Reya berjalan cepat ke luar seolah takut dibuntuti. Ia takut jika Arka mengikutinya dari belakang karena gadis itu berencana untuk menemu kekasihnya. Akan berbahaya jika Arka memergokinya.Ratna menatap cemas putri sulungnya, apalagi ini sudah cukup malam. "Ka, susul Mbak-mu sana. Udah malam ini."Arka anggukan kepala, ia segera berjalan cepat ke luar dari kamar. Namun, di lorong ia kini tak melihat siapapun. Arka berjalan menuju lorong ke luar dan ia tak juga menemukan Reya."Yaelah, mana nih kakak gue yang gemoy?" gumamnya pada diri sendiri.Reya berjalan ke luar ke parkiran belakang tempat Jun tadi mengantar dan mengatakan akan menunggu untuk memastikan keadaannya. Reya segera masuk ke dalam mobi Jun.Jun sedikit merasa lega saat melihat raut wajah kekasihnya yang terlihat baik-baik saja. Hanya ada Jun dan Reya sementara sopir Jun, meminta ijin untuk ke toilet."Gimana ibu?" tanya Jun."Syukur udah sadar Om dan cuma perlu istirahat karena tulang panggulnya retak," jawab Reya."Kalau
Sore tadi Jun telah tiba di rumah setelah melalui perjalanan darat yang panjang. Entah mengapa ia begitu menyukai perjalanan dengan mobil pribadi. Meski Reya mengatakan agar si om lebih baik naik pesawat saja karena tak ingin pria itu kelelahan, Tetap Saja, Jun nekat naik mobil, menyenangkan untuknya. Saat tiba ia telah disuguhi makan malam spesial ala nyonya rumah. Steak daging, sayuran yang dikukus dan juga dengan bumbu yang ia pelajari selama kursus memasak tahun lalu. Spesial memang dan Juniar tak pernah menolak dan senang juga sebagai pemuas perutnya yang lapar. Kini pria itu rebah di tempat tidur, ada Indi yang kini masih sibuk dengan ponsel miliknya. Asik melihat tiktok yang dibiarkan saja oleh Jun. Jun pernah menegur, Indi bilang kalau ia butuh hiburan, menjadi istri sulit. Meski di rumah ada empat pelayan, dua sopir dan delapan penjaga pikirannya tetap bercabang, katanya.Jun memijat pelipisnya, kepalanya sedikit sakit. Ia merasa cemas dengan Reya. Apalagi mereka punya atura
Pagi ini Jun sudah berada di ruangannya di kantor Adidaya Raja Tekstil. Seperti biasa yang ia lakukan adalah membaca berkas-berkas laporan yang sudah disiapkan oleh sekretarisnya, Siska. Pria itu terlihat begitu gagah dengan setelan jas berwarna navy yang kini dikenakan. Dengan teliti dan tegak, duduk di kursi besar miliknya membaca laporan-laporan itu. Jun memang terkenal begitu perfeksionis dalam pekerjaan mungkin itulah alasannya mengapa ia menjadi salah satu pemilik perusahaan yang disebut memiliki tangan dingin. Bukan hanya perihal mengatur perusahaan, tetapi juga keputusannya untuk memilih siapa saja rekan perusahaan dan juga bagaimana ia bermain di pasar saham. Semua penuh perhitungan, dan itu jelas mengesankan Pria itu terhenti sebentar, kemudian membaca ulang laporan. Ada sedikit yang janggal dari laporan yang ia baca kemudian Jun mengangkat gagang telepon dan menghubungi sekretarisnya untuk masuk ke dalam."Sis Tolong kamu masuk ke dalam ada yang harus saya tanyakan," tita
Kemajuan dalam segala bidang di masa sekarang ini sudah banyak memberikan kemudahan bagi para masyarakat saat ini. Mereka tak harus mendapatkan pekerjaan kantoran agar bisa mendapatkan uang. Bahkan remaja yang masih berada di bangku sekolah saat ini, sudah mampu mendapat uang jajan dengan banyak cara seperti berjualan online atau menulis di platform berbayar. Seperti yang dilakukan Reya dan Lili keduanya sama-sama mencari uang dari menulis dan juga berjualan online. Hingga kebersamaan mereka bukan hanya obrolan yang sia-sia. Suka berbagi pikiran mengenai kepenulisan dan juga bisnis kecil-kecilan mereka berjualan merchandise k-pop."Makin susah cari uang kita. Ini lihat, masa gue ngajuin cerita dari bulan maret belum signed juga cerita gue? Gimana ini?" Lili mengeluh seraya memeluk sahabatnya itu.Sama juga dengan Reya. Hanya saja gadis itu memiliki sugar daddy yang bisa memenuhi kebutuhannya. Rasanya tak akan terlalu menjadi masalah bahkan jika ceritanya tertolak. Hanya aja akan suli
Sore ini Jun dalam perjalanan pulang dari kantor. Menyempatkan waktu untuk melipir sejenak untuk membeli martabak telur. Jun tak segan untuk membeli makanan di jalan. Sebelumnya, ia tak pernah melakukannya karena semua terbiasa dilayani, Hidup sebagai anak dengan privilege, istilah masa kini. Namun, lagi-lagi semua berubah saat Reya yang mengajarkan si om untuk sesekali merasakan sensasi jajan di jalan. Jun duduk di dalam mobil seraya menunggu pesanannya. Kemudian mengambil ponselnya dan segera menghubungi Reya. Tak lama sampai panggilan diterima "Kamu di mana?""Aku di rumah habis mandi, belum pulang Om?"Jun tersenyum, membayangkan kekasihnya itu selesai mandi kemudian aroma strawberry menyeruak dari dalam kamar mandi. Reya memang menyukai mandi dengan sabun dengan wangi buah terutama strawberry."PAsti wangi strawberry. hmm? Kamu bikin saya kangen." Jun merayu, kata-kata gombal."Kita kan nanti ketemu lagi kalau om ke Jakarta minggu depan." Reya coba mengingatkan janji temu merek
Jun dulu pernah bersikap naif dan membayangkan masa pernikahan yang manis. Meskipun gadis yang ia nikahi berdasarkan perjodohan. Berharap menjadi layaknya raja yang diberikan perhatian dan tempat untuk bersandar. Ya, Jun memang laki-laki dan tak salah 'kan jika ia berharap dan juga membayangkan akan melalui pernikahan dimana ia berniat meratukan sang istri kelak. Berharap akan ada wanita yang ia jadikan tempat mengeluhkan segala masalah dan juga sandaran bagi emosi-emosi kecilnya. Nyatanya, raja tak selamanya terpuaskan oleh ratunya. Ia yang harus membesarkan hati untu itu menggapai mimpinya sendiri, Sementara sang ratu membangun dunia yang katanya demi kebaikan sang raja. Bukan berarti ia tak menghargai apa yang sudah diberikan Indie bahkan ia bersyukur karena sang istri telah memberikannya buah hati. Tetap ada yang kurang, dan ia tak bisa temukan di di Indi. Selama ini coba ia tahan dan jadikan dirinya setia. Namun ketika ia benar-benar telah menemukan seorang yang bisa memberi it
"Itu ada pesan kenapa kamu matikan hapenya Mas?" tanya Indie curiga. Ia menatap pada sang suami yang terdiam.Jun kemudian merebahkan tubuhnya, membawa Indie ke dalam pelukannya membiarkan wanita itu rebah di bahu kemudian memeluknya. Tentu saja harus ada cara agar tak dicurigai dan Jun paling mengerti kalau Indi suka dimanja. "Saya capek dan udah malas banget malam ini. Kita istirahat ya," rayunya kemudian mencium kening wanitanya.Masih penasaran sebenarnya dengan gerak-gerik yang ditunjukan Jun. Hanya saja, Indi terlalu naif dan berpikir kalau Jun tak mungkin mendua atau apapun sebutannya. Jun begitu penyayang dan perhatian, hingga Indi berpikir kalau dirinya akan nampak jahat karena memikirkan kemungkinan akan ada perempuan lain di hati prianya. Bukan tanpa alasan Indi berpikir seperti itu. Dulu wanita itu berasal dari keluarga terpandang dan kehidupannya benar-benar dibatasi. Tak ada yang bisa ia lihat selain keindahan taman rumahnya yang layaknya istana. Kemudian ia dipaksa me
Sejak semalam Reya tak bisa terlelap. Sejak semalam ia memikirkan bagaimana caranya meminta maaf. Jadi takut kalau menghubungi Juna duluan. Takut si Om marah, padahal kangen. Ditambah lagi Jun sama sekali tak menghubungi. Hati dan perasaan Reya jadi makin tak keruan. Sebagai wanita biasanya memang paling menderita kalau perihal bertengkar begini. Paling sensitif, apa-apa jadi enggak enak. Reya pagi ini sudah buat sarapan. Menyiapkan nasi goreng untuk ibu dan adiknya juga yang hari ini akan berangkat ke kampus lebih pagi. Nasi goreng kampung tanpa kecap, dibuat dengan potongan rawit dan banyak daun bawang. Setelah selesai ia menyiapkan semua ke meja makan, tak lupa kerupuk putih yang dia beli di warung dekat rumah. Setelah selesai menyiapkan sarapan, Reya menuju kamar sang ibu untuk membantunya untuk pindah ke kursi roda, kemudian Reya mendorong menuju meja makan. Selanjutnya ia memanggil sang adik untuk segera sarapan bersama. Namun, tak ada jawaban. "Udah kamu di sini aja biarin Ar
Reya menyiapkan diri untuk kembali ke rumah, dokter mengatakan kalau dia boleh pulang hari ini. Yuji saat ini sedang melakukan pembayaran. Setelah merapikan tas miliknya, gadis itu kemudian duduk di tempat tidur dan menunggu. Reya menatap layar ponsel di tangan saat ini sedang berkirim pesan dengan Arka. Senang sekali karena sama adik sudah mendapatkan teman dan juga kini tengah mengikuti kelas penyesuaian. Reya akan memberitahu mengenai kehamilannya nanti ketika Arka kembali.Saat itu pintu terbuka, Reya menatap dengan antusias dia berpikir kalau itu adalah Yuji yang kembali dari ruang administrasi."Kita udah bisa pulang—" Tapi salah, itu adalah Jun. Ucapannya terhenti, dia menatap ke arah pria itu. Ia berpikir walaupun sudah pulang kemarin bersama dengan Indi setelah pertikaian mereka beberapa hari yang lalu. Reya salah, John memang takut rumah Sakit. Dia memberikan waktu untuk Reya lebih banyak lagi beristirahat. Dan karena tadi saat menghubungi Yuji mengatakan mereka akan pulan
Indi berjalan ke luar dari ruang perawatan. Harga dirinya hancur setelah apa yang dikatakan oleh Reya. Cemburu ia rasakan menguar dari dalam diri. Mengetahui bagaimana Jun begitu menginginkan Reya, hingga melakukan hal seperti itu membuat ia merasa malu sendiri. Ia Indi sadar memang itu adalah kesalahan yang telah ia lakukan. Ketidakpeduliannya pada Jun dan juga putranya membawa ia semakin jauh.Wanita itu menatap pada sang suami yang terlihat cemas. Jelas kecemasan itu bukan ditujukan untuknya. Jun cemas pasti dengan keadaan Reya, dan itu membuatnya semakin kesal. Jun bergerak, berniat masuk ke dalam ruang rawat, tangan Indi menahan. "mau ngapain kamu Mas?" tanya Indi.Jun menatap sekilas, lalu memalingkan wajahnya. "Dia udah nolak kamu, kamu masih kayak gini? harga diri kamu di mana Mas?" tanya Indi yang merasa malu sendiri dengan kelakuan sang suami. Ia menahan amarah, tangannya mengepal hingga buat suaranya bergetar. "Dia lagi sakit Ndi." Jun melemah, suaranya mengiba berharap
Jun berjalan keluar dengan ragu kemudian menutup pintu. Hanya saja ia tetap berdiri di depan pintu kamar. Menjaga jika sesuatu terjadi di dalam. Takut jika Indi melakukan sesuatu pada Reya. Ia tak ingin terjadi sesuatu pada keduanya.Yuji dan Lis sama terkejutnya ketika ia melihat jun yang berada di luar bersama mereka. Bukankah seharusnya Jun berada dsi dalam kamar dan mengawasi krduanya? "Kok kamu malah ada di luar sih Jun?" tanya Lis."Indi yang minta aku keluar, mereka berdua mau ngomong berdua aja katanya." Jun menjawab terlihat tak fokus karena pikirannya bercabang saat ini. "Yakin kamu? mereka enggak akan ada apa-apa saat kamu ada di sini?' tanya Lis.Jun terdiam ia sendiri tak bisa memastikan itu. Ia hanya percaya kalau Indi tal akan melakukan sesuatu yang buruk pada Reya. Apalagi gadis itu kini tengah mengandung. Di dalam sejak kepergian Jun keduanya masih diam. Reya menunggu karena ia tau Indi mempunyai banyak hal yang harus dikatakan. Indi masih menatap Reya yang terliha
"Mami beneran mau ketemu sama Reya?" tanya Kuki. Jujur saja, ia merasa takut. Reya tengah mengandung dan sang ibu juga saat ini sedang kesal dan marah. Indi dan Kuki kini duduk di dalam kamar. Sejak pembicaraan tadi di ruang makan, ia beristirahat sejenak karena Lis yang akan mengantarkan Indi ke rumah sakit, untuk berbicara dengan Reya. "Ya harus, mami harus tau dia mau apa sampai ngotot mau sama papi kamu," sahut Indi yang kini tengah duduk di tempat tidur. Kuki hela napas, ia tau kalau dalam pikiran Indi saat ini adalah, Reya yang merayu sang ayah dan menginginkan Jun sepenuhnya. "Mami mungkin belum tau, kalau papi yang perkosa Reya supaya dia mau sama papi.""Itu kan kata dia, kamu enggak tau kan apa yang sebenarnya terjadi? Mana ada maling mau ngaku? Kalau semua maling ngaku, ya penjara penuh." Indi masih percaya, kalau sang suami tak mungkin melakukan hal semacam itu.Kuki sadar kalau akan sulit merubah kepercayaan Indi. Ia tau kesan yang dibuat sang ayah terlelu kuat. Bahka
Jun tengah bersiap kembali untuk rumah sakit. Semalaman juga tak bisa tidur di rumah Lis karena memikirkan tentang Reya. Khawatir sekali dengan kondisi Reya, apalagi semalam diberitahu kalau kekasihnya itu demam. Setelah selesai mandi dan berpakaian Dia segera berjalan keluar menuju ruang makan.Di sana ada Lis, Lili dan juga Kuki yang sudah siap di meja makan. Menu sarapan pagi ini adalah nasi goreng buatan Lis. Jun duduk di sana, Tak banyak bicara sama seperti yang lain. Sepertinya masalah ini sudah membuat lelah keempat orang tersebut."Reya gimana Li?" tanya Lis. "Kemarin waktu aku pulang sih ya oke oke aja Bu. Udah mau makan—" "Semalam dia demam tinggi lagi. Jadi pagi ini saya mau buru-buru ke rumah sakit." Jun memotong pembicaraan di antara Lili dan juga Lis.Kuki hela napas, tentu saja tak salah kalau sang ayah memberikan perhatian. Tapi kali ini jadi sedikit merasa jengah karena sepertinya yang ada dalam pikiran Jun hanyalah Reya. Saat itu seseorang mengetuk pintu. Lili ke
Reya terbaring di tempat tidur. Dokter mengatakan kondisinya baik, tadi karena terlalu tegang dan ketakutan. Menyebabkan bayi dalam kandungannya merasakan hal yang sama. Beruntung kondisinya sudah stabil. Dokter mengatakan ia tak boleh stres. Di sampingnya ada Jun yang menemani, diam sejak tadi, duduk sambil memainkan tangan Reya dan sesekali mengecup dengan lembut. Jun begitu menyayangi Reya, ini bukan sekadar urusan ranjang. Alasan mengapa ia begitu posesif, semua karena perasannya. Begitu takut kehilangan dan ditinggalkan.Yuji juga sejak tadi berada di ruangan, sejujurnya dia juga takut kalau Jun melakukan sesuatu lagi kepada Reya, saat hadis itu terbangun nanti. Jadi ia berada di sana untuk mengawasi dan menjaga. Kemudian pintu tiba-tiba saja terbuka menunjukkan sosok Lili dan kuki yang berjalan masuk dengan cemas. Kedua anak itu mendapatkan kabar dari Lis kalau Reya dibawa ke rumah sakit. "Bisa kita ngomong sebentar Pi?" Kuki bertanya kepada sang ayah. Jun menganggukkan kepa
Kuki, Lili dan Reya ini berada di rumah Reya. Ketiganya berada di kamar Gadis itu karena Reya yang terasa lemas setelah pertemuan tadi dengan Jun. Tentu saja dia merasa takut, setiap kali Jun menatapnya dengan dingin dan marah kakinya seketika saja melemas. Beruntung kali ini tak ada hukuman yang diberikan oleh Jun.Kuki menatap dengan iba pada Reya. "Bokap gue ngapain lo sih?"Reya terdiam memikirkan Apakah dia harus memberitahu semuanya kepada kedua sahabatnya ini? Sambil berpikir ia menggigit kuku ibu jarinya, menatap ragu pada Lili. "Lo ngapain sih tadi mau ngajak gue nikah?" Dan pertanyaan ini adalah jawaban bahwa ia memilih untuk tak memberitahu.Kuki dan Lili jelas mengerti dan mereka menerima saja keputusan yang diberikan oleh Reya. Sebuah trauma memang tak mudah untuk diungkapkan, butuh persiapan, hati dan juga keberanian. Itulah alasannya mengapa banyak orang yang mengalami trauma memilih untuk sendiri dan menarik diri jauh-jauh dari kerumunan. Mereka takut untuk bicara, ka
Jun terdiam, terkejut dengar tentang kehamilan Reya. Namun, ia merasa senang. Kini menatap kekasihnya dengan mata yang berbinar. "Kamu hamil?" Pertanyaan terlontar mencoba meyakinkan diri. Reya memilih memalingkan wajahnya, sementara tangannya genggam tangan Lili. Lili mengerti Reya yang kini diantara rasa takut dan cemas, saat melihat reaksi yang akan diberikan oleh Jun. Di sisi lain, Kuki tak kalah terkejutnya. Dalam hati jadi semakin geram dengan kelakuan Jun. Apalagi melihat reaksi Reya, Kuki bisa melihat betapa gadis itu merasakan ketakutan dan ingin menjauh dari Jun. "Saya akan nikahi Reya." Tentu saja Jun tak pernah merasa ragu sedikitpun untuk menikahi Reya. Seperti hal yang sudah ia dambakan dan inginkan. Membayangkan menjalin rumah tangga bersama Reya, menyenangkan menurutnya apalagi ketika memikirkan perhatian-perhatian yang diberikan oleh Gadis itu selama mereka menjalin hubungan."Aku enggak mau nikah sama Om." Reya dengan cepat menolak."Tapi kamu ham —""Enggak akan
Lis duduk di ruang tamu terlihat ragu. Dia kemudian mengambil ponsel yang tergeletak di meja dan menghubungi seseorang."Halo Mbak?" Terdengar suara sapaan Jun dari balik telepon."Jun, kamu bisa ke sini? Boleh sama Kuki, sebisamu Kapa ," kata Lis."Ada sesuatu Mbak?" Jun terdengar cemas setelah mendengar sang kakak memintanya untuk datang ke Jakarta."Ada yang harus Mbak omongin ke kamu." Lis berpikir kalau dengan memberitahu Jun terlebih dahulu sebelum memberitahu Indi adalah jalan yang terbaik. Sengaja ia minta Kuki untuk ikut juga supaya sebagai saksi bahwa pembicaraan ini bukanlah tentang menginginkan Jun untuk berpisah dengan Indi, melainkan untuk membahas permasalahan yang lain."Oke kalau gitu aku akan cari waktu untuk ke Jakarta sama Kuki.""Ya udah, kalau gitu mbak tunggu kamu."***Beberapa hari ini Lili menginap di rumah Reya. Dia cemas dan takut kalau Reya akan melakukan sesuatu pada kehamilannya. Bisa saja sahabatnya itu nekat dengan kondisinya saat ini. Malam ini Rey