"Sudah aku bilang, di sini tidak ada lowongan pekerjaan! Apa kau tuli, hah?!" teriak salah satu petugas resepsionis di perusahaan Arhadhita Group.
Wanita berhijab peach yang sedang berjongkok memunguti berkas yang berserakan di lantai lobi itu--tampak tampak ketakutan sekarang. Alisya tidak menyangka perusahaan mantan suaminya ini mempekerjakan orang seperti ini. Namun, dia harus bersabar untuk menjalankan rencananya.Alih-alih marah, Alisya kini justru berbicara dengan gugup, "Ma--maaf Mbak, saya tidak tahu.""Siapa namamu tadi?""A--Aleena, Mbak," ucap Alisya dengan "nama barunya"."Oke, Aleena. Kamu ini hanya lulusan SMA, tapi kamu kok berani melamar pekerjaan di perusahaan ini. Mimpi kamu!" Resepsionis itu sekali lagi membentak. Kini, dia bahkan menoyor kepala Aleena tanpa menyadari bahwa dia baru saja merendahkan mantan istri dari Arfa--CEO tempatnya bekerja.Tangan Aleena sontak mengepal. Namun, dia berusaha mempertahankan karakternya. "Maaf Mbak, saya hanya sedang berusaha. Tidak ada salahnya kalau saya mencoba melamar pekerjaan di sini," sahut Aleena dengan suara lirih."Jelas salah, karna kamu tidak tau diri sudah berani-beraninya melamar kerja di sini," sinis resepsionis itu dengan suara lantang, "Security! Seret wanita ini keluar!"Aleena sontak mendongakkan kepalanya dengan wajah panik begitu mendengar perkataan wanita berpakaian seksi itu. Terlebih, tangannya dicekal dengan keras. Tidak. Dia tidak ingin dirinya diusir tanpa dapat bertemu Arfa.Perempuan itu mulai putus asa, sampai dilihatnya seorang pemuda tampan kepercayaan suaminya berdiri tak jauh di sana. Setitik harapan muncul.Dengan tampang tersakiti, Aleena lantas berkata cepat, "Saya bisa keluar sendiri, Mbak. Tolong jangan lakukan itu. Maaf, kalau kedatangan saya sudah mengganggu."Siapa pun yang melihat--akan merasa iba dengan Aleena. Perempuan itu tampak tak berdaya dan tak ingin membuat keributan lebih parah lagi.Untungnya, respsionis berpakaian seksi ini tak sadar dengan rencana Aleena. Dia malah tersenyum pongah."Baguslah kalau kamu sadar diri. Sudah, cepat sana keluar!" Sekali lagi, resepsionis itu mendorong Aleena."HENTIKAN!"Suara bariton dari belakang sontak membuat semua mata langsung menoleh ke arah pria tampan itu, termasuk si resepsionis.Diam-diam, Aleena tersenyum miring. Dramanya berhasil menarik simpati tangan kanan Arfa.Bahkan, dia dapat melihat bahwa perempuan kejam tadi buru-buru melepaskan cekalan tangannya sambil berpura-pura merapikan pakaiannya yang terlihat begitu sempit di tubuhnya.Seperti kerasukan setan, resepsionis itu berubah 180 derajat--langsung tersenyum dan membungkuk hormat, "Pak Alex ....""Ada apa ini, Selly? Mengapa kau berbuat kasar kepada wanita ini?" tanya pria dengan suara bariton itu, seraya menatap tajam."Maaf Pak Alex, wanita ini datang hanya untuk membuat keributan di sini, padahal sudah saya tegur baik-baik," jawab Selly, berbohong."Benarkah begitu?" tanya Alex.Pria berhidung mancung itu menatap wanita berhijab yang masih setia menunduk di hadapnnya."Maaf Pak, niat saya datang ke sini hanya untuk melamar pekerjaan, bukan untuk membuat keributan," jawab wanita berhijab itu dengan suara lirih."Bohong Pak! Wanita ini terus memaksa untuk meminta pekerjaan di sini," tukas Selly dengan sengit."Diam! Saya tidak meminta kamu untuk berbicara," sahut Alex. Pria itu kembali menatap wanita berhijab di depannya lalu bertanya, " Siapa nama kamu?""Aleena, Pak.""Aleena? Baik, kamu ikut ke ruangan saya sekarang," ucap Alex.Wanita itu hanya mengangguk samar, tanpa berani menatap ke arah Alex--menyisakan Selly dengan tatapan kesal. Namun, itu tak lama karena Alex kembali menatap tajam resepsionis itu."Oh, iya! Saya tidak ingin melihat kamu berbuat seperti itu lagi. Kalau sampai kamu mengulanginya lagi, saya tidak akan segan memecat kamu, tanpa harus meminta persetujuan pak Arfa."Mendengar nama bos mereka disebut, Selly sontak panik. Dengan terbata-bata, dia pun berusaha menjawab Alex. "Ba-baik Pak. Saya mengerti.""Dan satu lagi, jangan pernah memakai pakaian kurang bahan seperti itu, menjijikan!" ujar Alex, yang langsung membuat wajah Selly merah padam."Mari ikut saya." Alex lalu mengajak Aleena untuk mengikutinya masuk ke dalam lift kusus, menuju ke lantai 65 gedung pencakar langit itu.Setelah sampai, pria itu pun meminta Aleena untuk menunggu di depan sebuah ruangan dengan pintu berwarna hitam, sementara dirinya masuk ke dalam ruangan itu untuk menemui seseorang sambil menyerahkan berkas lamaran milik Aleena.Dengan hati berdebar, Aleena menunggu di depan pintu. Selangkah lagi, rencananya berhasil. Rencananya untuk kembali merebut mantan suaminya yang hilang ingatan akan semakin dekat.Tidak menunggu lama, Alex kembali keluar dengan sebuah senyum di wajahnya."Tadi saya bertemu dengan atasan saya. Namanya Pak Arfa. Beliau sudah menunggu di dalam," ucap Alex. Pria itu lantas kemudian membukakakan pintu untuk Aleena."Apa tidak apa-apa saya masuk sendiri Pak? Sa-saya takut," ucap Aleena, gugup.Kali ini, perempuan itu tak berpura-pura. Meski targetnya memang benar Arfa, tetapi kekhawatiran terus melanda. Bagaimana jika Arfa tak suka padanya? Apakah rencananya akan berakhir sia-sia?Lamunan Aleena lantas berhenti ketika mendengar kekehan Alex. "Dia tidak akan menggigitmu. Apa yang harus kau takutkan?" sahut Alex."Baiklah kalau begitu," ucap Aleena. Wanita berwajah cantik itu kemudian melangkah masuk dengan dada berdebar.Aleena melangkah pelan memasuki ruangan dengan nuansa hitam abu-abu tersebut. Di balik sebuah meja, terlihat seorang pria sedang duduk di kursi dengan posisi memunggunginya."Se-selamat pagi Pak," sapa Aleena dengan terbata.Dan begitu pria tersebut membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Aleena, wanita itu langsung menundukkan kepalanya."Kau yang bernama Aleena?""I-iya, Pak," jawab Aleena--tanpa berani menegakkan kepalanya."Pekerjaan apa yang kau inginkan?" tanya Arfa, sambil tersenyum melihat ke arah wanita berusia 25 tahun di depannya, yang masih setia menunduk."Sa-saya tidak tau Pak. Sa-saya hanya tamat SMA, mungkin tukang bersih-bersih, kalau ada," jawab Aleena, semakin gugup.Melihat Aleena yang gugup dan ketakutan, justru membuat Arfa, CEO dari Arhadhita Group itu tersenyum lebar."Sayang sekali, tidak ada lowongan untuk cleaning service di sini.""Tidak masalah Pak, saya bisa mencari pekerjaan di tempat lain," sahut Aleena.Arfa tersenyum, lalu bangkit dari duduknya. Pria tampan itu kemudian memutari meja lalu berdiri tepat di hadapan Aleena."Aku ada lowongan pekerjaan untukmu, apa kau mau?" tanya Arfa, sambil memajukan wajahnya ke arah Aleena.Dengan spontan Aleena langsung menggeser tubuhnya ke samping."Lowongan pekerjaan apa maksud Bapak?" tanya Aleena, ragu."Jadilah sekretaris pribadiku," jawab Arfa.Aleena langsung mendongakkan wajahnya, tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Memang, dia ingin mendekati mantan suaminya itu kembali. Namun, tidak secepat ini.Di sisi lain, begitu pandangannya bertemu dengan Arfa, Aleena langsung mengerutkan dahinya."Apa kau mengingatku?" tanya Arfa, dengan tatapan penuh rindu."Entahlah. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Aleena balas bertanya--tak mengerti. Apakah ingatan mantan suaminya ini sudah pulih?Arfa mendekat, lalu meraih pinggang ramping Aleena, mengikis jarak di antara mereka."A-apa yang Bapak lakukan? Le-lepas Pak," cicit Aleena, berusaha melepaskan pelukan Arfa di pinggangnya.Bukannya melepaskan, Arfa justru mengeratkan pelukannya di pinggang Aleena tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah cantik itu."Kau lupa padaku? Apa perlu aku mengingatkanmu?" tanya Arfa, setengah berbisik."A-aku benar-benar tidak mengingatmu, maaf," jawab Aleena, semakin gugup.Cup!Tiba-tiba Arfa mendaratkan sebuah ciuman singkat di bibir Aleena."Kau," desis Aleena dengan mata melotot."Apa kau mengingatku sekarang?" tanya Arfa, tersenyum lebar."Dasar pria mesum!" sentak Aleena. Lalu dengan cepat wanita itu mengangkat tangannya ke udara, bersiap mendaratkan sebuah tamparan di wajah Arfa.Tap!Dengan cepat pula Arfa menangkap tangan Aleena, lalu dengan gerakan lembut membawa telapak tangan wanita itu ke wajahnya."Apa kau tidak merindukanku?" tanya Arfa, sambil mengusap-ngusapkan telapak tangan Aleena di wajahnya.Tiba-tiba saja Arfa mendorong tubuh Aleena hingga telentang di atas sofa, ia lalu mengungkung tubuh wanita itu di bawahnya."Mas Arfa, ja-jangan!""Mas Arfa, ja-jangan," ucap Aleena dengan wajah tegang.Meronta sekuat apapun, ia tidak akan mampu mengalahkan tenaga Arfa. Aleena memilih pasrah ketika Arfa menumpahkan rasa cinta dan rindu kepadanya.Setelah pria itu puas melumat bibirnya, menciumi seluruh wajahnya, barulah Arfa menghentikan aksinya."Akhirnya rinduku sedikit terobati," ucap Arfa, tersenyum puas. Pria itu lalu memilih berbaring di sisi Aleena, mendekap erat tubuh wanita yang sangat di rindukannya itu.Raut bahagia terlihat jelas di wajah pria itu. Tidak perduli jika Aleena terus meronta, mencoba melepaskan diri dari dekapannya."Dasar pria mesum menyebalkan," gerutu Aleena dengan wajah kesal, sambil memukul dada Arfa berulang kali."Marahlah sepuasmu, aku akan dengan senang hati menerimanya," kekeh Arfa."Menyebalkan. Bahkan di tempat kerja saja masih sempat berbuat cabul. Uuhhg." Aleena yang kesal nekat menggigit leher Arfa dengan gemas. Bukannya kesakitan, pria itu justru menekan kepala Aleena agar semakin dalam t
Aaahhk! Arfa langsung berlari masuk ke dalam kamar yang ada di ruang kerjanya, begitu mendengar suara teriakan Aleena."Ada apa?" tanya Arfa dengan wajah cemas. "Basah," cicit Aleena dengan wajah sedih. Arfa menghembuskan nafas lega, pria itu lalu mendekat ke arah Aleena."Kenapa sampai bisa basah begini? Apa kau sengaja menggondaku? Hem?" seloroh Arfa."Ck. Kalau aku mau aku sudah melakukannya selama Mas Arfa tinggal di rumahku. Bukankah Mas Arfa sendiri yang sampai bosan merayuku setiap hari?" sahut Aleena dengan bibir mengerucut. "Kondisikan bibirmu Aleena, atau aku akan menggigitnya seperti waktu itu," ucap Arfa menatap gemas ke arah bibir Aleena."Nggak usah ngadi-ngadi kamu Mas. Nggak lihat apa bajuku basah begini?" gerutu Aleena. "Kemarilah," ucap Arfa, lalu menarik tangan Aleena untuk keluar dari kamar mandi. "Buka bajumu, aku akan membawanya ke laundry sekalian membeli baju ganti untukmu. Kau pakailah bajuku dulu," ucap Arfa, lalu meraih sebuah kemeja berwarna putih yang
"Kau lapar? Mengapa kau tidak bilang dari tadi, hem?" tanya Arfa sambil mengusap bahu Aleena dengan lembut. Hasratnya untuk bercinta menguar begitu saja, ketika tau jika wanita yang sudah membuatnya tergila-gila itu sedang menahan lapar. "Aku malu," cicit Aleena. "Mengapa mesti malu. Bukankah sudah aku katakan, aku adalah milikmu, kau bebas minta apa saja padaku, walau aku tau kau selalu saja menolakku," sahut Arfa sambil merangkul tubuh Aleena ke dalam pelukannya. "Pakailah baju dulu, aku akan mencarikan makanan untukmu," ucap Arfa, lalu memakaikan kemeja besar miliknya ke tubuh Aleena. "Kau ingin makan apa?" tanya Arfa dengan lembut."Aku ingin makan makanan kesukaan Mas Arfa," jawab Aleena, tersenyum manis."Baiklah. Kau istirahatlah dulu di kamar dan jangan pernah keluar dari ruangan ini," ucap Arfa berpesan. "Iya Mas," sahut Aleena sembari mengangguk samar."Aku tinggal dulu, kau boleh bermain game yang ada di ponselku jika kau bosan. Aku sudah mendownload permainan kesukaa
"Dasar wanita jalang!!" jerit Laura dengan mata terbelalak lebar.Wanita mana yang tidak akan marah jika melihat ada wanita muda nan cantik tertidur nyenyak di atas ranjang suaminya. Bahkan dirinya sendiri tidak pernah di izinkan untuk masuk ke dalam kamar tersebut."Bu Laura," cicit Aleena dengan wajah ketakutan. Wanita itu langsung terbangun karena terkejut mendengar teriakan Laura di depan pintu."Dasar jalang! Berani-beraninya kamu menggoda suamiku, hah!" teriak Laura seperti seekor singa yang sudah bersiap menerkam mangsanya. Tanpa ampun Laura menjambak rambut panjang Aleena, menyeret tubuh wanita itu keluar dari kamar Arfa."Auwwh, sa-sakit Bu. Tolong lepaskan," pinta Aleena dengan wajah kesakitan. Rasa sakit dan perih di kepalanya membuat wanita itu sampai meneteskan air matanya."Sakita? iya?" ejek Laura.Plak! Laura melayangkan sebuah tamparan keras di wajah Aleena, hingga membuat kulit wajah wanita itu memerah."Apa itu juga sakit, hah?" tandas Laura dengan wajah sinis."I
Wajah Arfa mengeras. Kedua tangannya mengepal kuat, hingga memperlihatkan buku-buku jarinya. Melihat Alena yang masih belum sadarkan diri, terbaring lemah di ruang perawatan VIP.Pria itu sedikit membungkuk, mencium kening Aleena dengan lembut seraya berbisik, "Cepatlah bangun, aku akan membalaskan rasa sakit yang kau derita."Kembali menegakkan tubuhnya, Arfa lalu melangkah keluar meninggalkan ruang perawatan tersebut."Apa kau akan pergi?" tanya Alex, begitu melihat kemunculan Arfa dari balik pintu.Mengangguk samar lalu berkata, "Ada sesuatu yang harus aku selesaikan, kau tetaplah disini," titah Arfa, melihat arloji di pergelangan tangannya. "Segera kabari aku jika Aleena sudah sadarkan diri," imbuhnya."Baik, kau tidak perlu kuatir," sahut Alex.Memandangi punggung Arfa yang semakin menjauh, Alex kembali menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi tunggu yang ada di depan kamar inap Aleena.Mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, Arfa melajukan kendaraan roda empat itu menuju ke ar
"Sekali lagi kau berani menyentuhnya, aku tidak akan segan menendangmu keluar dari rumah ini!" sentak Arfa.Mengempaskan tubuh Laura kelantai dengan kasar.Puas melampiaskan kemarahannya, Arfa meninggalkan Laura begitu saja. Tidak peduli dengan jerit tangis wanita itu. Justru Arfa tersenyum bahagia. Kepuasan tergambar di wajahnya. Sakit yang di rasakan Aleena telah ia balaskan. Begitu fikirnya.Melajukan mobilny kembali ke rumah sakit, meninggalkan rumah mewah yang tidak pernah memberinya rasa bahagia sejak ia terbangun dari koma. Arfa berharap setelah ini Laura tidak akan berani macam-macam lagi dengan Aleena.Setelah kepergian Arfa, Laura bangkit, berjalan tertatih menuju kamarnya. Luka di wajah dan sekujur tubuhnya, tidak dapat mengalahkan rasa sakit dan luka di hatinya.Tersenyum miris di depan cermin, menatap pantulan wajahnya yang teramat menyedihkan. Tangannya terulur ke permukaan cermin, mengusap pantulan wajah lalu bertanya padanya, "Apa kau sudah kalah kali ini, Laura?"Menj
Seorang wanita berdiri di tempat persembunyiannya. Mengamati dari jarak aman. Berharap pria yang sedang duduk di depan ruang perawatan Aleena segera menyingkir.Seolah semesta mendengarkan doanya, tak lama Kemudian pria itu bangkit dari duduknya, lalu pergi.Dengan cepat memakai jas Dokter yang tersampir di pundak. Tidak lupa memakai kaca mata dan masker yang menutupi sebagian wajahnya.Melangkah dengan tenang. Sesekali membalas sapaan dan anggukan beberapa perawat dan Dokter yang berpapasan dengannya di lorong.Berhenti sejenak di depan ruang perawatan Aleena. Memutar gagang kunci dengan sangat pelan, mendorongnya ke dalam tanpa menimbulkan suara.Dari balik masker yang di kenakannya, wanita misterius itu menyeringai kecil begitu melihat target utamanya sedang tertidur lelap.Bersiap menyuntikkan sesuatu ke dalam botol infus yang tergantung di samping Aleena. Tiba-tiba terdengar suara gagang pintu yang di putar dan dorong dari luar.Apakah sudah waktunya pemeriksaan?Alex menatap ke
"Aku ada urusan lain. Tetap di sini dan jangan kemana-mana! Jaga Aleena baik-baik!"Arfa melongok mendengar perintah Alex. Anak buahnya itu sudah berani memerintahnya, seakan dialah bos nya di sini."Kau!"Alex main nyelonong begitu saja, tidak perduli kedua mata Arfa yang mendelik dengan telunjuk mengarah ke wajahnya."Tuan Arfa!"Seorang Dokter muncul dari balik pintu menyerukan namanya."Nyonya Aleena sudah sadarkan diri, sebentar lagi pasien akan kami pindahkan ke ruang perawatan," terang sang Dokter."Bolehkan aku melihatnya sekarang?" "Sebentar lagi pasien akan kami pindahkan, Tuan Arfa silahkan menunggu di sini," jawab Dokter dengan ramah.Tidak lama kemudian pintu ruang HCU kembali terbuka, cukup lebar, memperlihatkan beberapa perawat yang sedang mendorong emergency bed keluar dari ruangan tersebut. Perasaan lega menyelimuti hati Arfa, melihat Aleena yang sudah sadarkan diri dan sedang menatap ke arahnya sembari tersenyum."Tuan Arfa, kita pindahkan Nyonya Aleena sekarang."
Tubuh Tuan Melviano langsung digotong ke atas brankas, dan di bawa keluar menuju unit gawat darurat.Pria itu jatuh pingsan sesaat setelah anak keduanya lahir. Dia pingsan bersamaan dengan istrinya. Sangat kompak, bukan?"Apa aku perlu menelpon dokter Anda, Tuan?" tanya Hangga setelah Tuan Melvin sadarkan diri.Melihat tuannya jatuh pingsan dengan wajah pucat, membuat Hangga langsung diliputi kecemasan."Tdak perlu, ini tidak ada hubungannya dengan penyakitku. Aku pingsan karena aku tidak kuat melihat penderitaan yang sedang dirasakan oleh istriku. Ia sampai bertaruh nyawa, demi melahirkan anak-anakku," sahut Tuan Melvin terdengar lemah.Pria itu perlahan bangkit, dan berniat turun dari atas tempat tidur. Ia sudah tidak sabar untuk melihat istrinya dan kedua bayi kembarnya."Tunggulah sebentar lagi, Tuan. Kau masih terlihat lemah, jika Nyonya melihatmu seperti ini, dia pasti akan berfikir yang tidak-tidak," ujar Hangga, mencoba mencegah niat tuannya yang akan pergi menemui istrinya.T
Tuan Melvin mengecup bahu istrinya yang terekspos. Mereka baru saja selesai mandi bersama dan saat ini sedang berdiri di depan sebuah cermin besar, yang memantulkan seluruh bagian tubuh mereka.Tuan Melvin berdiri di belakang Berlian, sambil memeluk tubuh wanita itu dari belakang. Tangannya sejak tadi tidak mau berhenti, mengusap dan membelai setiap bagian tubuh Berlian yang menonjol."Sebentar lagi kita akan menjadi orang tua, sayang. Aku sudah tidak sabar lagi menanti anak kita lahir ke dunia ini," ucap Tuan Melvin kembali mengecup bahu istrinya dengan lembut."Hanya tinggal menghitung hari, Tuan Melvin, semoga prediksi Dokter Rahayu tidak meleset," sahut Berlian, sambil membelai rahang kokoh suaminya.Usia kandungan Berlian sudah 9 bulan, dan prediksi Dokter Rahayu masa bersalinnya jatuh di bulan depan, yang hanya tinggal sepuluh hari lagi."Kau sungguh terlihat sangat seksi, sayang," ucap Tuan Melvin mengusap perut istrinya yang terlihat semakin membesar."Apa kau sedang menggodak
Sejak pertemuan itu, Arfa terus merenungi nasibnya. Ingin berpaling dari Alisya, namun nyatanya ia tak mampu.Nama wanita itu telah terpatri dalam hatinya, begitu juga cintanya.Semakin ia memaksa melupakan, bayang-bayang wajah Alisya semakin terlihat nyata hadir dalam mimpinya."Lama-lama aku bisa gila kalau terus begini. Apa yang harus aku lakukan, Alisya," gumam Arfa seraya membelai foto Berlian yang sedang tersenyum di layar ponselnya."Selama ini kau begitu sabar hidup dalam penderitaan bersamaku, tanpa pernah berkeluh kesah kepadaku. Tapi aku begitu bodoh, karena tidak bisa mempertahankanmu."Arfa mengusap air mata, yang tiba-tiba saja menetes dari pelupuk matanya. Menguatkan hati, pria itu akhirnya mengambil keputusan besar dalamnya.Keputusan yang tidak pernah terlintas sama sekali dalam hidupnya. Mengakhiri semuanya."Maafkan aku, sayang, aku terpaksa mengambil keputusan ini. Teruslah hidup bahagia, dan jangan pernah menyesal atas kepergianku."Arfa melangkah dengan gontai me
Berlian menggeliat kecil, dengan rasa malas wanita itu perlahan membuka kedua matanya. Dan begitu ia membuka mata, seraut wajah tampan telah menyambutnya dengan senyum menawan.Senyum di wajah Berlian pun langsung terbit, manakala manik matanya bertemu dengan bola mata biru yang sedang menatapnya dengan penuh cinta."Apa tidurmu sangat nyenyak, sayang?" Tuan Melvin bertanya sambil merapikan hijab istrinya yang sedikit berantakan.Pria itu lalu membantu sang istri untuk duduk, kemudian menyerahkan sebotol air mineral yang telah di bukanya.Seperti orang kehausan, Berlian segera meminum air mineral itu hingga hanya menyisakan sedikit saja, dan sisa air yang sedikit itulah yang akhirnya di habiskan oleh Tuan Melvin."Tidurku sangat nyenyak, Tuan Melvin. Sampai rasanya aku malas untuk bangun, apalagi saat kau hadir dalam mimpiku, itu membuatku ingin terus tertidur," jawab Berlian tersenyum. Wanita itu lalu mengulurkan tangannya ke atas membelai rahang kokoh milik suaminya."Bahkan dalam
Dari tempatnya berdiri, Arfa dapat melihat dengan jelas sosok wanita yang sedang duduk sambil bergelayut manja pada lelaki tampan nan gagah di sampingnya.Senyum bahagia terukir jelas di wajah wanita itu. Sesekali pria di sampingnya mendaratkan sebuah ciuman di puncak kepala wanita yang tersenyum bahagia.Rasa cemburu dan sakit hati telah menguasai hati Arfa. Ingin rasanya ia menghampiri wanita itu, dan mengungkapkan isi hatinya.Namun sayang, terlalu banyak pengawal yang berjaga di sekitar pasangan suami istri itu, bisa mati konyol kalau Arfa sampai nekat mendekat.Meskipun ia datang dengan menyamar sebagai karyawan hotel, tapi bukan berarti anak buah Hangga tidak bisa mengenalinya."Sebenarnya mereka sedang merayakan acara apa? Mengapa mereka justru mengundang anak-anak yatim piatu dan orang-orang yang kurang mampu?" batin Arfa heran."Mereka juga memberikan hadiah dan juga uang kepada para tamu," imbuhnya."Hei! Kau! Jangan hanya berdiri di sana! Bantu yang lain menyiapkan hidangan
Tuan Melvin menangis haru, bibirnya tanpa henti mengucap syukur.Pria itu masih terus mendekap tubuh istrinya yang duduk di atas pangkuannya, tidak ingin melepaskannya meskipun sebentar saja."Terima kasih, sayang ... terima kasih," lirih Tuan Melvin penuh haru."Kita akan menjadi orang tua, Mas," lirih Berlian dengan berurai air mata bahagia."Iya, sayang, sebentar lagi kita akan menjadi orang tua," sahut Tuan Melvin seraya mendaratkan sebuah ciuman lembut di kening istrinya.Saking tidak percayanya , Dokter Vina sampai berulang kali melakukan pemeriksaan untuk memastikan kehamilan Berlian, dan ia terlalu bahagia mengetahui kebenarannya, sampai jadi gugup saat hendak menyampaikan kabar gembira itu.Brak!Pintu kamar terbuka dengan kasar, membuat Tuan Melvin dan Berlian langsung menoleh bersamaan.Hangga dan Bima masuk dengan tergesa, di ikuti oleh semua pelayan di belakang mereka.Tuan Melvin buru-buru meraih selimut, lalu menutupi kepala istrinya yang tidak memakai hijab dengan seli
"Apa pertemuan ini sangat penting, Tuan Melvin? Bukankah kau bisa menyuruh Alex untuk menjadi wakilmu?"Tuan Melvin menghela nafas dalam-dalam, sudah ketiga kalinya sang istri menanyakan hal yang sama, pun di jawab olehnya dengan jawaban yang sama, tapi Berlian seperti menderita amnesia akut, wanita itu kembali mengulang pertanyaannya, lagi dan lagi."Jika hanya bertemu dengan rekan bisnis yang sama-sama sudah manula, mengapa harus berpakaian terlalu rapi seperti ini? Seperti mau ketemu mantan saja!" oceh Berlian menatap tidak suka penampilan suaminya mulai dari atas sampai ke bawah.Tuan Melvin meringis, nyaris seperti orang yang sedang menahan mules di perut. Pria itu berulang kali menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tidak tau bagaimana cara mengekspresikan kebingungannya."Sayang ... pertemuan ini benar-benar sangat penting, dan Alex tidak bisa mewakilinya karna memang harus aku yang langsung turun tangan," ujar Tuan Melvin dengan sangat berhati-hati. Salah bicara sedikit saja, b
Sebelah tangan dan kakinya di pakaikan gips, sementara wajahnya sudah mirip seperti alien, biru biru dan banyak terdapat benjol seperti habis disengat ribuan lebah. Arfa mendelik ke arah Alex, namun sayang ekspresinya itu semakin menambah kelucuan di wajahnya menurut kacamata Alex, yang semakin membuat pria itu tertawa terbahak.Arfa mendengus kesal, melihat Alex sampai membungkuk bungkuk memegangi perutnya karna keasyikan tertawa."Kau sepertinya sangat bahagia sekali melihat keadaanku seperti ini," ujar Arfa dengan bersusah payah menggerakkan mulut, sambil menahan sakit di sekitar wajah dan bibirnya."Aku? Bahagia?" gumam Alex memasang wajah polos seperti tidak mengerti apa-apa."Cih!" Arfa berdecak kesal seraya memalingkan wajahnya."Aku bukannya bahagia, sejak melihatmu aku langsung membayangkan bagaimana Hangga mengamuk sampai membuatmu babak belur seperti ini, hingga membuatku tidak bisa berhenti tertawa," ujar Alex kembali tertawa."Teman tidak punya ahlak!" gerutu Arfa menaha
Sebuah helikopter mendarat di atas atap rumah sakit swasta terbesar yang ada di ibukota.Seorang pria tampan turun terlebih dahulu dari helikopter. Pria itu kemudian merentangkan kedua tangannya, menyambut sang istri yang sudah bersiap untuk turun. "Uuhg! Ternyata Berlian-ku semakin bertambah berat badannya," kata Tuan Melvin sembari menggendong sang istri turun dari helikopter."Kau terus saja menyusu setiap malam, bagaimana nafsu makanku tidak bertambah banyak dan berat badanku tidak ikut naik, hem," sahut Berlian dengan berbisik, membuat Tuan Melvin langsung tertawa mendengarnya.Sebelum menurunkan tubuh sang istri, Tuan Melvin lebih dulu meremas bokong Berlian dengan begitu gemas hingga membuat wanita itu terpekik tertahan.Beberapa pengawal yang mendengar pekikan Berlian, seketika langsung menoleh. Namun, mereka buru-buru berpaling saat menyadari apa yang sedang terjadi di antara Tuan dan Nyonya mereka."Kondisikan tanganmu, Tuan Melvin!" ujar Berlian dengan bibir mengerucut, la