Samantha membawa bunga mawar misterius itu dengan hati yang bercampur aduk. Sinar siluet malam menyinari ruang tamu saat dia memasuki kamar apartemen tersebut. Aroma harum mawar langsung menusuk hidungnya begitu dia membuka pintu, saat mengambilnya tadi.Saat Samantha mencium aroma parfum yang akrab, matanya membesar."Ini... ini aromanya, aku seperti pernah mengenal aroma ini," gumamnya sambil tersenyum kecut.Bobby, yang berada di ambang pintu, memperhatikan reaksi aneh Samantha."Dari siapa bunga ini? Apa mungkin, kau tahu sesuatu, Samantha?" tanya Bobby, wajahnya penuh dengan rasa ingin tahu.Samantha tersentak."Aku rasa aku tahu, tapi rasanya seperti berada di ujung lidahku. Kenapa juga, dia sampai tahu kamar apartemen ini?" Dia merenung sejenak, mencoba menggali memori yang terpendam."Apakah, ini tidak terlalu bahaya, Samantha? Kenapa banyak sekali orang di luar sana yang terobsesi padamu, menyusahkan diriku," celoteh Bobby masih menatapnya dengan tatapan penuh pertanyaan."Ka
Samantha duduk di kursi belakang mobil bersama keluarganya, tatapan cemas mencerminkan kekhawatiran terhadap Neneknya yang sedang sakit. Suasana dalam mobil penuh dengan keheningan yang sesekali dipotong oleh suara mesin dan keriuhan jalanan.Tuan Jackson, dengan tulus mencoba menenangkan, sementara Nyonya Brianna, memberikan senyuman lembut dalam upaya mengembalikan kehangatan di antara mereka. Di sisi lain, Bobby, pengawal setia Samantha, mencoba memberikan semangat.Meskipun perjalanan menuju bandara Brazil penuh dengan ketidakpastian, keluarga ini berusaha menjaga semangat dan bersatu dalam menghadapi cobaan yang menimpa keluarga mereka."Ibu, sepanjang perjalanan ini, hatiku terasa begitu gelisah. Nenek begitu tiba-tiba masuk rumah sakit, dan aku merasa seperti ada beban berat di dadaku. Aku sangat ketakutan, aku harap Nenek baik-baik saja, secepatnya pulih seperti sedia kala," ucap Samantha dengan gelisah.Nyonya Brianna memeluk putrinya tersebut."Sayang, kita harus tetap kuat.
Samantha segera bangkit, ingin meninggalkan Ivander, namun Ivander menahan tangan Samantha dengan penuh harap."Tolong, Samantha. Ku mohon, berikan aku kesempatan sekali lagi. Aku menyesal dan sangat menyesal," ucap Ivander.Samantha mencoba menarik tangannya, tetapi terjebak dalam pegangan Ivander."Kita sudah berakhir, Ivander. Jangan paksa aku. Kita memiliki kehidupan masing-masing, tolong jangan mengusik. Aku ingin bahagia meskipun tanpa dirimu," tegas Samantha."Aku tidak bahagia. Kebahagiaanku ada padamu, aku butuh kamu. Aku sudah menceraikan Anna demi kembali padamu, Samantha. Kau adalah duniaku, dan aku sangat membutuhkanmu untuk hidupku!" Ivander bersikeras."Lepaskan tanganku, Ivander! Semua sudah terlambat, dan semua telah terjadi. Hargailah kehidupanmu sekarang ini. Jika kau menceraikan Anna, itu bukan urusanku. Itu keputusanmu, Ivander!" tegaskan Samantha mantap."Samantha, aku tahu, aku telah membuat banyak kesalahan, tapi aku mencintaimu. Aku rela mengubah segalanya dem
Samantha tiba di depan pintu ruangan kamar inap neneknya dan mendapati pemandangan yang menyenangkan. Ivander dan neneknya tengah bersenda gurau, terlihat ceria. Neneknya tersenyum bahagia, dan Samantha merasa tersentuh. "Nenek, hari ini cuaca sangat cerah, ya?" Tanya Ivander sambil mengupasi buah-buahan untuk Nenek Prita."Betul sekali, Ivander. Ini membuatku semakin bersemangat," balas Nenek Prita dengan tersenyum."Aku senang melihatmu semakin baik setiap harinya. Bagaimana rasanya?""Sungguh, Ivander, terima kasih atas dukunganmu. Aku merasa lebih kuat dan bersemangat untuk pulih. Dan buah ini terasa begitu enak saat kau mengupasi kulitnya dengan ketulusan.""Aku senang mendengarnya. Oh ya, tadi aku membawa buku-buku kesukaanmu dari toko buku. Mungkin bisa membuat harimu lebih menyenangkan.""Oh, Ivander, kau selalu tahu caranya untuk membuatku senang. Terima kasih banyak.""Tidak perlu berterima kasih, Nenek. Aku senang bisa berbagi momen-momen bahagia denganmu."Nenek dan Ivand
Setelah seminggu berada di rumah sakit, hari yang ditunggu-tunggu tiba ketika nenek Samantha akhirnya pulang ke rumah. Dengan senyum penuh kebahagiaan, keluarga dan Ivander menyambutnya di pintu. Suasana hangat dan syukur terasa di udara saat mereka menggandeng tangan nenek yang telah pulih.Ruangan dipenuhi dengan kegembiraan saat keluarga Samantha bersama Ivander hendak merayakan kesembuhan nenek dengan menyelenggarakan syukuran yang dihadiri juga oleh anak-anak yatim dari panti asuhan. Mereka segera sibuk untuk mempersiapkan."Samantha, Ivander, kalian bisa tolong pergi ke pasar sebentar? Kita butuh beberapa bahan lagi untuk syukuran," perintah Bibinya seraya sibuk."Tentu, Bibi. Kami akan segera pergi. Ada apa saja yang harus kami beli?" Tanya Samantha dengan sigap."Kita butuh lebih banyak sayuran, bumbu-bumbu dapur, dan mungkin beberapa makanan ringan untuk anak-anak.""Baik, bibi. Kami akan mencarinya. Apakah ada preferensi khusus?
Anna merasakan kecemasan mendalam saat melihat perubahan sikap Elvano yang tiba-tiba dingin. Ketidakpastian akan masa depan rumah tangganya membuat Anna merasa cemas, mencari cara untuk menjaga hubungan mereka tetap kokoh di tengah gejolak yang muncul dari bayangan masa lalu yang terus menghantuinya."Elvano, kenapa sejak kemarin kamu tiba-tiba berubah? Apa yang terjadi?" Tanya Anna berdiri memandang Elvano suaminya."Tidak ada apa-apa," Elvano menjawab dengan sikap dinginnya."Aku tahu kamu suka dengan kopi ini. Kenapa tiba-tiba kamu dingin padaku?" Anna membawa dan meletakkan secangkir kopi."Apa yang membuatmu berpikir begitu?" Elvano menerima kopi tanpa ekspresi."Kamu berbeda, Elvano. Ceritakan padaku, apa yang terjadi?" Anna terduduk di hadapan Elvano dengan perasaan cemas."Apakah kamu masih memiliki perasaan pada Ivander?" Elvano bertanya dengan nada dingin.Anna berusaha mengalihkan pandangannya."Menga
Ketika Elvano mendekati rumah seseorang untuk bertamu, tak disangka ia menemui seorang wanita yang dulu pernah mencintainya. Detik itu menjadi sorotan kenangan pahit, di mana Elvano mengingat saat-saat ketika ia secara tidak bijak meremehkan dan menyia-nyiakan perasaan wanita tersebut.Kehadiran itu membawa rasa penyesalan yang dalam, memperlihatkan bagaimana tindakan masa lalu dapat meninggalkan bekas yang sulit terhapus. Elvano merasa gemetar saat melihat wajah wanita itu, membanjiri pikirannya dengan kenangan pahit yang tersembunyi selama ini.Tatapannya dipenuhi penyesalan, menyadari betapa tidak bijaknya dia dulu. Momen itu menjadikan sebagai kenangan, mengajarkannya tentang dampak tindakan masa lalu yang mungkin sulit diperbaiki.Ceklek."Elvano?" Sosok tersebut jelas sangat terkejut karena kehadirannya."Hai," ucapnya gemetar, namun berusaha terlihat tegar.Sosok tersebut menatap Elvano dengan kesal."Maafkan aku
"Selamat pagi, Cheryl! Apa kabar setelah sekian lama purnama, kamu baru muncul ke permukaan?" Sambut Elvano yang melihat kedatangan Cheryl dan bercanda dengannya."Hai, Mas Elvano! Alhamdulillah, baik. Baru saja aku pulang beberapa hari kemarin, nih," jawab Cheryl sambil tertawa."Oh, iya? Aku tidak menyadarinya. Bagaimana kabar kuliahmu, apakah berjalan lancar?" Elvano masih terduduk di meja kerjanya sambil basa-basi."Ya, kebetulan aku juga baru saja wisuda, Mas. Meskipun memang jalannya tidak selancar perkiraanku, semua butuh perjuangan dan air mata, haha..." Balas Cheryl tertawa renyah."Iya, memang seperti itu. Dunia sangat keras Cheryl. Oh iya, kau butuh apa Cheryl ?""Hmm... aku butuh beberapa ekor ayam, aku membelinya untuk acara keluarga. Ada rencana makan bersama untuk merayakan kelulusanku, Mas.""Wah, Bagus deh, pasti seru. Oh iya, mari ikut aku ke dalam. Kau bisa pilih sendiri ingin ayam yang seperti apa," ajak Elvano ke dalam area ternak ayam."Duh, Mas Elvano, setahuku