"Bukannya Mama tadi bilang jika Mas Arfa bahkan tidak menyangkal, saat Mama mengatakan jika dia adalah suamiku dan Mas Arfa sedang mengurus semua masalah administrasi?" Laura bertanya dengan wajah kecewa, lagi-lagi dia dia harus menelan pil pahit melihat kenyataan yang sesungguhnya."Mama juga tidak menyangka jika akhirnya Arfa akan berubah pikiran. Mama kira dia sudah mulai terpengaruh karena kuatir dengan keadaan kandunganmu," jawab Nyonya Miranda tak kalah kecewa."Tapi kamu tenang saja, sepertinya Mama sudah mengetahui di mana kelemahan Arfa saat ini," lanjut Nyonya Miranda sambil menyeringai kecil.Laura terdiam, wanita itu mencoba mencerna maksud dari ucapan ibu mertuanya hingga tiba-tiba saja wanita itu tersenyum lebar lalu berkata, "Aku tahu. Aku tahu bagaimana caranya membuat mas Arfa mau melihat ke arahku.""Kalau begitu tunggu apa lagi, kau harus segera menyiapkan rencana baru untuk mendukung rencana pertamamu itu," timpal Nyonya Miranda."Tentu saja! Aku akan menjalankanny
Aleena melepaskan genggaman tangan Arfa, lalu dengan cepat mendorong tubuh pria itu hingga mundur ke belakang beberapa langkah."Sayang ... tolong jangan begini," pinta Arfa dengan wajah memohon.Tanpa berkata sepatah kata pun, Aleena kemudian berlari pulang menuju apartemen meninggalkan Arfa yang menatap kepergiannya tanpa berkedip."Aleena ... sepertinya banyak yang kau sembunyikan dariku, tapi jangan kuatir aku akan mencari tau sendiri dan akan ku pastikan menemukan semua kebenarannya. Aku yakin, kau pasti punya hubungan erat dengan masa laluku," gumam Arfa.Pria itu kemudian mengayunkan langkahnya, menyusul Aleena pulang ke apartemen. Namun sebelum itu, dia mampir ke sebuah toko bunga yang tidak jauh dari lokasi Apartemen yang kebetulan toko bunga tersebut buka lebih cepat dari biasanya.Pria itu bermaksud membelikan bunga kesukaan Aleena, sebagai salah satu langkah untuk meluluhkan hati wanita itu. Mungkin kali ini Arfa memang benar-benar kapok di buat Aleena. Pria itu sungguh
"Pakai lagi bajunya, Mas!" seru Aleena dengan wajah merona.Antara malu dan mau melihat aksi nekat Arfa di depannya.Pria itu tidak hanya melenggak-lenggok di depannya, bak super model pakaian dalam tapi juga melakukan gerakan nyeleneh lainnya seperti push up, salto, jungkir balik dan kayang."Kau malu? Atau mau melihatnya, sayang ... lihatlah--wajahmu bersemu merah saat ini," goda Arfa.Aleena seketika memalingkan wajahnya ke sudut lain. Tidak dapat di pungkiri jika dirinya juga sangat ingin menyentuh tubuh Arfa saat ini. Tapi gengsinya lebih besar, mengalahkan hasrat yang mulai muncul di benaknya."Lihatlah, sayang ... jangan abaikan suamimu yang sudah gila dan butuh kasih sayang ini," rengek Arfa."Suamimu ini sudah tidak punya apa-apa lagi selain tongkat sakti-nya ini. Tapi kau tidak perlu kuatir, tongkat saktiku ini mampu membuatmu terbang sampai ke langit tujuh, gratis. Kau akan di buat mendesah nikmat, bermandi peluh, hingga kau men—""Stop!" Aku benar-benar tidak menginginkann
"Pak Arfa memanggil saya?" Pria itu mengangguk, lalu mempersilahkan Bayu untuk duduk di depannya."Saya ingin kamu menyelidiki sesuatu buat saya," ucap Arfa dengan wajah serius."Menyelidiki sesuatu buat Pak Arfa?" ulang Bayu. Arfa mengangguk. "Dan kamu harus mendapatkannya," kata Arfa."Apa ini masalah pekerjaan, Pak?" terka Bayu."Ini tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Ini masalah pribadi saya," jawab Arfa."Lalu apa yang harus saya selidiki, Pak?" Bayu kembali bertanya dengan antusias."Cari informasi dan selidiki tentang kecelakaan maut empat tahun lalu, yang melibatkan CEO Arhadhita Group," jawab Arfa.Bayu sejenak terdiam, seolah sedang memikirkan sesuatu."Maksud Bapak, kecelakaan tragis yang Pak Arfa alami sendiri?" tebak Bayu. Arfa mengangguk sembari menghela nafas panjang."Memangnya Pak Arfa tidak ingat dengan kejadian itu? Bukannya Pak Arfa sendiri yang mengalaminya?" tanya Bayu dengan wajah heran."Kalau aku ingat, aku tidak perlu repot-repot menyuruhmu mencari in
"Karna Alisya adalah aku."Hampir saja kalimat itu meluncur dari mulut Aleena, jika saja tidak terdengar suara panggilan dari ponsel Arfa yang membuat pria itu menegakkan tubuhnya untuk meraih ponsel di atas meja.'Mama' Itulah nama yang tertera di layar benda pipih tersebut.Aleena hanya diam, melihat reaksi Arfa yang malas-malasan mengangkat panggilan telepon tersebut. Arfa sengaja mengaktifkan pengeras suara di ponselnya agar Aleena ikut mendengarkan apa yang akan dibicarakan oleh mamanya."Aku mau ke kamar mandi dulu," ujar Aleena sengaja ingin menghindar. Ia tidak ingin melihat Arfa bersikap tegas hanya karna ada dirinya saat ini.Wanita itu lantas turun dari pangkuan Arfa, kemudian melangkah menuju kamar pribadi Arfa.[Hallo, Arfa] sapa nyonya Miranda.[Iya, Ma. Ada apa?] tanya Arfa dengan nada datar.[Laura sudah di izinkan pulang, apa kamu bisa menjemputnya sekarang?] tanya nyonya Miranda.[Memangnya wanita itu siapa? Sampai mama menyuruh aku yang menjemputnya?][Arfa, dia itu
Pria itu menatap tidak berkedip beberapa foto yang ada di tangannya, tatapannya fokus tertuju pada mata wanita yang ada di dalam foto tersebut."Warna dan bentuk, serta sorot matanya--mengapa begitu sama dengan Aleena? Tidak hanya itu, suara mereka juga nyaris sama hanya wajah mereka saja yang sangat jauh berbeda."Arfa kembali memijit pelipisnya untuk sekedar menghilangkan rasa pusing di kepalanya. Berbagai pertanyaan dan praduga silih berganti menghampirinya, hingga membuat kepalanya berdenyut sakit."Aku yakin, ini pasti ada hubungannya dengan Aleena atau jangan-jangan ...." Arfa menjeda ucapannya dengan perasaan tidak menentu. "Tdak tidak. Itu tidak mungkin!"Jantung Arfa berdetak lebih cepat saat pria itu berhasil menarik satu kesimpulan dari beberapa persamaan yang di miliki Alisya dan Aleena."Aku harus berhasil menemukan orang-orang yang terlibat dalam menangani kasus kecelakaan itu, agar aku bisa segera membuktikan sangkaanku terhadap Aleena. Aku yakin, jika memang ada sesuat
Sebelum sampai ke kantor Arfa, Bayu terlebih dulu membeli makan siang untuk sang bos dan juga dirinya. Tentu saja setelah Aleena memberi tau apa saja makanan kesukaan Arfa."Selamat siang, Pak Bayu," sapa kedua pengawal yang berjaga di depan pintu ruangan Arfa, saat melihat kedatangan Bayu."Selamat siang," balas Bayu dengan ramah."Ini, buat makan siang kalian berdua." Bayu mengulurkan kotak makan siang untuk kedua pengawal tersebut."Terima kasih, Pak Bayu," ucap kedua pengawal itu.Bayu mengangguk, lalu segera melangkah ke dalam ruang kerja Arfa.Melihat Arfa yang masih tertidur lelap, pria itu memilih duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Arfa.Bayu menyandarkan tubuhnya ke belakang kursi, lalu menaikkan kedua kakinya ke atas meja dengan santai.Pria itu mulai sibuk menggerakkan jari-jarinya di atas keyboard laptop yang ada di atas pangkuannya.Sangking fokusnya, sampai-sampai ia tidak menyadari jika Arfa sudah terbangun dari tidurnya, menatap tidak suka ke arah kaki Bayu di
Bayu memperhatikan dengan seksama rekaman video CCTV di laptop Arfa. Pria itu menyeringai lebar, lalu melangkah menuju ke meja sofa.Bayu membungkuk di samping meja, tangannya terulur meraih sesuatu yang menempel pada bagian bawah meja.Sebuah alat penyadap suara berhasil ia temukan.Seringai di wajah Bayu semakin lebar, pria itu kemudian melangkah menuju ke kamar mandi sambil membawa laptopnya.Arfa yang menyaksikan hal tersebut semakin di buat heran dengan apa yang akan di lakukan Bayu. Pria itu hanya bisa menduga jika Bayu pasti akan melakukan hal konyol."Selamat menikmati," ucap Bayu dengan nada mengejek sembari melangkah keluar dari kamar mandi lalu menutup pintunya.Benar dugaan Arfa, Bayu memutar film dewasa lalu meletakkan alat penyadap yang masih aktif itu di samping laptopnya. Dapat di pastikan jika orang yang menyuruh memasang alat penyadap itu saat ini sedang mendengarkan suara desahan dan erangan orang yang sedang bercinta dari laptop Bayu."Ada seseorang yang ingin men
Tubuh Tuan Melviano langsung digotong ke atas brankas, dan di bawa keluar menuju unit gawat darurat.Pria itu jatuh pingsan sesaat setelah anak keduanya lahir. Dia pingsan bersamaan dengan istrinya. Sangat kompak, bukan?"Apa aku perlu menelpon dokter Anda, Tuan?" tanya Hangga setelah Tuan Melvin sadarkan diri.Melihat tuannya jatuh pingsan dengan wajah pucat, membuat Hangga langsung diliputi kecemasan."Tdak perlu, ini tidak ada hubungannya dengan penyakitku. Aku pingsan karena aku tidak kuat melihat penderitaan yang sedang dirasakan oleh istriku. Ia sampai bertaruh nyawa, demi melahirkan anak-anakku," sahut Tuan Melvin terdengar lemah.Pria itu perlahan bangkit, dan berniat turun dari atas tempat tidur. Ia sudah tidak sabar untuk melihat istrinya dan kedua bayi kembarnya."Tunggulah sebentar lagi, Tuan. Kau masih terlihat lemah, jika Nyonya melihatmu seperti ini, dia pasti akan berfikir yang tidak-tidak," ujar Hangga, mencoba mencegah niat tuannya yang akan pergi menemui istrinya.T
Tuan Melvin mengecup bahu istrinya yang terekspos. Mereka baru saja selesai mandi bersama dan saat ini sedang berdiri di depan sebuah cermin besar, yang memantulkan seluruh bagian tubuh mereka.Tuan Melvin berdiri di belakang Berlian, sambil memeluk tubuh wanita itu dari belakang. Tangannya sejak tadi tidak mau berhenti, mengusap dan membelai setiap bagian tubuh Berlian yang menonjol."Sebentar lagi kita akan menjadi orang tua, sayang. Aku sudah tidak sabar lagi menanti anak kita lahir ke dunia ini," ucap Tuan Melvin kembali mengecup bahu istrinya dengan lembut."Hanya tinggal menghitung hari, Tuan Melvin, semoga prediksi Dokter Rahayu tidak meleset," sahut Berlian, sambil membelai rahang kokoh suaminya.Usia kandungan Berlian sudah 9 bulan, dan prediksi Dokter Rahayu masa bersalinnya jatuh di bulan depan, yang hanya tinggal sepuluh hari lagi."Kau sungguh terlihat sangat seksi, sayang," ucap Tuan Melvin mengusap perut istrinya yang terlihat semakin membesar."Apa kau sedang menggodak
Sejak pertemuan itu, Arfa terus merenungi nasibnya. Ingin berpaling dari Alisya, namun nyatanya ia tak mampu.Nama wanita itu telah terpatri dalam hatinya, begitu juga cintanya.Semakin ia memaksa melupakan, bayang-bayang wajah Alisya semakin terlihat nyata hadir dalam mimpinya."Lama-lama aku bisa gila kalau terus begini. Apa yang harus aku lakukan, Alisya," gumam Arfa seraya membelai foto Berlian yang sedang tersenyum di layar ponselnya."Selama ini kau begitu sabar hidup dalam penderitaan bersamaku, tanpa pernah berkeluh kesah kepadaku. Tapi aku begitu bodoh, karena tidak bisa mempertahankanmu."Arfa mengusap air mata, yang tiba-tiba saja menetes dari pelupuk matanya. Menguatkan hati, pria itu akhirnya mengambil keputusan besar dalamnya.Keputusan yang tidak pernah terlintas sama sekali dalam hidupnya. Mengakhiri semuanya."Maafkan aku, sayang, aku terpaksa mengambil keputusan ini. Teruslah hidup bahagia, dan jangan pernah menyesal atas kepergianku."Arfa melangkah dengan gontai me
Berlian menggeliat kecil, dengan rasa malas wanita itu perlahan membuka kedua matanya. Dan begitu ia membuka mata, seraut wajah tampan telah menyambutnya dengan senyum menawan.Senyum di wajah Berlian pun langsung terbit, manakala manik matanya bertemu dengan bola mata biru yang sedang menatapnya dengan penuh cinta."Apa tidurmu sangat nyenyak, sayang?" Tuan Melvin bertanya sambil merapikan hijab istrinya yang sedikit berantakan.Pria itu lalu membantu sang istri untuk duduk, kemudian menyerahkan sebotol air mineral yang telah di bukanya.Seperti orang kehausan, Berlian segera meminum air mineral itu hingga hanya menyisakan sedikit saja, dan sisa air yang sedikit itulah yang akhirnya di habiskan oleh Tuan Melvin."Tidurku sangat nyenyak, Tuan Melvin. Sampai rasanya aku malas untuk bangun, apalagi saat kau hadir dalam mimpiku, itu membuatku ingin terus tertidur," jawab Berlian tersenyum. Wanita itu lalu mengulurkan tangannya ke atas membelai rahang kokoh milik suaminya."Bahkan dalam
Dari tempatnya berdiri, Arfa dapat melihat dengan jelas sosok wanita yang sedang duduk sambil bergelayut manja pada lelaki tampan nan gagah di sampingnya.Senyum bahagia terukir jelas di wajah wanita itu. Sesekali pria di sampingnya mendaratkan sebuah ciuman di puncak kepala wanita yang tersenyum bahagia.Rasa cemburu dan sakit hati telah menguasai hati Arfa. Ingin rasanya ia menghampiri wanita itu, dan mengungkapkan isi hatinya.Namun sayang, terlalu banyak pengawal yang berjaga di sekitar pasangan suami istri itu, bisa mati konyol kalau Arfa sampai nekat mendekat.Meskipun ia datang dengan menyamar sebagai karyawan hotel, tapi bukan berarti anak buah Hangga tidak bisa mengenalinya."Sebenarnya mereka sedang merayakan acara apa? Mengapa mereka justru mengundang anak-anak yatim piatu dan orang-orang yang kurang mampu?" batin Arfa heran."Mereka juga memberikan hadiah dan juga uang kepada para tamu," imbuhnya."Hei! Kau! Jangan hanya berdiri di sana! Bantu yang lain menyiapkan hidangan
Tuan Melvin menangis haru, bibirnya tanpa henti mengucap syukur.Pria itu masih terus mendekap tubuh istrinya yang duduk di atas pangkuannya, tidak ingin melepaskannya meskipun sebentar saja."Terima kasih, sayang ... terima kasih," lirih Tuan Melvin penuh haru."Kita akan menjadi orang tua, Mas," lirih Berlian dengan berurai air mata bahagia."Iya, sayang, sebentar lagi kita akan menjadi orang tua," sahut Tuan Melvin seraya mendaratkan sebuah ciuman lembut di kening istrinya.Saking tidak percayanya , Dokter Vina sampai berulang kali melakukan pemeriksaan untuk memastikan kehamilan Berlian, dan ia terlalu bahagia mengetahui kebenarannya, sampai jadi gugup saat hendak menyampaikan kabar gembira itu.Brak!Pintu kamar terbuka dengan kasar, membuat Tuan Melvin dan Berlian langsung menoleh bersamaan.Hangga dan Bima masuk dengan tergesa, di ikuti oleh semua pelayan di belakang mereka.Tuan Melvin buru-buru meraih selimut, lalu menutupi kepala istrinya yang tidak memakai hijab dengan seli
"Apa pertemuan ini sangat penting, Tuan Melvin? Bukankah kau bisa menyuruh Alex untuk menjadi wakilmu?"Tuan Melvin menghela nafas dalam-dalam, sudah ketiga kalinya sang istri menanyakan hal yang sama, pun di jawab olehnya dengan jawaban yang sama, tapi Berlian seperti menderita amnesia akut, wanita itu kembali mengulang pertanyaannya, lagi dan lagi."Jika hanya bertemu dengan rekan bisnis yang sama-sama sudah manula, mengapa harus berpakaian terlalu rapi seperti ini? Seperti mau ketemu mantan saja!" oceh Berlian menatap tidak suka penampilan suaminya mulai dari atas sampai ke bawah.Tuan Melvin meringis, nyaris seperti orang yang sedang menahan mules di perut. Pria itu berulang kali menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tidak tau bagaimana cara mengekspresikan kebingungannya."Sayang ... pertemuan ini benar-benar sangat penting, dan Alex tidak bisa mewakilinya karna memang harus aku yang langsung turun tangan," ujar Tuan Melvin dengan sangat berhati-hati. Salah bicara sedikit saja, b
Sebelah tangan dan kakinya di pakaikan gips, sementara wajahnya sudah mirip seperti alien, biru biru dan banyak terdapat benjol seperti habis disengat ribuan lebah. Arfa mendelik ke arah Alex, namun sayang ekspresinya itu semakin menambah kelucuan di wajahnya menurut kacamata Alex, yang semakin membuat pria itu tertawa terbahak.Arfa mendengus kesal, melihat Alex sampai membungkuk bungkuk memegangi perutnya karna keasyikan tertawa."Kau sepertinya sangat bahagia sekali melihat keadaanku seperti ini," ujar Arfa dengan bersusah payah menggerakkan mulut, sambil menahan sakit di sekitar wajah dan bibirnya."Aku? Bahagia?" gumam Alex memasang wajah polos seperti tidak mengerti apa-apa."Cih!" Arfa berdecak kesal seraya memalingkan wajahnya."Aku bukannya bahagia, sejak melihatmu aku langsung membayangkan bagaimana Hangga mengamuk sampai membuatmu babak belur seperti ini, hingga membuatku tidak bisa berhenti tertawa," ujar Alex kembali tertawa."Teman tidak punya ahlak!" gerutu Arfa menaha
Sebuah helikopter mendarat di atas atap rumah sakit swasta terbesar yang ada di ibukota.Seorang pria tampan turun terlebih dahulu dari helikopter. Pria itu kemudian merentangkan kedua tangannya, menyambut sang istri yang sudah bersiap untuk turun. "Uuhg! Ternyata Berlian-ku semakin bertambah berat badannya," kata Tuan Melvin sembari menggendong sang istri turun dari helikopter."Kau terus saja menyusu setiap malam, bagaimana nafsu makanku tidak bertambah banyak dan berat badanku tidak ikut naik, hem," sahut Berlian dengan berbisik, membuat Tuan Melvin langsung tertawa mendengarnya.Sebelum menurunkan tubuh sang istri, Tuan Melvin lebih dulu meremas bokong Berlian dengan begitu gemas hingga membuat wanita itu terpekik tertahan.Beberapa pengawal yang mendengar pekikan Berlian, seketika langsung menoleh. Namun, mereka buru-buru berpaling saat menyadari apa yang sedang terjadi di antara Tuan dan Nyonya mereka."Kondisikan tanganmu, Tuan Melvin!" ujar Berlian dengan bibir mengerucut, la