Avanthe mengerjakan sisa kebutuhannya secepat yang bisa dia lakukan. Sesuatu di benaknya selalu merambah secara serius saat membiarkan Hope bersama Hores. Avanthe seharusnya tidak setuju, tetapi saat dia sudah mendandani Hope dengan harum mewangi khas seorang bayi, Hores tiba – tiba muncul ke kamar dan menculik gadis kecilnya tanpa izin, atau paling tidak mengatakan sesuatu. Yang paling Avanthe tidak suka adalah Hores yang pergi sesuka hati tanpa pernah mau berdiskusi. Dia tidak tahu ke mana pria itu membawa Hope sehingga merasa perlu mencari putri kecilnya. Ketakutan Avanthe semakin menjadi saat dia tidak mendengar suara Hope di sekitar kamar.Setelah mengikat rambutnya menjadi kuncir satu ke belakang. Avanthe sudah bersiap pergi melangkahkan kaki. Hanya saja, keinginannya mendadak urung ketika suara getar dan layar ponsel menyala segera memberi tahu siapa yang menghubunginya.Kai ....Sudut bibir Avanthe tanpa sadar melekuk tipis. Kai mengirimkan pesan. Kata – kata manis yang terung
Sudah ditemukan satu, tetapi saat Avanthe akan menekan tombol kirim, tiba – tiba sebentuk tubuh jangkung muncul di sekitarnya. Perubahan udara secara signifikan membuat Avanthe gusar. Dia bingung bagaimana Hores bisa beranjak masuk tanpa memberi peringatan, dan bahkan sekarang dengan tamaknya pria itu merenggut ponsel yang dia genggaman.Bibir Avanthe setengah terbuka ingin melayangkan protes. Dia hanya tak tahu bahwa tiba – tiba pula pria itu akan merangkul bahunya, mengajukan kamera depan persis menangkap tubuh mereka—bertiga—bersama Hope yang begitu polos menatap ke arah layar, sementara Avanthe ... masih butuh waktu lebih banyak untuk memahami kalau – kalau Hores sengaja melakukan hal tersebut. Pria itu terang – terangan mengirim foto dengan wajah mereka di sana kepada Kai. Avanthe nyaris tak percaya mengamati setiap kegiatan Hores, yang semakin menjadi dengan tujuan tertentu memperbesar wajah Avanthe yang linglung, dan sungguh dia tampak terlalu menyedihkan dibandingkan Hop
Tadinya Avanthe tidak setuju terhadap keputusan Hores membawa Hope menaiki yacht sampai ke tengah laut. Dia sudah membayangkan angin yang berderai tidaklah bagus untuk bayi berusia awal enam bulan. Hope setidaknya masih terlalu kecil, tetapi apa yang bisa Avanthe lakukan kalau pada akhirnya Hope memiliki ayah yang bodoh, yang tak mau kalah sepanjang perdebatan mereka dengan mengatakan bahwa Hope sudah cukup umur untuk berada di sini—dibiarkan menghinggap di bagian setir.Betapa persis Hores mengatur kaki Hope menembus pada dua lubangan yang dibatasi tiga batang besi, jari – jari tangan mungil dan gemuk milik Hope menggenggam sangat pintar di bagian tertentu. Tubuh gadis kecil itu merekat seperti anak koala, sementara tangan Hores sibuk mengatur kemudi. Avanthe meringis memperhatikan keduanya—semakin tidak tahan saat sayup – sayup suara tawa Hope menembus di udara. Jika Hope terus membuka mulut, dia tidak yakin putrinya akan tetap baik – baik saja setelah sampai di daratan.A
Avanthe tersentak bangun ketika tiba – tiba satu desakan serius mengingatkannya pada perkataan Hores untuk menemui pria itu di luar. Dia tidak tahu seberapa lama membiarkan Hores menunggu. Tetapi sungguh, terlalu ngantuk membuatnya jatuh tertidur. Sesuatu yang secara naluri tidak Avanthe rencanakan. Dia mengerjap. Setelah mengamati Hope yang sedang terlelap puas, tubuh Avanthe segera beringsut, pelan sekali supaya tidak meninggalkan sekecil apa pun suara sekadar membangunkan Hope. Sedikit terburu dia menarik turun kain yang tersibak di sekitar dada, kemudian mengambil beberapa bantal demi mengganjal sisa jarak antara Hope dan pinggir ranjang. Masih dengan keputusan ‘hanya sebentar’, akhirnya Avanthe memutuskan untuk melangkahkan kaki. Sebelum benar – benar meninggalkan kamar, dia mengintip Hope sebentar, sekali lagi, dan akhirnya lewat satu tujuan ambigu, bingung, bertanya – tanya apa yang ingin Hores bicarakan, itu menuntut Avanthe supaya tidak memiliki pilihan selain did
Reaksi yang luar biasa sakit langsung menjalar di sekitar denyut nadi Avanthe. Dia memegangi sebelah wajahnya dan mendapati darah sudah melumuri di ujung jari.Ada keterkejutan hingga Avanthe menoleh ke arah Hores. Pria itu mengerjap cepat, dan seperti baru saja tersadar dari bentuk kejahatan—Avanthe akan menganggap demikian. Dia seharusnya meninggalkan Hores di sini. Iris mata Avanthe berpendar ke tengah lautan. Terlalu buruk bahwa dia harus menyaksikan permukaan air yang terombang – ambing semakin menambah pening di kepala. Buru – buru tangan Avanthe berpegangan pada apa pun, sekali lagi meringis saat memaksakan diri bangun. Berjalan tersaruk – saruk, mencoba dengan cepat melewati pinggir dek kapal—berniat berpijak di antara anak tangga tetapi keseimbangan yang kurang segera melempar tubuh Avanthe ke permukaan laut.Percikan besar secara tidak langsung mendorong air naik ke platform renang, cukup menarik perhatian Hores untuk memperhatikan situasi yang benar – benar t
Avanthe mengerjap untuk sesuatu yang dia tidak tahu alasannya—sesuatu yang terasa begitu jauh untuk digapai. Tak bisa merangkak ke permukaan demi satu informasi yang begitu sayup. Lambat, iris keunguan Avanthe menatap di sekitar dengan pandangan belum kembali secara utuh. Nyaris tak ingat kapan terakhir kali dia berada di sini, dan tiba – tiba terbaring dengan pakaian kering. Bahkan terlalu hening terhadap suatu bentuk perdamaian dalam diri Avanthe.Dia tersentak melawan naluri yang bergolak penuh desakan. Segera menyadari Hope tidak di mana pun di sekelilingnya. Itu membuat Avanthe berdebar keras. Lewat sikap defensif dia menyibak selimut berbulu kemudian terdiam mendapati dirinya, pun ... bukan hanya dibungkus kemeja putih. Avanthe menelan ludah kasar sekadar menambahkan narasi bahwa separuh tubuhnya dalam balutan celana kain panjang yang kedodoran, dengan satu – satu tali pinggang sebagai harapan dan bagian ujung celana dilipat menjadi gulungan tebal.Tanpa sadar Avanthe
Ironinya, demi Hores tidak meninggalkan mereka secara serius. Avanthe terpaksa harus membiarkan pria itu tetap di kamar—berdiri di sandaran tembok dengan mata gelap tidak meninggalkan dirinya ... dan Hope yang menggerakkan jari – jari tangan—menyentuh bagian bawah wajah Avanthe khas genggaman bayi yang menggiurkan. Mengingat Hores ada di sekitar mereka, berdiam diri seperti patung yang mengawasi, Avanthe merasa dia tidak leluasa mengeluarkan suara, bahkan sekadar menanggapi ocehan Hope, meski gadis kecil itu sesekali masih akan menyesap di payudaranya. Ya, terlalu buruk membiarkan Hores terus memperhatikan. Avanthe menarik napas sebentar, memastikan dia memiliki kalimat terbaik supaya Hores bersedia berpaling dari apa pun yang mungkin sedang pria itu lihat, juga melarangnya untuk menutup bagian dada yang terbuka. Hores memang kurang ajar. Betapa lebih sering menjatuhkan iris gelapnya pada satu titik di tubuh Avanthe, alih – alih menatap Hope yang sedang gemas – gemasn
Dari Nicky, Avanthe mendapat informasi bahwa mereka akan segera kembali ke pulau pribadi Hores. Ya, sesuatu yang sepertinya menjadi informasi mendadak. Itu bukan berita mengejutkan. Tidak ada satu pun protes keluar dari bibir Avanthe, karena dia tahu ini hanya tujuan aneh Hores untuk melakukan perjalanan dengan yacht dan sebenarnya pria itu sama sekali tidak memiliki tujuan selain menghambur – hamburkan bahan bakar, paling sedikit adalah membuat tenaga Avanthe menguap setelah menghadapi sikap Hores yang keterlaluan. Mereka meletakkan percakapan drastis bahkan sebelum benak Avanthe menyeretnya pada insiden membasah beberapa saat lalu. Dia tak mungkin jatuh jika dorongan itu tidak disebabkan oleh tindakan keji Hores.Avanthe mengerjap berusaha mengenyahkan apa pun. Segera menjatuhkan perhatian pada Hope yang duduk begitu tenang di pangkuannya. Antusiasme Hope muncul saat ombak dengan berani menerjang platform renang. Sudut bibir Avanthe melekuk—senang—betapa menyenangkan mene