Home / Rumah Tangga / Pelakormu vs Aku / Bab 4: Retakan di Tengah Cinta

Share

Bab 4: Retakan di Tengah Cinta

Author: Vivits
last update Last Updated: 2024-12-31 20:45:49

*Di Dalam Mobil

Bastian dan Kadita duduk di dalam mobil yang melaju pelan menuju rumah Bastian. Sudah hampir sebulan ini, Kadita yang selalu mengantar Bastian pulang. Bastian kini tak pernah membawa motor lagi, selalu memilih untuk menumpang mobil Kadita.

Di dalam perjalanan, Bastian menatap Kadita yang tampak santai mengemudi. Wajahnya terlihat tenang dan penuh percaya diri. Ia menghela napas pelan, lalu membuka pembicaraan.

"Kadita, kamu selalu semangat kerja, ya? Enggak pernah kelihatan capek," ujar Bastian, mencoba mencairkan suasana.

Kadita tersenyum, melirik sekilas ke arah Bastian. "Saya pikir, kalau kita suka sama pekerjaan kita, capeknya jadi enggak terlalu terasa, Pak."

Bastian tertawa kecil. "Hebat kamu. Kadang aku iri sama orang-orang kayak kamu."

"Iri? Kenapa, Pak? Kan Bapak juga hebat. Jabatan Bapak jauh di atas saya," balas Kadita, nada suaranya merendah.

Bastian menggeleng pelan. "Bukan soal jabatan. Tapi cara kamu menghadapi hidup. Kamu mandiri, punya karier, dan tetap bisa menjaga profesionalitas. Kamu tipe wanita yang tangguh. Kadang aku berpikir, kalau saja..."

Bastian berhenti sejenak, tampak ragu melanjutkan kalimatnya.

Kadita menoleh sedikit, penasaran. "Kalau saja apa, Pak?" tanyanya pelan, tapi penuh rasa ingin tahu.

Bastian menghela napas, lalu melanjutkan. "Kalau saja istriku punya semangat seperti kamu, mungkin hidupku akan lebih mudah. Ekonomi keluarga kami bisa lebih baik."

Kadita tersenyum tipis, merasa tersanjung tapi juga canggung. "Jangan bilang begitu, Pak. Saya yakin istri Bapak punya kelebihan yang enggak saya punya."

Bastian tertawa kecil, kali ini terdengar getir. "Iya, mungkin. Tapi... aku sering merasa dia terlalu nyaman hanya menjadi ibu rumah tangga. Seolah semua beban ekonomi ini sepenuhnya tanggung jawabku."

Kadita terdiam sejenak, lalu berkata pelan, "Pernikahan memang butuh kerja sama, Pak. Tapi saya yakin istri Bapak punya alasan sendiri."

Bastian menoleh, menatap Kadita dengan ekspresi serius. "Kadita, aku serius. Kamu itu contoh wanita yang kuat, independen. Itu yang dibutuhkan dalam pernikahan. Kalau saja..."

Kadita merasa pipinya memanas. Ia tersenyum malu-malu, mencoba meredakan ketegangan. "Pak Bastian, jangan terlalu memuji saya. Saya ini biasa saja."

"Tidak, Kadita. Kamu lebih dari biasa. Kamu luar biasa," kata Bastian, matanya penuh arti.

Kadita tersenyum canggung, tapi dalam hatinya merasa ada sesuatu yang berbeda dari cara Bastian memandangnya.

---

*Di Rumah

Saat Bastian turun dari mobil, Kartini yang sedang menidurkan anak mereka di ruang tamu, melihat dari balik jendela. Ini bukan pertama kalinya ia melihat suaminya diantar oleh seorang wanita. Naluri wanitanya mulai waspada.

Bastian masuk ke rumah tanpa menoleh ke arah Kartini. Ia langsung menuju dapur untuk mengambil segelas air. Kartini mengikutinya, mencoba membuka pembicaraan dengan nada halus.

"Mas," panggil Kartini lembut.

Bastian menoleh. "Apa?" tanyanya singkat.

Kartini mencoba tersenyum, meski hatinya cemas. "Itu... siapa wanita yang sering ngantar kamu pulang? Sudah beberapa kali aku lihat dia."

Bastian menghela napas panjang, terlihat tidak suka dengan pertanyaan itu. "Itu Kadita, manager Front Office di kantor."

"Oh," jawab Kartini singkat. Ia mencoba menahan diri, lalu melanjutkan. "Kenapa kamu enggak bawa motor lagi, Mas? Bukannya itu lebih praktis?"

Bastian meletakkan gelas di meja dengan sedikit kasar. "Aku capek naik motor, Tin. Kadita nawarin tumpangan, aku terima. Apa itu salah?"

Kartini menggigit bibirnya, menahan emosi. "Bukan salah, Mas. Tapi aku khawatir. Kamu sudah punya istri, sudah punya anak. Enggak baik terlalu dekat dengan wanita lain."

Mendengar itu, Bastian langsung menatap Kartini tajam. "Kamu mulai menuduh, ya? Kamu pikir aku selingkuh?"

"Mas, aku enggak bilang begitu," jawab Kartini, suaranya masih lembut. "Aku cuma bilang, hati-hati. Wanita itu..."

"Kadita itu baik," potong Bastian cepat. "Dia selalu ada buat aku di kantor. Kalau aku lagi stres, dia dengar. Kalau aku butuh bantuan, dia bantu. Beda sama kamu!"

Kartini tertegun, hatinya terasa tersayat. "Beda gimana, Mas? Aku juga selalu ada buat kamu di rumah."

Bastian tertawa sinis. "Di rumah? Kamu cuma tahu soal anak dan dapur, Tin. Kamu enggak pernah ngerti tekanan yang aku hadapi di luar sana. Kadita ngerti. Dia paham."

Kartini mencoba menahan air matanya. "Mas, aku juga paham. Aku mungkin enggak kerja di luar, tapi aku selalu berusaha mendukung kamu di rumah."

"Pendukung macam apa? Kamu cuma diam di rumah, nunggu aku pulang. Lihat Kadita, dia wanita mandiri, tangguh. Dia enggak cuma ngurusin rumah, tapi juga kariernya. Itu yang aku butuhkan!"

Kartini akhirnya tak bisa menahan emosinya. "Mas! Aku ini istrimu! Kalau kamu merasa aku kurang, kenapa enggak bilang dari dulu? Kenapa malah membandingkan aku dengan wanita lain?"

"Karena aku capek, Tin! Capek sama semuanya! Capek jadi satu-satunya yang mikirin masa depan keluarga ini!" balas Bastian, suaranya meninggi.

Suasana menjadi tegang. Kartini menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca, sementara Bastian hanya menghela napas panjang, lalu berbalik menuju kamar tanpa berkata apa-apa lagi.

Di ruang tamu yang sunyi, Kartini terduduk. Ia tahu, ada sesuatu yang salah dalam pernikahannya. Tapi ia tidak tahu bagaimana memperbaikinya.

Related chapters

  • Pelakormu vs Aku   Bab 5: Luka yang Kian Dalam

    Malam semakin larut, tapi Kartini masih duduk termenung di ruang tamu. Pikirannya melayang-layang, mengingat kata-kata tajam Bastian yang terus terngiang di telinganya. "Lihat Kadita, dia mandiri, tangguh. Itu yang aku butuhkan."Matanya memerah, tapi ia menahan diri untuk tidak menangis. Ia tahu Bastian sedang berubah. Namun, ia tidak menyangka perubahan itu akan begitu menyakitkan.Saat Kartini sedang hanyut dalam pikirannya, suara langkah kaki terdengar dari arah dapur. Ibu Sulastri muncul dengan wajah yang tampak lelah, tapi tatapannya langsung tajam begitu melihat Kartini duduk termenung. Ibu Sulastri adalah seorang janda tua, tinggal serumah dengan anak bungsunya–Bastian."Masih duduk di sini? Sudah malam, bukannya tidur," kata Ibu Sulastri sambil melipat tangan di depan dada.Kartini mengangkat wajahnya, mencoba tersenyum kecil. "Iya, Bu. Saya lagi kepikiran sesuatu."Ibu Sulastri mendekat, duduk di sofa berseberangan dengan K

    Last Updated : 2024-12-31
  • Pelakormu vs Aku   Bab 6: Malam yang Menyesatkan

    Dua bulan berlalu, dan hubungan antara Bastian dan Kadita semakin dekat. Apa yang awalnya hanya sekadar obrolan ringan di mobil kini berubah menjadi percakapan mendalam tentang mimpi, ambisi, dan kehidupan pribadi mereka. Kadita, seorang janda muda yang mandiri dan percaya diri, merasa bahwa ia dan Bastian adalah pasangan yang sempurna. Bastian, di sisi lain, semakin terperangkap dalam pesona Kadita. Kehadirannya memberi warna baru di tengah tekanan pekerjaan dan konflik rumah tangga. Kartini, dengan segala kecemasannya, mulai merasakan ada yang salah, tapi ia belum memiliki bukti kuat.____ Malam Itu di Kantor Selesai rapat malam itu, Kadita menghampiri Bastian yang sedang membereskan berkas-berkasnya. Senyumnya manis, tapi ada sesuatu di balik tatapan matanya yang mengundang. "Pak Bastian, malam ini pulang sama saya lagi, ya?" ujar Kadita, santai tapi penuh maksud. Bastian menatapnya sejenak,

    Last Updated : 2024-12-31
  • Pelakormu vs Aku   Bab 7: Malam yang Panjang

    Malam sudah merangkak ke pukul 1 dini hari, dan Kartini masih duduk di ruang tamu. Pandangannya kosong menatap ke arah pintu. Jam dinding terus berdetak, seakan mengejek kekhawatirannya yang semakin menjadi-jadi.Bastian belum pulang, dan ini bukan kebiasaannya. Biasanya, meskipun lembur, suaminya akan tiba di rumah paling lambat pukul 10 malam."Mas, di mana kamu?" gumam Kartini pelan sambil meremas ujung pakaiannya. Ia mencoba menelepon, tapi panggilannya selalu berakhir di nada tunggu tanpa jawaban.Langkah kaki terdengar dari arah kamar. Ibu Sulastri muncul dengan kain batik yang disampirkan di bahunya. Ia menguap kecil, tapi wajahnya langsung mengerut ketika melihat Kartini masih duduk sendirian."Kartini, ngapain kamu duduk di sini? Sudah tengah malam," tanyanya, suaranya datar tapi penuh rasa ingin tahu.Kartini menoleh, mencoba tersenyum kecil untuk menyembunyikan kegelisahannya. "Saya lagi nunggu Mas Bastian, Bu. Dia belum p

    Last Updated : 2024-12-31
  • Pelakormu vs Aku   Bab 8: Pagi yang Menyayat

    -Pagi harinya, di rumahSuara mesin mobil terdengar dari luar, menghentikan langkah Kartini yang tengah mondar-mandir di ruang tamu. Dengan langkah tergesa, ia keluar rumah dan berdiri di depan pintu. Matanya langsung tertuju pada mobil yang berhenti di depan pagar. Dari balik kaca, ia mengenali sosok suaminya yang turun dengan langkah santai, seolah-olah tidak ada apa-apa.Namun, sebelum Kartini bisa melangkah mendekat, mobil itu kembali melaju pergi. Ia hanya bisa melihat bagian belakang kendaraan yang menghilang di tikungan. Kartini mengepalkan tangan, dadanya bergemuruh.Bastian berjalan menuju pintu tanpa rasa bersalah, seolah-olah semuanya wajar. Tapi sebelum ia sempat masuk, Kartini sudah berdiri di hadapannya dengan mata yang memerah karena menahan marah."Mas, kamu baru pulang sekarang?" Kartini langsung menyerang tanpa basa-basi.Bastian mendesah pelan, berusaha tetap tenang. "Iya, Tin. Kerjaan semalam banyak banget. Aku harus l

    Last Updated : 2024-12-31
  • Pelakormu vs Aku   Bab 9: Bukti yang Mulai Terungkap

    Hari itu terasa lebih cerah dari biasanya, meskipun hati Kartini masih kelabu. Ia berusaha menjalani hari seperti biasa, mengurus rumah dan anak-anak sambil menahan rasa cemas yang terus menggerogoti. Pagi itu, Dita, menantu pertama yang merupakan dokter spesialis, datang ke rumah membawa beberapa oleh-oleh. Kartini menyambutnya dengan senyum ramah, berusaha menutupi kegundahannya. "Dita, wah, kok tumben ke sini pagi-pagi?" sapa Kartini sambil membantu Dita meletakkan barang bawaannya di meja. Dita tersenyum, memperbaiki letak tas di bahunya. "Iya, Mbak. Aku habis ngantor, ada waktu kosong, jadi sekalian mampir ke sini." Tidak lama kemudian, Ibu Sulastri keluar dari kamar. Wajahnya langsung cerah melihat Dita. "Wah, menantu kesayangan Ibu datang! Apa kabar, Nak?" tanyanya sambil memeluk Dita dengan hangat. "Kabar baik, Bu. Ini aku bawain oleh-oleh kecil, tadi sempat beli di jalan," jawab Dita sambi

    Last Updated : 2025-01-01
  • Pelakormu vs Aku   Bab 10: Kebenaran yang Terungkap

    Malam itu, suasana di ruang makan terasa sunyi. Kartini duduk di meja, menunggu suaminya pulang dari kerja. Ketika suara motor berhenti di depan rumah, Kartini menarik napas dalam, mempersiapkan dirinya untuk berbicara dengan hati-hati. Bastian masuk ke rumah dengan wajah lelah. “Makan malamnya udah siap?” tanyanya datar tanpa melihat ke arah Kartini. Kartini tersenyum kecil, meskipun hatinya berat. “Sudah, Mas. Aku juga ada yang mau dibicarakan. Boleh kita ngobrol sebentar?” Bastian duduk dengan malas di kursi. “Apa lagi sekarang? Aku capek. Kalau mau ngomong, cepetan.” Kartini menahan napas, berusaha menjaga suaranya tetap lembut. “Mas, aku cuma mau tanya... kemarin malam itu lembur di hotel, ya?” Mata Bastian langsung menajam. “Ya, jelas di hotel. Kenapa tanya kayak gitu?” Kartini menatapnya dengan lembut namun penuh ketegasan. “Aku cuma mau memastikan, soalnya... semalam ada yang bilang kalau Mas dilihat di Restaurant The Santo bersama seorang wanita.” Wajah Bastia

    Last Updated : 2025-01-03
  • Pelakormu vs Aku   Bab 11: Teman Seperjuangan

    Kartini duduk di ruang tamu dengan wajah yang masih basah oleh air mata. Ia mencoba menenangkan dirinya, tetapi hatinya terus bergemuruh memikirkan perubahan sikap Bastian dan semua kebohongan yang mulai terbongkar. Ibu Sulastri yang kebetulan lewat memperhatikan keadaan menantunya yang tampak murung. Ibu Sulastri menghentikan langkahnya dan mendekati Kartini. “Kamu nangis, Kartini? Ada apa ini?” tanyanya dengan nada setengah ingin tahu, setengah bingung. Kartini buru-buru menghapus air matanya. “Enggak, Bu. Cuma kecapekan aja.” Namun, Ibu Sulastri tidak bodoh. Ia duduk di kursi di seberang Kartini, menatap tajam. “Jangan bohong sama saya. Kamu nangis pasti ada sebabnya. Jangan bilang kalau ini gara-gara Bastian.” Kartini mencoba tersenyum, tapi itu terlihat dipaksakan. “Enggak, Bu. Enggak ada apa-apa kok.” Ibu Sulastri mendesah, lalu bertanya dengan nada penasaran. “Kamu jangan ngelindur. Saya tan

    Last Updated : 2025-01-05
  • Pelakormu vs Aku   Bab 12: Kunjungan Norak yang Menghebohkan

    Pagi itu, Ibu Sulastri duduk di ruang tamu sambil memegangi ponselnya dengan wajah murung. Pikirannya tak lepas dari uang bulanan yang tiba-tiba berhenti diberikan oleh Bastian. Rasa kesalnya memuncak saat ia ingat pengakuan Kartini bahwa uang yang seharusnya untuk keluarga mungkin digunakan untuk selingkuhan. Tak tahan dengan kegelisahannya, Ibu Sulastri memutuskan menelepon menantunya, Dini. “Dini, kamu lagi sibuk?” tanya Ibu Sulastri begitu sambungan tersambung. Dini yang terdengar ceria di seberang menjawab, “Enggak, Bu. Ada apa? Tumben telepon pagi-pagi.” Ibu Sulastri mendengus. “Tumben apanya? Ibu ini lagi pusing, tahu! Si Bastian belakangan ini enggak pernah kasih uang ke Ibu lagi. Malah nyuruh minta sama Alex! Ini, kan, keterlaluan!” “Hah? Serius, Bu? Bastian? Kok bisa?” tanya Dini, terdengar terkejut. “Itu dia yang Ibu bingung. Katanya ada utang di kantin, tapi Ibu yakin ini

    Last Updated : 2025-01-09

Latest chapter

  • Pelakormu vs Aku   Bab 93 : Lukisan di Kamar

    Langit sore mulai meredup ketika Antonio melangkah masuk ke rumahnya setelah selesai dengan sesi latihan tembaknya. Kaus polo hitam yang ia kenakan melekat sempurna pada tubuh atletisnya, menyiratkan kelelahan sekaligus kesan menawan yang tak terbantahkan. Langkahnya tenang, tetapi tatapannya tajam menyusuri ruangan, mencari seseorang—Kartini. Namun, Kartini tidak terlihat di mana-mana. Antonio mengerutkan dahi. Tanpa berkata apa-apa, ia langsung melangkah menuju kamarnya. Begitu membuka pintu, ia berhenti sejenak. Kartini ada di sana. Wanita itu berdiri diam di depan dinding besar yang dihiasi sebuah lukisan wanita mengenakan gaun marun. Kartini tampak terpaku, matanya menatap lekat pada detail lukisan itu. Antonio bersandar di ambang pintu, kedua lengannya menyilang di dada. Matanya mengamati Kartini yang tampak begitu terpesona, tetapi ekspresinya tetap dingin. “Kartini,” suara baritonnya memecah

  • Pelakormu vs Aku   Bab 92 – Tepat Sasaran

    Antonio berdiri di area latihan tembak dengan postur tegap, mengenakan pakaian olahraga hitam yang membuat auranya semakin mencolok. Sebuah pistol semi-otomatis berada di genggamannya, siap untuk digunakan. Ia menarik napas panjang, menatap target yang berada beberapa meter di depannya—sebuah lingkaran dengan titik merah di tengah. DOR! Tembakan pertama melesat, tepat mengenai tepi lingkaran tengah. Antonio sedikit menghela napas, tampak tak puas. Ia mengangkat pistolnya lagi, tetapi kali ini wajahnya tampak lebih serius. Dalam pikirannya, ia membayangkan wajah seseorang. “Bastian,” gumamnya sambil mengarahkan pistol. “Kalau saja kamu tahu betapa menyebalkannya dirimu…” DOR! Kali ini tembakannya tepat di tengah. Antonio menyeringai kecil, senang membayangkan dirinya sedang "mengalahkan" Bastian, meski hanya di pikirannya. “Pak Antonio, Anda tampaknya sangat f

  • Pelakormu vs Aku   Bab 91 – Pertemuan yang Tak Pernah Tenang

    Antonio berjalan dengan tenang di lorong hotel, memeriksa setiap detail dari pelayanan hingga suasana hotel. Mata tajamnya memperhatikan kerapian meja, keramahan staf, hingga suasana yang dihadirkan. Hari itu seharusnya menjadi hari biasa. Tapi, tentu saja, tidak bagi Bastian. “Antonio!” suara khas itu memecah keheningan. Antonio berhenti sejenak, menoleh, lalu kembali berjalan. Namun, seperti biasa, Bastian tak menyerah. Ia mengejar dengan langkah cepat, membawa senyum yang seolah penuh kemenangan. “Kenapa selalu buru-buru kalau ketemu aku? Takut kalah debat, ya?” goda Bastian sambil menyamakan langkah dengan Antonio. Antonio menghela napas pelan, menoleh tanpa banyak ekspresi. “Kalau tidak ada yang penting, lebih baik kembali ke pekerjaanmu.” “Tenang dulu, bos. Aku cuma mau ngobrol ringan. Kamu tahu Kartini pindah kerja ke mana?” tanyanya tiba-tiba, mencoba terdengar santai, tapi matanya penuh selidik.

  • Pelakormu vs Aku   Bab 90 – Misteri di Balik Nama Kontak

    Di sebuah sore yang sibuk, Bastian berjalan menuju ruang kerja Antonio dengan setumpuk dokumen di tangannya. Laporan ini adalah hasil kerja keras timnya, dan walau hubungan mereka sering penuh tensi, ia tahu bahwa tugas adalah tugas. Antonio, sebagai atasan langsungnya, tetap harus menerima laporan tersebut. Setibanya di ruangan Antonio, pria itu duduk dengan sikap serius seperti biasa, membaca laporan yang baru saja diberikan oleh Bastian. Ia mengernyit sedikit, menunjuk beberapa bagian. “Ini tidak sinkron dengan data sebelumnya. Revisi, dan perbaiki sebelum sore ini,” kata Antonio, nada suaranya dingin namun profesional. Bastian mengangguk kecil, lalu menjawab, “Baik, saya akan perbaiki. Tapi bagian mana yang lebih detil harus dirapikan?” Sebelum Antonio sempat menjawab, tiba-tiba ponsel di mejanya berdering. Antonio dengan refleks melirik layar ponselnya dan terlihat agak tegang. Di layar ponsel itu, hanya ada

  • Pelakormu vs Aku   Bab 89 – Kemenangan Sang Juara

    Malam sudah semakin larut, tetapi suasana di lapangan golf masih terasa hangat dan penuh semangat. Pertandingan final dimulai kembali setelah jeda istirahat 20 menit. Antonio kembali ke lapangan dengan ekspresi yang lebih serius dari sebelumnya. Keringat yang mengucur deras membasahi kemejanya, membuatnya semakin tidak nyaman. Tanpa banyak basa-basi, ia meraih kerah bajunya, menariknya ke atas, dan melepaskannya begitu saja. Kartini, yang berdiri tak jauh, menahan napas. Di bawah sinar lampu lapangan yang terang, tubuh Antonio terlihat begitu memukau. Dadanya yang bidang dengan lebar sekitar 80 cm terlihat jelas, kulitnya kecokelatan sempurna, dengan garis otot yang terpahat rapi. Lengan yang kokoh, punggung lebar, dan perutnya yang berotot menciptakan perpaduan sempurna antara kekuatan dan estetika. Keringat yang masih menetes di kulitnya seperti menambah kilauan, membuatnya terlihat seperti sosok dari lukisan dewa-dewa Yunani. Terlebih tinggi badannya

  • Pelakormu vs Aku   Bab 88: Saat Hobi Bertemu Perasaan

    Setelah hampir dua jam bertanding, Antonio terlihat sangat santai, bahkan senyum tipis tak pernah lepas dari wajahnya. Pukulan demi pukulan dilontarkan dengan presisi tinggi, sementara rekan-rekannya sudah tampak kelelahan. Tatiana dan Kartini berdiri di pinggir lapangan, menyaksikan dengan takjub. "Wow, Kak Antonio ini nggak ada capeknya, ya?" Tatiana tertawa, menonton kakaknya yang tampaknya begitu menikmati permainannya. Kartini, yang agak khawatir, menatap Antonio dengan tatapan bingung. "Apa selama ini Pak Antonio memang main golf terus tanpa henti seperti ini?" tanyanya, sedikit khawatir. Tatiana mengangguk, terlihat sudah terbiasa dengan kebiasaan kakaknya. "Kakakku itu bisa main sampai sore, bahkan malam. Golf itu hobinya. Makanya dia punya koleksi tongkat golf yang harganya nggak main-main," jawabnya sambil tersenyum lebar. Kartini mengangguk pelan, sedikit mengerti, meskipu

  • Pelakormu vs Aku   Bab 87: Lapangan Golf

    Langit cerah membentang luas di atas lapangan golf yang hijau dan rapi. Angin sepoi-sepoi menambah kesejukan udara, menciptakan suasana yang seharusnya tenang dan damai. Namun, suasana hati Antonio sepertinya sedang bergolak. Ia berdiri di atas rumput, tongkat golf di tangannya, dan tatapannya penuh amarah, seolah setiap pukulan adalah pelampiasan untuk perasaan yang tak terungkapkan. Tatiana, yang duduk di dekat buggy golf, hanya menggelengkan kepala. "Kak, ini main golf, bukan mau tanding tinju atau perang , lho," ujarnya setengah bercanda sambil memandang kakaknya yang terus-menerus memukul bola dengan agresif. Antonio hanya mengangguk pelan tanpa menjawab. Pukulannya terdengar keras, dan bola itu terlempar jauh, hampir menabrak pembatas lapangan. Kartini yang berdiri tidak jauh dari situ mengerutkan keningnya, menyaksikan dengan cemas. Ia mendekat, memegang bola golf baru, dan dengan hati-hati meletakkann

  • Pelakormu vs Aku   Bab 86: Persaingan Halus di Depan Investor

    Ruang lobi hotel dipenuhi suasana formal saat rombongan investor asing tiba. Antonio dengan setelan jas rapi, berdiri dengan penuh wibawa di samping Pak Hendro. Di sebelahnya, Bastian juga terlihat santai tetapi dengan senyum penuh percaya diri. Para investor ini adalah kunci untuk meningkatkan modal hotel, dan setiap ide yang mereka presentasikan hari ini akan menentukan keputusan besar. Ketika Antonio mulai memaparkan idenya, suaranya terdengar tegas dan meyakinkan. "Strategi kita ke depan adalah mengintegrasikan layanan berbasis teknologi untuk tamu bisnis. Dengan aplikasi custom, tamu dapat memesan fasilitas meeting, catering, hingga transportasi langsung dari ponsel mereka. Ini akan memberikan kemudahan yang menjadi nilai tambah." Para investor tampak tertarik. Salah satu dari mereka mengangguk, mencatat poin yang disampaikan Antonio. Namun, sebelum Antonio bisa melanjutkan, Bastian menyela dengan senyum halus. "Itu id

  • Pelakormu vs Aku   Bab 85: Ladang Persaingan

    Rapat pagi itu di ruang konferensi besar terasa tegang sejak awal. Antonio duduk di kursinya dengan postur tegak dan wajah dingin, tangannya yang baru sembuh sebagian dari gips bertumpu di meja. Di seberangnya, Bastian tampak lebih santai, tetapi sorot matanya jelas penuh tantangan. Topik diskusi adalah strategi pemasaran untuk meningkatkan okupansi hotel, terutama di segmen tamu bisnis. "Rencana itu terlalu berisiko," Antonio memulai, suaranya tegas. "Mengalihkan sebagian besar anggaran ke pemasaran digital tanpa memastikan ROI yang jelas akan membuat kita rentan terhadap kerugian." Bastian langsung menyela. "Antonio, kalau kita terus berpikir konservatif seperti itu, kita akan tertinggal. Kompetitor kita sudah berinvestasi besar di media digital, dan mereka mulai melihat hasilnya. Kita harus berani mengambil langkah besar." Antonio mendengus pelan, lalu menatap Bastian dengan dingin. "Langkah besar tanpa perhit

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status