Nyonya Gretha tengah mengintip dibalik jendela kamarnya, melihat mobil suaminya yang baru saja memasuki area pekarangan, dirinya tersenyum senang. Namun, ekspresinya berubah menatap heran, karena melihat sesosok wanita ikut turun keluar dari mobil Tuan Emrick.
Nyonya Gretha yang heran segera keluar kamar dan menuju ruang tamu.Ceklek."Siapa perempuan ini?" Tukas Nyonya Gretha bertanya penuh emosi.Tuan Emrick memandang heran pada Gretha, yang tergopoh-gopoh membuka pintu dengan ekspresi penuh tanda tanya dan kebingungan."Oh, kamu rapih dan cantik sekali Gretha," ucap Tuan Emrick memandang istrinya."Karena kamu yang telah memintanya, tapi moodku sudah hilang, jika kau akan mengajakku untuk pergi makan malam," ujar Nyonya Gretha dengan emosi yang terpendam."Aku memang memintamu untuk berdandan lebih baik, agar terlihat lebih menawan dan menyambut informasi penting dariku. Bukan untuk mengajak dirimu makan malam di lua"Ibu, tolonglah makan sesuap saja. Ini tidak baik untuk kesehatanmu, tubuhmu butuh nutrisi agar bisa cepat pulih," Ivander merasa cemas."Aku kehilangan selera makan, Ivander. Semua rasanya hampa. Tolong jangan paksa aku," Nyonya Gretha tatapannya kosong."Ibu, Ayah pasti memiliki alasan tersendiri. Kita harus tetap kuat. Dan Ibu juga sebaiknya harus introspeksi diri. Ibu juga harus sabar karena ini ujian," Ivander berusaha meyakinkan.Nyonya Gretha memejamkan matanya sekilas dengan kesal mendengar untaian Ivander."Diam, Ivander. Tak bisakah, kamu memikirkan perasaanku. Dimana hatimu?""Ibu, apakah kita sebaiknya bisa bicara lagi dengan Ayah? Mungkin ada kejelasan yang bisa membuatmu merasa lebih baik," Ivander memohon agar Ibunya berusaha positif."Apa yang bisa dijelaskan lagi, Ivander? Ayahmu memang telah menyakitiku, dan aku tidak tahu harus bagaimana. Apa kau lupa pernyataan dia beberapa hari yang lalu?" Nyonya Gretha kesal
Tuan Emrick dan Nyonya Gretha memasuki teras rumah mereka dengan tersenyum senang, setelah beberapa hari Nyonya Gretha dirawat di rumah sakit, dan mendadak pulih meleset dari perkiraan Dokter."Emrick, betapa leganya rasanya kembali ke rumah setelah beberapa hari perawatan. Aku merindukan suasana rumah," ucap Nyonya Gretha tersenyum."Ya, benar sekali. Rumah ini terasa sepi tanpa kehadiran kita berdua," balas Tuan Emrick seraya menuntun Nyonya Gretha."Selamat datang, Tuan dan Nyonya," sambut Pelayan Mia dengan senang hati."Terima kasih, Mia.""Oh iya, Mia. Tolong bantu bawakan barang kami yang di bagasi," perintah Tuan Emrick."Baik, Tuan."Tiba-tiba, Jessica terlihat turun dari taxi dan datang dan menyapa mereka."Selamat, Kak Gretha. Akhirnya kau sembuh juga dan bisa kembali ke rumah," sambut Jessica terpaksa tersenyum melihat kemesraan keduanya."Hai, Jessica. Terima kasih atas sambutanmu, betapa b
"Selamat pagi, Lucas. Terima kasih sudah datang untuk melihat proyek pembangunan pabrik ini di Brazil," sapa Samantha tersenyum ramah."Selamat pagi, Nyonya Samantha. Saya senang bisa terlibat dalam proyek jenius ini. Bagaimana perkembangannya?""Progresnya sangat luar biasa. Tapi saya ingin mendengar pandangan arsitek terkait desain bangunan ini. Ruka, apa pendapatmu?""Saya berpikir integrasi elemen arsitektur modern dan lokal sangat berhasil. Fasad bangunan mencerminkan keberlanjutan dan keindahan alam sekitar," jelas Ruka tersenyum cantik dengan segaris eye smile-nya."Itu bagus, Ruka. Bagaimana dengan infrastruktur pendukung, John?" Samantha senang melihat senyuman Ruka, kemudian dilanjut pada John."Desain ini memperhitungkan efisiensi energi dan keberlanjutan. Sistem pengelolaan limbah pembangunannya juga sangat baik, Nyonya," John menatap proyek dengan serius."Saya senang mendengar itu. Apakah ada tantangan khusus yang d
Samantha melangkah dengan langkah cepat di jalanan sepi pada malam yang gelap. Cahaya lampu jalan redup menerangi langkah-langkahnya menuju supermarket yang terletak tidak jauh dari apartemennya. Rasa lapar mendorongnya mencari roti untuk mengganjal perut yang kosong."Hm, rasanya butuh sesuatu untuk dimakan malam ini," Samantha dengan suara lirih.Tap, tap, tap.Telepon genggamnya bergetar di dalam saku jaketnya, menyebabkan Samantha menghentikan langkahnya. Dia mengeluarkan ponselnya dan melihat layar, melihat nomor yang tidak asing lagi."Halo, Samantha. Sudah lama sekali kita tidak berbicara," Xavier lewat telepon dan menyeringai misterius."Oh, hai Xavier. Ada apa?" Tanya Samantha dengan nada malas."Aku sudah sembuh total, dan bisa bekerja seperti biasa. Apakah kau tidak merindukanku, Samantha?""Oh, begitu ya? Syukurlah jika kau sudah bisa kembali seperti sedia kala. Untuk apa aku merindukanmu, Xavier?" Samantha d
Ivander memasuki ruangan dengan wajah serius, menatap Xavier dengan tatapan tajam. Xavier, yang telah memakai seragam tahanan, tersenyum sinis."Xavier, akhirnya kejahatanmu membawamu ke hadapan hukum. Kau memang pantas mendapatkan hukuman yang setimpal!" Ivander dengan nada tajam."Ah, Ivander, apakah ini cara kau menyambut teman lama? Aku hanya berusaha untuk mencari kebahagiaan yang selama ini telah kau ambil. Potongan puzzle yang selama ini seharusnya menjadi pelengkap hidupku, kini tengah bersemayam dalam kesendiriannya. Aku hanya ingin menjemput, apa yang seharusnya menjadi milikku!!" Desis Xavier tersenyum misterius."Kebahagiaan dengan cara menguntit istri orang lain dan bahkan berencana akan melakukan pele*e*an se*su*l padanya? Kau tak tahu malu! Sudah ditolak istriku berkali-kali, masih saja nekat untuk mendapatkan hatinya. Obsesimu seperti senjata makan tuan, Xavier. Seharusnya kau sadar sejak lama!" Geram Ivander mendekat."Ivander, ka
Samantha segera datang ke sebuah tempat makan, dan menemui seseorang. Ditemani oleh Bobby yang juga ikut terduduk di sebelahnya dan terdiam."Selamat pagi, saya mendapatkan berkas dari Anda. Bagaimana saya bisa membantu?" Sambut Samantha dengan berjabat tangan pada calon Mitra tersebut."Selamat pagi, Nyonya Samantha. Saya sangat tertarik untuk menaruh saham dan bekerja sama dengan perusahaan Anda. Saya yakin kolaborasi ini akan memberikan manfaat besar bagi kedua belah pihak," ucap Calon Mitra tersebut dengan tersenyum penuh percaya diri.Samantha membuka berkas kembali setelah beberapa hari telah ia pelajari."Terima kasih atas minatnya. Namun, saat ini perusahaan saya belum mencari investasi atau kemitraan tambahan. Kami masih fokus pada pengembangan secara internal," cakap Samantha dengan tegas."Saya memahami, tetapi saya yakin kontribusi saya bisa membuat perbedaan positif. Saya punya pengalaman yang relevan dan visi yang sejalan de
"Selamat malam. Terima kasih sudah datang," - ujar Samantha dengan senyum hangat."Malam juga, Nyonya Samantha. Restoran ini sangat sepi, membuatnya sempurna untuk berdiskusi pembahasan kita," balas Calon Mitra terduduk di hadapan Samantha."Betul, kita bisa berbicara tanpa gangguan. Jadi, bagaimana pendapatmu tentang kerjasama ini?" Ucap Samantha dengan antusias.Setelah mendapatkan penawaran kerjasama yang lebih dari Calon Mitra tersebut, Samantha mendadak antusias untuk memberikan peluang kerjasama mereka."Saya memang sangat tertarik, Nyonya Samantha. Saya yakin perusahaan kita bisa mencapai banyak hal dan kemajuan bersama," ucap Calon Mitra Penuh semangat."Itu bagus. Saya senang mendengarnya. Apa yang menurutmu menjadi poin kunci dalam kerjasama ini?""Menurut saya, kolaborasi yang kuat dan saling mendukung antara tim kita akan menjadi kunci kesuksesan. Serta, fokus pada inovasi." "Saya setuju. Kita harus saling mendukung dan terbuka terhadap ide-ide baru. Bagaimana menurutmu t
Samantha membawa bunga mawar misterius itu dengan hati yang bercampur aduk. Sinar siluet malam menyinari ruang tamu saat dia memasuki kamar apartemen tersebut. Aroma harum mawar langsung menusuk hidungnya begitu dia membuka pintu, saat mengambilnya tadi.Saat Samantha mencium aroma parfum yang akrab, matanya membesar."Ini... ini aromanya, aku seperti pernah mengenal aroma ini," gumamnya sambil tersenyum kecut.Bobby, yang berada di ambang pintu, memperhatikan reaksi aneh Samantha."Dari siapa bunga ini? Apa mungkin, kau tahu sesuatu, Samantha?" tanya Bobby, wajahnya penuh dengan rasa ingin tahu.Samantha tersentak."Aku rasa aku tahu, tapi rasanya seperti berada di ujung lidahku. Kenapa juga, dia sampai tahu kamar apartemen ini?" Dia merenung sejenak, mencoba menggali memori yang terpendam."Apakah, ini tidak terlalu bahaya, Samantha? Kenapa banyak sekali orang di luar sana yang terobsesi padamu, menyusahkan diriku," celoteh Bobby masih menatapnya dengan tatapan penuh pertanyaan."Ka