Pertama kali dalam sejarah Fabian membeli sendiri pakaian wanita. Biasanya ia ditemani oleh asisten pribadi atau memerintah sekretaris seperti memilihkan gaun untuk Feli. Kali ini ia turun tangan secara langsung mengunjungi butik, mencari gaun serta baju dalam yang sesuai dengan Anna.
“Mungkin ini cukup,” kata Fabian sambil mengukur bra menggunakan telapak tangan.
Setelahnya, ia bergegas menuju kantor, tidak tega karena Anna hanya memakai handuk kecil. Di dalam ruang presdir, Fabian mereguk saliva ketika Anna berdiri sambil membelakangi pintu. Tatapan nakal pria itu tertuju pada bagian bokong berisi.
Fabian tahu handuk yang diberikan pada Anna sangat kecil, dan tidak menyangka wanita itu berani keluar dari kamar mandi. Bagaimana jika ada pegawai yang masuk ke sini?
“Anna?” panggil Fabian, suaranya serak.
Pria itu memangkas jarak dan mendekati Anna, Fabian menyerahkan paper bag lalu dengan bahasa isyarat memerintah sang istri
“Indah sekali pemandangannya. Kamu hebat mndapatkan kamar di sini, Fabian,” puji Anna sambil menatap pada ujung menara yang hampir menyentuh langit biru.Pukul sebelas siang hari ini pasangan itu tiba di Paris, setelah makan siang di bandara, keduanya bertolak ke hotel untuk mengistirahatkan badan. Namun, Anna takjub pada Menara Eiffel, bahkan beswafoto dengan latar belakang pemandangan menawan.Sedangkan Fabian mengamati tingkah Anna dari atas pembaringan. Pria itu menopang bagian samping kepala menggunakan satu telapak tangan dan menumpu siku pada kasur.“Kamu menyukainya, ya?” tanya Fabian diangguki Anna. “Ini baru kejutan pertama, masih banyak lagi yang lainnya,” sambung pria itu membuat degup jantung Anna tak beraturan dan semburat merah menghiasi pipi.Melihat perubahan rona wajah cantik wanita itu menjadikan Fabian menyeringai jahil dan menatap lekat lekuk tubuh nan menggoda. Sadar arah tatapan pria itu, Anna lantas memutar kaki mengahadap ke luar dinding kaca. Padahal ia seda
Sementara itu di Kota Zurich, tepatnya sebuah hunian megah dengan taman bunga mawar luas, dua orang pria tengah berbincang serius sejak satu jam lalu.“Aku percayakan Rosalyn padamu. Jangan izinkan dia keluar dari vila!” tegas Dewa lalu menghela napas panjang.“Hu’um, kamu tidak salah meminta tolong. Sebagai Kakak, itu sudah tugasku.”“Baiklah, aku berangkat.” Dewa menepuk pundak Kevin kemudian berlalu menuju garasi.Hari ini jadwal sidang ketiga kasus pelecehan yang dilakukan oleh Tuan Miller terhadap Rosalyn. Jujur saja Dewa menjadi risau menanti putusan pengadilan, mengingat sidang sebelumnya berujung ricuh. Ia harap kali ini tidak ada drama.Biasanya Dewa ditemani oleh Fabian, kali ini tidak. Dia juga sengaja menyembunyikan tanggal tepat berlangsungnya sidang. Setidaknya perasaan pria itu menjadi tenang karena menitipkan Rosalyn pada Kevin.Sejak beberapa hari lalu ia meminta kakak ipar untuk datang ke kota ini. Sebab ancaman di luar sana masih membayangi, anak buah Tuan Miller bis
“Pak, semua parfum bayi di gerai sudah saya borong,” kata Pandu sambil membuka pintu mobil. Asisten itu baru saja tiba di area kantor utama Cwell Grup. Tadi ia diperintah Dewa membeli semua parfum, lantaran miliknya telah habis.“Hemm.” Dewa mengangguk saja sambil menoleh pada bagasi. Kemudian ia masuk dalam mobil sport dan melajukan kendaraan dengan sangat cepat, sebab Rosalyn sedang merajuk.Sesampainya di vila, Dewa menghela napas sebelum melangkah masuk. Meskipun senang istri hamil lagi, tetapi tingkah Rosalyn selalu di luar nalar membuat Dewa kewalahan menghadapi keinginan ibu hamil itu.Bahkan sudah dua minggu ini Dewa meringis ketika bercinta, bukan karena kesakitan tetapi merasa khawatir melihat Rosalyn bergerak lincah mengejar kepuasaan dunia.“Aku pulang, Sayang,” kata Dewa. Suaranya sedikit tinggi.Dewa mengukir senyum ketika Rosalyn turun dari lantai tiga, wanita itu mengenakan gaun putih sederhana sepanjaang lutut dengan bentuk kerah V. Sepasang kaki jenjang dibiarkan pol
Dewa memang lemah, ia tidak tahan menghadapi godaan. Apalagi disuguhkan pemandangan menggoda serta sentuhan nakal, tubuh kekar pria itu bagai tersengat aliran listrik berada di dekat Rosalyn.“Kali ini salahmu, Sayang,” racau pria itu berada di atas tubuh polos sang wanita.Tadi setelah merasakan gairah melabung tinggi, Dewa langsung membopong Rosalyn ke kamar utama. Sebenarnya pria itu ingin bercinta di kolam berenang, tetapi urung mengingat kondisi istri yang sedang mengandung. Lagipula keadaan masih terang benderang, khawatir tertangkap basah anak-anak.“Kenapa salahku? Kamu juga menyukainya,” lenguh Rosalyn di sela kenikmatan dunia.“Aku pastikan kamu menjerit, memanggil namaku,” erang Dewa sembari menghentak panggul.Gerakan itu semakin lama berubah cepat, Rosalyn melentingkan punggung ketika tubuhnya dihujani euforia luar biasa. Bahkan ia menancapkan kuku cantik pada lengan dan menggigit bahu kekar.“Ahh … Dewa,” jerit wanita itu tertahan. Kemudian sekujur tubuhnya melemas dan m
Ragu-ragu Anna mengulurkan tangan kanan untuk membuka pintu ruang kerja. Ia mereguk saliva karena takut suaminya semakin marah, apalagi tanpa mengetuk pintu lebih dulu seperti ini.Bibir tebal itu bergumam, “Aku harus minta maaf.”Pintu terbuka pelan dan kecil. Bola mata nan indah menyorot ke dalam ruangan redup cahaya itu. Dapat! Sepasang netra menangkap sosok pria bertubuh jangkung tengah berdiri menghadap jendela yang disinari rembulan. Tampaknya Fabian tengah menghubungi seseorang, terlihat dari tangan kanan pria itu yang melekatkan telepon genggam pada telinga.Anna mencoba mencuri dengar siapa yang dihubungi malam-malam begini, wanita cantik itu menjadi berpikiran buruk. Mana mungkin menjelang tengah malam Fabian membicarakan masalah pekerjaan dengan asisten pribadinya.Satu detik kemudian, gendang telinga Anna menangkap adanya helaan napas panjang dari pria itu. Ia masih setia menanti perbincangan itu, otak dan hatinya penasaran.“Kamu memang yang terbaik, Rosalyn,” kata Fabian
Malam sebelumnya.“Ada apa cari istriku?! Apa kamu tahu ini jam berapa, hah?” sentak Dewa pada telepon genggam di tangannya.Beberapa saat lalu, pria itu mendengus sebal lantaran menerima panggilan suara dari seorang pria. Ia menjadi geram karena malam telah larut tetapi orang itu berani menghubungi istri tercinta. Benar-benar cari mati!Sedangkan Rosalyn telah lelap dalam balutan hangatnya selimut tebal sembari menghirup aroma parfum bayi pada tubuh sang suami.“Aku membutuhkan bantuan,” lirih seseorang dari balik ponsel.“Bicarakan saja masalah bisnis denganku! Aku ini pakarnya!” sahut Dewa.“Tapi aku ingin bicara dengan Rosalyn. Kepalaku pusing menghadapi istri, Anna berubah.”“Maksudmu berubah bagaimana? Dia bukan power rangers kenapa juga harus berubah!” pekik Dewa.Tiba-tiba saja satu cubitan kecil yang terasa panas mendarat di pingang keras berorot, jemari ramping bercat kuku pastel mampu menembus lapisan kaos putih, hingga Dewa mengiris dan menjatuhkan ponsel ke atas ranjang.“
“Dia … mirip dengan Anna,” kata Dewa, lalu melirik Fabian yang sama menatap ke arahnya sambil mengerutkan kening. Ia menegaskan lagi, “Istrimu ada di mana?”Seketika Fabian menoleh ke belakang, pandangan tajam pria itu tertuju pada deretan toko di sepanjang jalan. Memang banyak wanita tetapi … tidak ada Anna di sana.Fabian kembali menggeser pandangan pada Dewa lalu berkata dengan pelan, “Tadi Anna di mansion. Mungkin sekarang bersama Ibu di butik.”“Sebaiknya kamu pastikan dulu saja,” saran Rosalyn sambil menyodorkan secangkir kopi panas di depan pria itu.Saran Rosalyn dilakukan oleh Fabian. Hanya saja pria itu tidak menghubungi Anna, melainkan ibunya. Ia merasa Anna enggan menerima panggilan suaranya, mengingat pertengkaran semalam.Sedangkan Dewa dan Rosalyn menajamkan telinga, keduanya kompak mendengar percakapan antara Fabian dan Feli.“Halo Bu, apa Ibu sudah sampai di butik?”“Sudah, ada perlu apa?”Sebelum menjawab pertanyaan Feli, sepasang manik cokelat melirik pada suami istr
Sigap Fabian mendekap Anna dengan erat, kali ini enggan mengalah, tetapi memaksa wanita itu. Ia tidak peduli bagaimana sosok cantik dalam pelukan meronta-ronta.“Kita bisa membicarakan ini baik-baik. Kamu salah paham, Anna,” tutur Fabian lembut dan halus. Seketika Anna memelankan pukulannya dan melonggarkan kepalan tangan.Wanita cantik itu menjadi terdiam, tetapi embusan napasnya masih memburu dan menyimpan asa dalam dada.Setelah Anna berhasil ditenangkan, Fabian membawa wanita itu ke luar dari kamar ganti. Lantas ia memberitahu pada Feli bahwa Anna pulang bersamanya.Sebagai Ibu yang menginginkan kehidupan rumah tangga anak tetap rukun, Feli mengangguk saja sambil memperhatikan wajah memerah serta mata sembab Anna. Wanita paruh baya teringat, tadi Anna sempat turun di tengah jalan dengan alasan ingin membeli sesuatu. Tidak lama kemudian, menantu cantik itu datang dengan napas terengah-engah tepat di saat Fabian menghubungi Feli.Seka