Pagi ini Jun sudah berada di ruangannya di kantor Adidaya Raja Tekstil. Seperti biasa yang ia lakukan adalah membaca berkas-berkas laporan yang sudah disiapkan oleh sekretarisnya, Siska. Pria itu terlihat begitu gagah dengan setelan jas berwarna navy yang kini dikenakan. Dengan teliti dan tegak, duduk di kursi besar miliknya membaca laporan-laporan itu.
Jun memang terkenal begitu perfeksionis dalam pekerjaan mungkin itulah alasannya mengapa ia menjadi salah satu pemilik perusahaan yang disebut memiliki tangan dingin. Bukan hanya perihal mengatur perusahaan, tetapi juga keputusannya untuk memilih siapa saja rekan perusahaan dan juga bagaimana ia bermain di pasar saham. Semua penuh perhitungan, dan itu jelas mengesankanPria itu terhenti sebentar, kemudian membaca ulang laporan. Ada sedikit yang janggal dari laporan yang ia baca kemudian Jun mengangkat gagang telepon dan menghubungi sekretarisnya untuk masuk ke dalam."Sis Tolong kamu masuk ke dalam ada yang harus saya tanyakan," titahnya."Baik Pak."Tak lama terlihat gadis itu berjalan masuk. Siska begitu cantik dengan tubuh tinggi semampai. Bahkan hari ini ia mengenakan setelan kemeja berwarna mint yang menunjukkan bentuk lekuk tubuhnya, juga rok yang berada di atas lutut. Rambutnya dibiarkan tergerai, dengan diikat sedikit di bagian atas. Tentu saja hal itu membuat tampilan Siska begitu mempesona dan seksi. Bahkan kadang dengan jelas wanita itu menggoda atasannya dengan menggunakan rok yang memiliki belahan cukup panjang dan dengan sengaja membuka kedua kancing kemejanya menunjukkan dada sintal yang menantang. Hanya saja sampai saat ini apa yang dilakukan Siska belum mendapatkan atensi yang berarti dari Jun.Bukan Jun tak tergoda, jelas ia menyukai wanita cantik. Dan ia cukup mengagumi itu. Anggap saja sebagai sebuah lukisan yang bisa menyegarkan matanya. Jun bukan pria yang baru terjun ke arena permainan hati dan cinta. Sejak muda dulu ia sudah terbiasa dihadapkan pada wanita-wanita cantik yang begitu memujanya. Pria itu tampan, pintar dan terlebih lagi kaya. Sehingga sejak dulu banyak sekali gadis yang mengejar-ngejar Jun. Dulu dia suka bermain dengan wanita-wanita cantik, kebanyakan di antara mereka hanya menyukai uangnya saja karena bisa dibilang Jun cukup royal untuk itu.Tentu saja kaum wanita begitu senang jika dimanjakan bukan hanya dengan perhatian tetapi juga dengan pemberian. Namun, kini Jun merasa itu bukan tempatnya lagi. Ya, artinya pria itu merasa buang-buang waktu jika harus bermain-main dengan wanita cantik yang terus menggodanya datang silih berganti.Wanita cantik baginya kini memang hanya untuk dinikmati tampilannya. Saat ini yang ia cari bukan perempuan yang cantik atau menarik, tetapi seseorang yang bisa membuat dia nyaman. Jun butuh seseorang yang bisa menjadikan tempat ia bersandar dan menyalurkan sifat kekanak-kanakannya dan menerima itu dengan baik. Dan hanya Reya yang bisa melakukan itu. Motto Jun saat ini adalah 'harus ia yang menyukai wanita itu atau tidak sama sekali'. Intinya kalau ia tak menyukai wanita itu jangan harap akan dianggap oleh Juniar."Ya Pak?" tanya Siska kemudian ia berdiri di samping atasannya. Sedikit mendekatkan tubuhnya ke kursi milik atasannya hingga bisa mencium aroma manis yang cukup menusuk hidung.Pria itu cuek seraya menunjukkan laporan yang janggal tadi. "Saya mau lihat faktur untuk pesanan ini. Ini pesanan dari perusahaan Jepang tempo hari kan?"Siska kemudian membaca laporan yang ditunjukkan oleh Jun. Gadis itu sedikit menunduk, hingga membiarkan sedikit bagian tubuh atas yang terekspos. "Iya betul Pak, ini pesanan yang waktu itu diminta sama perusahaan Jepang. Tunggu sebentar biar saya carikan faktur-nya.""Oke kalau gitu saya tunggu." Juniar tak menanggapi tingkah dari Siska dan ia kemudian memilih memberikan laporan itu dengan sedikit menggerakkan kepalanya menjadi tanda bahwa wanita itu harus segera ke luar dari ruangan.Sang sekretaris kemudian berjalan ke luar ruangan. Jun lalu mengambil ponsel miliknya yang biasa ia gunakan untuk menghubungi kekasih gelapnya. Jun dengan segera menghubungi Reya. Ada perasaan cemas juga, karena kemarin gadis itu tak mengunggah apapun di status w******p-nya."Halo?" sapanya dari balik telepon."Ibu udah pulang dari rumah sakit belum?""Udah Om," jawab gadis tambun itu berbisik.Mendengar suara Reya yang berbisik membuat Jun terkekeh geli. "Kenapa kamu bisik-bisik kayak gitu?""Soalnya ada Lili." Kini suaranya gadis itu terdengar semakin kecil dan itu menyebalkan.Jun kemudian berdiri dari kursinya, ia berjalan mendekati jendela dan menatap keluar dari lantai delapan. "Kalau gitu ke kamar. Supaya suara kamu kedengaran. Kalau kayak gini saya nggak bisa dengar suara kamu. Saya kangen loh."Terdengar suara kekehan kemudian ia tahu bahwa gadisnya tengah berlari ke kamar."Jangan lari," pria itu memperingatkan."Halo Om?"Jun kembali tersenyum gemas. "Gimana Ibu udah pulang? Udah sehat belum?""Ibu udah sehat udah pulang juga. Om sehat kan?"Jun anggukan kepalanya. "Saya sehat. Kamu udah makan belum? Kamu sehat kan?""Aku udah makan tadi aku bikin nasi goreng Lili minta dibuatin nasi goreng.""Saya jadi laper, mau makan masakan buatan kamu. Hari ini kamu harus update status ya. Bisa enggak tidur saya kalau enggak lihat kamu sehari aja." Jun berucap, menggombal lebih tepatnya.Reya terkekeh geli, kadang ia masih merasa tak percaya dengan apa yang dikatakan kekasihnya itu. "Padahal kan yang di samping Om lebih cantik?""Rey," teguran untuk Reya. Jika terus bahas Indi, Reya bisa kena pinalti dari Jun dengan harus melayani seharian."Iya maaf," rengek gadisnya buat si om gemas."Ya udah lanjutin kegiatan kamu hari ini sama Lili. Saya juga akan lanjut kerja. Kemungkinan minggu besok saya akan ke Jakarta kita ketemu lagi.""Iya, sampai ketemu. Aku sayang Om banyak-banyak." Reya ucapkan dengan nada yang manja, gemas.Imut, batin Juniar ia bahkan tersenyum sendiri. Meski hubungan mereka sudah berlangsung cukup lama perasaan Juniar sama sekali belum berubah. Masih terasa begitu menyenangkan. Apalagi saat wanitanya bersikap manja dan menggemaskan seperti tadi. Mungkin ini yang dinamakan cinta sesungguhnya. Bahwa ia benar-benar tak pernah merasa bosan ketika bersama dengan Reya."Hmm," sahut Om Jun."Babay, aku matiin ya?""Oke," sahut Jun. Ia lalu menunggu sampai Reya mematikan panggilan. Setelahnya kembali menuju tempat duduknya dan memasukkan kembali ponsel ke dalam laci mejanya.Jun kemudian memainkan jemarinya di atas meja hingga menimbulkan bunyi berisik namun berirama. Di dalam hatinya juga merasa lega karena mendengar kabar bahwa ibu dari kekasihnya sudah sehat dan baik-baik saja. Dan Minggu besok, ia memang harus pergi ke Jakarta untuk memenuhi undangan salah seorang kliennya yang akan mengadakan acara pernikahan anak mereka. Tentu saja hal ini tidak disia-siakan oleh Jun. Ia jelas akan mendapat keuntungan dari acara itu. Keuntungan yang paling ia cari adalah bisa bertemu dengan Reya.Kemajuan dalam segala bidang di masa sekarang ini sudah banyak memberikan kemudahan bagi para masyarakat saat ini. Mereka tak harus mendapatkan pekerjaan kantoran agar bisa mendapatkan uang. Bahkan remaja yang masih berada di bangku sekolah saat ini, sudah mampu mendapat uang jajan dengan banyak cara seperti berjualan online atau menulis di platform berbayar. Seperti yang dilakukan Reya dan Lili keduanya sama-sama mencari uang dari menulis dan juga berjualan online. Hingga kebersamaan mereka bukan hanya obrolan yang sia-sia. Suka berbagi pikiran mengenai kepenulisan dan juga bisnis kecil-kecilan mereka berjualan merchandise k-pop."Makin susah cari uang kita. Ini lihat, masa gue ngajuin cerita dari bulan maret belum signed juga cerita gue? Gimana ini?" Lili mengeluh seraya memeluk sahabatnya itu.Sama juga dengan Reya. Hanya saja gadis itu memiliki sugar daddy yang bisa memenuhi kebutuhannya. Rasanya tak akan terlalu menjadi masalah bahkan jika ceritanya tertolak. Hanya aja akan suli
Sore ini Jun dalam perjalanan pulang dari kantor. Menyempatkan waktu untuk melipir sejenak untuk membeli martabak telur. Jun tak segan untuk membeli makanan di jalan. Sebelumnya, ia tak pernah melakukannya karena semua terbiasa dilayani, Hidup sebagai anak dengan privilege, istilah masa kini. Namun, lagi-lagi semua berubah saat Reya yang mengajarkan si om untuk sesekali merasakan sensasi jajan di jalan. Jun duduk di dalam mobil seraya menunggu pesanannya. Kemudian mengambil ponselnya dan segera menghubungi Reya. Tak lama sampai panggilan diterima "Kamu di mana?""Aku di rumah habis mandi, belum pulang Om?"Jun tersenyum, membayangkan kekasihnya itu selesai mandi kemudian aroma strawberry menyeruak dari dalam kamar mandi. Reya memang menyukai mandi dengan sabun dengan wangi buah terutama strawberry."PAsti wangi strawberry. hmm? Kamu bikin saya kangen." Jun merayu, kata-kata gombal."Kita kan nanti ketemu lagi kalau om ke Jakarta minggu depan." Reya coba mengingatkan janji temu merek
Jun dulu pernah bersikap naif dan membayangkan masa pernikahan yang manis. Meskipun gadis yang ia nikahi berdasarkan perjodohan. Berharap menjadi layaknya raja yang diberikan perhatian dan tempat untuk bersandar. Ya, Jun memang laki-laki dan tak salah 'kan jika ia berharap dan juga membayangkan akan melalui pernikahan dimana ia berniat meratukan sang istri kelak. Berharap akan ada wanita yang ia jadikan tempat mengeluhkan segala masalah dan juga sandaran bagi emosi-emosi kecilnya. Nyatanya, raja tak selamanya terpuaskan oleh ratunya. Ia yang harus membesarkan hati untu itu menggapai mimpinya sendiri, Sementara sang ratu membangun dunia yang katanya demi kebaikan sang raja. Bukan berarti ia tak menghargai apa yang sudah diberikan Indie bahkan ia bersyukur karena sang istri telah memberikannya buah hati. Tetap ada yang kurang, dan ia tak bisa temukan di di Indi. Selama ini coba ia tahan dan jadikan dirinya setia. Namun ketika ia benar-benar telah menemukan seorang yang bisa memberi it
"Itu ada pesan kenapa kamu matikan hapenya Mas?" tanya Indie curiga. Ia menatap pada sang suami yang terdiam.Jun kemudian merebahkan tubuhnya, membawa Indie ke dalam pelukannya membiarkan wanita itu rebah di bahu kemudian memeluknya. Tentu saja harus ada cara agar tak dicurigai dan Jun paling mengerti kalau Indi suka dimanja. "Saya capek dan udah malas banget malam ini. Kita istirahat ya," rayunya kemudian mencium kening wanitanya.Masih penasaran sebenarnya dengan gerak-gerik yang ditunjukan Jun. Hanya saja, Indi terlalu naif dan berpikir kalau Jun tak mungkin mendua atau apapun sebutannya. Jun begitu penyayang dan perhatian, hingga Indi berpikir kalau dirinya akan nampak jahat karena memikirkan kemungkinan akan ada perempuan lain di hati prianya. Bukan tanpa alasan Indi berpikir seperti itu. Dulu wanita itu berasal dari keluarga terpandang dan kehidupannya benar-benar dibatasi. Tak ada yang bisa ia lihat selain keindahan taman rumahnya yang layaknya istana. Kemudian ia dipaksa me
Sejak semalam Reya tak bisa terlelap. Sejak semalam ia memikirkan bagaimana caranya meminta maaf. Jadi takut kalau menghubungi Juna duluan. Takut si Om marah, padahal kangen. Ditambah lagi Jun sama sekali tak menghubungi. Hati dan perasaan Reya jadi makin tak keruan. Sebagai wanita biasanya memang paling menderita kalau perihal bertengkar begini. Paling sensitif, apa-apa jadi enggak enak. Reya pagi ini sudah buat sarapan. Menyiapkan nasi goreng untuk ibu dan adiknya juga yang hari ini akan berangkat ke kampus lebih pagi. Nasi goreng kampung tanpa kecap, dibuat dengan potongan rawit dan banyak daun bawang. Setelah selesai ia menyiapkan semua ke meja makan, tak lupa kerupuk putih yang dia beli di warung dekat rumah. Setelah selesai menyiapkan sarapan, Reya menuju kamar sang ibu untuk membantunya untuk pindah ke kursi roda, kemudian Reya mendorong menuju meja makan. Selanjutnya ia memanggil sang adik untuk segera sarapan bersama. Namun, tak ada jawaban. "Udah kamu di sini aja biarin Ar
"Oh bapak ya kalau di Bandung itu kebanyakan bolak-balik hotel sama pabrik Bu. Kadang sengaja datang ke butik yang produksinya pakai kain dari kita. Kadang juga suka diajak makan sama temannya. Kadang saya diajak juga." Pak Ahyat sudah melatih ini bersama Jun. Dan kini ia benar-benar mempergunakan dengan baik. Indi terdiam, ia sama sekali tak mencurigai jawaban yang diberikan oleh sang sopir. "Dia enggak ketemu perempuan gitu Pak?" tanya Indi lagi. Masih tak menyerah siapa tau dapat info lain."Kalau di Butik ya ketemu Bu. 'Kan bapak sering ke butik itu kalau beliau beli pakaian buat ibu tau mau kasih ke yang lain." Ahyat menjawab lancar. Tentu saja Ahyat akan bungkam karena dia sama saja dengan Jun. Punya selingkuhan, pemilik warung tak jauh dari apartemen Reya dan Jun. Kalau malem selalu kelon bobo hangat dalam dekap janda montok.Mana mau dia kehilangan selingkuhan dan cuan yang jumlahnya banyak? Selama ini Ahyat pintar sekali. Uang gaji jadi sopir dia buat istri tuanya. Bonus da
Setelah sarapan pagi ini, Reya memutuskan untuk datang ke rumah Lili. Tak ada kerjaan, lagi pula tadi sudah menyelesaikan daily paginya alias update cerita terbaru. Meninggalkan sang ibu yang sedang terlelap setelah sarapan. Hitung-hitung menghilangkan rasa galau karena si Om malam tadi. Sengaja juga matikan hape, lagi malas bicara. Sebelum sampai di rumah Lili, Reya menyempatkan diri untuk membeli kerupuk basreng pedas dan juga es teh dalam plastik. Meski keduanya sudah berusia dua puluh tahun lebih, tapi mereka masih saja suka makanan yang biasa di makan oleh anak-anak dan memang itu salah satu hal yang bisa membuat keduanya merasa senang. Senang setelah membawa bekal untuk mengobrol, Reya kembali melangkah menuju rumah Lili. Segera menyapa dari luar, ia tau tak ada siapa-siapa di dalam rumah. "Lili!" seru Reya.Tak lama temannya itu keluar. Lili tersenyum ketika Reya menunjukkan kantong bening yang terlihat isinya adalah kudapan yang biasa mereka santap dengan nikmat, biasa gene
Jun masih berusaha menghubungi Reya bahkan sudah mengancam gadis itu. Hanya saja tak ada balasan, tadi pesannya sudah terbaca, Namun Reya tak membalas dan bahkan enggan untuk menerima panggilan darinya, Jun rasanya mulai gila sendiri karena kelakuan gadis pujaannya itu. Jun kemudian mengambil ponsel miliknya lagi.Mencoba menghubungi Lili. Lagi-lagi mau tau bagaimana situasinya siapa tai masih ada Reya di sana."Halo Om?""Hmm, ibu udah balik?" tanyanya berpura-pura. Padahal tak tau juga apa yang akan dibicarakan kalau ada sang kakak yang sejak tadi ia cari."Belum pulang Om. Nanti kalau ibu pulang aku telepon Om ya?""Hmm, oke. Terus kamu sama siapa?" tanya Jun, "Sendiri, tadi ada Reya sih. Cuma ngobrol sebentar terus pulang nemenin ibunya lagi sakit." Lili menjelaskan."Ah, sakit apa?" Jun putra-pura tak tau-menahu padahal ia dengan jelas tau masalah itu."Jatuh Om. Kurang tau persisinya. Tapi sekarang masih pakai kursi roda. Jadi, apa-apa Reya sekarang, Enggak bisa ditinggal."Jun
Lili duduk dengan galau di depan teras rumahnya. Sebenarnya ingin menghampiri rumah Reya untuk sekadar memberikan dukungan. Hanya saja dia masih merasa bersalah atas apa yang dilakukan oleh sang ibu. Dan saat ini memilih untuk menjauhkan diri. Memang sih, itu bukan pilihan yang tepat. Akan tetapi, setidaknya bisa membuat perasaannya sedikit lebih baik karena tak harus merasakan rasa bersalah itu. Sewaktu berada di rumah Reya, setiap kali melihat Reya perasaannya merasa terluka, rasa bersalahnya membuncah, Lili Bahkan tak berani untuk mendekati, hanya memandang dari jauh saja. Ponselnya berdering di sebuah pesan dari sepupunya.Kuki:Masih belum jenguk Reya, Lo?Lili:Gue nggak ada keberanian sama sekali.Kuki:Kan itu takdir. Nggak ada satu orang pun yang bisa melawan takdir Li.Lili:Bokap sama nyokap Lo gimana?Kuki:Habis balik dari jakarta bokap gue cuman diam aja. Sementara nyokap gue katanya mau nunggu bulan depan sampai benar-benar stop sama kegiatannya. Gue nggak tahu, apa me
Reya pagi ini terbangun dengan sekujur tubuh yang terasa benar-benar sakit. Beberapa hari ini sama sekali tak makan, membuat tubuhnya sangat lemas. Pikiran dan hatinya kacau berantakan bahkan seharusnya hari ini memiliki jadwal untuk pemotretan. Namun, bagaimana dia bisa pergi untuk melakukan pekerjaannya, sementara tubuhnya sakit seperti ini?Setelah duduk di tepi tempat tidur dan terdiam Reya meminum teh manis yang sudah dibuatkan oleh Arka pagi ini. Pagi ini adiknya itu sudah berangkat ke kampus untuk mengurus keberangkatannya ke Singapura 3 minggu lagi. "Mas Yuji." Reya memanggil dia ingin meminta tolong kepada pria itu untuk mengambilkan obat maag. Karena saat ini benar-benar lemas dan tak bisa bangun sama sekali. Tak lama terdengar suara di depan pintu. "Aku masuk ya?""Iya," sahut Reya. Yuji masuk ke dalam kamar kemudian berjalan menghampiri dan duduk di samping Reya. Jelas aja ia sangat cemas, apalagi melihat keadaan Reya saat ini. Yuji lalu memegang kening Reya, demam. "
Reya terbangun, kemudian berjalan ke luar kamar dan ia masih melihat tenda biru itu berada di depan jalan tepat di depan rumahnya. Semalam berharap kalau dia akan terbangun kemudian menemukan sang ibu yang tengah duduk sambil meminum teh buat tanya. Sejak semalam belum juga makan, padahal kemarin siang sempat sakit perut karena maag-nya kambuh. Dia berjalan ke dapur dan menemukan Yuji yang tengah membuat teh manis. Pria itu memang berniat untuk memberikan pada Reya. Saat Gadis itu berjalan mendekat ia menoleh Dan tersenyum. "Aku lagi buatin kamu teh. Minum dulu ya? Nanti aku beli makanan di luar. Kamu mau apa bubur ayam atau nasi uduk?" Yuji mencoba menawarkan sambil mengaduk teh manis."Aku nggak mau makan Mas.""Harus makan dong. Nanti kamu sakit gimana? Bubur ayam aja ya? Kemarin kan kamu nggak enak perut, ya?" Yuji bertanya dan hanya mendapatkan jawaban sebuah gelengan kepala. Sejujurnya Yuji juga merasa cemas apalagi sejak kemarin Reya benar-benar tak meneteskan air matanya la
Jun terus berada di rumah itu menemani. Meskipun dia tak berinteraksi dengan Reya, pria itu tetap mengawasi dari jauh. siapa tahu Reya membutuhkan sesuatu. Sejak tadi gadis kesayangannya itu berusaha untuk tidak menangis. Bahkan saat pemakaman tadi, Reya benar-benar terlihat tegar mengikuti semua prosesi sampai selesai. Reya hanya ingin mengantarkan sang ibu dengan keadaan yang terlihat kuat. Meski begitu, hal itu sebenarnya yang ditakutkan oleh Jun. Semakin kuat Reya menekan perasaan, semakin akan bertumpuk dan terakumulasi. Akan menjadi semakin menyakitkan untuk Reya. "Mending kamu istirahat aja deh. Lagi Ini udah malam. Ada aku sama Arka." Yuji meminta Gadis yang duduk di sampingnya itu untuk beristirahat.Hari memang sudah cukup larut. Tapi pada tetangga masih berada di sana untuk menemani. Mereka jelas iba dengan keadaan Arka dan juga sang kakak. "Aku nggak apa-apa kok mas." Reya menundukkan kepala, sambil menggenggam tangan adik laki-lakinya. Jun sejujurnya juga merasa terl
Reya duduk di mobil dengan sedih, air matanya terus saja menetes. Yuji tak tega melihat itu, ia kemudian menepuk-nepuk tangan Reya. Hanya itu yang bisa ia lakukan tak bisa banyak bicara karena pasti akan menangis lebih keras nanti.Mobil itu kemudian berhenti tak jauh dari rumah. Banyak orang di sana, sebuah tenda biru terpasang di depan rumah dengan kursi-kursi yang kini diduduki oleh para tetangga. Satu persatu ditatap namun Reya seolah kehilangan memorinya, menatap nanar pada pagar yang terbuka lebar. Ia lupa siapa saja yang berjalan mendekat sampai Yuji kini berdiri di sampingnya.Bendera kuning itu terpasang kuat tempat di samping rumahnya. Reya mengira Kalau mungkin saja nama yang tertulis di sana bukan nama yang ia kenal. Gadis itu berjalan mendekat dengan cepat. Pikirannya masih kosong sementara kakinya terus melangkah mengikuti naluri. Orang-orang memerhatikan, melangkahkan kakinya masuk menuju pintu terlihat Arka yang duduk di samping sebuah jasad.Arka berdiri sambil menang
Kuki berada di ruang tengah, sejujurnya Ia terus memikirkan mengenai hubungan kedua orang tuanya. Meskipun terkesan cuek dan tak peduli, tapi semua hal itu berputar di pikirannya. Apalagi gadis yang menjadi selingkuhan sang ayah adalah seseorang yang sempat ia sukai. Masih ada rasa tak percaya. Jika Itu adalah sebuah kebenaran, jelas ia akan merasa sangat kecewa kepada Reya. Kuki juga tahu kalau lebih baik kedua orang tuanya berpisah daripada kehidupan mereka berdua tak berlangsung dengan baik. Selama beberapa tahun ini sang Ibu memang selalu saja sibuk. Tapi itu juga bukan sebuah kebenaran yang bisa dijadikan alasan bahwa Jun bisa berselingkuh kan? Namun, di sisi lain itu jelas jadi salah satu alasan mengapa Jun berselingkuh. Sebagian Laki-laki itu punya sisi egois dan harga diri yang tinggi. Si ego yang harus diberi apresiasi, laki-laki itu ingin wanitanya merasa membutuhkannya, laki-laki juga butuh tempat untuk bersandar dan juga menceritakan semua hal yang ia rasakan, laki-laki
Pagi ini Indi beristirahat di rumah dan memutuskan untuk tidak ikut kegiatan seperti biasanya. Wanita itu kini tengah duduk di ruang tengah menonton televisi bersama dengan putra semata wayangnya. Kuki sesekali melirik ke arah sang ibu. "Mami kemarin berantem lagi kenapa sih?" Kuki bertanya. Indi menatap ke arah Kuki. "Papi mau minta cerai. Dia milih perempuan selingkuhannya dibanding bertahan sama keluarganya sendiri." Kuki menatap dengan heran, sejujurnya tak terlalu terkejut mengenai perceraian kedua orang tuanya. Karena memang keduanya terlihat sudah sangat berjarak. Tapi, mengetahui kalau sang ayah berselingkuh tentu saja itu hal yang berbeda. "Papi selingkuh? Sama siapa?"Indi memalingkan wajahnya kemudian memilih menatap ke arah televisi. Tengah menimbang apakah harus memberitahu atau tidak. "Kamu kenal perempuannya."Mendengar itu tentu saja membuatnya semakin penasaran. Kuki menatap sang mami, mencoba mencari tahu siapa orang yang ia kenal itu. "Siapa Mi?""Reya," jawab In
Pagi ini Lis terlihat tak bersemangat, ia menyiapkan sarapan dengan lesu. Lili menatap sang ibu yang terlihat tak bertenaga. "Sakit Bu?" Lili bertanya karena merasa cemas dengan kondisi sang ibu. Sejak tadi hanya merebahkan diri."Enggak, kita makan dulu yuk."Selama sarapan pagi itu Lis tak fokus, ia salah menuangkan air teh dan memberikan kepada Lili, padahal seharusnya atau sang suami. Juga beberapa kali dipanggil dan tak segera menyahut. Lili sebenarnya penasaran sekali dengan apa yang terjadi dengan ibunya. Hanya saja pagi ini ia memiliki pekerjaan yang harus dikerjakan, sehingga memutuskan untuk bertanya nanti setelah pulang bekerja. Setelah semua anggota keluarganya pergi, Lis kemudian memutuskan untuk merapikan diri dan berjalan keluar rumah. Dengan langkah ragu wanita itu berjalan menuju rumah Reya. "Bu Ratih," sapanya dari luar. Tak lama terlihat sosok hati yang berjalan keluar dari dalam. Segera saja membukakan pagar untuk Lis. "Eh, Mbak Lis? Masuk, masuk sini. Ada apa
"Demi perempuan kayak gitu kamu mau cariin aku?! Aku nggak mau cerai dari kamu. Kamu nggak mikirin gimana perasaan anak kita nanti?" Indi menyauti perkataan sang suami yang memintanya untuk bercerai."Perempuan yang mana? Kamu itu selalu nuduh tanpa bukti." Jun mengatakan itu dengan tenang sambil menatap kepada ponselnya. Indi membuka tas kemudian mengeluarkan sebuah amplop coklat. Ia melemparkan kepada Jun. Tentu saja dalam diamnya Indi melakukan sesuatu untuk mencari bukti mengenai perselingkuhan suaminya hal itu yang membuat Indi semakin yakin mengenai perselingkuhan Jun dan juga gadis yang adalah teman dari putranya itu.Jun membuka amplop terlihat foto dari CCTV saat ia masuk ke dalam hotel bersama Reya. Dalam hatinya merasa jengkel, bukankah seharusnya informasi seperti ini menjadi rahasia hotel? Dalam hal ini adalah kesalahan terbesar yang dibuat oleh Jun. Seharusnya pria itu tak membawa selingkuhannya ke hotel di tempat di mana ia menginap dan diketahui oleh keluarganya. "