Share

Pilihan

Penulis: Luthfiana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

                                                             Pilihan Terbaik

                                    “Setiap urusan yang berlaku, itulah takdir terbaik.”

Sebulan telah berlalu, Rayya meninggalkan kampung kembali ke Padang untuk melanjutkan hidupnya. Rencana membinasakan tubo tidak berjalan sesuai rencana karena menurut si kakek orang pandai, satu diantaranya masih bersembunyi. Rayya tak punya pilihan lain selain mempercayainya. Ia tak memiliki kemampuan seperti orang tersebut, ta

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pasumpahan Tubo   Alek Gadang

    “Kebahagiaan seorang perempuan adalah membina rumah tangga.” *** Tiba saatnya Feli akan menikah, Rayya semakin banyak mendapat tekanan dan ejekan, teman baiknya sudah melepas masa lajang. Sedangkan Rayya hanya menjadi pagar ayu. Ia tak menganggap jadi masalah dan membiarkan fitnah berlalu. Feli menikah dengan teman sekantornya, akad nikah berlangsung hikmat. Pesta diadakan meriah karena orang tua Feli kaum berada banyak undangan yang dilayangkan.

  • Pasumpahan Tubo   Puing-Puing

    Biarlah sisa kenangan itu terurai bersama pusara. Meskipun ia tidak akan lenyap, paling tidak sirna dimakan masa. *** Enam bulan kemudian. Seorang lelaki berperawakan sedang, dengan dada bidang, tetapi sedikit kurus sedang dudu

  • Pasumpahan Tubo   Perdebatan

    "Jangan terlalu dalam mencinta karena belum tentu yang dicinta adalah yang terbaik. Janganlah terlalu dalam membenci karena belum tentu yang dibenci adalah yang terburuk. _____ Flashback Semua orang membalikkan badan tak terkecuali lelaki bertubuh tambun dan kekar. Tampak si lelaki berambut gondrong itu berjalan melewati mereka, tangannya tumpu, dan dada dibusungkan sambil berkacak pinggang. "Rancaklah,[1] tu. Induak tubo sudah mati. Anaknya kabur, laku kediamannya terbakar," ujarnya dengan lagak yang digagah-gagahkan, padahal tak sedikitpun rona ganteng di mukanya. Meskipun perawakannya besar dan tinggi, kebiasaan tidak merawat diri membuat ia menjadi kumal. "Dunsanak-dunsanak ambo nan ado di siko![2] Untuk masa yang akan datang, janganlah lagi takut dengan si induk tubo. Mereka sudah musnah. Tenanglah hidup di

  • Pasumpahan Tubo   Menemukan Harta

    "Harta halal lagi baik bukanlah yang memberi mudharat atau kerugian" *** "Sudah-sudah. Kalian pulanglah semua. Jangan berkumpul juga di sini. Tidak ada guna debat kusir di sini!" ujar Bandaro gusar. Sebenarnya ia kesal dengan si Juki yang masih mengungkit-ungkit tubo. Hanya karena tak lepas sakit hati, masih saja orang yang tidak berada di kampung dipermalukan. Padahal sosok yang disinggung-singgung sudah bahagia berkeluarga.

  • Pasumpahan Tubo   Sesal

    “Sesal kemudian tak berguna”***Bandaro sampai di rumahnya, cepat sekali ia sampai karena jarak ke rumah hanya seratus langkah. Ia melangkah antara senang dan takut, senangnya sebab bisa sendiri, tidak ada siapapun yang mengikuti. Takut kalau-kalau ia yang jadi makanan empuk si penunggu. Jelas sekali ia melihat asap membumbung dari kendi, membuat penasaran tingkat tinggi.Sampai di halaman, ditatapnya rumah gadang empat gonjong. Diletakkannya pijakan pertama di jenjang semen, lanjut langkah kedua, ketiga. Pada langkah keempat tangannya langsung menyibak daun pintu.Untungnya ia sedang seorang diri, ada anaknya dua orang sedang merantau di negeri jiran, dua orang lagi diboyong suami ke Pangkalan dan Jambi."Wak caliak pulo bantuaknyo!"[1] ujarnya bermonolog sendiri. Rasa penasaran yang mengelab

  • Pasumpahan Tubo   Teror

    "Hati-hati bertindak sebelum timbul penyesalan" *** (Masih flashback) "Cantik sekali kamu sore ini!" Bandaro menggoda Lela, matanya tidak berhenti melirik. "Cantik 'kan boleh, apalagi di depan suami malah dianjurkan. Apa saya nggak boleh bergaya?" sergah Lela tidak mau kalah. Wajahnya dibuat judes, padahal di belakang sang suami ia senyam-senyum sendiri. Lela berhasil membuat suaminya berkerut muka. Makanya jangan dipancing-pancing juga amarahku, batinnya. "Kamu tidak biasanya berdandan, palingan pakai sarung kucel dan londres. Mana ada seperti ini!" cemooh Bandaro, ujung bibirnya tersungging sebelang. "Tidak cantik? Tidak suka?" tanya Lela menyeringai. "N--nggak, sih. Suka. Baguslah itu!" Bandaro pura-pura memuji, padahal dalam batinnya berteriak lain. Ia memalingkan

  • Pasumpahan Tubo   Penyakit Aneh

    "Suami adalah pakaian istri, istri adalah pakaian suami. Saling melengkapi kekurangan dan menutupi kekurangan. *** Keesokan harinya. Masih pagi buta, Lela langsung memeriksa sang suami. Ia mengusap kening dan leher, tubuhnya terasa sangat panas mengeringkan permukaan kulit. Sementara tubuhnya tampak kedinginan, gemetar sangat terasa akibat gigil yang dirasakan. "Tuan … Tuan. Ya, Tuhan. Sedang demam Tuanku ini." Lela memanggil suaminya, lalu menyibak geba[1] dan mengganti dengan kain sarung tipis. Kemudian ia bergegas pergi ke dapur, dengan penerangan lampu minyak. Diambilnya wadah ukuran besar, lalu diisi air termos panas ke dalamnya. Sambil menuang, ekor matanya menangkap kerlap-kerlip seperti lampu sedang bergerak pelan. Oleh karena perhatiannya terpecah, air panas menyiram punggung kakinya. "Aduh."

  • Pasumpahan Tubo   Tekad Kuat

    "Gunakan lima kesempatan sebelum datang lima kesempitan. Masa luangmu sebelum datang masa sempitmu, masa sehatmu sebelum datang sakitmu, masa kayamu sebelum datang kemiskinanmu, masa mudamu sebelum tuamu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu" *** Lela mengirim pesan kepada orang rantau yang baru pulang. Menunggu pula sebulan baru mereka kembali karena pengurusan paspor memakan waktu lama. Sementara sakit Bandaro makin parah dari hari ke hari. Matanya jadi cekung, lingkaran bawah matanya menghitam. Obat yang diberikan oleh bidan desa kurang tampak efeknya. Walaupun badannya lemah. Kalau dibantu, ia telah sanggup duduk. Lela makin gelisah melihat kondisi suaminya, saban hari hanya menjaga saja. Kedainya juga tutup, sudah hari kelima tidak ia buka. Untuk belanja harian terpaksa ia buka celengan modalnya daripada makan tak ada rasa lauknya. "Makan, Tuan." Lela menyodorkan bub

Bab terbaru

  • Pasumpahan Tubo   Hati Ibu

    Tidak Dapat Dibohongi"Hati seorang Ibu tidak dapat dibohongi, walaupun sepintar apa kamu menyembodohi."🌹🌹🌹Akhirnya Lela sampai di rumah sakit, badannya sakit-sakit karena terdesak, penumpang sungguh padat sekali. Kepalanya juga bertambah pusing karena semalam tidak dapat tidur dengan nyenyak.Saat melewati lorong, ia terhuyung. Hingga membentur tonggak. Masih untuk benturannya tidak keras. Membuat sakit hilang dalam sekejap. Lantas ia duduk di bangku untuk menenangkan diri."Astagfirullah." Ia mengucap istigfar berkali-kali, setelah merasa baikan Lela melanjutkan jalannya.Sesampainya di ruangan kamar rawat ICU. Ia mendapati Fikar sedang ti

  • Pasumpahan Tubo   Praduga

    "Praduga yang tidak benar hanya akan menyiksa batin."🌹🌹🌹"Anak gadisnya itu menolak Juki. Padahal anakku sudah menjadi pemuda yang baik. Hanya Juki yang paham keluarga mereka. Namun, ia sudah membuat Juki patah hati." Jawaban singkat dari Rena membuat Lela mengelus dada."Karena itu kamu memendam marah juga sampai kini?""Tentu, Kak. Kalau si Rayya itu mau. Juki tidak akan seperti ini!""Itulah, gimana lagi. Rayya pasti tahu kelakuan kamu itu pada orang tuanya.""Jadi … Kak Lela menyalahkanku?""Sedikit. Jangan kamu kira aku tidak tahu kebenarannya. Jangan kira aku mudah dihasut!" Lela berkata sinis.&

  • Pasumpahan Tubo   Percakapan Nostalgia

    "Tak mungkin saja jatuh," gumam Lela gelisah di angkot. Hatinya tidak tenang, masih berprasangka, kasak-kusuk duduk. Berharap segera sampai di rumah.Sesampainya di tempat penurunan angkot, ia membayar sewa, lalu pergi dengan terburu-buru. Ketika sudah di halaman ia membuka pintu rumah. Lalu beberes hal-hal yang perlu.Ketika sedang memasak di dapur, ada orang yang memanggil-manggil. Dari suaranya ciri khas perempuan."Assalamualaikum. Lai ado orang di rumah?""Waalaikumsalam, lai."Lela menjawab, ia bergegas membuka pintu. Tampak Rena, ibunya Juki

  • Pasumpahan Tubo   Bogem Juki

    Gerakan Fikar terhenti, sorot matanya tajam ke arah Juki. Begitu juga juki, tatapannya seolah-olah hendak mengunyah-ngunyah tubuh Fikar. "Aaaaanggg." Juki melompat ke arah Fikar, tangannya menggenggam bogem mentah yang siap menghancurkan Fikar. "Da Juki, berhenti. Kalau kamu pukul saya. Nanti saya laporkan kepada pihak berwajib." Bangkit sakit ketakutan dalam hati Fikar. "Haaa? Apaa? Takut juga rupanya kamu?" Juki mempelintir tangan Fikar. Namun pemuda berhasil lepas dan melompat ke samping hingga terhuyung ke belakang. "Tak akan berhasil kamu menakut-nakuti saya. Rasain kamu!" Juki mengambil

  • Pasumpahan Tubo   Tandingan Juki

    "Musuh jangan dicari ketemu musuh jangan lari" *** Fikar pun pulang ke rumahnya, ia tidak cemas lagi meninggalkan sang ayah karena ada ibunya menjaga di sana. Kemudian ia menaiki angkutan desa, sampai di kampungnya hampir waktu zuhur. Namun, ketika sampai ia tidak langsung pulang. Fikar menemui Juki yang sedang bersantai di rumahnya. "Da Juki … Da Juki." Fikar memanggil preman kampung itu dengan berani. Juki yang sedang tiduran karena begadang semalaman itu kaget. Ia merungut memukul lantai rumah gadang. "Siapa yang mengganggu saya siang ini? Kurang ajar!" Juki langsung bangun, menyibak sarung yang menutupi tubuhnya. Kain

  • Pasumpahan Tubo   Sakit Orang Kaya

    "Termakan, Bu?"Fikar mengernyitkan dahinya, ia tidak mengerti dengan perkataan sang ibu. Namun, hatinya berkata-kata kalau ada hal yang amat mengerikan."Iya, Fikar. Entah di manaaalah ayahmu makan. Entah siapa yang iri padanya. Setahu Ibu tidak pernah ayahmu bermusuhan dengan orang." Lela memelas dengan suara lemah.Fikar seolah-olah tidak percaya dengan pendengarannya, bagaimana mungkin orang masih memakai benda menakutkan itu.Sejak kecil ia dihantui dengan tubo yang diyakini bisa membuat nyawa orang melayang dengan cara mengenaskan. Apabila termakan makanan yang bercampur dengan benda itu, tidak akan

  • Pasumpahan Tubo   Prasangka

    "Prasangka menjadikan mata buta, telinga tuli, dan hati tertutupi. Jauhilah." 🌹🌹🌹 Pagi harinya, tepat pukul enam. Embusan hawa dingin masih terasa, embun pun masih melekat di dedaunan. Di rumah gadang, Lela sedang bersiap-siap mengemasi bekal yang akan dibawa nanti ke rumah sakit. Raut wajahnya terlihat pucat karena semalaman tidak bisa tidur, dini hari juga sudah terbangun. Pikirannya jadi tidak tenang, mengingat sang suami yang dirawat. Ia mengalami mimpi buruk dua kali. Dalam bunga tidurnya itu, Lela melihat suaminya muntah darah. Sontak ia terkejut, langsung terjaga. Lalu tidur lagi, ternyata mimpinya masih bersambung, ia melihat suaminya meregang nyawa dalam p

  • Pasumpahan Tubo   Kambuh

    "Setiap penyakit ada obatnya kecuali mati.(kutipan) *** "Gimana kabar, Pak Bandaro?" Juki duduk di samping Bandaro yang sedang tak enak hati. "Saat ini sudah mulai baik. Kenapa kamu ke sini bersama anakku?" tanya Bandaro dengan ketus. "Jangan kayak gitulah, Tuan. Aku hanya berniat baik saja. Si Fikar itu, sudah tau hari sudah gelap. Dikeraskannya juga hati pergi rumah sakit. Angkutan umum sudah tidak ada. Untunglah ada aku," ujar Juki berbesar hati. "Heemmmh." Bandaro menarik napas. Kalau tidak karena anaknya ada di sana, sudah diusirnya si Juki dari hadapannya.

  • Pasumpahan Tubo   Bersama Juki

    Sore hari setelah salat Ashar, Fikar melihat ayahnya sedang tidur. Nafasnya yang sesak sudah mulai teratur. Lama ia menatap, ada hal yang mengganggu pikirannya. Lalu Fikar menemui perawat di lobby rumah sakit. "Sus, saya mau pulang ke kampung. Ibu saya belum tahu kalau Ayah dirawat." "Kalau kamu pulang, siap yang menjaga ayahmu? Apakah kamu yakin akan segera datang?" tanya perawat yang cantik itu. "Saya pasti balik, Sus. Paling sebelum senja saya sudah sampai di sini." Fikar bersikeras. "Baiklah. Jangan sampai lama datang, ya!" Perawat yang lebih tua melihat Fikar dengan ketus. "Terima kasih, Sus." Fikar berlalu, ia menyayangkan

DMCA.com Protection Status