Ironinya, demi Hores tidak meninggalkan mereka secara serius. Avanthe terpaksa harus membiarkan pria itu tetap di kamar—berdiri di sandaran tembok dengan mata gelap tidak meninggalkan dirinya ... dan Hope yang menggerakkan jari – jari tangan—menyentuh bagian bawah wajah Avanthe khas genggaman bayi yang menggiurkan.
Mengingat Hores ada di sekitar mereka, berdiam diri seperti patung yang mengawasi, Avanthe merasa dia tidak leluasa mengeluarkan suara, bahkan sekadar menanggapi ocehan Hope, meski gadis kecil itu sesekali masih akan menyesap di payudaranya.Ya, terlalu buruk membiarkan Hores terus memperhatikan.Avanthe menarik napas sebentar, memastikan dia memiliki kalimat terbaik supaya Hores bersedia berpaling dari apa pun yang mungkin sedang pria itu lihat, juga melarangnya untuk menutup bagian dada yang terbuka. Hores memang kurang ajar. Betapa lebih sering menjatuhkan iris gelapnya pada satu titik di tubuh Avanthe, alih – alih menatap Hope yang sedang gemas – gemasnDari Nicky, Avanthe mendapat informasi bahwa mereka akan segera kembali ke pulau pribadi Hores. Ya, sesuatu yang sepertinya menjadi informasi mendadak. Itu bukan berita mengejutkan. Tidak ada satu pun protes keluar dari bibir Avanthe, karena dia tahu ini hanya tujuan aneh Hores untuk melakukan perjalanan dengan yacht dan sebenarnya pria itu sama sekali tidak memiliki tujuan selain menghambur – hamburkan bahan bakar, paling sedikit adalah membuat tenaga Avanthe menguap setelah menghadapi sikap Hores yang keterlaluan. Mereka meletakkan percakapan drastis bahkan sebelum benak Avanthe menyeretnya pada insiden membasah beberapa saat lalu. Dia tak mungkin jatuh jika dorongan itu tidak disebabkan oleh tindakan keji Hores.Avanthe mengerjap berusaha mengenyahkan apa pun. Segera menjatuhkan perhatian pada Hope yang duduk begitu tenang di pangkuannya. Antusiasme Hope muncul saat ombak dengan berani menerjang platform renang. Sudut bibir Avanthe melekuk—senang—betapa menyenangkan mene
Satu bagian paling mengejutkan setelah pulang dari perjalanan di tengah laut adalah tiba – tiba menemukan Kai sudah menunggu di pelataran rumah mewah Hores. Avanthe merasa cukup panik, tidak tahu bagaimana pria itu ada di sini dan sama sekali tidak pernah membayangkan jika Kai akan segera menyusul kembali ke pulau tanpa atau dengan persetujuan Hores. Tentu, terlepas apa pun yang Kai pikirkan, Avanthe yakin Kai sudah berulang kali coba menghubunginya—dan pria itu tidak menemukan sedikitpun petunjuk bahwa dia sebenarnya tidak leluasa menerima suatu informasi. Hores mengambil ponselnya—ntah sekarang akan bagaimana saat secara naluri Avanthe menyadari rahang Hores bergemelatuk kasar.Dia menatap pria itu ragu tetapi tiba – tiba Hores merenggut Hope dari dekapannya, lalu menyerahkan bayi mereka kepada Nicky.“Bawa dia ke kamar.”Itu sebuah perintah mutlak yang tak bisa Nicky hindari. Yang juga menegaskan betapa suara berat dan dalam Hores mendadak mengalami perubahan drastis.
Tiba di halaman depan. Avanthe seketika menahan napas—tercekat—lantaran Kai sudah terlempar jatuh kesakitan. Mungkin terluka parah. Mulut pria itu mengeluarkan darah dan betapa Avanthe takut melihat keadaannya. Dia segera bersimpuh sambil menggendong Hope di sebelah lengan. Pelan sekali menawarkan Kai bantuan; pria itu tertatih saat mencoba bangun, dan wajah yang meringis ... turut membuat Avanthe merasa ngilu. Dia mengernyit saat Kai memandangi wajahnya diliputi kerongkongan yang bergerak kesulitan.“Kau tidak apa – apa, Kai?” Avanthe memperhatikan pria itu lebih teliti—beberapa lebam di pelipis—sudut pipi—hingga ujung bibir yang terlihat robek semakin menambah tuduhan buruk yang mungkin akan Avanthe berikan kepada Hores.Tidak tahu seperti apa bajingan itu sekarang. Sampai detik ini, tidak terbesit sedikitpun niat untuk mengetahui apa yang Hores alami. Apakah juga mengalami hal serupa atau yang lainnya—Avanthe memendam satu tekad penuh untuk tetap mengabaikan, walau samar
Hope baru saja didudukkan di atas ranjang. Hores menjulang tinggi, sementara mata besar bulat si bayi terus memandanginya dengan gemas. Hope bahkan sedang menengadah tetapi leher gadis kecil itu tidak ada—tidak terlihat—ingin sekali Hores memeriksa bagaimana jadinya jika satu tangannya menggenggam di sana—persis yang sering kali dia lakukan kepada Avanthe. Sialan. Hores mengumpat saat membayangkan kembali wajah Avanthe yang sengaja mengabaikannya. Kai jauh lebih penting—menarik seluruh perhatian Avanthe, seolah ... terlepas apa pun itu, Avanthe hanya peduli seperti apa luka yang pria itu alami, alih – alih sekali saja bertanya; Hores, bagaimana luka tusuk di pinggulmu?Hores menggeram diliputi rahang bergemelatuk kasar ketika mencoba meraba di sana. Ujung kaki Kai menendang—ntah apakah pria itu melihat bekas luka karena dia yang tidak berpakaian telah memberi pria itu petunjuk. Kenyataan, saat ini sedikit luka telah ditambahkan—lebih lebar hingga darah lambat laun menetes m
“Apa yang kau lihat?Begitulah yang pria itu tanyakan setelah memastikan pelbagai tindakannya hanya untuk mengurung Avanthe dan Hope di sini. Di satu kamar yang terasa panas jika melibatkan keberadaan Hores. Avanthe tidak tahu bagaimana dia bisa tenang tepat saat pria telah meletakkan bokong di pinggir ranjang. Membelakangi posisinya dengan wajah separuh berpaling, seakan – akan tak ingin melewatkan setiap gerakan yang sedang Avanthe ciptakan. Dia hanya—perlahan bergeser dan mengatur posisi Hope untuk berada di bagian luar, sementara Avanthe akan berada di tengah – tengah dengan tidur membelakangi Hores. Tidak ada harapan sekadar melarikan diri. Tidak ada gunanya. Semua yang mungkin Avanthe coba lakukan akan berakhir sia – sia berkelipatan. Lebih baik tidur sambil menyusui Hope.Satu bantal untuk Hores segera diambilnya ketika Avanthe merasa ini waktu yang tepat. Benda tersebut akan dijadikan penyangga demi meminimalisir risiko Hope yang ntah – ntah; semoga tidak jatuh
“Kau sudah basah, Ava. Kau juga menginginkannya.”Tidak ada yang bisa Avanthe lakukan. Dia menyerah saat Hores berusaha masuk ke dalam dirinya. Pria itu menggeram, menghadapi perubahan signifikan; dan dengan mudah menekan tubuh mereka menyatu, membiarkan Avanthe merasakan betapa kokoh dan menyesakkannya, hingga tanpa sadar kuku tangan Avanthe menancap di lengan Hores. Segera tangan pria itu bergeser, meremas payudara Avanthe sementara mulut yang terasa panas mendarat di ceruk lehernya—memberi Avanthe serangan kombo dengan meninggalkan bekas kemerahan—yang sebaiknya dipertontonkan kepada Kai—begitulah yang Avanthe temukan ketika dia dan Hores melakukan kontak mata. Pria itu setengah bangun ... menggerakkan pinggul dengan seksi untuk menumbuk tubuh Avanthe lebih keras.Ketegangan Hores luar biasa mantap. Ketika mendapati Hope telah melepaskan puting yang mengkilap basah. Pria itu langsung menarik Avanthe bangun, menderak meninggalkan ranjang dan menyingkir di sudut kamar
Pelan – pelan Avanthe terjaga merasakan sinar matahari membias serius di bagian wajah. Dia mengerjap, menyesuaikan keadaan di sekitar lalu menyadari kancing pakaian tidurnya telah terbuka, termasuk bagaimana bra yang seperti sengaja disingkirkan oleh seseorang. Tidak perlu bertanya siapa yang paling berpotensi melakukan hal tersebut. Avanthe bisa menebak—betapa dia benar – benar diliputi pertanyaan terhadap mimpi buruk Hores semalam, tetapi di waktu bersamaan Avanthe merasa lega, karena pada akhirnya Hores tidak sampai mencelakai Hope. Tangan Hores saat sedang menggeliat gelisah bisa saja tanpa sadar memukul atau apa pun saat itu. Avanthe tidak dapat membayangkan bahwa semalam mungkin Hope akan menambahkan kesan dramatis dengan menangis histeris. Untungnya tidak terlalu. Dia mengembuskan napas pelan. Melirik ke sekitar lalu terkejut saat tidak menemukan Hope ada di mana pun di ranjang. Ke mana gadis kecil itu pergi pagi – pagi begini? Apakah Hores?Desakan dalam diri Avanth
“Kau akan membuat Hope demam, nanti, dengan memberinya pakaian pantai.”Setelah satu tarikan napas yang panjang, Avanthe langsung bersuara—menghentikan tindakan – tindakan geram Hores kepada bayi mereka. Memang sedikit egois dengan tidak akan membiarkan kemesraan itu semakin terjadi. Dan biar Avanthe jelaskan bagaimana Hores mendadani Hope. Rambut yang dikuncir dua; menantang seperti tiang, dan mengenai pakaian—Hope diberikan semacam bra sementara di bagian bawah dihias dengan celana rok yang berumbai – rumbai. Lucu. Tetapi Avanthe akan membuat pendapatnya berseberangan bersama Hores. Kebetulan pria itu tidak terlalu menanggapi, melainkan hanya mengatur posisi Hope lebih normal untuk melihat keberadaannya di sini. Penampilan Hores tidak jauh berbeda. Hanya mengenakan celana kain pendek dan pria itu merasa sangat bebas bertelanjang dada. Tubuh jangkung—maskulin—yang sempurna. Avanthe tidak akan memiliki banyak waktu untuk mengagumi Hores.“Berikan Hope padaku,” ucapnya m