Duh ... kasihan Om Dewa T_T
“Kenapa mukamu kusut?” Fabian menepuk kencang bahu temannya.Dewa hanya menghela napas panjang sambil menatap jejak merah pada sisi jakun pria di depannya. Pemandangan itu sangat menjijikkan … ah, salah tetapi membuat rongga dada bidang merasakan iri. Meskipun sinar matahari sangat terang, berbanding terbalik dengan suasana hati Dewa. Ia malah tidak bersemangat menjalani kegiatan hari ini. Sekarang keduanya berada di kawasan olahraga Well. Tujuannya untuk mengisi waktu dan mencari keringat di pagi hari.“Ada apa? Terjadi sesuatu dengan Kevin? Dia berulah?” berondong Fabian disertai telapak tangan yang menggosok-gosok leher.Entah berniat pamer atau tidak, hal itu memancing kekesalan. Dewa beranjak dari kursi lalu meraih raket dan bola tenis. Ia berjalan menuju lapangan tanpa memedulikan Fabian yang melongo.“Hey, Dewa! Kalau badanmu sakit, sebaiknya pulang saja!” kata teman kecil Rosalyn.Dewa memilih abai dan memukul bola berwarna hijau pada lawan di seberang net. Permainan tenis be
“Tenanglah, Anna. Jangan gugup!” titah Rosalyn sedikit tegas. Pasalnya, sejak kemarin wanita itu selalu gelisah. Apalagi hari ini ia mengantar temannya mengunjungi klinik yang dimaksud dalam iklan.“Semoga rahimku baik-baik saja, Rosalyn.” Anna menggenggam erat tangan istri Antakadewa.Rosalyn menganguk, sangat yakin apa yang ditakutkan oleh temannya tidak akan terjadi. Mengingat Anna selalu menjalani pola hidup sehat, rasanya mustahil memiliki kelainan.Tiba saatnya Anna dipanggil lalu masuk ruangan dokter, tangan wanita itu berkeringat dingin. Tutur kata lemah lembut Rosalyn yang menenangkan tidak menghilangkan kepanikan. Saking inginnya memiliki keturunan, Anna mengkonsultasikan semuanya, tidak ada yang ditutupi satu pun termasuk frekuensi bercinta bersama Fabian.Istri Fabian menjalani serangkaian tes kesehatan terkait kesuburan. Namun, Anna tidak sabaran untuk mendapatkan hasil. Padahal menurut dokter, dua hari lagi keputusan final dari pemeriksaan dikirim melalui email.“Tidak a
“Ini bukan rekayasa? Asli?” tanya Rosalyn. Ia menatap lekat paras rupawan sang suami yang duduk di sampingnya.Ukiran senyum itu menambah daya kharismatik Dewa. Rangkulan satu tangan kekar membuat hati Rosalyn dipenuhi kehangatan serta genggaman tangan suami mempererat hubungan suami istri.Netra hazel mengembun melihat Dewa mengangguk tegas diikuti kecupan pada pelipis. Tidak hanya itu saja, dokter pun mengiakan pertanyaan Rosalyn.“Kamu hamil, Sayang,” bisik Dewa membuat Rosalyn merinding lalu menangis haru.“Aku tidak menyangka secepat ini. Padahal ….” Bibir merah muda terkatup rapat mengingat peristiwa menegangkan beberapa bulan lalu.Dewa menyeka bulir bening yang jatuh membasahi permukaan kulit pipi. Andai saja tidak ada dokter serta perawat di sini, dapat dipastikan ia memeluk erat tubuh Rosalyn dan mengecup wajahnya.Puas bersipandang dengan manik abu-abu, Rosalyn mengalihkan bola mata pada wanita berjas putih di depannya. Ia mengerutkan kening lantas berujar, “Tapi … kenapa ak
“Dewa?” ucap Rosalyn lagi, tetapi tidak menghentikan gerakan pria itu. Justru Dewa semakin mendekat dan melabuhkan kecupan pada kening.“Terima kasih, Sayang. Kamu cukup pengertian,” kata pria itu. Ia mengulum senyum karena Rosalyn memutuskan tetap di dalam vila. Dewa juga memanggil pengasuh melalui intercom untuk membawa Arimbi keluar dari kamar.Setelah berdua dalam kamar, alih-alih menanggapi ucapan itu, Rosalyn malah memajukan kepala dan mengecup bibir sensual suami. Seakan tidak puas, wanita itu menyesapnya dengan lembut dan perlahan lalu menyapukan lidahnya ke bagian dalam.Tentu saja Dewa terkejut, membolakan kedua mata dan menatap tak percaya wanita yang beberapa detik lalu menolak dekat dengannya menjadi seliar ini. Tidak mau membuang kesempatan, pria itu juga menyambut santapan ini.Satu tangan lebarnya diletakkan di bagian kepala belakang, Dewa meremas halus rambut Rosalyn dan memperdalam pagutan. Sedangkan satu tangannya lagi bergerak menyusuri leher, membuka resleting gau
Sama halnya dengan Dewa dan Rosalyn, di sisi lain sepasang suami istri tengah bergumul di atas pembaringan empuk, hingga kain seprai berantakan dan selimut terjatuh dari atas. “Anna, milikmu membuatku ketagihan,” lenguh Fabian sambil mengambil napas dalam.Beberapa waktu lalu setelah Anna selesai konsultasi dari dokter kandungan di klinik. Wanita itu memutuskan berinisiatif lebih dulu. Ia tahu suaminya sedang sibuk, maka mengunjungi Fabian di kantor. Rasa malu yang semula membingkai, ia hempaskan demi terpacainya tujuan.Bahkan ia juga menggunakan statusnya sebagai Nyonya Arnold, memberitahu sekretaris bahwa Fabian sedang sibuk, tidak dapat diganggu Ya, Anna melakukannya di ruang istirahat presdir. Ia sengaja menyulut gairah Fabian dan sekarang pria itu tidak dapat berhenti menghentak pinggul.“Fabian … uhh.” Anna mencengkeram erat kain seprai biru muda, hentak tubuh yang bergerak maju dan mundur membuatnya takut sewaktu-waktu terjatuh dari ranjanng.“Kamu membangunkan singa yang ti
Pertama kali dalam sejarah Fabian membeli sendiri pakaian wanita. Biasanya ia ditemani oleh asisten pribadi atau memerintah sekretaris seperti memilihkan gaun untuk Feli. Kali ini ia turun tangan secara langsung mengunjungi butik, mencari gaun serta baju dalam yang sesuai dengan Anna.“Mungkin ini cukup,” kata Fabian sambil mengukur bra menggunakan telapak tangan.Setelahnya, ia bergegas menuju kantor, tidak tega karena Anna hanya memakai handuk kecil. Di dalam ruang presdir, Fabian mereguk saliva ketika Anna berdiri sambil membelakangi pintu. Tatapan nakal pria itu tertuju pada bagian bokong berisi.Fabian tahu handuk yang diberikan pada Anna sangat kecil, dan tidak menyangka wanita itu berani keluar dari kamar mandi. Bagaimana jika ada pegawai yang masuk ke sini?“Anna?” panggil Fabian, suaranya serak.Pria itu memangkas jarak dan mendekati Anna, Fabian menyerahkan paper bag lalu dengan bahasa isyarat memerintah sang istri
“Indah sekali pemandangannya. Kamu hebat mndapatkan kamar di sini, Fabian,” puji Anna sambil menatap pada ujung menara yang hampir menyentuh langit biru.Pukul sebelas siang hari ini pasangan itu tiba di Paris, setelah makan siang di bandara, keduanya bertolak ke hotel untuk mengistirahatkan badan. Namun, Anna takjub pada Menara Eiffel, bahkan beswafoto dengan latar belakang pemandangan menawan.Sedangkan Fabian mengamati tingkah Anna dari atas pembaringan. Pria itu menopang bagian samping kepala menggunakan satu telapak tangan dan menumpu siku pada kasur.“Kamu menyukainya, ya?” tanya Fabian diangguki Anna. “Ini baru kejutan pertama, masih banyak lagi yang lainnya,” sambung pria itu membuat degup jantung Anna tak beraturan dan semburat merah menghiasi pipi.Melihat perubahan rona wajah cantik wanita itu menjadikan Fabian menyeringai jahil dan menatap lekat lekuk tubuh nan menggoda. Sadar arah tatapan pria itu, Anna lantas memutar kaki mengahadap ke luar dinding kaca. Padahal ia seda
Sementara itu di Kota Zurich, tepatnya sebuah hunian megah dengan taman bunga mawar luas, dua orang pria tengah berbincang serius sejak satu jam lalu.“Aku percayakan Rosalyn padamu. Jangan izinkan dia keluar dari vila!” tegas Dewa lalu menghela napas panjang.“Hu’um, kamu tidak salah meminta tolong. Sebagai Kakak, itu sudah tugasku.”“Baiklah, aku berangkat.” Dewa menepuk pundak Kevin kemudian berlalu menuju garasi.Hari ini jadwal sidang ketiga kasus pelecehan yang dilakukan oleh Tuan Miller terhadap Rosalyn. Jujur saja Dewa menjadi risau menanti putusan pengadilan, mengingat sidang sebelumnya berujung ricuh. Ia harap kali ini tidak ada drama.Biasanya Dewa ditemani oleh Fabian, kali ini tidak. Dia juga sengaja menyembunyikan tanggal tepat berlangsungnya sidang. Setidaknya perasaan pria itu menjadi tenang karena menitipkan Rosalyn pada Kevin.Sejak beberapa hari lalu ia meminta kakak ipar untuk datang ke kota ini. Sebab ancaman di luar sana masih membayangi, anak buah Tuan Miller bis