Setelah pintu dibuka oleh Jun semuanya masuk ke dalam. Kuki berjalan masuk terlebih dulu disusul Lili mereka kemudian duduk di karpet saat Jun merebahkan tubuh di tempat tidur. Jun jelas kelelah karena baru saja melakukan hubungan dengan Reya, bahkan ia belum puas melakukan itu dan kini ia diganggu oleh kedua remaja tanggung itu. Jun kesal dan ia hanya bisa menahan emosinya. "Reya ke mana tadi enggak ada di toko?" tanya Kuki dan itu membuat Jun membuka matanya. "Dia katanta tadi mau ketemu temen penulis. Kalau dia sih kayaknya pergaulannya lumayan luas. Gabung banyak grup kepenulisan gitu," sahut Lili yang dijawab anggukan oleh Kuki."Lo ngapain dong?" tanya Kuki pada sepupunya itu."Gue mah mager, males interaksi lah." Lili berkata lagi. "Sesekali lah kami interaksi Li. Biar ada temen nambah ilmu juga kan'" kata Jun mencoba meninpali. Padahal di dalam hatinya senang sekali mendnegar kalau Lili malas berinteraksi bersama Reya. Karena jika mereka dalam ruang lingkup yang sama akan
Reya benar-benar orang salah sementara sahabatnya itu terus menghubungi sebenarnya salahnya juga karena mengatakan kalau urusannya sudah selesai. Ia jadi harus tergesa-gesa membersihkan diri, kemudian harus datang ke hotel di mana akan bertemu lagi dengan kekasihnya si om.Jun:Nggak usah terburu-buru. Saya udah bilang Ahyat untuk jemput kamu.Reya:Nanti kalau ketahuan sama mereka gimana om? Aku takut, Lagian aku bisa naik ojek online.Jun:Mereka nggak mungkin repot-repot jemput kamu sampai di parkiran. Saya udah minta dia buat jemput kamu. Kamu bisa hubungin aja kalau sudah selesai nanti. Biar dia ke pintu lobby. Saya nggak mau Kamu kecapean atau repot-repot naik ojek. Ya?Reya:Iya Om.Reya bersiap Gadis itu segera mandi untuk membersihkan diri. Tak lupa juga setelah mandi ia mengeringkan rambut. Rambutnya harus benar-benar kering, karena Lili bisa saja curiga Jika ia datang dengan rambut yang basah. Tentu saja sahabatnya itu akan banyak bertanya, dan ia takut tak bisa menemukan j
"Gue bercanda kali enggak usah panik gitu." Lili berujar karena memang ia hanya meledek Reya, ingin sahabatnya itu marah dan kesal. Karena selama ini, Reya memang paling teruji perihal kesabarannya. Reya lega sekali, setelah ia harus menghadapi tingkah Lili yang mendadak saja tantrum minta ikut. Bingung setengah mati, mau diajak ke mana Lili nanti. Padahal ia sama sekali tak pergi untuk menulis, melainkan untuk melayani Jun. Pria yang adalah paman dari sahabatnya itu."Emang temennya Reya rumahnya di mana?" tanya Jun.Reya menoleh, bingung. "Ya?" tanya gadis itu pada Jun."Rumah temennya? Kalau emang deket dan searah bareng saya aja." Jun mengatakan itu dengan sangat baik. "Ah, iya deket sini om." Reya menjawab. "Kalau gitu, Lili pulang sama Kuki, biar Reya saya antar." Jun memberi intruksi yang segera diikuti oleh semuanya.Jun berjalan ke luar bersama Reya setelaah Lili dan Kuki berjalan ke luar. Jun sesekali melirik kekasihnya itu yang terlihat cemas sambil memainkan tangan. Ing
Malam ini persepupuan Lili dan Kuki belum tidur. Mereka kini tengah sibuk menyaksikan drama Korea. Keduanya juga tengah sibuk menikmati kudapan yang dibeli dari uang pemberian Jun siang tadi. "Tadi Lo ngapain sih Li, maksa banget buat ikut Reya?" Kuki bertanya karena tiba-tiba ia ingat kejadian siang tadi. "Gue cuma penasaran siapa yang kerjasama sama dia. Reya itu biasanya selalu ngomong ke gue. Cuma belakanganya jadi banyak diem. Gue cuman takut dia dimanfaatin orang." Lili hanya takut kalau reya hanya dimanfaatkan. Memang ia ingin tau, hanya saja itu lebih karena ingin menilai siapa yang tengah bekerjasama dengan sahabatnya itu. "Dimanfaatin gimana?" tanya Kuki."Dari dulu dia itu sering dimanfaatin sama orang. Dari yang pinjem uang, minta tolong sesuatu, dan banyak deh. Giliran dia butuh, enggak ada yang mau gerak. Bahkan saat ayahnya sakit, dia urus semua sendiri. Gue enggak bisa bantu apa-apa dulu. Karena kita jauh, temen-temen yang katanya sahabat enggak ada yang care. Untun
Lili, Reya dan Kuki kini berada di teras rumah Lili. Mereka duduk dan menikmati bakso yang mereka beli tadi. Seperti biasa, Reya dan Lili memang cukup sering menghabiskan waktu bersama meski hanya menikmati semangkuk bakso. "Ibu lo udah ditanya mau bakso enggak?" tanya Lili sambil menikmati bakso miliknya. Reya anggukan kepala. "Mau katanya, nanti gue beli lagi habis dari sini."Lili melirik pada Kuki, "Biar Kuki yang nanti anterin pakai motor.""Gue bisa sendiri kok." Reya menjawab ia tak ingin merepotkan. Lagipula saat bersama Kuki membuat dirinya merasa bersalah dan ia tak menginginkan itu. "Enggak apa-apa gue bisa kok anterin. Mumpung gue di sini sampai lusa baru mulai kegiatan. Nanti enggak bisa lagi anterin lho." Kuki tentu saja tak masalah karena ia juga ska berjalan-jalan dengan menggunakan motor. Kalau di rumah, ia malas kemana-mana."Gue bisa sendiri kok, sekalian olah raga."Bersama dengan Kuki mengingatkan pada dosa-dosa yang sudah ia lakukan. Wajar saja kalau Reya tak
"Perasaan saya kok kadang enggak enak ya Ra?" tanya Indi pada Rara tangan kanan yang selalu menemaninya."Kenapa Bu?' Indi yang duduk di kursi penumpang bertanya sambil menoleh. "Bapak belakangan itu sering ke luar kota. Telalu sering sih. saya sih yakin dia enggak mungkin macem-macam. Cuman, perasaan saya aja mungkin ya?" Indi bertanya, lalu terdiam dan berpikir apa yang salah dengan perasaannya. "Apa mungkin karena saya udah lama enggak ketemu sama Mbak Lis ya?"Indi coba berpikir positif , kalau apa yang ia rasakan itu adalah bentuk rasa tak enaknya karena terlalu lama tak menemui kakak iparnya. Ia masih percaya kalau sang suami tak mungkin melakukan hal yang aneh-aneh di belakangnya. Toh, selama ini lebih dari dua puluh tahun rumah tangga mereka baik-baik saja. "Ibu bisa ke Jakarta. Lagipula kegiatan kan libur sampai lusa. Ibu juga bisa ikut bapak datang ke acara Pak Bram. Bapak pasti seneng," kata Rara mencoba memberikan saran. Indi terdiam memikirkan saran yang diucapkan oleh
Reya berjalan bersama Jun, gadis itu berasa sedikit lebih di belakang. Merasa takut sekali, padahal lelahnya belum hilang karena hampir setiap hari habiskan waktu dengan tidur bersama Om Jun. Jun terhenti kemudian menunggu Reya agar berjalan di sampingnya. Setelah gadis itu tepat berada di sampingnya, tangannya bergerak menggenggam tangan gadisnya."Om enggak apa-apa ke hotel ini? Bukan ke apartemen aja?" tanya Reya takut. Jun diam ia malas berdebat. Lagipula tak mungkin Kuki atau Lili datang ke sana malam-malam begini. Ia malas ke apartemen Reya yang berlawanan arah dengan hotel tempatnya menginap. Keduanya kemudian masuk ke dalam lift. Ada pembicaraan karena seperti biasa Jun malas berkata apapun di saat marah seperti ini. Pintu Kemudian terbuka dan Jun lagi-lagi berjalan di depan Reya. Langkahnya kemudian berhenti, menatap wanita yang berada di depan pintu hotelnya, Indi. Jun membeku beberapa saat, kemudian suara pintu lift menyadarkannya dari lamunan. Jantung pria itu berdegup k
Reya pagi ini merasa cemas, apalagi Jun belum menghubungi sejak kemarin malam. Semalam beruntung ia melihat Indi terlebih dulu, sehingga bisa ambil langkah seribu untuk meninggalkan tempat itu tanpa ketahuan. "Kok kelihatan cemas banget?" Ratna bertanya kepada sang putri."Nggak apa-apa kok Bu, aku cuman agak cemas aja nanti mau ada pengambilan foto." Reya berkata. "Yang rileks. Kamu pasti bisa ibu yakin kok.""Iya Bu," jawab Reya. "Ya udah, kalau kayak gitu sekarang kamu habiskan dulu sarapanmu." Keduanya kemudian menikmati sarapan pagi yang tadi dibeli oleh Reya. Pagi-pagi sekali Gadis itu sudah terbangun kemudian membeli sarapan nasi uduk tak jauh dari rumahnya. Setelah selesai sarapan dan mencuci piring ia segera berjalan ke rumah Lili. Memiliki janji temu bersama dengan Kuki dan juga Lili. Mereka sudah merencanakan akan melakukan pengambilan gambar di studio foto milik teman Kuki. Letaknya tak jauh dari sana. "Lili." Reya menyapa ketika ia telah sampai di depan pagar rumah s