“Setiap orang berhak memilih jalan apa yang akan ditempuhnya.”
***
Ruqyah yang dilakukan bersama ustad Khairuddin tidak berhasil, alhasil sang ustadz dan Arif sudah kembali. Merak tidak dapat membantu pengusiran si penunggu, malah mereka yang kena imbasnya. Ustaz Khairuddin dan anaknya bergegas pulang.
Saat sang ustaz tahu kalau calon dari anaknya adalah Rayya, yang notabene memiliki sejarah kelam di keluarganya. Serta merta menolak gadis itu, bahk
“Aku tak tau apakah ini rahmat atau musibah, aku hanya berbaik sangka pada Allah.” ***Atuk Mukhtar Palindih Kayo sudah bulat dengan pendapatnya, tidak dapat ditawar-tawar lagi. Rayya tidak diberi kesempatan bicara. Seminggu kemudian orang pandai betul telah datang, sedang menyiram-nyiram garam di halaman rumah gadang. Mulutnya komat-kamit membaca mantra, sangat serius perawakannya.Sekilas si kakek tua tampak sangar, pakaian hitan dengan ikat pinggang yang terbuat dari pelepah kapas, ada
Pilihan Terbaik “Setiap urusan yang berlaku, itulah takdir terbaik.”Sebulan telah berlalu, Rayya meninggalkan kampung kembali ke Padang untuk melanjutkan hidupnya. Rencana membinasakan tubo tidak berjalan sesuai rencana karena menurut si kakek orang pandai, satu diantaranya masih bersembunyi. Rayya tak punya pilihan lain selain mempercayainya. Ia tak memiliki kemampuan seperti orang tersebut, ta
“Kebahagiaan seorang perempuan adalah membina rumah tangga.” *** Tiba saatnya Feli akan menikah, Rayya semakin banyak mendapat tekanan dan ejekan, teman baiknya sudah melepas masa lajang. Sedangkan Rayya hanya menjadi pagar ayu. Ia tak menganggap jadi masalah dan membiarkan fitnah berlalu. Feli menikah dengan teman sekantornya, akad nikah berlangsung hikmat. Pesta diadakan meriah karena orang tua Feli kaum berada banyak undangan yang dilayangkan.
Biarlah sisa kenangan itu terurai bersama pusara. Meskipun ia tidak akan lenyap, paling tidak sirna dimakan masa. *** Enam bulan kemudian. Seorang lelaki berperawakan sedang, dengan dada bidang, tetapi sedikit kurus sedang dudu
"Jangan terlalu dalam mencinta karena belum tentu yang dicinta adalah yang terbaik. Janganlah terlalu dalam membenci karena belum tentu yang dibenci adalah yang terburuk. _____ Flashback Semua orang membalikkan badan tak terkecuali lelaki bertubuh tambun dan kekar. Tampak si lelaki berambut gondrong itu berjalan melewati mereka, tangannya tumpu, dan dada dibusungkan sambil berkacak pinggang. "Rancaklah,[1] tu. Induak tubo sudah mati. Anaknya kabur, laku kediamannya terbakar," ujarnya dengan lagak yang digagah-gagahkan, padahal tak sedikitpun rona ganteng di mukanya. Meskipun perawakannya besar dan tinggi, kebiasaan tidak merawat diri membuat ia menjadi kumal. "Dunsanak-dunsanak ambo nan ado di siko![2] Untuk masa yang akan datang, janganlah lagi takut dengan si induk tubo. Mereka sudah musnah. Tenanglah hidup di
"Harta halal lagi baik bukanlah yang memberi mudharat atau kerugian" *** "Sudah-sudah. Kalian pulanglah semua. Jangan berkumpul juga di sini. Tidak ada guna debat kusir di sini!" ujar Bandaro gusar. Sebenarnya ia kesal dengan si Juki yang masih mengungkit-ungkit tubo. Hanya karena tak lepas sakit hati, masih saja orang yang tidak berada di kampung dipermalukan. Padahal sosok yang disinggung-singgung sudah bahagia berkeluarga.
“Sesal kemudian tak berguna”***Bandaro sampai di rumahnya, cepat sekali ia sampai karena jarak ke rumah hanya seratus langkah. Ia melangkah antara senang dan takut, senangnya sebab bisa sendiri, tidak ada siapapun yang mengikuti. Takut kalau-kalau ia yang jadi makanan empuk si penunggu. Jelas sekali ia melihat asap membumbung dari kendi, membuat penasaran tingkat tinggi.Sampai di halaman, ditatapnya rumah gadang empat gonjong. Diletakkannya pijakan pertama di jenjang semen, lanjut langkah kedua, ketiga. Pada langkah keempat tangannya langsung menyibak daun pintu.Untungnya ia sedang seorang diri, ada anaknya dua orang sedang merantau di negeri jiran, dua orang lagi diboyong suami ke Pangkalan dan Jambi."Wak caliak pulo bantuaknyo!"[1] ujarnya bermonolog sendiri. Rasa penasaran yang mengelab
"Hati-hati bertindak sebelum timbul penyesalan" *** (Masih flashback) "Cantik sekali kamu sore ini!" Bandaro menggoda Lela, matanya tidak berhenti melirik. "Cantik 'kan boleh, apalagi di depan suami malah dianjurkan. Apa saya nggak boleh bergaya?" sergah Lela tidak mau kalah. Wajahnya dibuat judes, padahal di belakang sang suami ia senyam-senyum sendiri. Lela berhasil membuat suaminya berkerut muka. Makanya jangan dipancing-pancing juga amarahku, batinnya. "Kamu tidak biasanya berdandan, palingan pakai sarung kucel dan londres. Mana ada seperti ini!" cemooh Bandaro, ujung bibirnya tersungging sebelang. "Tidak cantik? Tidak suka?" tanya Lela menyeringai. "N--nggak, sih. Suka. Baguslah itu!" Bandaro pura-pura memuji, padahal dalam batinnya berteriak lain. Ia memalingkan