponselnya.Samuel segera mengetuk pintu kamar mandi yang memang hanya ada satu di dalam villa itu. Tok ...tok ... tok ..."Syahira, apa kamu bisa lebih cepat di kamar mandinya?" Samuel sedikit berteriak tepat di depan pintu kamar mandi. "I--iya, ini sebentar lagi juga udah selesai, kok," sahut Syahira dari dalam kamar mandi. Kemudian ia pun segera menyelesaikan ritual mandinya dengan tergesa-gesa. 'Huh, ga enak banget mandi aja di tungguin.' Syahira menggerutu di hatinya. Menit berikutnya, pintu kamar mandi pun terbuka, dan Samuel masih berdiri di depan pintu, membuat Syahira merasa malu, karena saat ini Syahira hanya mengenakan handuk. Tubuh polosnya kini hanya berbalut handuk. Syahira dan Samuel sama-sama mematung dan saling pandang. Samuel sampai meneguk air liurnya b
"Pagi, pengantin baru," sapa Romi yang sepagi ini sudah berada di depan pintu villa yang ditempati oleh Syahira dan Samuel. Syahira yang baru bangun, sangat terkejut melihat kedatangan ayah mertuanya yang tiba-tiba, dan sepagi ini pria paruh baya yang masih terlihat tampan diusianya itu sudah datang ke villa. Entah untuk apa Romi datang sepagi ini. "Pa ... Pak Romi?" pekik Syahira terkejut. "Ayolah, Syahira. Jangan panggil 'pak'. Panggil Ayah saja. Kamu ini sekarang adalah istri dari Samuel, putra Ayah satu-satunya. Jadi, Ayah juga sudah menganggap kamu sebagai putri Ayah."Romi mengacak rambut Syahira. Pria itu memperlakukan Syahira sudah seperti anak kandungnya sendiri. Karena memang sedari Syahira kecil, Romi sudah menganggap gadis itu sebagai anaknya sendiri. Dan betapa bahagianya Romi saat ini, setelah keinginannya terwujud untuk menikahkan putranya dengan Syahira. 'Ish, kenapa ayah sama anak itu tingkahnya sama saja. Sama-sama suka mengacak rambutku,' g
"Kamu kenapa, Syahira? Kok ngeliatin aku kayak gitu?" Samuel memicingkan matanya. Menatap wajah perempuan yang baru saja dinikahinya itu. "Eh ... siapa yang ngeliatin Bapak. Kepedean, deh," sanggah Syahira sembari memalingkan wajahnya, menatap hamparan lautan di depannya. Terlihat sekali jika Syahira berusaha untuk menutupinya. Perempuan yang kini sudah sah menjadi istri dari Samuel itu, saat ini pasti sedang merasakan malu.Samuel tersenyum. Laki-laki yang kini berkulit putih itu masih terus memandangi wajah Syahira. Ekspresi wajah istrinya sungguh sangat menggemaskan bagi Samuel. Baginya, Syahira masih sama seperti dulu. Syahira kecil yang manja dan menggemaskan. Rasanya, Samuel masih tak percaya jika saat ini ia telah menikahi gadis kecilnya. "Kenapa jadi sekarang Bapak yang ngeliatin aku kayak gitu?" protes Syahira yang merasa dirinya sedang diperhatikan oleh Samuel. Kali ini giliran Samuel yang terlihat salah tingkah. Ia merasa termakan oleh omongannya s
"Cellin!" pekik Rena begitu terkejutnya, saat ia melihat putri kesayangannya itu tiba-tiba jatuh pingsan di dekatnya.Kedua matanya langsung membelalak lebar. Wajah Rena pun sudah terlihat begitu panik dan kebingungan, tak mengerti kenapa putrinya jadi seperti ini lagi.Rena berjalan cepat menghampiri Cellin yang sudah terpejam tak berdaya. Lekas ia duduk bertekuk lutut di samping sang putri dan menepuk-nepuk pipi Cellin dengan pelan."Astaga, Cellin! Apa yang terjadi sama kamu? Kenapa kamu jadi seperti ini, Nak?" Rena masih panik dan mengguncang-guncangkan tubuh Cellin supaya mau terbangun."Ayo bangun, Cellin. Jangan buat ibu jadi cemas begini," panik Rena, karena putrinya itu tak kunjung membuka matanya.Rena benar-benar kebingungan dan kalang kabut. Dia tak tahu apa yang telah terjadi kepada putrinya, kenapa akhir-akhir ini Cellin seringkali mendadak pingsan seperti saat ini.Melihat Cellin yang tiba-tiba jatuh pingsan, membuat hati bersih Syahira pun ter
"Ya ampun, Cellin. Apa yang terjadi sama kamu?"Rena tengah duduk di atas tempat tidur dengan wajahnya yang terlihat begitu cemas. Di sampingnya tampak sang putri kesayangan yang sedang berbaring miring membelakanginya.Selimut tebal nampak menutupi tubuh gadis remaja itu hingga sebatas telinganya. Di balik selimut tebal itu, terlihat bahunya naik turun dan suara isakan pelan terdengar."Hiks, hiks," isak tangis Cellin tergugu, membuat dadanya terasa kian sesak.Menyaksikan putrinya yang sedang menangis tertahan, tentu saja membuat Rena semakin merasa cemas. Perlahan ia menyentuh punggung Cellin dan mengusap-usapnya."Cellin, ada apa, Nak? Katakan sama ibu, apa yang terjadi sama kamu?" bujuk Rena.Akan tetapi, Cellin sama sekali tak mau menjawab pertanyaan ibunya dan memilih untuk tetap diam meringkuk sambil terus menangis. Rena menjadi kebingungan dengan sikap sang putri. Tangannya kemudian terulur meraih kepala Cellin, tetapi tiba-tiba Rena merasa sangat te
Dengan langkah berjingkat, Syahira berjalan keluar dari kamar. Sengaja ia berjalan pelan seperti itu agar tak menimbulkan suara yang bisa mengganggu istirahat Samuel saat ini."Aku harus segera masak, mumpung dia masih tidur," gumam Syahira, sembari membuka pintu kamar dengan pelan dan menutupnya kembali dengan berhati-hati.Kritt!Begitu pintu kamar tertutup, Syahira kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur. Ruangan luas yang tampak rapi itu menyambut kedatangan Syahira di sana. Pasti Mbak Siti yang sudah merapikan tempat itu sebelumnya. Syahira pun kemudian mulai berjalan mendekati lemari es yang berada di sudut dapur."Mungkin ada sesuatu yang bisa aku masak pagi ini," gumam Syahira, berucap pada dirinya sendiri.Perlahan tangannya mulai meraih gagang pintu lemari es tersebut dan lekas menariknya. Kulkas pun terbuka lebar, tetapi ketika suhu dingin dari lemari es itu menguar menerpa wajah Syahira, seketika kedua mata gadis itu membelalak lebar. Kedua bibirn
Brukk!Syahira terkejut bukan main, ketika tiba-tiba Samuel menarik pergelangan tangannya, hingga membuat tubuh Syahira terjatuh dan mendarat sempurna di atas tubuh kokoh milik Samuel."Aaa." Syahira memekik kecil, tetapi kemudian kedua matanya segera beradu tatap dengan manik hitam milik Samuel yang begitu tajam.Hawa panas langsung menjalari sekujur tubuhnya saat itu juga, bagaikan sengatan listrik yang mampu mengendalikan urat sarafnya menjadi tak biasa. Dada Syahira bergemuruh sangat kencang, saat dia merasakan sentuhan tangan Samuel yang begitu hangat tengah melingkar di pergelangan tangannya."Sstt!" Samuel refleks meletakkan jari telunjuknya tepat di bibir istri polosnya itu.Degh! Degh! Degh!Bagaikan genderang perang yang sedang ditabuh dengan sangat kencang, begitulah kondisi jantung Syahira saat ini. Kencang dan cepat tak terkendali. Tubuh Syahira serasa menjadi beku di detik itu juga, merasakan jemari hangat yang menyentuh bibirnya untuk pertama kali di dalam hidupnya.Sua
Kedua pasang mata itu masih saling beradu, mengunci tatapan satu sama lain dengan begitu lekat. Detak jantung keduanya semakin terasa kencang tak beraturan. Hawa dingin di malam itu, justru membuat suhu tubuh Samuel dan Syahira tiba-tiba memanas. Terlebih dengan posisi mereka yang sedang terjatuh seperti saat ini.Tubuh Syahira mematung, seakan ia tak bisa menggerakkannya sama sekali. Sebisa mungkin ia berusaha menahan nafas, ketika merasakan hembusan nafas hangat beraroma mint milik Samuel menyapu wajahnya. Aroma harum nan maskulin turut menembus indra penciuman Syahira. Aroma harum dari tubuh Samuel, membuatnya ingin menyesap aroma itu lagi dan lagi.Sementara Samuel, tatapan tajamnya itu terus mengarah lekat pada wajah cantik gadis yang kini sedang berada di bawahnya. Matanya mulai berkelana, menyusuri setiap inci wajah Syahira tanpa ada satu pun yang lepas dari tatapannya.Tiba-tiba saja Samuel merasakan tubuh bagian bawahnya bereaksi, ketika tak sengaja dada bidangnya itu bersent
Lagi dan lagi, entah untuk yang keberapa kalinya malam ini kata-kata Samuel sukses membuat wajah Syahira terasa memanas dan tampak memerah. Bisikan suara Samuel yang begitu lembut, masih terasa berdenging tepat di telinganya. Syahira bahkan bisa merasakan sapuan nafas hangat Samuel menerpa telinga dan lehernya."Bagaimana? Apa kamu benar-benar menunggu saya untuk menggendong kamu?" bisik Samuel, bertanya sekali lagi.Lutut Syahira terasa semakin bergetar dibuatnya. Kali ini ia sudah tak bisa menahan detak jantungnya yang nyaris saja melompat keluar. Meskipun kedua lututnya terasa lemas, tetapi Syahira sudah tak mempunyai pilihan lain lagi saat ini."Aku … aku …."Berusaha memaksakan kakinya yang terasa gemetar, Syahira pun akhirnya memutuskan untuk berjalan mundur beberapa langkah. Tatapan matanya masih mengarah lekat pada Samuel, sedangkan dadanya tampak naik turun karena deru nafasnya yang memburu."Ayolah, tenang saja. Aku akan melakukannya pelan-pelan," ucap Samuel lagi, sembari t