Sore ini Jun dalam perjalanan pulang dari kantor. Menyempatkan waktu untuk melipir sejenak untuk membeli martabak telur. Jun tak segan untuk membeli makanan di jalan. Sebelumnya, ia tak pernah melakukannya karena semua terbiasa dilayani, Hidup sebagai anak dengan privilege, istilah masa kini. Namun, lagi-lagi semua berubah saat Reya yang mengajarkan si om untuk sesekali merasakan sensasi jajan di jalan.
Jun duduk di dalam mobil seraya menunggu pesanannya. Kemudian mengambil ponselnya dan segera menghubungi Reya. Tak lama sampai panggilan diterima"Kamu di mana?""Aku di rumah habis mandi, belum pulang Om?"Jun tersenyum, membayangkan kekasihnya itu selesai mandi kemudian aroma strawberry menyeruak dari dalam kamar mandi. Reya memang menyukai mandi dengan sabun dengan wangi buah terutama strawberry."PAsti wangi strawberry. hmm? Kamu bikin saya kangen." Jun merayu, kata-kata gombal."Kita kan nanti ketemu lagi kalau om ke Jakarta minggu depan." Reya coba mengingatkan janji temu mereka berdua."Iya, cuma masih terlalu lama buat saya. Saya lagi beli martabak telur.""Makan yang banyak ya Om. Jangan lupa vitaminnya diminum juga, makan nasi, minum air putih, dan jangan lupa jangan begadang. Aku enggak mau Om sakit." Reya berucap panjang lebar penuh perhatian.Lalu jika gadis itu bersikap semanis itu, bagaimana Jun tak jatuh hati? Perhatian yang diberikan tulus dan tak berlebihan. Reya juga tak pernah menuntut mungkin jika bisa meminta, Jun ingin mengenal Reya dulu kemudian jatuh cinta dan bisa merasakan bagaimana menjalani kisah kasih berdua. Meski jelas semua itu tak akan mungkin. Jadi ia mensyukuri saja bahwa bisa bertemu dengan Reya di masa sekarang disaat dia sudah bisa memberikan banyak hal untuk gadis itu."Om kok diem?""Iya sayangnya Om. Kamu juga, inget kalau ada apa-apa hubungi saya.""Siap. Ya Udah ya Om, aku mau ke kamar ibu. Mau mandiin ibu.""Oke," jawab Jun."Sayang om banyak-banyak. Bye," pamit Reya kemudian mematikan panggilannya.Jun kemudian mematikan panggilan. Ia segera menghapus riwayat panggilan dari aplikasi. Menunggu sebentar sampai martabak pesanannya tiba. Kemudian melanjutkan perjalanannya untuk pulang.Perjalanan menuju rumah memakan waktu tak lebih dari 10 menit. Setelah tiba Jun segera berjalan turun dan masuk ke dalam rumah besarnya. Ke dalam kemudian menuju dapur melihat putra tunggalnya Kuki Yang kini tengah meneguk air dingin. Kuki sepertinya baru saja pulang kuliah terlihat dari pakaian yang dikenakan juga tas dan sepatu yang belum ia lepas. Melihat sang ayah cookie segera mencium tangan ayahnya.Jun kemudian berjalan menuju meja makan. "Sini makan dulu. Ambil piring sama sendok," ajak JunAnak itu berjalan mendekati sang ayah, sambil membawa piring yang tadi diperintahkan oleh sang ayah untuk dibawa. kemudian duduk di kursi yang tepat bersebelahan dengan Jun yang kini tengah membuka kotak martabak yang ia beli tadi. Terlihat masih hangat."Nih makan dulu, ngemil." Jun memang begitu menyayangi putra semata wayang."Tumben banget nih papi jajan di luar sendirian?" tanya Kuki sambil sibuk mengunyah martabak miliknya."Papi kebetulan emang lagi pengen aja.""Oiya Pi, aku minggu depan kayaknya mau ke Jakarta deh."Jun melirik ke arah Kuki. "Mau ngapain kamu ke sana?""Biasalah ada pertemuan sama anak-anak gamers. Aku udah minta izin sama mami, kata mami oke boleh." Kuki kemudian menatap sang papi yang menganggukkan kepala.Game kemudian menatap pada putra semata wayangnya. "Kalau ke Jakarta kamu mau tidur di mana? Kalau emang kamu mau ke sana biar papi sewain apartemen."Kuki menggeleng, Ia benar-benar sudah memiliki rencana untuk ini. "Aku kemarin udah ngobrol sama Lili kalau aku bakalan nginep di rumah bude Lis. Lagian di sana kan ada Lili yang bisa naik motor. Jadi, aku bisa bonceng dia buat nganterin. Lagian mumpung Lili nganggur gitu manfaatkan jadi tukang ojek. Lili juga udah oke buat bantuin aku."Mendengar nama Lili mengingatkan Jun pada Reya. Dan tentu saja jika Kuki ke sana ia akan bertemu dengan kekasihnya itu."Apa nggak ngerepotin?""Lili bilang sih nggak ngerepotin Pi. Ya daripada dia nggak ada kerjaan. Dan aku juga minta tolong dia nanti buat ambil foto aku dan teman-teman." Kuki menjelaskan lagi terlihat jika sang papin tampaknya agak atas setuju dengan keputusannya untuk menginap di rumah Lili.Sedikit banyak Jun setuju dengan apa yang dikatakan oleh Kuki. Selain itu Kuki bisa juga berkumpul dengan Lili sepupunya. "Kebetulan papi juga mau ke Jakarta minggu depan. Papi ada rencana mau nginep di hotel sih. Kita berangkat bareng aja Jadi papi juga bisa mampir ke rumahnya Bude Lis."Rencana telah dibuat tentu saja tujuan Jun tak dan tak bukan agar ia bisa melihat Reya. Rumah Lili dan kekasihnya tam terlalu jauh. Hanya berbeda RT dan rumah Reya berada sedikit di depan dari rumah Lili. Sepertinya, Jun akan meminta kekasihnya itu untuk bermain di rumah Lili, agar ia bisa mengamati gadis itu. Kemudian jika memungkinkan, Jun akan membuat rencana berdua. Jun rindu dimanjakan dan berpeluh bersama tuntaskan dahaga napsu.Sementara di sisi lain Kuki merasa senang karena ia bisa berangkat bersama dengan sang papi. Andai ia tahu niat buruk ayahnya itu, mungkin saja ya takkan merasa sesenang ini.Jun dulu pernah bersikap naif dan membayangkan masa pernikahan yang manis. Meskipun gadis yang ia nikahi berdasarkan perjodohan. Berharap menjadi layaknya raja yang diberikan perhatian dan tempat untuk bersandar. Ya, Jun memang laki-laki dan tak salah 'kan jika ia berharap dan juga membayangkan akan melalui pernikahan dimana ia berniat meratukan sang istri kelak. Berharap akan ada wanita yang ia jadikan tempat mengeluhkan segala masalah dan juga sandaran bagi emosi-emosi kecilnya. Nyatanya, raja tak selamanya terpuaskan oleh ratunya. Ia yang harus membesarkan hati untu itu menggapai mimpinya sendiri, Sementara sang ratu membangun dunia yang katanya demi kebaikan sang raja. Bukan berarti ia tak menghargai apa yang sudah diberikan Indie bahkan ia bersyukur karena sang istri telah memberikannya buah hati. Tetap ada yang kurang, dan ia tak bisa temukan di di Indi. Selama ini coba ia tahan dan jadikan dirinya setia. Namun ketika ia benar-benar telah menemukan seorang yang bisa memberi it
"Itu ada pesan kenapa kamu matikan hapenya Mas?" tanya Indie curiga. Ia menatap pada sang suami yang terdiam.Jun kemudian merebahkan tubuhnya, membawa Indie ke dalam pelukannya membiarkan wanita itu rebah di bahu kemudian memeluknya. Tentu saja harus ada cara agar tak dicurigai dan Jun paling mengerti kalau Indi suka dimanja. "Saya capek dan udah malas banget malam ini. Kita istirahat ya," rayunya kemudian mencium kening wanitanya.Masih penasaran sebenarnya dengan gerak-gerik yang ditunjukan Jun. Hanya saja, Indi terlalu naif dan berpikir kalau Jun tak mungkin mendua atau apapun sebutannya. Jun begitu penyayang dan perhatian, hingga Indi berpikir kalau dirinya akan nampak jahat karena memikirkan kemungkinan akan ada perempuan lain di hati prianya. Bukan tanpa alasan Indi berpikir seperti itu. Dulu wanita itu berasal dari keluarga terpandang dan kehidupannya benar-benar dibatasi. Tak ada yang bisa ia lihat selain keindahan taman rumahnya yang layaknya istana. Kemudian ia dipaksa me
Sejak semalam Reya tak bisa terlelap. Sejak semalam ia memikirkan bagaimana caranya meminta maaf. Jadi takut kalau menghubungi Juna duluan. Takut si Om marah, padahal kangen. Ditambah lagi Jun sama sekali tak menghubungi. Hati dan perasaan Reya jadi makin tak keruan. Sebagai wanita biasanya memang paling menderita kalau perihal bertengkar begini. Paling sensitif, apa-apa jadi enggak enak. Reya pagi ini sudah buat sarapan. Menyiapkan nasi goreng untuk ibu dan adiknya juga yang hari ini akan berangkat ke kampus lebih pagi. Nasi goreng kampung tanpa kecap, dibuat dengan potongan rawit dan banyak daun bawang. Setelah selesai ia menyiapkan semua ke meja makan, tak lupa kerupuk putih yang dia beli di warung dekat rumah. Setelah selesai menyiapkan sarapan, Reya menuju kamar sang ibu untuk membantunya untuk pindah ke kursi roda, kemudian Reya mendorong menuju meja makan. Selanjutnya ia memanggil sang adik untuk segera sarapan bersama. Namun, tak ada jawaban. "Udah kamu di sini aja biarin Ar
"Oh bapak ya kalau di Bandung itu kebanyakan bolak-balik hotel sama pabrik Bu. Kadang sengaja datang ke butik yang produksinya pakai kain dari kita. Kadang juga suka diajak makan sama temannya. Kadang saya diajak juga." Pak Ahyat sudah melatih ini bersama Jun. Dan kini ia benar-benar mempergunakan dengan baik. Indi terdiam, ia sama sekali tak mencurigai jawaban yang diberikan oleh sang sopir. "Dia enggak ketemu perempuan gitu Pak?" tanya Indi lagi. Masih tak menyerah siapa tau dapat info lain."Kalau di Butik ya ketemu Bu. 'Kan bapak sering ke butik itu kalau beliau beli pakaian buat ibu tau mau kasih ke yang lain." Ahyat menjawab lancar. Tentu saja Ahyat akan bungkam karena dia sama saja dengan Jun. Punya selingkuhan, pemilik warung tak jauh dari apartemen Reya dan Jun. Kalau malem selalu kelon bobo hangat dalam dekap janda montok.Mana mau dia kehilangan selingkuhan dan cuan yang jumlahnya banyak? Selama ini Ahyat pintar sekali. Uang gaji jadi sopir dia buat istri tuanya. Bonus da
Setelah sarapan pagi ini, Reya memutuskan untuk datang ke rumah Lili. Tak ada kerjaan, lagi pula tadi sudah menyelesaikan daily paginya alias update cerita terbaru. Meninggalkan sang ibu yang sedang terlelap setelah sarapan. Hitung-hitung menghilangkan rasa galau karena si Om malam tadi. Sengaja juga matikan hape, lagi malas bicara. Sebelum sampai di rumah Lili, Reya menyempatkan diri untuk membeli kerupuk basreng pedas dan juga es teh dalam plastik. Meski keduanya sudah berusia dua puluh tahun lebih, tapi mereka masih saja suka makanan yang biasa di makan oleh anak-anak dan memang itu salah satu hal yang bisa membuat keduanya merasa senang. Senang setelah membawa bekal untuk mengobrol, Reya kembali melangkah menuju rumah Lili. Segera menyapa dari luar, ia tau tak ada siapa-siapa di dalam rumah. "Lili!" seru Reya.Tak lama temannya itu keluar. Lili tersenyum ketika Reya menunjukkan kantong bening yang terlihat isinya adalah kudapan yang biasa mereka santap dengan nikmat, biasa gene
Jun masih berusaha menghubungi Reya bahkan sudah mengancam gadis itu. Hanya saja tak ada balasan, tadi pesannya sudah terbaca, Namun Reya tak membalas dan bahkan enggan untuk menerima panggilan darinya, Jun rasanya mulai gila sendiri karena kelakuan gadis pujaannya itu. Jun kemudian mengambil ponsel miliknya lagi.Mencoba menghubungi Lili. Lagi-lagi mau tau bagaimana situasinya siapa tai masih ada Reya di sana."Halo Om?""Hmm, ibu udah balik?" tanyanya berpura-pura. Padahal tak tau juga apa yang akan dibicarakan kalau ada sang kakak yang sejak tadi ia cari."Belum pulang Om. Nanti kalau ibu pulang aku telepon Om ya?""Hmm, oke. Terus kamu sama siapa?" tanya Jun, "Sendiri, tadi ada Reya sih. Cuma ngobrol sebentar terus pulang nemenin ibunya lagi sakit." Lili menjelaskan."Ah, sakit apa?" Jun putra-pura tak tau-menahu padahal ia dengan jelas tau masalah itu."Jatuh Om. Kurang tau persisinya. Tapi sekarang masih pakai kursi roda. Jadi, apa-apa Reya sekarang, Enggak bisa ditinggal."Jun
Jun memilih mengalah kali ini. Ia sudah hafal betul jika dicecar, kekasihnya itu malah akan semakin menjadi. Biasanya jika ia terlalu sensitif, Reya tengah dekat dengan datang bulan. Bukan sekali- dua kali gadis itu bersikap seperti itu. Jadi Jun coba maklumi. Meski begitu ia masih merasa kesal karena terlalu lama diabaikan. Jun mengetuk jemarinya di meja kerja. Seperti kebiasaannya setiap kali merasa kesal atau sedang memikirkan sesuatu. Padahal sebentar lagi akan ada pertemuan dengan direksi. Namu, moodnya malah kacau seperti ini. Pria itu lalu coba hela napas beberapa kali, lalu meneguk air mineral yang berada di atas mejanya. Pintu diketuk, Jun mempersilahkan untuk masuk. Itu adalah Siska yang Jun tau kalau ia akan mengingatkan untuk rapat. "Maaf Pak, sudah ditunggu."Jun anggukan kepalanya, ia kemudian berjalan ke luar ruangan. Diikuti Siska berjalan menuju ruang rapat. Pembicaraan kali ini mengenai tawaran dari pemerintahan untuk bekerja sama dalam pemenuhan kain dalam juml
Reya pagi ini telah rapi, bersiap untuk bekerja. Kemarin sore ia sudah melamar pekerjaan. Dan kini akan bekerja di hari pembukaan toko. Reya begitu bersemangat ini adalah pertama kalinya lagi ia bekerja di luar. Ratna juga telah merestui anaknya untuk bekerja. Karena ia juga sudah bisa bangun dari duduknya untuk sekadar berpindah tempat. "Nanti ibu kalau mau apa-apa minta tolong sama Mbak Ulfa ya." Reya berpesan pada sang ibu agar tak nekat sendirian."Iya kamu jangan khawatir. Ibu enggak akan macem-macem.""Aku nanti jam makan siang udah pulang kok Bu, senagaja enggak istirahat di sana. Nanti aku balik lagi jam satu." Reya menjelaskan."Iya Nduk, kamu tenang aja. Jangan cemas, malah ibu yang cemas kalau kamu gini," ucap Ratna karena si sulung yang terus berpesan ini dan itu sejak semalam. Tempo hari ia sudah meninta tolong pada Mbak Ulfa tetangga rumah. Untuk membantu sang ibu jika ibu akan ke toilet. Reya berjanji akan merombak toilet jika ia gajian menulis bulan ini. Tentu saja i
Reya dan Kira tidur di tempat tidur, sementara saat ini Yuji tidur di sofa. Reya dan Yuji merebahkan diri dan saling berhadapan. Sejak tadi mereka mengobrol satu sama lain."Mas, besok Ibu Indi ngajak aku untuk ke panti asuhan." Reya memberitahu. "Ke panti asuhan? Mau ngapain ke sana?" Pria itu bertanya karena cukup heran juga. Kenapa mereka akan ke panti asuhan besok.Reya duduk, kemudian menatap kepada Yuji. Yuji juga ikut duduk dan mereka berdua saling berhadapan. "Ibu Indi ada niat buat ngangkat anak dari panti asuhan. Buat nemenin dia di rumah.""Ya udah, nggak apa-apa kalau kamu mau ikut.""Tapi besok katanya kamu mau ngajak aku ke panti asuhan tempat kamu gede dulu?""Kita masih punya waktu beberapa hari di sini kan? Bisa lusa atau habis pulang dari panti asuhan juga bisa kan?" Reya menganggukkan kepalanya mengerti. "Sebenarnya nggak apa-apa ya kalau kita di sini?"Yuji bangkit, mengambil tongkat yang berada di sampingnya, lalu berjalan mendekat. Ia kemudian duduk di samping
"Nginep sini aja Rey." Indi membujuk. Kini semua sedang duduk di ruang tamu. Membujuk Reya untuk menginap di rumah Jun saja. Sebenarnya hal itu membuat Reya jadi sedikit merasa tidak nyaman. Namun, bagaimana lagi dia tidak bisa menghindar."Iya, kalau kamu butuh apa-apa atau mau ke mana-mana di sini ada sopir yang siap nganterin ke mana kamu mau." Kuki kini menimpali. Sementara Jun duduk sedikit menjauh, dia tidak berbicara apa-apa dari tadi dan juga tidak berusaha membujuk. Pria itu ingin menghargai Indi takut jika sang istri cemburu atu berpikir aneh-aneh. Ia juga tau Reya tak nyaman berada dekat dengannya. "Iya, aku tidur di sini." Reya akhirnya mengalah dan ia memutuskan tinggal di sana selama di Surabaya.Kira turun dari pangkuan Lili lalu berlari menghampiri Reya. "Ibu nen." Kira seperti biasa setelah ia melihat sang Ibu sudah selesai dengan pembicaraannya meminta untuk disusui. "Enggak boleh di sini kan banyak orang sayang," kata reya. Kira membecik, menggembungkan pipi
Indi bersama dengan Lili dan Lis sedang duduk bersama di ruang makan. Kuki, Jun dan Kira sedang berjalan-jalan menggunakan mobil untuk berkeliling komplek pagi ini. Kira sudah berada di sana selama dua hari, anak itu senang sekali. Apalagi setiap pagi sang kakak tiri, dan juga sang papi mengajaknya berjalan-jalan.Jika di Jakarta, Kira lebih banyak menghabiskan waktu bersama Yuji jika pagi sampai sore hari dikarenakan sang ibu yang harus berkuliah. Di Surabaya, Kira juga sangat senang mendapatkan banyak perhatian."Reya benar-benar enggak mau datang ke sini ya?" Indi bertanya, agak kecewa juga karena kemarin saat ulang tahun Reya tak datang.Lili menggelengkan kepalanya kemudian menjawab pertanyaan sang tante. "Iya, dia bilang nggak enak kalau datang. Tante tahulah, dia anaknya emang gitu. Tapi nanti kan dia mau ke sini untuk jemput Kira sama Mas Yuji.""Padahal sebenarnya aku kemarin minta dia datang ke sini loh. Mas Jun juga udah nggak apa-apa kok. Kalau ditelepon atau video call d
Lili kini berada di rumah Reya. Dia sedang bermain dengan Kira. Sudah cukup lama tak bertemu dengan Kira membuat Lili begitu kangen dengan anak itu. Saat ini, Lili dengan Kira berada di ruang tengah. Sementara Reya memasak makan siang. Yuji ingin makan sayur lodeh, ikan asin dan telur dadar. "Masih Yuji ke mana?" Lili bertanya sambil sibuk bermain dengan Kira. "Kemarin, Mas Yuji itu ada rencana mau buka restoran. Jadi, dia lagi cari tempat buat restoran kita berdua. Sekarang, nggak bisa andelin uang dari endorse aja. Lo tau kan gue kuliah, ada cicilan mobil juga." Reya mengeluh. "Om Jun kan kirim uang? Lo pakai aja sedikit." Lili memberi saran."Nggak mau, itu kan emang uang untuk Kira. Semua uang dari Om Jun itu masuk ke tabungan pribadinya Kira. Gue nggak mau ngacak acak ataupun ganggu uang anak gue. Gue enggak tau gimana ke depan, uang itu buat biaya Kira sampai kuliah Li." Reya tidak mau memakai uang Kira Reya selama ini memang tak pernah mengganggu uang yang diberikan Jun u
Dua tahun kemudian...Indi berada di dapur sibuk memasak sayur lodeh, ayam goreng dan juga telur dadar. Menyiapkan makan siang sang suami. Makanan kesukaan Jun selalu tersaji hasil tangan sendiri. "Mbak tolong masukin ke kotak bekal, saya mandi dulu ya. Minta tolong juga Pak Boris buat panasin mobil." Indi berkata, kemudian berjalan menuju kamar untuk segera mandi dan bersiap menuju kantor Jun.Selesai mandi, segera dia berangkat bersama sang sopir untuk menuju kantor suaminya mengantar makan siang. Sudah jadi kebiasaan dua tahun terkahir. Perjalanan hari itu sedikit terburu-buru karena dia terlambat bangun tadi. Perjalanan menghabiskan waktu sekitar 10 menit Sampai akhirnya dia tiba di kantor. Indi segera turun dari mobil, dan berjalan masuk ke dalam. Seperti biasa mendapat banyak sapaan ketika ia masuk ke dalam. Banyak karyawan yang menyapanya dengan ramah dan juga ia menjawab dengan sangat ramah."Selamat siang Bu, "ucap salah seorang karyawan."Selamat siang, sudah jam maka
Jun terdiam cukup lama, menatap pada Reya yang hanya memejamkan mata. Menggenggam tangan Reya sambil entah memikirkan apa. Beberapa kali hela napas, tak berhenti berdoa agar Reya lekas sadar. "Li, Om pulang. Kalau ada apa apa hubungi saya."Lili menatap sekilas, lalu anggukan kepala. "Iya Om. Enggak apa-apa, aku juga enggak sendirian."Akhirnya, ia memutuskan pulang ke apartemen meski Reya belum sadarkan diri. Ia berjalan masuk dan melihat Indi yang masih terbangun, sedang membuat susu untuk Kira. "Kamu pulang Mas?"Pria itu anggukan kepala, lalu duduk di kursi makan. "Mau aku buatin minum?""Kopi boleh," jawab Jun."Aku nyelesain buat susu Kira dulu ya." Indi kembali melanjutkan kegiatannya. Lalu ia menyiapkan kopi untuk sang suami. Sambil menunggu kopi ia menuju kamar, mengantarkan susu untuk Kira. Jun bangkit kemudian berjalan menuju kamar kecil untuk membersihkan diri. Mungkin saja jika membersihkan diri akan membuat tubuhnya terasa lebih segar. Apa yang terjadi pada Reya bena
"Mbak kalau mau istirahat, istirahat aja. Lagian ada Kuki di depan. Nanti aku minta temenin dia." Indi berkata pada Lis yang terlihat mengantuk. "Lemes banget aku Ndi. Kejadian hari ini bener-bener nguras tenaga, pikiran, dan perasaan aku." Lis katakan itu sambil mengusap matanya karena rasa kantuk. "Iya Mbak tidur aja, biar Kira aku yang jagain. Kira mungkin ngerasa kangen sama ibunya." Indi berkata sambil mencium pipi gembil bayi cantik itu. "Iya, soalnya dia semua mau sama ibunya. Makasih ya Ndi," ucap Lis dijawab anggukan kepala oleh Indi.Indi dan Lis bertugas di rumah menjaga Kira. sementara itu, Lili dan Jun berada di rumah sakit untuk menjaga Reya. Kuki bahkan segera terbang ke Jakarta ketika dia mendengar kabar itu dari sang mami."Iya mbak, selama ini dia memang cuman sama ibunya aja. Ya udah, mbak tidur aja.""Makasih ya Ndi. kamu mau jagain Kira."Lis segera tertidur karena merasa sangat lelah. sementara Indi menjaga kirara yang masih terbangun. Siang tadi seharian bay
Lili dan Lis kini berada di kamar, Lili berlari masuk kembali setelah mengambil pakaian dan perlengkapan untuk Kira. Sementara itu Lis yang membersihkan bayi itu. Kira sudah tak menangis setelah Lili membuatkan susu formula untuk Kira."Ada apa sih Li?"Lili menghapus air mata yang terus saja menetes. Ia tak menyangka dengan apa yang terjadi. Saat itu Indi berjalan masuk ke dalam kamar Lis. "Ibu sama Tante ya, aku mau bantu Om Jun."Lis menganggukkan kepala. Setelah mendapat persetujuan dari sang Ibu segera berjalan keluar. Tentu saja harus ada yang menemani Jun saat ini. Sementara itu ini duduk di tempat tidur. Ini adalah pertama kalinya dia bisa melihat Kira dalam jarak yang sangat dekat. Bahkan wanita itu kini menyentuh pipi bayi mungil itu dengan lembut.Lis menatap ke arah Indi. "Itulah di. Kenapa kita harus hati-hati dalam bicara. Apalagi sama ibu yang baru melahirkan. Mbak enggak bermaksud menyalakan kamu. Tahu betul kalau kamu kecewa dan terluka karena ulah Jun. Tapi, Reya it
Jun, Lis, lili dan Indi kini dalam perjalan. Jun berada di depan menyetir mobil, di sampingnya ada Indi, lalu di belakang ada Lili dan juga sang ibu. Perjalanan kali ini cukup lancar karena hari juga sudah cukup siang saat mereka berangkat. "Mbak, kita jangan lama-lama di sana ya. Soalnya kasihan kalau Reya sendirian. " Jun memberitahu sang kakak. Karena sejujurnya Ia juga tak tega meninggalkan Reya sendirian di rumah.Indi melirik tak suka ke arah sang suami. Tentu saja dia jadi kesal, karena apa yang dikatakan oleh Jun yang terlalu memberikan perhatian kepada pelakor itu. "Ngapain sih kamu? Lagian kita kan udah lama juga nggak ketemu sama saudara-saudara. Di rumah kan juga ada Mbak, tenang aja lah." Helaan napas berat terdengar dari Jun. Ia kesal dengan apa yang dikatakan sang istri. "Iya, nanti kamu sama Indi bisa pulang duluan ke apartemen. biar Mbak sama Lili yang di sana agak lama." Lis mencoba melerai pertikaian di antara suami istri di hadapannya. "Indi kamu jangan dulu ng