Aduh ... Om Dewa mau apa nih? Upadate lagi jangan? Rame gak ya?
“Dewa?” ucap Rosalyn lagi, tetapi tidak menghentikan gerakan pria itu. Justru Dewa semakin mendekat dan melabuhkan kecupan pada kening.“Terima kasih, Sayang. Kamu cukup pengertian,” kata pria itu. Ia mengulum senyum karena Rosalyn memutuskan tetap di dalam vila. Dewa juga memanggil pengasuh melalui intercom untuk membawa Arimbi keluar dari kamar.Setelah berdua dalam kamar, alih-alih menanggapi ucapan itu, Rosalyn malah memajukan kepala dan mengecup bibir sensual suami. Seakan tidak puas, wanita itu menyesapnya dengan lembut dan perlahan lalu menyapukan lidahnya ke bagian dalam.Tentu saja Dewa terkejut, membolakan kedua mata dan menatap tak percaya wanita yang beberapa detik lalu menolak dekat dengannya menjadi seliar ini. Tidak mau membuang kesempatan, pria itu juga menyambut santapan ini.Satu tangan lebarnya diletakkan di bagian kepala belakang, Dewa meremas halus rambut Rosalyn dan memperdalam pagutan. Sedangkan satu tangannya lagi bergerak menyusuri leher, membuka resleting gau
Sama halnya dengan Dewa dan Rosalyn, di sisi lain sepasang suami istri tengah bergumul di atas pembaringan empuk, hingga kain seprai berantakan dan selimut terjatuh dari atas. “Anna, milikmu membuatku ketagihan,” lenguh Fabian sambil mengambil napas dalam.Beberapa waktu lalu setelah Anna selesai konsultasi dari dokter kandungan di klinik. Wanita itu memutuskan berinisiatif lebih dulu. Ia tahu suaminya sedang sibuk, maka mengunjungi Fabian di kantor. Rasa malu yang semula membingkai, ia hempaskan demi terpacainya tujuan.Bahkan ia juga menggunakan statusnya sebagai Nyonya Arnold, memberitahu sekretaris bahwa Fabian sedang sibuk, tidak dapat diganggu Ya, Anna melakukannya di ruang istirahat presdir. Ia sengaja menyulut gairah Fabian dan sekarang pria itu tidak dapat berhenti menghentak pinggul.“Fabian … uhh.” Anna mencengkeram erat kain seprai biru muda, hentak tubuh yang bergerak maju dan mundur membuatnya takut sewaktu-waktu terjatuh dari ranjanng.“Kamu membangunkan singa yang ti
Pertama kali dalam sejarah Fabian membeli sendiri pakaian wanita. Biasanya ia ditemani oleh asisten pribadi atau memerintah sekretaris seperti memilihkan gaun untuk Feli. Kali ini ia turun tangan secara langsung mengunjungi butik, mencari gaun serta baju dalam yang sesuai dengan Anna.“Mungkin ini cukup,” kata Fabian sambil mengukur bra menggunakan telapak tangan.Setelahnya, ia bergegas menuju kantor, tidak tega karena Anna hanya memakai handuk kecil. Di dalam ruang presdir, Fabian mereguk saliva ketika Anna berdiri sambil membelakangi pintu. Tatapan nakal pria itu tertuju pada bagian bokong berisi.Fabian tahu handuk yang diberikan pada Anna sangat kecil, dan tidak menyangka wanita itu berani keluar dari kamar mandi. Bagaimana jika ada pegawai yang masuk ke sini?“Anna?” panggil Fabian, suaranya serak.Pria itu memangkas jarak dan mendekati Anna, Fabian menyerahkan paper bag lalu dengan bahasa isyarat memerintah sang istri
“Indah sekali pemandangannya. Kamu hebat mndapatkan kamar di sini, Fabian,” puji Anna sambil menatap pada ujung menara yang hampir menyentuh langit biru.Pukul sebelas siang hari ini pasangan itu tiba di Paris, setelah makan siang di bandara, keduanya bertolak ke hotel untuk mengistirahatkan badan. Namun, Anna takjub pada Menara Eiffel, bahkan beswafoto dengan latar belakang pemandangan menawan.Sedangkan Fabian mengamati tingkah Anna dari atas pembaringan. Pria itu menopang bagian samping kepala menggunakan satu telapak tangan dan menumpu siku pada kasur.“Kamu menyukainya, ya?” tanya Fabian diangguki Anna. “Ini baru kejutan pertama, masih banyak lagi yang lainnya,” sambung pria itu membuat degup jantung Anna tak beraturan dan semburat merah menghiasi pipi.Melihat perubahan rona wajah cantik wanita itu menjadikan Fabian menyeringai jahil dan menatap lekat lekuk tubuh nan menggoda. Sadar arah tatapan pria itu, Anna lantas memutar kaki mengahadap ke luar dinding kaca. Padahal ia seda
Sementara itu di Kota Zurich, tepatnya sebuah hunian megah dengan taman bunga mawar luas, dua orang pria tengah berbincang serius sejak satu jam lalu.“Aku percayakan Rosalyn padamu. Jangan izinkan dia keluar dari vila!” tegas Dewa lalu menghela napas panjang.“Hu’um, kamu tidak salah meminta tolong. Sebagai Kakak, itu sudah tugasku.”“Baiklah, aku berangkat.” Dewa menepuk pundak Kevin kemudian berlalu menuju garasi.Hari ini jadwal sidang ketiga kasus pelecehan yang dilakukan oleh Tuan Miller terhadap Rosalyn. Jujur saja Dewa menjadi risau menanti putusan pengadilan, mengingat sidang sebelumnya berujung ricuh. Ia harap kali ini tidak ada drama.Biasanya Dewa ditemani oleh Fabian, kali ini tidak. Dia juga sengaja menyembunyikan tanggal tepat berlangsungnya sidang. Setidaknya perasaan pria itu menjadi tenang karena menitipkan Rosalyn pada Kevin.Sejak beberapa hari lalu ia meminta kakak ipar untuk datang ke kota ini. Sebab ancaman di luar sana masih membayangi, anak buah Tuan Miller bis
“Pak, semua parfum bayi di gerai sudah saya borong,” kata Pandu sambil membuka pintu mobil. Asisten itu baru saja tiba di area kantor utama Cwell Grup. Tadi ia diperintah Dewa membeli semua parfum, lantaran miliknya telah habis.“Hemm.” Dewa mengangguk saja sambil menoleh pada bagasi. Kemudian ia masuk dalam mobil sport dan melajukan kendaraan dengan sangat cepat, sebab Rosalyn sedang merajuk.Sesampainya di vila, Dewa menghela napas sebelum melangkah masuk. Meskipun senang istri hamil lagi, tetapi tingkah Rosalyn selalu di luar nalar membuat Dewa kewalahan menghadapi keinginan ibu hamil itu.Bahkan sudah dua minggu ini Dewa meringis ketika bercinta, bukan karena kesakitan tetapi merasa khawatir melihat Rosalyn bergerak lincah mengejar kepuasaan dunia.“Aku pulang, Sayang,” kata Dewa. Suaranya sedikit tinggi.Dewa mengukir senyum ketika Rosalyn turun dari lantai tiga, wanita itu mengenakan gaun putih sederhana sepanjaang lutut dengan bentuk kerah V. Sepasang kaki jenjang dibiarkan pol
Dewa memang lemah, ia tidak tahan menghadapi godaan. Apalagi disuguhkan pemandangan menggoda serta sentuhan nakal, tubuh kekar pria itu bagai tersengat aliran listrik berada di dekat Rosalyn.“Kali ini salahmu, Sayang,” racau pria itu berada di atas tubuh polos sang wanita.Tadi setelah merasakan gairah melabung tinggi, Dewa langsung membopong Rosalyn ke kamar utama. Sebenarnya pria itu ingin bercinta di kolam berenang, tetapi urung mengingat kondisi istri yang sedang mengandung. Lagipula keadaan masih terang benderang, khawatir tertangkap basah anak-anak.“Kenapa salahku? Kamu juga menyukainya,” lenguh Rosalyn di sela kenikmatan dunia.“Aku pastikan kamu menjerit, memanggil namaku,” erang Dewa sembari menghentak panggul.Gerakan itu semakin lama berubah cepat, Rosalyn melentingkan punggung ketika tubuhnya dihujani euforia luar biasa. Bahkan ia menancapkan kuku cantik pada lengan dan menggigit bahu kekar.“Ahh … Dewa,” jerit wanita itu tertahan. Kemudian sekujur tubuhnya melemas dan m
Ragu-ragu Anna mengulurkan tangan kanan untuk membuka pintu ruang kerja. Ia mereguk saliva karena takut suaminya semakin marah, apalagi tanpa mengetuk pintu lebih dulu seperti ini.Bibir tebal itu bergumam, “Aku harus minta maaf.”Pintu terbuka pelan dan kecil. Bola mata nan indah menyorot ke dalam ruangan redup cahaya itu. Dapat! Sepasang netra menangkap sosok pria bertubuh jangkung tengah berdiri menghadap jendela yang disinari rembulan. Tampaknya Fabian tengah menghubungi seseorang, terlihat dari tangan kanan pria itu yang melekatkan telepon genggam pada telinga.Anna mencoba mencuri dengar siapa yang dihubungi malam-malam begini, wanita cantik itu menjadi berpikiran buruk. Mana mungkin menjelang tengah malam Fabian membicarakan masalah pekerjaan dengan asisten pribadinya.Satu detik kemudian, gendang telinga Anna menangkap adanya helaan napas panjang dari pria itu. Ia masih setia menanti perbincangan itu, otak dan hatinya penasaran.“Kamu memang yang terbaik, Rosalyn,” kata Fabian