"Aleena! Tolong izinkan Mama bertemu dengan Arfa, Nak! Mama sangat merindukannya, Mama mohon jangan hukum Mama seperti ini!"Beberapa petugas keamanan segera menghadang Nyonya Miranda yang memaksa masuk untuk bertemu dengan Aleena. Aleena dan Arfa yang baru saja hendak melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift, segera mengurungkan niat mereka lalu menoleh ke arah sumber keributan."Bukankah itu ..." Arfa langsung terkesiap begitu melihat siapa wanita yang sedang memohon di lobi kantor.Ingin rasanya ia langsung berlari ke lobi dan memarahi petugas keamanan karena sudah berani melarang ibunya untuk masuk, tapi sekuat tenaga ia menahannya karena tidak ingin jika Aleena mengetahui bahwa itu sudah mengenali wanita paruh baya itu."Akan lebih baik jika aku berpura-pura saja," batin Arfa."Mengapa kalian menghalangi aku! Aku ke sini hanya ingin bertemu dengan anak dan menantuku!" seru Nyonya Miranda yang terus memberontak mencoba melepaskan diri dari cekalan dua orang petugas keamanan yang
Aku terdiam dengan tubuh membeku. Kedua mataku tidak berkedip , menatap wanita yang bernama Laura. Wanita itu terus mengamuk, tatapan matanya seolah ingin menelanku hidup-hidup.Setelah mendapat pesan dari Rosita, di sinilah aku berada sekarang. Di sebuah rumah kontrakan yang begitu sempit dan panas, serta keadaan di dalam rumah yang begitu memprihatinkan.Dia, Nyonya Miranda, yang mengaku sebagai Mamaku, membawaku ke sini setelah aku menemuinya di pinggir jalan.Mama menceritakan semuanya kepadaku, tentang masa kecilku, sampai perjalanan hidupku hingga saat ini.Bahkan Mama memiliki semua bukti tentang apa yang di ceritakannya kepadaku.Sebagai orang yang kehilangan ingatan, aku tidak mau mempercayainya begitu saja. Tapi ... melihat semua bukti, dan melihat betapa Mama begitu faham dengan kehidupanku, membuatku mulai terpengaruh dengan setiap ucapannya.Di tambah lagi setelah Mama membawaku kepada Laura. Wanita yang Mama katakan sebagai istriku, wanita yang belum lama ini kehilangan
Arfa memutuskan untuk tidak pulang ke penthouse, ia tidak mau bertemu Aleena dengan wajah babak belur akibat adu tinju dengan Yudha siang itu di kafe.Pria itu memutuskan untuk menginap di sebuah hotel, setelah mengirim pesan kepada Aleena jika ia tidak akan pulang malam itu. Ingin menenangkan diri, begitulah alasannya. Ia tidak tahu jika Aleena sampai kelimpungan mencarinya. [Aku menginap di suatu tempat, tidak usah menungguku pulang] Arfa kembali mengirim pesan singkat kepada Aleena, setelah ia menelfon seseorang untuk mengantarkan pesanannya ke kamar."Aku akan membebaskanmu dari semua tuduhan, aku akan melepaskanmu dari belenggu rasa sakit yang mungkin sudah kau rasakan sejak lama. Aku yakin kau tidak sepenuhnya bersalah, tapi aku tidak akan mampu berada di sampingmu dengan keadaanku seperti ini, Aleena." Pria itu berkata seorang diri, sambil menatap jauh ke atas langit yang terlihat gelap tanpa sinar rembulan.Beberapa menit kemudian seseorang mengetuk pintu kamar Arfa dari luar
Sudah dua hari Arfa tidak pulang ke rumahnya. Ia tetap bertahan untuk menginap di hotel.Pria itu benar-benar terlihat kacau. Rambut dan pakaiannya berantakan, wajahnya pucat, bagian bawah matanya terdapat lingkar hitam karena ia terus bergadang selama dua malam ini.Ia berniat melepaskan Aleena agar konflik di antara keluarga dan istrinya itu berakhir, namun pada kenyataannya Arfa justru merasa sangat terluka karna keputusannya sendiri.Saat ini yang Ia butuhkan adalah teman untuk bicara, agar bisa mengeluarkan semua unek-unek di dalam hatinya.Tapi siapa?Satu-satunya orang yang ia kenal dan begitu dekat dengannya hanyalah Aleena, yang sekarang sudah menjadi mantan istrinya."Aku harus pulang dan mengakhiri semua masalah ini," monolog Arfa seorang diri.Setelah yakin untuk pulang, Arfa memilih untuk membersihkan tubuhnya lebih dulu, dan merapikan penampilannya. Ia tidak ingin terlihat rapuh, berantakan, dan menyedihkan di hadapan Aleena. "Aku harus bersikap tidak peduli dan biasa-b
Wajah pria itu sudah seperti mayat hidup, pucat pasi, seolah sudah tidak ada darah yang mengalir di tubuhnya. Lingkar hitam di bawah matanya nampak terlihat jelas, tatapan matanya kosong, seolah tidak ada lagi semangat hidup dalam jiwanya."Sudahlah, Nak, harusnya kau bersyukur wanita penipu itu memilih pergi sendiri dari kehidupanmu, jadi kita tidak perlu bersusah payah mengusirnya," tutur Nyonya Miranda, tersenyum penuh kemenangan.Begitu juga dengan Laura, wanita itu langsung terlihat sehat wal'afiat begitu mendengar kabar jika Arfa telah bercerai dengan Aleena, serta wanita itu sendiri yang memilih untuk pergi, sesuai dengan apa yang ia inginkan selama ini.Kedua wanita ular itu akhirnya ikut tinggal di penthouse yang dulu di beli Arfa untuk Aleena."Iya, Mas. Harusnya kita bersyukur atas kepergian wanita licik itu, dengan begitu kita bisa memulai semuanya dari awal," imbuh Laura seraya mengusap-usap bahu Arfa dengan lembut.Arfa bergeming, dalam diam pria itu mencoba menerima mas
Aleena ... akhirnya ingatan itu kembali.Aku berdiri diantara pembatas rooftop, membulatkan niat untuk mengakhiri hidupku. Kurentangkan kedua tangan ke samping, dengan mata terpejam, bersiap terjun bebas ke bawah.Hingga tiba-tiba saja, dua orang bertubuh tegap menyergapku dari belakang. Tanpa ampun mereka menyeretku kembali ke lantai bawah. Sekuat tenaga aku memberontak, tapi percuma mereka terlalu kuat dibanding diriku yang jarang makan dan jarang tidur sejak kepergian Aleena."Lepaskan aku! Siapa kalian sebenarnya!" Aku berteriak, sambil berusaha melepaskan diri dari cekalan dua orang pria yang membawaku dengan paksa dari rooftop.Dua orang pria itu lalu melepaskan aku, setelah sampai di hadapan seorang pria tampan yang duduk dengan santai di atas sofa.Aku hendak bertanya, namun melihat kehadiran sosok wanita yang aku kenal di samping pria itu, aku pun mengurungkan niatku.Aku yakin, pria yang sedang menatapku dengan tatapan membunuh itu, pasti ada hubungannya dengan wanita yang
Satu bulan kemudian"Bergegaslah! Kita harus cepat selagi pria bodoh itu masih tertidur!" ujar Nyonya Miranda sembari memasukkan barang-barang dan surat-surat berharga milik Arfa ke dalam koper miliknya."Mama tenang saja, dia tidak akan terbangun hingga esok pagi, karna aku sudah memasukkan obat tidur ke dalam minumannya dengan dosis tinggi," sahut Aleena dengan santainya."Tumben otakmu berjalan," komentar Nyonya Miranda tersenyum senang.Laura hanya memutar bola mata ke atas, lalu kembali melanjutkan mengeluarkan semua uang dan barang-barang dari brankas."Jangan sisakan apa pun! Biarkan saja pria bodoh itu hidup menggembel! Untung saja dia masih kehilangan ingatannya saat perusahaannya mulai bangkrut, hingga kita dapat leluasa mengambil semua aset dan kekayaannya yang tersisa," ujar Nyonya Miranda menyeringai lebar."Kalau soal itu ... Mama tidak perlu kuatir! Bahkan aku sudah menjual semua mobil milik Mas Arfa dan hasil penjualan dari mobil-mobil itu juga sudah ditransfer ke reke
"Aku tidak mau tau! Bagaimanapun caranya kalian harus segera menemukan keberadaan Berlian!" seru Tuan Melviano, membuat Hangga dan Bima garuk-garuk kepala mendengarnya.Sejak pagi pria tampan itu sudah uring-uringan, karna Hangga dan Bima belum juga berhasil menemukan keberadaan Berlian. Termasuk Alex dan Karina.Berlian seolah menghilang di telan di bumi, hingga jejaknya tidak dapat di endus oleh Hangga dan yang lainnya. Dan itu sungguh tidak masuk di akal, kalau menurut Tuan Melviano.Tapi itu salah Tuan Melviano sendiri. Sejak awal, dia sendiri yang melarang para bawahannya untuk tidak memberitahukan tempat keberadaannya saat ini kepada Berlian.Pria itu beralasan, jika ia tidak ingin Berlian mengetahui keadaannya saat ini. Ia tidak ingin wanita itu sedih karna melihatnya terkapar tidak berdaya di atas tempat tidur."Tuan yang melarang kami memberitahu nona Berlian, dan nona Berlian sendiri mengurungkan niatnya menemui Tuan, karna alasan itu. Dia tidak mau terlihat seperti wanita m
Tubuh Tuan Melviano langsung digotong ke atas brankas, dan di bawa keluar menuju unit gawat darurat.Pria itu jatuh pingsan sesaat setelah anak keduanya lahir. Dia pingsan bersamaan dengan istrinya. Sangat kompak, bukan?"Apa aku perlu menelpon dokter Anda, Tuan?" tanya Hangga setelah Tuan Melvin sadarkan diri.Melihat tuannya jatuh pingsan dengan wajah pucat, membuat Hangga langsung diliputi kecemasan."Tdak perlu, ini tidak ada hubungannya dengan penyakitku. Aku pingsan karena aku tidak kuat melihat penderitaan yang sedang dirasakan oleh istriku. Ia sampai bertaruh nyawa, demi melahirkan anak-anakku," sahut Tuan Melvin terdengar lemah.Pria itu perlahan bangkit, dan berniat turun dari atas tempat tidur. Ia sudah tidak sabar untuk melihat istrinya dan kedua bayi kembarnya."Tunggulah sebentar lagi, Tuan. Kau masih terlihat lemah, jika Nyonya melihatmu seperti ini, dia pasti akan berfikir yang tidak-tidak," ujar Hangga, mencoba mencegah niat tuannya yang akan pergi menemui istrinya.T
Tuan Melvin mengecup bahu istrinya yang terekspos. Mereka baru saja selesai mandi bersama dan saat ini sedang berdiri di depan sebuah cermin besar, yang memantulkan seluruh bagian tubuh mereka.Tuan Melvin berdiri di belakang Berlian, sambil memeluk tubuh wanita itu dari belakang. Tangannya sejak tadi tidak mau berhenti, mengusap dan membelai setiap bagian tubuh Berlian yang menonjol."Sebentar lagi kita akan menjadi orang tua, sayang. Aku sudah tidak sabar lagi menanti anak kita lahir ke dunia ini," ucap Tuan Melvin kembali mengecup bahu istrinya dengan lembut."Hanya tinggal menghitung hari, Tuan Melvin, semoga prediksi Dokter Rahayu tidak meleset," sahut Berlian, sambil membelai rahang kokoh suaminya.Usia kandungan Berlian sudah 9 bulan, dan prediksi Dokter Rahayu masa bersalinnya jatuh di bulan depan, yang hanya tinggal sepuluh hari lagi."Kau sungguh terlihat sangat seksi, sayang," ucap Tuan Melvin mengusap perut istrinya yang terlihat semakin membesar."Apa kau sedang menggodak
Sejak pertemuan itu, Arfa terus merenungi nasibnya. Ingin berpaling dari Alisya, namun nyatanya ia tak mampu.Nama wanita itu telah terpatri dalam hatinya, begitu juga cintanya.Semakin ia memaksa melupakan, bayang-bayang wajah Alisya semakin terlihat nyata hadir dalam mimpinya."Lama-lama aku bisa gila kalau terus begini. Apa yang harus aku lakukan, Alisya," gumam Arfa seraya membelai foto Berlian yang sedang tersenyum di layar ponselnya."Selama ini kau begitu sabar hidup dalam penderitaan bersamaku, tanpa pernah berkeluh kesah kepadaku. Tapi aku begitu bodoh, karena tidak bisa mempertahankanmu."Arfa mengusap air mata, yang tiba-tiba saja menetes dari pelupuk matanya. Menguatkan hati, pria itu akhirnya mengambil keputusan besar dalamnya.Keputusan yang tidak pernah terlintas sama sekali dalam hidupnya. Mengakhiri semuanya."Maafkan aku, sayang, aku terpaksa mengambil keputusan ini. Teruslah hidup bahagia, dan jangan pernah menyesal atas kepergianku."Arfa melangkah dengan gontai me
Berlian menggeliat kecil, dengan rasa malas wanita itu perlahan membuka kedua matanya. Dan begitu ia membuka mata, seraut wajah tampan telah menyambutnya dengan senyum menawan.Senyum di wajah Berlian pun langsung terbit, manakala manik matanya bertemu dengan bola mata biru yang sedang menatapnya dengan penuh cinta."Apa tidurmu sangat nyenyak, sayang?" Tuan Melvin bertanya sambil merapikan hijab istrinya yang sedikit berantakan.Pria itu lalu membantu sang istri untuk duduk, kemudian menyerahkan sebotol air mineral yang telah di bukanya.Seperti orang kehausan, Berlian segera meminum air mineral itu hingga hanya menyisakan sedikit saja, dan sisa air yang sedikit itulah yang akhirnya di habiskan oleh Tuan Melvin."Tidurku sangat nyenyak, Tuan Melvin. Sampai rasanya aku malas untuk bangun, apalagi saat kau hadir dalam mimpiku, itu membuatku ingin terus tertidur," jawab Berlian tersenyum. Wanita itu lalu mengulurkan tangannya ke atas membelai rahang kokoh milik suaminya."Bahkan dalam
Dari tempatnya berdiri, Arfa dapat melihat dengan jelas sosok wanita yang sedang duduk sambil bergelayut manja pada lelaki tampan nan gagah di sampingnya.Senyum bahagia terukir jelas di wajah wanita itu. Sesekali pria di sampingnya mendaratkan sebuah ciuman di puncak kepala wanita yang tersenyum bahagia.Rasa cemburu dan sakit hati telah menguasai hati Arfa. Ingin rasanya ia menghampiri wanita itu, dan mengungkapkan isi hatinya.Namun sayang, terlalu banyak pengawal yang berjaga di sekitar pasangan suami istri itu, bisa mati konyol kalau Arfa sampai nekat mendekat.Meskipun ia datang dengan menyamar sebagai karyawan hotel, tapi bukan berarti anak buah Hangga tidak bisa mengenalinya."Sebenarnya mereka sedang merayakan acara apa? Mengapa mereka justru mengundang anak-anak yatim piatu dan orang-orang yang kurang mampu?" batin Arfa heran."Mereka juga memberikan hadiah dan juga uang kepada para tamu," imbuhnya."Hei! Kau! Jangan hanya berdiri di sana! Bantu yang lain menyiapkan hidangan
Tuan Melvin menangis haru, bibirnya tanpa henti mengucap syukur.Pria itu masih terus mendekap tubuh istrinya yang duduk di atas pangkuannya, tidak ingin melepaskannya meskipun sebentar saja."Terima kasih, sayang ... terima kasih," lirih Tuan Melvin penuh haru."Kita akan menjadi orang tua, Mas," lirih Berlian dengan berurai air mata bahagia."Iya, sayang, sebentar lagi kita akan menjadi orang tua," sahut Tuan Melvin seraya mendaratkan sebuah ciuman lembut di kening istrinya.Saking tidak percayanya , Dokter Vina sampai berulang kali melakukan pemeriksaan untuk memastikan kehamilan Berlian, dan ia terlalu bahagia mengetahui kebenarannya, sampai jadi gugup saat hendak menyampaikan kabar gembira itu.Brak!Pintu kamar terbuka dengan kasar, membuat Tuan Melvin dan Berlian langsung menoleh bersamaan.Hangga dan Bima masuk dengan tergesa, di ikuti oleh semua pelayan di belakang mereka.Tuan Melvin buru-buru meraih selimut, lalu menutupi kepala istrinya yang tidak memakai hijab dengan seli
"Apa pertemuan ini sangat penting, Tuan Melvin? Bukankah kau bisa menyuruh Alex untuk menjadi wakilmu?"Tuan Melvin menghela nafas dalam-dalam, sudah ketiga kalinya sang istri menanyakan hal yang sama, pun di jawab olehnya dengan jawaban yang sama, tapi Berlian seperti menderita amnesia akut, wanita itu kembali mengulang pertanyaannya, lagi dan lagi."Jika hanya bertemu dengan rekan bisnis yang sama-sama sudah manula, mengapa harus berpakaian terlalu rapi seperti ini? Seperti mau ketemu mantan saja!" oceh Berlian menatap tidak suka penampilan suaminya mulai dari atas sampai ke bawah.Tuan Melvin meringis, nyaris seperti orang yang sedang menahan mules di perut. Pria itu berulang kali menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tidak tau bagaimana cara mengekspresikan kebingungannya."Sayang ... pertemuan ini benar-benar sangat penting, dan Alex tidak bisa mewakilinya karna memang harus aku yang langsung turun tangan," ujar Tuan Melvin dengan sangat berhati-hati. Salah bicara sedikit saja, b
Sebelah tangan dan kakinya di pakaikan gips, sementara wajahnya sudah mirip seperti alien, biru biru dan banyak terdapat benjol seperti habis disengat ribuan lebah. Arfa mendelik ke arah Alex, namun sayang ekspresinya itu semakin menambah kelucuan di wajahnya menurut kacamata Alex, yang semakin membuat pria itu tertawa terbahak.Arfa mendengus kesal, melihat Alex sampai membungkuk bungkuk memegangi perutnya karna keasyikan tertawa."Kau sepertinya sangat bahagia sekali melihat keadaanku seperti ini," ujar Arfa dengan bersusah payah menggerakkan mulut, sambil menahan sakit di sekitar wajah dan bibirnya."Aku? Bahagia?" gumam Alex memasang wajah polos seperti tidak mengerti apa-apa."Cih!" Arfa berdecak kesal seraya memalingkan wajahnya."Aku bukannya bahagia, sejak melihatmu aku langsung membayangkan bagaimana Hangga mengamuk sampai membuatmu babak belur seperti ini, hingga membuatku tidak bisa berhenti tertawa," ujar Alex kembali tertawa."Teman tidak punya ahlak!" gerutu Arfa menaha
Sebuah helikopter mendarat di atas atap rumah sakit swasta terbesar yang ada di ibukota.Seorang pria tampan turun terlebih dahulu dari helikopter. Pria itu kemudian merentangkan kedua tangannya, menyambut sang istri yang sudah bersiap untuk turun. "Uuhg! Ternyata Berlian-ku semakin bertambah berat badannya," kata Tuan Melvin sembari menggendong sang istri turun dari helikopter."Kau terus saja menyusu setiap malam, bagaimana nafsu makanku tidak bertambah banyak dan berat badanku tidak ikut naik, hem," sahut Berlian dengan berbisik, membuat Tuan Melvin langsung tertawa mendengarnya.Sebelum menurunkan tubuh sang istri, Tuan Melvin lebih dulu meremas bokong Berlian dengan begitu gemas hingga membuat wanita itu terpekik tertahan.Beberapa pengawal yang mendengar pekikan Berlian, seketika langsung menoleh. Namun, mereka buru-buru berpaling saat menyadari apa yang sedang terjadi di antara Tuan dan Nyonya mereka."Kondisikan tanganmu, Tuan Melvin!" ujar Berlian dengan bibir mengerucut, la