Jun tengah duduk di ruang tengah rumah LIli sementara Lili dan Kuki juga duduk bersama di lantai sambil sambil sibuk ngemil. Lili membeli banyak makanan untuk dinikmati bersama sepupunya. Cilung, bilung, papeda dan aneka jajan SD yang ia yakini kalau Kuki belum pernah menyantap semua makanan yang ia beli itu. Jun memerhatikan interaksi di antara keduanya. Lili mengerjai Kuki dengan makann pedas dan ia malah tertawa terbahak-bahak karena adik sepupunya kepedasan hingga buat wajahnya merah."Pedes ya Mbak LIli!" kesal Kuki. Ia segera meneguk air dingin yang sengaja disediakan Lili untuk Kuki."Ya itu kenapa namanya pentol jontor." Lili kemudian menatap pada adik sepupunya itu. Memastikan apakah bibir Kuki menjadi Jontor karena makanan yang ia berikan.Kuki menoleh kemudian ia memonyongkan bibir ke arah Lili dan tentu saja itu buat Lili tertawa terbahak-bahak akibat kelakuan Receh Kuki. "Lemah. Gue sama Reya kalau beli level 5, ini mah cuma level 2 lho Kuki," ledek Lili."Ini level 2 a
"Selamat datang di D-bakery. Silahkan dipilih kue dan rotinya bapak." Reya menyapa setiap tamu yang datang. Sebenarnya ia bekerja di bagian dapur untuk membantu membuat roti dan kue. Jabatan itu ia terima karena jam kerjanya yang singkat. Dengan begitu ia bisa kembali ke rumah lebih awal untuk menemani sang ibu. Sang pemilik toko yang juga adalah sahabatnya memang menyarankan Reya untuk memilih jabatan itu. Karena ia tahu bahwa Reya juga memiliki kewajiban untuk menjaga ibunya yang sedang sakit. Tentu saja hal itu cukup mudah untuk Reya. Dirinya sudah cukup terlatih untuk bekerja di dapur. Memang sedikit berbeda dengan kegiatan dapurnya sehari-hari. Namun, ia merasa tak akan kesulitan dengan pekerjaan itu maka ia menerima tawaran dari Devi.Dan hari ini Reya belum bisa melaksanakan tugas utamanya karena semua roti dan kue masih dikirim dari cabang. Jadi gadis itu terpaksa untuk menjadi penjaga di toko membantu bagian packing kue. Reya mengerjakan pekerjaannya dengan sangat baik ia j
Nindi kini berada bersama rekan-rekannya menikmati kegiatan sore setelah mereka selesai melakukan kegiatan berbagi sejak pagi tadi. Kegiatan mereka memang memiliki jadwal roadshow khusus yang akan menjangkau seluruh Indonesa. Dan kali ini sasaran mereka adalah daerah semarang jadi hari ini Indi dan rekannya menginap. tentu saja Indi juga membawa tangan kanannya yang membantu dalam setiap kegiatan. Rara adalah pelayan dan juga tangan kanan yang ia percayai. wanita itu sudah sepuluh tahun ini mnegikuti segala kegiatan Indie. Indie juga termasuk royal pada Rara. Beberapa waktu lalu Rara harus kembali ke kampung menemui anak dan sang suami. Kini telah kembali dan menemani Indi dalam setiap kegiatan. "Jeng Indi, sesekali diajak lah Pak Juniar. Memang enggak takut kalau direbut sama perempuan lain?" tanya Tari salah satu rekannya. Suami Tari bisa dikatakan adalah salah seorang yang penting. Menjadi anggota DPRD selama kurang lebih sembilan tahun belakangan. "Dia ada urusan Jeng, lagia
Jun kini tengah berganti pakaian, berencana untuk mencari hotel untuk beristirahat malam ini. Sementara Kuki memilih untuk tinggal bersama sang bude. Tak ada senyum yang ia tunjukan sejak tadi. Masih kesal dengan kelakuan Reya. Belum bisa reda kalau belum dengar sendiri apa yang Reya katakan. Pria itu kini berdua bersama Kuki yang merebahkan tubuh di tempat tidur. Anak itu tengah sibuk bermain game sambil mengobrol dengan teman-temannya yang lain."Kamu jangan suka jodoh-jodohin orang Kuki," kata Jun mengingat apa yang ia katakan pada Reya tadi. "Aku cuma mau ngenalin Reya sama temenku Pi. Kebetulan ada temenku namanya Riko anaknya baik, ganteng, udah punya usaha juga. Mandiri cocok sama Reya yang sama-sama mandiri." Kuki menjawab masih fokus dengan ponsel di tangannya. Jun sempat terhenti mengancingkan kemejanya, kemudian kembali melanjutkan. Tentu saja akan mengancam dirinya jika Kuki benar-benar melakukan hal itu. Ia tak akan membiarkan hati Reya berpaling. Hanya untuknya, hanya
Tangan Jun mencengkram rambut gadis itu, menatap pada cermin saat itu bergerak tepat di belakang Reya. Sejak tadi ia gumuli kekasihnya tanpa ampun. Selama beberapa hari ini terus menahan emosi karena kelakuan gadis kesayangannya. Kini ia melepaskan semua hasratnya dan amarahnya. Berkali-kali Reya terdorong oleh Jun dari belakang. Pria itu coba mencari kenikmatan untuk dirinya dengan sedikit keras. Bukan berarti bermain secara kasar hanya saja ia memang menikmati di saat Reya berada di depannya seperti ini, posisi kesukaan Jun. Entah sudah berapa kali Jun menarik-narik rambut panjang gadisnya ke belakang hingga buat tersentak-sentak. Tantangan yang semakin dalam dan mengoyak tubuh Reya. Rasanya bahkan jin saat ini tak mendengar ketika gadis di hadapannya mengaduh karena kelakuan yang ia lakukan. Sampai kemudian Jun mengeluarkan miliknya. Mengajak Reya untuk pertarungan selanjutnya, di ranjang. Ia tau kekasihnya sudah terlalu lelah untuk tetap berdiri. Tatapan Reya susah sayu sekali,
Pagi ini Reya sudah melakukan kegiatan seperti biasanya tubuhnya lelah sekali setelah semalam adu ranjang bersama Jun. Tau betul akan semakin sulit meninggalkan pria itu karena si om yang selalu mengejar dan mengancamnya. Meski tak ia pungkiri bahwa dirinya begitu menyayangi Jun. Sarapan pagi ini Reya hanya memasak nasi kemudian membeli lauk di warung tak jauh dari rumah. Membeli ayam goreng dan sambal untuk dinikmati bersama sang Ibu dan juga adiknya. Gadis itu kini tengah sibuk merapikan meja makan sementara sang ibu mulai berlatih berjalan sambil sedikit menyapu ruang tamu. Setelah selesai Ratna kembali ke belakang untuk meletakkan sapu ke tempat semula. "Bu makan dulu," kata Reya saat ia melihat sang Ibu berjalan melewatinya.Ratna jalan meletakkan sabuk kemudian ia kembali untuk duduk di meja makan. "Hari ini kamu kerja nduk?" tanya sang ibu. "Iya hari ini aku kerja Bu. Tapi nanti aku nggak langsung pulang karena temenku yang kemarin ngajak nonton. Sebenarnya kemarin mau non
Jun kini berada di hotel, duduk seraya memikirkan bagaimana caranya agar bisa terus bersama Reya saat ia berada di Jakarta. Acara pernikahan rekan bisnisnya masih lima hari lagi. Dan ia ingin selama itu Reya bersamanya menghabiskan waktu bersama. Jun ingin Reya dalam pelukannya, Kungkungan tangannya. Semua hal tentang Reya masih saja jadi candu untuknya. Namun dilema juga rasanya karena Kuki pasti akan mampir ke hotel tempatnya menginap. Tentu saja akan berbahaya kalau puteranya mendapati dirinya tengah bersama Reya. Saat itu bel terdengar, Jun tersenyum ia tau siapa yang datang. Karena kemarin ia meminta agar kekasihnya datang setelah memutuskan mengundurkan diri. Pria itu masih mengenakan kimono setelah selesai mandi. Ia kemudian berjalan dan membuka pintu. Terlihat Reya yang berdiri di sana tersenyum menatapnya. "Om," sapa gadis itu.Jun segera menggandeng tangan kekasihnya itu untuk masuk ke dalam. Segera berjalan menuju kamar, dan duduk di tempat tidur. Jun melepas ikatan ram
Jun mematikan panggilan ketika mendengar jawaban dari Indi. Setelahnya sedikit melempar ponselnya. Jun menrendahkan tubuhnya kini bisa mencium bibir Reya yang memejamkan mata saat tubuhnya terhentak- hentak akibat ulah Jun. "Seneng ya, liat saya enggak bisa desah hmm?" tanya Jun sambil memperkuat gerakannya. Seperti biasa pria itu selalu bisa menyentuh titik kenikmatan yang membuat Reya hilang akal. Kegiatan seksual bersama Jun adalah hal yang menyenangkan dan juga dosa terhina yang mereka lakukan. Tapi Reya dan Jun sangat menyukai itu, kegiatan rahasia yang dengan gairah menggebu ingin menghancurkan dan merasakan kenikmatan satu sama lain Pipi Reya menjadi merah, aliran darahnya mengalir lancar membuat pipi itu bersemu. Jun dekatkan wajah dan ciumi wajah kekasihnya. Saat tangan Reya mencengkram erat pada kedua bahunya, berhasil dapatkan klimaks pertamanya. Jun mengeluarkan ereksinya, memperlihatkan urat-urat yang penuh dengan cairan lubrikasi dari puncak hingga ujung, meski tertut
Orang suruhan Yudha membawa sesosok tubuh yang tadinya terbaring di jalan di pundaknya. Tubuh tersebut kemudian ditaruh di bagasi belakang mobil. Mobil itu melaju meninggalkan gudang kosong. ***"Mami cemas banget sih?" Kuki bertanya. Malam ini, ia bersama dengan Indi sedang duduk di ruang tengah bersama sambil sibuk menonton televisi. Sejak tadi Indy jelas terlihat gelisah. Meskipun tadi siang sama suami sudah mengabarkan kalau berada di Jakarta dan menjenguk. Tetap saja perasaannya gelisah dan cemas"Meskipun papi udah bilang kalau dia lagi ngurus dan ketemu sama bayinya. Mami takut kalau dia malah kembali sama perempuan itu."Kuki terdiam dan ia memerhatikan sang ibu. Di dalam hatinya sebenarnya merasa iba dengan kejadian ini. semua perilaku sang ayah jelas tak bisa dibenarkan. "Sebenarnya, aku agak kaget karena Mami malah mau balik lagi sama papi. Karena laki-laki itu kalau udah berkhianat akan selamanya jadi penghianat.""Mami cuman nggak mau nyia-nyiain apa yang dititipkan alm
Indi saat ini di taman belakang. Kemarin membeli beberapa bibit bunga baru dan tengah sibuk untuk menanamnya kembali di taman. Saat itu ponselnya berdering, segera ia mengambil dari kantong epron yang digunakannya. "Ya Ra?""Ada kabar katanya Bapak ke Jakarta." Rara memberitahu atasannya itu."Apa? Bapak ke Jakarta? Bapak tadi berangkat ke kantor kok.""Iya Bu, ada kabar katanya Bapak minta helikopter perusahaan disiapkan untuk berangkat ke Jakarta hari ini." Rara memberitahu lagi, dia terdengar cemas."Emangnya ada apa kenapa ya bapak ke Jakarta hari ini? Mbak Lis baik-baik aja kan?""Maaf Bu, hari ini kabarnya perempuan itu akan melahirkan." "Reya?""Iya Bu." Indi jelas menjadi geram dan kesal. Belakangnya situasi di rumah pun belum pulih, tapi sang suami malah bertingkah lagi seperti ini."Ya udah, terima kasih ya karena kamu udah kabarin saya." Segera saja dia mematikan ponsel, kemudian segera memanggil sang suami.Hatinya benar-benar cemas, takut Jun kembali kepada Reya. Kare
"Melahirkan?" Jun mengulangi kata-kata yang diucapkan Yudha dari balik telepon."Benar Pak, sudah berada di rumah sakit sejak pagi-pagi sekali sama Yuji."Senyum di bibir Jun sekilas menghilang. Saat ini sedang dalam perjalanan menuju kantor. Pagi ini memang sudah merasa ada yang berbeda. Jadi sengaja berangkat lebih pagi. Ternyata ia mendapatkan sebuah kabar baik. "Tetap ada di sana, kabari saya apa yang terjadi. Kamu tau kan apa yang harus kamu lakukan untuk mendapatkan informasi yang akurat? Kalau ada apa-apa kamu harus segera hubungi handphone saya.""Baik pak, saya tau apa yang harus saya lakukan." Jun segera mematikan panggilan. Ia menghubungi sang sekretaris. "Siapkan helikopter, secapatnya saya akan ke Jakarta. Ingat secepatnya." Jun memerintahkan. Karena tak mungkin ia memiliki waktu yang lebih cepat jika harus memesan tiket penerbangan."Ke Jakarta apa ibu nanti ndak marah pak?" tanya Ahyat karena jujur saja ia cukup cemas dengan apa yang dilakukan Jun. "Nanti saya yang a
Indi berada di rumahnya. Dia kini tengah menunggu Rara. Sejak kejadian tadi pagi sama sekali tak bisa tenang. Terus memikirkan kemungkinan kalau sang suami mengetahui apa yang ia lakukan. Tentu saja Indi tak ingin sama suaminya tahu, karena dia takut ditinggalkan.Saat itu Rara berjalan masuk, kemudian Gadis itu mendekati sang majikan. "Ada apa ya Bu?" Rara bertanya karena panggilan Indi yang begitu tiba-tiba siang ini.Indi menepuk bangku yang berada di sampingnya. "Kamu duduk sini dulu Ra. Ada yang mau saya omongin."Rara menurut, kemudian duduk di samping Indi. Yang kaki tangan kemudian terdiam dan menunggu apa yang akan dikatakan oleh Indi."Kamu udah bisa pastiin kan kalau nggak ada orang suruhan Pak Jun yang ikut ngawasin perempuan itu?" Indi bertanya mencoba untuk memastikan. Tentu saja dia harus mencari tahu.Rara anggukan kepalanya dengan yakin. "Saya udah memeriksa, juga sudah memetakan di tempat itu dan sama sekali nggak ketemu sama orang suruhnya Pak Jun. Jadi, saya bisa p
Pagi ini di rumah Jun seperti biasa, diawali dengan sarapan bersama keluarganya. Rutinitas yang selalu dilakukan sejak kembali ke Surabaya. Pagi ini menu yang dibuat oleh Indi adalah bubur ayam. Menu itu diracik khusus yang dibuat oleh Indi pagi ini. Sengaja ingin membuat itu karena sepertinya kemarin sang suami kurang enak badan."Aku sengaja masa kini buat kamu Mas. Soalnya kayaknya kemarin kamu kurang enak badan." Indi mengatakan itu, sambil menuangkan bubur ayam ke atas mangkok. Setelahnya dia memberikan kepada Jun. Pria itu menerima, seperti biasa tidak ada senyum di bibirnya. "Terima kasih."Kuki selalu memerhatikan, seolah kini tak ada kebahagiaan lagi di rumahnya. Meskipun sang ayah masih juga berusaha untuk membuka pembicaraan hanya saja itu jarang sekali dilakukan."Hari ini kamu ke mana Nak?" Jun bertanya. "Hari ini kayak biasa Pi. Aku ngerjain skripsi dan tapi kayaknya, minggu depan ada niat untuk ke Jakarta. Biasa, aku ada urusan sama beberapa teman di sana." Kuki menj
Sore ini Jun baru saja pulang bekerja. Pria itu berada di dalam mobil bersama Ahyat sang sopir. Ia menatap keluar jalan, seraya memutar rolex yang terpasang di tangannya. Saat itu, Ahyat yang berada di depan memberikan ponsel miliknya."Dari tadi Mas Yudha telepon terus pak. Cuman saya belum angkat."Untuk menghindari pantauan dari Indi, dia memang meminta tolong sang sopir untuk membantunya dalam menghubungi Yudha ataupun keperluan lain yang ia butuhkan untuk mengetahui keberadaan Reya. Jun menekan layar ponsel milik Ahyat kemudian segera menghubungi Yudha. "Ya, ada apa?""Mbak Reya, sama Yuji sudah nggak ada di rumah sejak pagi-pagi.""Loh, terus mereka ke mana?""Saya belum tau pastinya pak. Karena memang kami hanya memantau pagi dan sore seperti apa yang bapak minta. Tapi ada yang beri informasi, kalau pagi-pagi ada yang melempar jendela rumah mbak Reya dengan sebuah batu besar. Sepertinya itu adalah orang yang sama yang diminta oleh ibu ini untuk teror." Yudha beritahu hasil dar
"Hamil?" tanya Tata. Wanita itu segera melirik ke arah Yuji. "Emang kalian enggak pakai pengaman kalau berhubungan? Yuji, Yuji, gimana sih?" tanya Tata mengira kalau apa yang terjadi pada Reya adalah kesalahan pria itu."Bukan Mas-" Reya terhenti saat Yuji memotong ucapannya. "Iya maaf Mbak, namanya juga musibah. Hehehe," sahut Yuji kemudian terkekeh kemudian mengusap tengkuknya yang tak gatal. Yuji tidak ingin nama Reya menjadi semakin buruk karena Gadis itu tak mau untuk mengakui apa yang dikatakan Tata. Lagi pula masalahnya akan semakin runyam jika mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Hal itu menyebabkan Yuji pasang badan untuk masalah yang tengah dihadapi oleh Reya. "Enggak usah stop Rey, setelah nanti kamu melahirkan bisa langsung kerja lagi. Kalau memang mau istirahat ya istirahat dulu." Tata merasa sampai saat ini hanya Reya yang paling pas untuk menjadi brand ambassador produk pakaian big size-nya. Dia juga merasa kalau masalah ini sebenarnya cukup sering terjadi di kal
Sekarang setiap kali sendirian di rumah, Indi memilih untuk merapikan taman belakang. Menanam aneka mawar dan anggrek hal itu cukup membuat punya kesibukan di rumah. Indi memang sudah tak lagi mengikuti kegiatan roadshow. Tetapi masih ikut sebagai penyumbang dana dan berhubungan di grup bersama dengan teman-teman yang lain. Saat tengah memupuki tanaman, tiba-tiba saja Rara masuk ke dalam menyusul atasannya."Saya sudah dari rumah Bu Yuni dan menyampaikan pesan dari ibu. Saya juga ke sana sambil bawa sembako yang Ibu pesan kemarin." Rara memberitahu. Indi memang lebih senang memberikan berupa barang daripada uang. Ikarena ia paham betul kalau memberikan uang lebih mudah untuk diselewengkan. Meski Indi sudah lama tergabung dalam yayasan tersebut, dia tetap saja tak terlalu percaya pada para pemegang pendanaan. Karena ia dan juga orang-orang bagian keuangan tak terlalu dekat."Terima kasih kalau begitu. Dan jatah untuk pengiriman sembako berarti dua minggu lagi ya Ra. Nanti kamu tolong
'Saya minta maaf, tapi saya ingin mengundurkan diri dari pekerjaan ini.'Itu adalah kata-kata yang diucapkan oleh Yuji kepada Jun. Dan kini rahang Jun menjadi mengeras, tangannya mengepal berpangku pada sisi pintu mobil. Ada hal yang tak benar menurutnya, mengapa tiba-tiba saja Yuji ingin berhenti? Kemudian ia mengambil ponsel dan menghubungi seseorang."Yudha kamu bisa bantu saya?"Sementara itu setelah berbicara dengan Jun, Yuji kembali masuk ke dalam kamar. Dia melihat kondisi Reya. Gadis itu menangis setelah kepergian Jun. Yuji berjalan mendekat dan segera duduk di samping Reya. Reya menatap Yuji, dia benar-benar bingung dengan apa yang akan terjadi. "Kayaknya aku nggak akan bisa lepas dari Om Jun ya Mas? Dia bisa ngelakuin apa aja."Itu memang benar, karena Jun memiliki segalanya, uang dan juga kekuasaan. Pria itu juga cukup dekat dengan beberapa politikus. Hal itu lantaran memang sebagian bisnis miliknya membutuhkan orang dalam untuk bisa dibangun dan dimulai. Itu memang sudah